Home / Romansa / Cliche / Dia yang Selama Ini Hilang

Share

Dia yang Selama Ini Hilang

Author: Doctor Rusty
last update Last Updated: 2021-03-21 03:34:28

"Hwa-Young ...."


Aku membeku menatapnya. Perempuan yang selama ini tak ada kabar; sahabat yang selama ini menghilang, sekarang berada tepat di depanku. Ia Hwa-Young yang sama, tetapi penampilannya tak lagi sama. Perempuan yang berpenampilan tomboy, kini berubah fenimim. Rambutnya yang dulu hitam dan pendek, sekarang kecokelatan dan terurai sepunggung. Kini ia makin cantik dengan make-up natural.  Matanya yang lebar; hidungnya yang mungil dan sedikit mancung; serta bibirnya yang tipis, sekarang tampak lebih memesona. Namun, dari semuanya, yang paling berbeda adalah pakaian yang ia kenakan. Hwa-Young yang dulu selalu mengenakan kaus lusuh dan celana jeans sobek, berganti Hwa-Young yang dibalut mini dress ketat dan mempertontonkan lekuk dadanya yang proporsional, pinggang ramping, dan kaki yang jenjang. Inilah Hwa-Young yang sekarang; Hwa-Young yang berhasil membuatku terkesima dengan kecantikannya.


"Dae-Ho."


Aku terhenyak. "Hwa-Young ...."


Senyumnya teruntai seraya menghampiri. "Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di luar. Rasanya sudah lama sekali, 'kan?!"


Aku mengangguk dan tersenyum canggung, masih tak percaya dengan pertemuan ini.


Hwa-Young pun tertawa kecil. "Kenapa? Terkejut melihatku? Tenang aku bukan hantu ..., dan masih tetap sama seperti Hwa-Young yang dulu."


"Tapi sejak kapan kamu kembali ke Seoul?"


"Nanti kuceritakan." Hwa-Young menggandeng tanganku. "Ayo."


Sebetulnya bukan kali ini saja kami bergandengan, tetapi baru sekarang jantungku berdegup kencang. Namun, Hwa-Young sama sekali tidak terlihat canggung.


***


Selama lebih dari setengah hari Hwa-Young menemani berbelanja. Dalam perjalanan pulang, tak henti-hentinya ia bercerita tentang kesehariannya di Perancis. Namun, setiap kali aku bertanya alasannya tak pernah memberi kabar, ia selalu mengalihkan pembicaraan. Entah apa yang terjadi. Yang jelas aku tak mau mengubah suasana ini menjadi tidak nyaman.


"Sekarang kamu menjadi Fashion Designer di Aleumdaun?" tanyaku.


"Yaaaa ..., begitulah. Kalau kamu?"


"Kemarin-kemarin aku bekerja sendiri sebagai trader. Tapi baru saja aku diterima di Byeoul."


Iris matanya membulat sempurna. "Wah! Byeoul!"


Kata-kata antusiasnya membuatku malu. Yah, siapa pun pasti akan bereaksi seperti Hwa-Young karena mereka tidak tahu alasannya aku dapat bekerja di perusahaan raksasa itu.


"Sejak kapan kamu tinggal di apartemen itu?" Aku berusaha mengalihkan topik.


"Tiga hari lalu. Tapi rasanya seperti sudah lama sekali. Tinggal sendiri, sepi, bagaimana tidak merasa waktu berjalan lambat?!"


Aku tertawa kecil. "Mulai sekarang kamu tidak akan bosan karena ada aku."


Hwa-Young menatapku sambil senyum-senyum. "Pasti."


Tak lama kemudian aku memutar setir, masuk ke parkiran apartemen.


Setiap kali berpapasan dengan laki-laki, pandangan mereka tidak lepas dari Hwa-Young. Baik ketika sedang berbelanja, maupun di apartemen. Tatapan mereka membuatku tidak nyaman. Sudah pasti mereka berpikir nakal ketika melihat Hwa-Young. Akhirnya kami tiba di lantai 9.


"Mau ke mana?" tanya Hwa-Young melihatku di depan unitku.


"Pulang."


"Gezz ...." Hwa-Young menarikku. "Kita belum merayakan pertemuan ini!" Lalu mengajakku masuk ke unitnya.


Aku duduk di ruang keluarga sambil menunggu Hwa-Young berganti pakaian. Tak lama kemudian, Hwa-Young keluar dari kamar. Ia mengenakan kaus tipis, dan celana pendek. Bra merahnya terlihat samar-samar dari kausnya. Hwa-Young meletakkan botol dan gelas di atas meja.


"Soju?"


"Yap! Kamu sudah berhenti minum?"


Aku menggeleng. "Setahuku kamu anti minuman keras."


"Itu dulu." Ia menuangkan minuman lalu memberikannya.


Menit dan jam berlalu. Tanpa terasa sudah hampir dua botol kami habiskan sambil berbincang mengingat masa-masa dulu. Wajah Hwa-Young sudah merah, ucapannya melantur ke mana-mana.


"Aduuuh ..., minum tanpa musik rasanya enggak enak banget. Nightclub, yuk!"


Aku terkekeh. "Jangan malam ini. Besok hari pertamaku kerja."


"Bukan itu maksudku," Hwa-Young berjalan sempoyongan ke meja TV, "tapi ini." Kemudian menyalakan tape di rak meja.


Musik disko pun mengentak. Hwa-Young mulai menari-nari. "Yeaaaa!"


"Hwa-Young, musiknya terlalu keras! Tetangga kita bisa marah!" Aku berseru, berusaha agar suaraku terdengar.


Hwa-Young tertawa. "Di lantai ini cuma kamu tetanggaku yang paling dekat."


Ia berjalan menghampiri lantas menarik tanganku. "Ayo! Nikmati sa—aah!"


Aku terpeleset dan mendorongnya jatuh. Aku tak sengaja menindih Hwa-Young dengan tangan tepat di dadanya. Tatapan kami bertemu, jantungku pun berdegup kencang. Melihat kecantikannya; merasakan dadanya turun-naik dalam genggaman; membuat milikku bereaksi.


Tidak. Dia sahabatmu, Dae-Ho!


Berkali-kali kata-kata itu menyeruak dalam hati. Percuma. Aku sudah tak bisa menahan diri lalu melumat bibirnya.


Hwa-Young tersentak, seraya mendorongku. "Jangan ...."


Bersambung

Related chapters

  • Cliche   Hari Pertama

    "Jangan ceritakan pada orang lain."Hwa-Young melumat bibirku. Bibir kami bertaut, sambil saling menyesap lidah. Tanganku menyelinap ke balik kaus, lalu meremas-remas dadanya. Hwa-Young tak tinggal diam, tangannya merayap mengusap milikku dari balik celana. Paham maksudnya, aku mengubah posisi sampai milikku berhadapan dengan wajahnya, begitupun sebaliknya. Tanpa menunggu lama, ia menurunkan celanaku. Dalam posisi tersebut kami saling memanjakan intim masing-masing. Saat lidah Hwa-Young memberi kehangatan pada milikku, aku menyibak intimnya kemudian membelainya dengan lidahku. Desahannya terdengar makin jelas bersamaan dengan milikku yang makin berdiri kukuh, menunjukkan kami siap memulai sesi utama.Hwa-Young berbalik seraya membelakangiku dengan posisi merangkak."Dae-Ho ...," ucapnya setengah mendesah saat milikku masuk ke dalam intimnya.

    Last Updated : 2021-03-29
  • Cliche   Sambutan Goo Ha-Neul

    Tiga pasang mata menatapku tajam, seolah-olah aku seorang terpidana yang bersiap menerima hukuman. Tangan dan kakiku dingin; keringat berkucuran membasahi seluruh tubuh. Berkali-kali aku mengubah posisi duduk dengan gelisah.Tiba-tiba Chun-Ae angkat bicara, "Aku setuju, Sajangnim. Tapi menurutku dia harus kita uji selama dua minggu. Kalau hasilnya buruk, jangan harap bisa bertahan di Byeoul. Bagaimana, Sajangnim?""Cih! Berani-beraninya kamu tidak menghormati Sajangnim!""Cukup, Lee Yeong-Hyeong." Byun In-Su menengahi. "Aku setuju dengan Chun-Ae.""Sajangnim, tapi itu tidak adil bagi—""Cukup! Akulah yang memutuskan!" Byun In-Su menatap tajam hingga membuat Lee Yeong-Hyeong menunduk.Pandangan Byun In-Su kembali beralih padaku. "Dua minggu. Itulah waktu ujianmu, Ki

    Last Updated : 2021-03-30
  • Cliche   Si Kecil Lee Yoona

    Sebelum Goo Ha-Neul melangkah, aku buru-buru mencekal tangannya.Goo Ha-Neul memandangku, geram. "Apa maksudmu?""Ini bukan ajakan, tapi perintahku sebagai atasan." Aku menatapnya, sungguh-sungguh.Goo Ha-Neul tertegun dan membalas tatapanku. Sedetik kemudian dia terkekeh keras. Aku yakin suaranya terdengar sampai luar ruangan, tetapi tampaknya dia sama sekali tidak peduli."Perintah? Ya, silakan memberi perintah yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, supaya aku dapat melaporkanmu." Goo Ha-Neul menepis tanganku, kemudian berjalan ke pintu ruangan.Aku mengejar dan menarik tangannya. Goo Ha-Neul berhenti, melirik sinis. Kali ini dia tampak sangat marah."Harus kukatakan berapa kali?" Dia melirik tanganku.Aku buru-bu

    Last Updated : 2021-04-17
  • Cliche   Cinta Jumpa Pertama

    Klise. Mungkin itulah yang dipikirkan ketika mendengar "cinta pada jumpa pertama". Begitulah kenyataan yang terjadi padaku. Ironis. Aku yang seorang playboy dan tak pernah jatuh cinta, justru mengalaminya. Selama ini aku menganggap cinta hanyalah kesenangan tanpa melibatkan perasaan. Namun, di malam itu semua pandanganku tentang "cinta" berubah. Di malam aku bertemu dengannya .... *** Malam hari di tengah Kota Seoul. Di suatu tempat yang kerap membawa pengunjungnya ke dalam ilusi. Sebuah tempat berdesain klasik yang selaras dengan namanya "Classic Seoul". Musik bertempo cepat mengentak tubuh-tubuh berpeluh, memperagakan kepiawaian menari; memikat lawan jenis untuk larut dalam kesenangan. Berbagai minuman tersaji untuk membuai hasrat, luruh ke dalam utopia. Ingar-bingar terhelat sempurna di nightclub tersebut. Seperti biasa, hampir setiap akhir pekan aku selalu ke sana untuk sekadar melepas pe

    Last Updated : 2021-03-17
  • Cliche   Perasaan yang Tersampaikan

    Aku mulai menggerakkan pinggul maju-mundur, membawa milikku menjelajahi intimnya. Perempuan itu memeluk dan mengusap bahuku. Meskipun ia terpejam, sentuhannya seakan-akan sedang mencurahkan isi hati. Sentuhan lembut, tetapi sepi; sedih; merintih. Seolah-olah ia sedang memohon pertolongan. Tak ada luapan gairah berlebihan, kecuali hanya perasaannya yang dalam. Belum pernah aku bercumbu seperti itu; belum pernah perasaanku bergetar ketika disentuh. Alih-alih mencumbunya dengan liar, aku membalas perasaannya dengan tak kalah lembut. Sambil terus bergerak, kukecup bibirnya dalam-dalam. Desahannya terdengar lirih setiap kali milikku bergerak. Sampai akhirnya, ia mencengkeram punggungku sembari kedua kakinya mengapit pinggangku. Tubuhnya bergelinjang-gelinjang selama beberapa detik, lalu akhirnya terkulai di atas ranjang dengan napas terengah-engah."Thank you," bisiknya seraya mendekapku.***

    Last Updated : 2021-03-18
  • Cliche   Kontrak Hidup-Mati

    Aku membaca dokumen-dokumen yang diberikan So Hyun-Jae. Dokumen itu menjelaskan kalau aku akan mendapatkan identitas baru sebagai Manager Keuangan yang dibajak dari perusahaan pesaing. Tugas pertama yang harus dijalankan adalah berusaha mendapatkan kepercayaan Direktur Utama agar dipromosikan menjadi Direktur Keuangan. Dengan begitu, akses keuangan perusahaan terbuka dan dapat dicuri.Sudah jelas kalau pekerjaan itu sangat berat, tetapi imbalannya pun luar biasa. Uang jutaan dollar menanti jika berhasil menuntaskan tugas tersebut. Sebaliknya, kalau gagal akan mendapat sanksi keras. Namun, tidak diterangkan secara detail sanksi yang akan dijatuhkan.Aku mengembalikan kertas-kertas itu ke dalam map, kemudian menatap So Hyun-Jae. "Apa sanksi yang akan diberikan kalau gagal?"Sudut bibir So Hyun-Jae terpantik, lalu menempelkan telunjuknya di pelipisku.

    Last Updated : 2021-03-20

Latest chapter

  • Cliche   Si Kecil Lee Yoona

    Sebelum Goo Ha-Neul melangkah, aku buru-buru mencekal tangannya.Goo Ha-Neul memandangku, geram. "Apa maksudmu?""Ini bukan ajakan, tapi perintahku sebagai atasan." Aku menatapnya, sungguh-sungguh.Goo Ha-Neul tertegun dan membalas tatapanku. Sedetik kemudian dia terkekeh keras. Aku yakin suaranya terdengar sampai luar ruangan, tetapi tampaknya dia sama sekali tidak peduli."Perintah? Ya, silakan memberi perintah yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, supaya aku dapat melaporkanmu." Goo Ha-Neul menepis tanganku, kemudian berjalan ke pintu ruangan.Aku mengejar dan menarik tangannya. Goo Ha-Neul berhenti, melirik sinis. Kali ini dia tampak sangat marah."Harus kukatakan berapa kali?" Dia melirik tanganku.Aku buru-bu

  • Cliche   Sambutan Goo Ha-Neul

    Tiga pasang mata menatapku tajam, seolah-olah aku seorang terpidana yang bersiap menerima hukuman. Tangan dan kakiku dingin; keringat berkucuran membasahi seluruh tubuh. Berkali-kali aku mengubah posisi duduk dengan gelisah.Tiba-tiba Chun-Ae angkat bicara, "Aku setuju, Sajangnim. Tapi menurutku dia harus kita uji selama dua minggu. Kalau hasilnya buruk, jangan harap bisa bertahan di Byeoul. Bagaimana, Sajangnim?""Cih! Berani-beraninya kamu tidak menghormati Sajangnim!""Cukup, Lee Yeong-Hyeong." Byun In-Su menengahi. "Aku setuju dengan Chun-Ae.""Sajangnim, tapi itu tidak adil bagi—""Cukup! Akulah yang memutuskan!" Byun In-Su menatap tajam hingga membuat Lee Yeong-Hyeong menunduk.Pandangan Byun In-Su kembali beralih padaku. "Dua minggu. Itulah waktu ujianmu, Ki

  • Cliche   Hari Pertama

    "Jangan ceritakan pada orang lain."Hwa-Young melumat bibirku. Bibir kami bertaut, sambil saling menyesap lidah. Tanganku menyelinap ke balik kaus, lalu meremas-remas dadanya. Hwa-Young tak tinggal diam, tangannya merayap mengusap milikku dari balik celana. Paham maksudnya, aku mengubah posisi sampai milikku berhadapan dengan wajahnya, begitupun sebaliknya. Tanpa menunggu lama, ia menurunkan celanaku. Dalam posisi tersebut kami saling memanjakan intim masing-masing. Saat lidah Hwa-Young memberi kehangatan pada milikku, aku menyibak intimnya kemudian membelainya dengan lidahku. Desahannya terdengar makin jelas bersamaan dengan milikku yang makin berdiri kukuh, menunjukkan kami siap memulai sesi utama.Hwa-Young berbalik seraya membelakangiku dengan posisi merangkak."Dae-Ho ...," ucapnya setengah mendesah saat milikku masuk ke dalam intimnya.

  • Cliche   Dia yang Selama Ini Hilang

    "Hwa-Young ...."Aku membeku menatapnya. Perempuan yang selama ini tak ada kabar; sahabat yang selama ini menghilang, sekarang berada tepat di depanku. Ia Hwa-Young yang sama, tetapi penampilannya tak lagi sama. Perempuan yang berpenampilan tomboy, kini berubah fenimim. Rambutnya yang dulu hitam dan pendek, sekarang kecokelatan dan terurai sepunggung. Kini ia makin cantik dengan make-up natural. Matanya yang lebar; hidungnya yang mungil dan sedikit mancung; serta bibirnya yang tipis, sekarang tampak lebih memesona. Namun, dari semuanya, yang paling berbeda adalah pakaian yang ia kenakan. Hwa-Young yang dulu selalu mengenakan kaus lusuh dan celana jeans sobek, berganti Hwa-Young yang dibalut mini dress ketat dan mempertontonkan lekuk dadanya yang proporsional, pinggang ramping, dan kaki yang jenjang. Inilah Hwa-Young yang sekarang; Hwa-Young yang berhasil membuatku terkesima dengan kecantikannya."Dae-Ho."

  • Cliche   Kontrak Hidup-Mati

    Aku membaca dokumen-dokumen yang diberikan So Hyun-Jae. Dokumen itu menjelaskan kalau aku akan mendapatkan identitas baru sebagai Manager Keuangan yang dibajak dari perusahaan pesaing. Tugas pertama yang harus dijalankan adalah berusaha mendapatkan kepercayaan Direktur Utama agar dipromosikan menjadi Direktur Keuangan. Dengan begitu, akses keuangan perusahaan terbuka dan dapat dicuri.Sudah jelas kalau pekerjaan itu sangat berat, tetapi imbalannya pun luar biasa. Uang jutaan dollar menanti jika berhasil menuntaskan tugas tersebut. Sebaliknya, kalau gagal akan mendapat sanksi keras. Namun, tidak diterangkan secara detail sanksi yang akan dijatuhkan.Aku mengembalikan kertas-kertas itu ke dalam map, kemudian menatap So Hyun-Jae. "Apa sanksi yang akan diberikan kalau gagal?"Sudut bibir So Hyun-Jae terpantik, lalu menempelkan telunjuknya di pelipisku.

  • Cliche   Perasaan yang Tersampaikan

    Aku mulai menggerakkan pinggul maju-mundur, membawa milikku menjelajahi intimnya. Perempuan itu memeluk dan mengusap bahuku. Meskipun ia terpejam, sentuhannya seakan-akan sedang mencurahkan isi hati. Sentuhan lembut, tetapi sepi; sedih; merintih. Seolah-olah ia sedang memohon pertolongan. Tak ada luapan gairah berlebihan, kecuali hanya perasaannya yang dalam. Belum pernah aku bercumbu seperti itu; belum pernah perasaanku bergetar ketika disentuh. Alih-alih mencumbunya dengan liar, aku membalas perasaannya dengan tak kalah lembut. Sambil terus bergerak, kukecup bibirnya dalam-dalam. Desahannya terdengar lirih setiap kali milikku bergerak. Sampai akhirnya, ia mencengkeram punggungku sembari kedua kakinya mengapit pinggangku. Tubuhnya bergelinjang-gelinjang selama beberapa detik, lalu akhirnya terkulai di atas ranjang dengan napas terengah-engah."Thank you," bisiknya seraya mendekapku.***

  • Cliche   Cinta Jumpa Pertama

    Klise. Mungkin itulah yang dipikirkan ketika mendengar "cinta pada jumpa pertama". Begitulah kenyataan yang terjadi padaku. Ironis. Aku yang seorang playboy dan tak pernah jatuh cinta, justru mengalaminya. Selama ini aku menganggap cinta hanyalah kesenangan tanpa melibatkan perasaan. Namun, di malam itu semua pandanganku tentang "cinta" berubah. Di malam aku bertemu dengannya .... *** Malam hari di tengah Kota Seoul. Di suatu tempat yang kerap membawa pengunjungnya ke dalam ilusi. Sebuah tempat berdesain klasik yang selaras dengan namanya "Classic Seoul". Musik bertempo cepat mengentak tubuh-tubuh berpeluh, memperagakan kepiawaian menari; memikat lawan jenis untuk larut dalam kesenangan. Berbagai minuman tersaji untuk membuai hasrat, luruh ke dalam utopia. Ingar-bingar terhelat sempurna di nightclub tersebut. Seperti biasa, hampir setiap akhir pekan aku selalu ke sana untuk sekadar melepas pe

DMCA.com Protection Status