"Justin ...."
"Susst bentar ah, lagi laper ini.""Justin ....""Aduh apaan sih!" Justin melihat ke belakang, "eh Bu guru ... Mau makan Bu?"Justin yang tertangkap basah telah membolos di hukum oleh gurunya untuk berlari selama 30 menit mengelilingi lapangan.Tepat 10 menit, bel berbunyi. Semua siswa beristirahat yang dimana semua keluar dari kelas masing-masing. Justin menjadi perhatian bagi banyak siswa, dan juga menjadi perhatian Kasih juga teman-teman nya. Wajah kasih tampak tidak senang dengan Justin yang melanggar aturan.
Selesai berlari Justin pergi ke kantin karena ingin beristirahat. Waktu istirahat tinggal beberapa menit saja. Justin memanfaatkan nya dengan tidur di pojok kantin tepat di atas bangku. Saat memejamkan mata, Justin menaruh buku untuk dapat menutupi wajahnya tersebut. Tak berselang lama, buku tersebut di angkat oleh seseorang dan ternyata adalah Kasih.
Kasih dan teman-temannya memperhatikan Justin yang kesal di ganggu. Justin berdiri menatap kasih dengan emosi.
"Mau apa? Oh God! Apa gak bisa gitu di sekolahan ini buat saya seorang Justin untuk tenang."
Kasih membuang buku Justin lalu menariknya. Justin menghempas tangannya. Yang kemudian dari belakang tubuh Justin di dorong oleh teman-teman Kasih sehingga ia terpaksa berjalan.
"Mau dibawa kemana sih sebenernya?"
"Udah ikut aja."
Kasih membawa nya ke suatu tempat. Ia melihat banyak perempuan yang berlalu-lalang dan Justin juga menjadi pusat perhatian. Justin membentak mereka meminta untuk menghentikan.
"Seumur-umur ... Belum pernah ada yang berbuat seperti ini pada saya! Anda Kasih ... Jangan berbuat seenaknya."
Justin membenarkan baju seragam nya lalu berjalan pergi meninggalkan Kasih. Saat berjalan Justin bertemu dengan lelaki yang mengenakan kemeja yang sangat rapih. Ia memberi salam kepada Justin dengan sangat hormat juga santun. Lalu di belakangnya ada beberapa orang lagi yang sepertinya bodyguard dari lelaki tersebut.
Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Justin. Justin hanya melihat. Lelaki itu menarik kembali tangannya.
"Justin bukan? Saya Gery ... Teman dari orang tua mu." Lelaki itu melihat ke sekitar lalu kembali melihat Justin, "dimana saudara mu? Kau Justin Blake bukan? Anak dari ...."
"WAH ... Apa kabar Gery!"
"Baik-baik, masih dengan posisi mu? Kepala sekolah haha. Oh ya, ini Justin anak dari ...."
"Ya! Mari kita bicarakan itu di ruangan ku."
Justin menatap kepergian mereka. Lalu datang kembali Kasih berserta geng nya tersebut. Justin yang sudah malas pun menghindari mereka dengan bersembunyi di dalam kelas.
Kasih mencari keberadaan Justin namun tidak dapat di temukan. Ketika sudah dirasa aman, Justin keluar dari tempat persembunyian nya lalu pergi ke asrama.
"Yeah, i feeling so good beybeh ... You are so good beybeh."
Justin bersenandung ketika berjalan di lorong. Di lorong suasana tidak terlalu ramai hanya sekitar satu atau dua orang saja yang berjalan. Justin tidak memperdulikan mereka. Ia bernyanyi begitu keras. Sampai di suatu ketika di lirik yang ia nyanyikan.
Justin terhenti melihat ke depannya dengan tatapan kosong. Ia mengingat lirik bait selanjutnya adalah kesukaan dari Ivan temannya.
"Best friend forever, you never be alone because i'm here ... Dududu ...." Suara Justin perlahan melemah.
Justin yang sadar airmata nya jatuh ia melihat kesekitar karena malu. Ia mempercepat langkah untuk segera ke kamar nya.
Justin membuka pintu lalu terkejut dengan adanya Kasih di kamar nya bersama teman-teman Kasih.
"Kalian ngapin disini? Aduh ... Kalian tuh jangan terlalu niat dong, saya nya jadi capek harus kabur."
"Justin, tapi kami ingin menanyakan sesuatu sama kamu."
Justin duduk lalu membuang nafasnya, "pertanyaan apa sih?"
"Apa kau mempunyai saudara kembar?"
Justin mengerutkan kening kebingungan. Ia tertawa geli mendengar Kasih berbicara.
"AHAHAHA ... Apa kau bilang? Kembar? Saudara? HAHAHA!"
"Ini serius Justin."
"Ya enggak lah, Clell Justin Blake one and only it's me." Justin menaruh buku nya lalu mendorong Kasih pelan, "sekarang sudah di jawab, dan kalian pergi."
"Tapi ... Tapi ... Tapi ...."
Pintu di tutup Justin lalu ia berbaring di atas kasur serta merenggangkan tubuhnya.
KRIIIINGGGG! Suara bel berbunyi.
"WHAT!"
Justin mendengus kesal. Ia belum sempat beristirahat namun bel pelajaran kembali berbunyi. Justin kembali bangkit berdiri lalu membuka pintu dengan wajah yang kesal.
"Ups ...." Kasih meledek Justin.
Kasih dan temannya kabur dari Justin.
Justin dengan malasnya ia berjalan menuju kelas selanjutnya.
Pelajaran kali ini mengenai tentang sejarah. Justin datang terlambat, ia kembali di hukum maju ke depan lalu diminta guru untuk dapat menyebutkan silsilah keluarga Alpha pertama.
Justin senyum karena ia tidak mengetahuinya. Lalu gurunya menggertak sehingga membuat Justin terkejut.
"Maaf, saya tidak bisa menjawab."
"Kau tidak bisa menjawab? Jika seperti itu ... Sebagai hukumannya kamu akan saya masukan ke ruangan 'kebahagiaan' disana kamu bisa merenunginya."
"Bisa kah ada sedikit keringanan untuk siswa baru?"
"BERHENTI MEMBANTAH! Kasih ... antar dia ke ruangan tersebut, SEKARANG!"
Justin pun pergi dengan di antar Kasih. Mereka keluar kelas dan menuju ke tengah lapangan. Mereka terus berjalan menyebrangi lapangan tersebut. Hingga sampai di ruangan yang di maksud.
"Ini ruangan itu?"
"Yap, masuk aja ... Oh ya, jangan buat pergerakan tiba-tiba ya."
Sebelum Justin bertanya lebih banyak, kasih terlebih dahulu meninggalkan Justin sendiri. Ia masuk ke dalam dengan hanya minim pencahayaan. Justin melihat kesekitar dan tidak terjadi apa-apa. Fikir Justin semua akan berjalan lancar, sampai ada suara yang mengganggu Justin membuat Justin ketakutan.
"Siapa itu?"
Justin menempel pada dinding dengan ketakutan. Lalu Justin melihat sosok yang membuat suara tersebut. Ia sangat menggemaskan. Justin mengelu dadanya lalu mendekati.
"Duh bikin kaget aja." Justin jongkok dan berniat ingin mengelusnya, "kalau ini mah kecil."
Namun tiba-tiba.
"Duh bikin kaget aja." Justin jongkok dan berniat ingin mengelusnya, "kalau ini mah kecil." Namun tiba-tiba ... Seketika mahkluk kecil itu menunjukkan deretan gigi yang tajam dengan mempunyai sayap yang tajam. Justin melemparnya karena ketakutan ia berlari ke arah pintu berusaha membuka nya namun ia tidak dapat membuka. Justin berlindung di samping kotak yang berada di depannya. Ia meraih tongkat sebagai jaga-jaga. "Justin? Dimana kamu Justin?" Terdengar suara ibu dari Justin. Namun Justin tidak gegabah, ia perlahan mengintip dari celah melihat keberadaan dari mahkluk tersebut. Alangkah terkejutnya dia saat tersadar bahwa yang memanggilnya ialah mahkluk tersebut. "Holy shit ...." Justin berbicara hingga terdengar oleh mahkluk itu. Mahkluk tersebut menyerang Justin. Dengan sekali lemparan membuat Justin
"Temani aku berbicara disini ... Aku kesepian." Kasih diam memikirkan nya sejenak, "ku mohon Kasih." Kasih kembali terduduk lalu Justin tersneyum lebar. "Ingat, hanya sampai jam pelajaran di mulai kembali." "Siap komandan." Sudah lewat dari jam pelajaran namun bel tidak kunjung berbunyi. Kasih curiga terjadi hal yang tidak diinginkan. Ia pergi dari ruang kesehatan menuju ruang para guru. Justin berada di ruangan tersebut dengan tersenyum. Ia merasakan degup jantung nya yang sangat bersemangat. Ia terus memikirkan tentang Kasih juga senyumannya. Lalu tak lama datang sekelompok siswa yang masuk ke ruang kesehatan. Mereka menatap Justin. Lalu menutup pintu kemudian berjalan menuju Justin. Justin merubah posisinya menjadi duduk. Mereka mendekat dengannya. Salah satu dari antara mereka menanyakan nama dari Justin. Justin menjawa
Justin yang bingung pun berdiri dan bertanya. Kepala sekolah hanya meminta Justin untuk kembali duduk dan jangan berisik. "Aku hanya meminta satu hal pada mu Justin. Tapi aku ingin kau diam dan tutup mulut mu dari yang lain." "Aku bukan tipe manusia yang menyebar berita." "Kau bocah dalam ramalan, dan kau harus melakukan pelatihan ... Untuk dirimu sendiri!" Justin tersentak mendengarnya. Ia lalu mendekati kepala sekolah kemudian melihat matanya. Justin tersenyum miring. Justin menolak pelatihan yang dimaksud dengan kepala sekolah. Justin pun berbalik lalu berbaring di tempat tidur kemudian membaca buku komik kesukaannya. Justin meminta kepala sekolah untuk segera pergi jika tidak ada keperluan yang lain. Kepala sekolah yang tidak patah semangat, terus memohon kepada Justin hingga berlutut di hadapannya. Justin yang tetap keras dengan pilihannya, ia han
Keadaan sekolah sudah sepi karena semua berkumpul di aula. Ada pengumuman yang disebarkan karena adanya kedatangan guru baru. Justin mengendap-endap masuk ke dalam aula namun ia tergelincir membuat keributan. Justin hanya menelan ludah lalu tersenyum ke arah kepala sekolah. "Naga terbang!" Justin berlari pergi menuju kamarnya. Justin yang tidak sempat sampai ke kamar nya bersembunyi di sebuah ruangan. Lalu ia mencari tempat untuk bersembunyi. Di dalam ruangan terdapat sebuah lemari berukuran besar yang dapat Justin masuki. Suara knok pintu berbunyi. Seseorang akan masuk ke dalam ruangan itu. Justin berlari lalu bersembunyi ke dalam lemari. Ia mendengar beberapa orang masuk. Justin mendengar mereka berbicara dengan serius. "Kita harus lancarkan rencana itu." "Benar katanya, anak dari a
Justin menjadi gugup lalu menutup handphone nya. "Bu-bukan ... Itu teman ku di kota tempat tinggalku dulu. Aku sudah katakan kalau diriku pemimpin sebuah geng." "Berarti kau termasuk anak nakal bukan? Kalau anak nakal, pasi yang menyukai dirimu juga cewek yang nakal." Kasih menyela pembicaraan. Justin menaikkan satu alisnya, "apa urusannya denganmu?" "Kenapa gak suka? Turun dari sini biar disantap binatang buas." "Kamu yang turun, buat apa ada disini ikut-ikutan aja." Mereka pun bertengkar. Semua menutup telinganya agar tidak keberisikan. Lalu Steven menyudahi pertengkaran itu lalu menunjuk ke arah depan karena perkotaan tersebut sudah di depan mereka. Kasih juga teman-teman nya terpanah melihat suasana kota yang sangat ramai juga indah. Kasih tidak henti-hentinya kagum dengan perkotaan. Lalu Ju
Mereka kembali menaki nya dan kembali berjala. Justin memikirkan keluarga nya yang telah banyak-banyak berjasa dengan dirinya. Justin merasa bersalah atas apa yang dia lakukan semasa dulu. Justin pun dikagetkan Steven yang tiba-tiba berbicaralah dengannya. "Ada apa sebenarnya? Bukankah barang mu hilang?" Justin tersenyum dan merangkul Steven, "jika aku ambil barang ku kembali ... Mungkin aku mendapatkan nya namun ada kesedihan yang terjadi." Mereka segera pergi dari tempat tersebut. Mereka meneruskannya dnegan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan ia melihat banyak anak kecil yang meminta-minta. Hari Justin sungguh teriris melihat nya. Saat mereka berbicara satu sama lain, teman dari Kasih baru menyadari jika Kasih tidak ada di sebelah mereka. Jusin melihat ke segala arah namun tidak dapat menemukannya. Steven menyarankan untuk berpencar menc
Kasih membuka nya yang ternyata adalah seekor hamster. Kasih senang dengan pemberian dari Justin ia memeluknya dengan erat. "Tuh kan lu yang meluk gua." "Bukan begitu ish ... By the way, thank you ya." "Sama-sama. Sebaiknya gua pergi." Justin pun kembali pergi melewati jendela. Justin kembali melihat ke belakang lalu tersenyum dengan Kasih. Tanpa ia sadari kaki nya telah mencapai ujung dari jendel membuatnya terjatuh. Kasih pun berteriak lalu berlari ke jendela. Beruntung kamar dari Kasih berada di lantai 1. "Aduh." Kasih tertawa puas. Kasih ikut keluar dari jendela kemudian membantu Justin untuk berdiri. Mereka saling berpandangan sampai penjaga sekolah datang, dari kejauhan ia menerangi mereka. "Siapa disana?" Justin juga Kasih tersenyum karena menurut mereka itu hal lucu.
Kepala sekolah tersenyum puas lalu pergi. Kasih juga Steven menghampiri Justin yang duduk lemas dengan memejamkan mata. "Ayah mu sungguh ingin ku hajar Steve!" Steven tertawa begitu juga dengan Kasih. Justin berbaring di rumput mengatur nafasnya yang masih sesak. Mereka berada di kamar Justin menenangkan dirinya agar lebih santai. Justin tidak habis mengoceh karena kekesalan nya terhadap kepala sekolah. Steve pun hanya tertawa melihat Justin yang kini banyak bicara. Kasih memberikan minum yang ia beli di kantin. "Sungguh tidak bisa di percaya, kalian lihat bukan? Dia ... Hampir membunuh ku!" "Jadi, apa perjanjiannya? Kau bisa mengatakan nya kepada kami." Justin menaruh minum nya di atas meja. "Sepertinya untuk sebulan ini, gua tidak akan ada disini. Ada pelatihan khusus buat gua dan harus di laksanakan."
"Tapi saat di periksa lu punya asma!" Kata Kasih membentak. "Apaan sih? Gak jelas deh lu pada." Mereka pun terdiam melihat satu sama lain. Lalu datang kepala sekolah yang tersenyum. Kepala sekolah memberitahukan kalau Justin di tunda ke pelatihan sampai dirinya sembuh. Justin tersenyum lega lalu kepala sekolah pergi. Kasih juga Steven masih cemberut karena Justin yang tidak ingin mengakuinya. Justin menghembus nafas kasar. "Mau kalian itu apa?" "KAMI INGIN LU JUJUR!" Mereka berbicara dengan serentak. Justin yang sudah tidak ada cara lagi lalu turun dari tempat tidurnya menarik mereka berdua keluar. Mereka pergi ke tegah lapangan. Justin berteriak meminta semua siswa untuk datang ke tengah lapangan. Tentu kasih juga Steven tidak mengerti yang ada di fikirannya. Justin kembali berteriak ketika semua s
Kepala sekolah tersenyum puas lalu pergi. Kasih juga Steven menghampiri Justin yang duduk lemas dengan memejamkan mata. "Ayah mu sungguh ingin ku hajar Steve!" Steven tertawa begitu juga dengan Kasih. Justin berbaring di rumput mengatur nafasnya yang masih sesak. Mereka berada di kamar Justin menenangkan dirinya agar lebih santai. Justin tidak habis mengoceh karena kekesalan nya terhadap kepala sekolah. Steve pun hanya tertawa melihat Justin yang kini banyak bicara. Kasih memberikan minum yang ia beli di kantin. "Sungguh tidak bisa di percaya, kalian lihat bukan? Dia ... Hampir membunuh ku!" "Jadi, apa perjanjiannya? Kau bisa mengatakan nya kepada kami." Justin menaruh minum nya di atas meja. "Sepertinya untuk sebulan ini, gua tidak akan ada disini. Ada pelatihan khusus buat gua dan harus di laksanakan."
Kasih membuka nya yang ternyata adalah seekor hamster. Kasih senang dengan pemberian dari Justin ia memeluknya dengan erat. "Tuh kan lu yang meluk gua." "Bukan begitu ish ... By the way, thank you ya." "Sama-sama. Sebaiknya gua pergi." Justin pun kembali pergi melewati jendela. Justin kembali melihat ke belakang lalu tersenyum dengan Kasih. Tanpa ia sadari kaki nya telah mencapai ujung dari jendel membuatnya terjatuh. Kasih pun berteriak lalu berlari ke jendela. Beruntung kamar dari Kasih berada di lantai 1. "Aduh." Kasih tertawa puas. Kasih ikut keluar dari jendela kemudian membantu Justin untuk berdiri. Mereka saling berpandangan sampai penjaga sekolah datang, dari kejauhan ia menerangi mereka. "Siapa disana?" Justin juga Kasih tersenyum karena menurut mereka itu hal lucu.
Mereka kembali menaki nya dan kembali berjala. Justin memikirkan keluarga nya yang telah banyak-banyak berjasa dengan dirinya. Justin merasa bersalah atas apa yang dia lakukan semasa dulu. Justin pun dikagetkan Steven yang tiba-tiba berbicaralah dengannya. "Ada apa sebenarnya? Bukankah barang mu hilang?" Justin tersenyum dan merangkul Steven, "jika aku ambil barang ku kembali ... Mungkin aku mendapatkan nya namun ada kesedihan yang terjadi." Mereka segera pergi dari tempat tersebut. Mereka meneruskannya dnegan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan ia melihat banyak anak kecil yang meminta-minta. Hari Justin sungguh teriris melihat nya. Saat mereka berbicara satu sama lain, teman dari Kasih baru menyadari jika Kasih tidak ada di sebelah mereka. Jusin melihat ke segala arah namun tidak dapat menemukannya. Steven menyarankan untuk berpencar menc
Justin menjadi gugup lalu menutup handphone nya. "Bu-bukan ... Itu teman ku di kota tempat tinggalku dulu. Aku sudah katakan kalau diriku pemimpin sebuah geng." "Berarti kau termasuk anak nakal bukan? Kalau anak nakal, pasi yang menyukai dirimu juga cewek yang nakal." Kasih menyela pembicaraan. Justin menaikkan satu alisnya, "apa urusannya denganmu?" "Kenapa gak suka? Turun dari sini biar disantap binatang buas." "Kamu yang turun, buat apa ada disini ikut-ikutan aja." Mereka pun bertengkar. Semua menutup telinganya agar tidak keberisikan. Lalu Steven menyudahi pertengkaran itu lalu menunjuk ke arah depan karena perkotaan tersebut sudah di depan mereka. Kasih juga teman-teman nya terpanah melihat suasana kota yang sangat ramai juga indah. Kasih tidak henti-hentinya kagum dengan perkotaan. Lalu Ju
Keadaan sekolah sudah sepi karena semua berkumpul di aula. Ada pengumuman yang disebarkan karena adanya kedatangan guru baru. Justin mengendap-endap masuk ke dalam aula namun ia tergelincir membuat keributan. Justin hanya menelan ludah lalu tersenyum ke arah kepala sekolah. "Naga terbang!" Justin berlari pergi menuju kamarnya. Justin yang tidak sempat sampai ke kamar nya bersembunyi di sebuah ruangan. Lalu ia mencari tempat untuk bersembunyi. Di dalam ruangan terdapat sebuah lemari berukuran besar yang dapat Justin masuki. Suara knok pintu berbunyi. Seseorang akan masuk ke dalam ruangan itu. Justin berlari lalu bersembunyi ke dalam lemari. Ia mendengar beberapa orang masuk. Justin mendengar mereka berbicara dengan serius. "Kita harus lancarkan rencana itu." "Benar katanya, anak dari a
Justin yang bingung pun berdiri dan bertanya. Kepala sekolah hanya meminta Justin untuk kembali duduk dan jangan berisik. "Aku hanya meminta satu hal pada mu Justin. Tapi aku ingin kau diam dan tutup mulut mu dari yang lain." "Aku bukan tipe manusia yang menyebar berita." "Kau bocah dalam ramalan, dan kau harus melakukan pelatihan ... Untuk dirimu sendiri!" Justin tersentak mendengarnya. Ia lalu mendekati kepala sekolah kemudian melihat matanya. Justin tersenyum miring. Justin menolak pelatihan yang dimaksud dengan kepala sekolah. Justin pun berbalik lalu berbaring di tempat tidur kemudian membaca buku komik kesukaannya. Justin meminta kepala sekolah untuk segera pergi jika tidak ada keperluan yang lain. Kepala sekolah yang tidak patah semangat, terus memohon kepada Justin hingga berlutut di hadapannya. Justin yang tetap keras dengan pilihannya, ia han
"Temani aku berbicara disini ... Aku kesepian." Kasih diam memikirkan nya sejenak, "ku mohon Kasih." Kasih kembali terduduk lalu Justin tersneyum lebar. "Ingat, hanya sampai jam pelajaran di mulai kembali." "Siap komandan." Sudah lewat dari jam pelajaran namun bel tidak kunjung berbunyi. Kasih curiga terjadi hal yang tidak diinginkan. Ia pergi dari ruang kesehatan menuju ruang para guru. Justin berada di ruangan tersebut dengan tersenyum. Ia merasakan degup jantung nya yang sangat bersemangat. Ia terus memikirkan tentang Kasih juga senyumannya. Lalu tak lama datang sekelompok siswa yang masuk ke ruang kesehatan. Mereka menatap Justin. Lalu menutup pintu kemudian berjalan menuju Justin. Justin merubah posisinya menjadi duduk. Mereka mendekat dengannya. Salah satu dari antara mereka menanyakan nama dari Justin. Justin menjawa
"Duh bikin kaget aja." Justin jongkok dan berniat ingin mengelusnya, "kalau ini mah kecil." Namun tiba-tiba ... Seketika mahkluk kecil itu menunjukkan deretan gigi yang tajam dengan mempunyai sayap yang tajam. Justin melemparnya karena ketakutan ia berlari ke arah pintu berusaha membuka nya namun ia tidak dapat membuka. Justin berlindung di samping kotak yang berada di depannya. Ia meraih tongkat sebagai jaga-jaga. "Justin? Dimana kamu Justin?" Terdengar suara ibu dari Justin. Namun Justin tidak gegabah, ia perlahan mengintip dari celah melihat keberadaan dari mahkluk tersebut. Alangkah terkejutnya dia saat tersadar bahwa yang memanggilnya ialah mahkluk tersebut. "Holy shit ...." Justin berbicara hingga terdengar oleh mahkluk itu. Mahkluk tersebut menyerang Justin. Dengan sekali lemparan membuat Justin