"Temani aku berbicara disini ... Aku kesepian." Kasih diam memikirkan nya sejenak, "ku mohon Kasih."
Kasih kembali terduduk lalu Justin tersneyum lebar."Ingat, hanya sampai jam pelajaran di mulai kembali.""Siap komandan."Sudah lewat dari jam pelajaran namun bel tidak kunjung berbunyi. Kasih curiga terjadi hal yang tidak diinginkan. Ia pergi dari ruang kesehatan menuju ruang para guru.
Justin berada di ruangan tersebut dengan tersenyum. Ia merasakan degup jantung nya yang sangat bersemangat. Ia terus memikirkan tentang Kasih juga senyumannya. Lalu tak lama datang sekelompok siswa yang masuk ke ruang kesehatan. Mereka menatap Justin. Lalu menutup pintu kemudian berjalan menuju Justin.
Justin merubah posisinya menjadi duduk. Mereka mendekat dengannya. Salah satu dari antara mereka menanyakan nama dari Justin. Justin menjawabnya. Lalu mereka saling pandang yang kemudian memukul perut Justin dengan kencang. Justin yang sedang lemah pun hanya bisa mengerang kesakitan.
"Jangan kau dekati lagi Kasih, dia pacar gua ... Jangan harap lo anak yaang baru menetas bisa mendapatkan Kasih, ngerti!"
Mereka pun pergi yang secara kebetulan berasamaan dengan Kasih yang kembali masuk ke dalam ruangan. Kasih melihat dari luar, Justin meringkuk kesakkitan sembari memegangi perutnya. Ia melihat ke arah lelaki yang tadi memukul Justin.
"Minta maaf padanya."
"Kenapa sih Kasih? Aku kan hanya menjenguk dan enggak berbuat yang lainnya."
Kasih dengan wajah datarnya berjalan masuk. Ia melihat Justin yang masih kesakitan.
"Ini yang dinamakan 'enggak berbuat yang lain' ayolah Jackie, kau bersikap kekanak-kanakan."
Lelaki yang bernama Jackie itu pun tersenyum lalu kembali masuk ke dalam dan berhenti di depan Kasih. Ia memegang kedua pipi Kasih namun Kasih menghempasnya.
"Minta maaf sekarang!"
"Aku gak salah, aku gak perlu minta maaf. Kau punyaku dan tidak diperbolehkan siapapun mendekati mu."
Jackie pun pergi setelah mengatakan hal tersebut pada Kasih.
Pintu tertutup.
Kasih meminta maaf atas kelakuan dari Jackie. Ia menyesal meninggalkan Justin sendiri. Justin yang sudah baikan pun memaafkan nya lalu memanfaatkan situasi. Ia meminta Kasih untuk menyuapinya makanan. Namun sayang, Kasih menolak karena jam pelajaran sudah di mulai sejak 20 menit yang lalu.
Kasih berpamitan dengan Justin lalu keluar.
Justin kembali sendiri di dalam ruangan. Akan ada yang datang untuk menemani Justin sehingga ia tidak kesepian. Justin mencoba untuk tertidur. Ia memejamkan mata lalu menghela nafas kelegaan.
"Ayah ... Ibu ... Justin disini!"
Justin berada di dimensi yang hampa. Justin hanya. Bisa melihat kegelapan mengelilingi dirinya. Lalu datang seorang perempuan yang menghampiri dirinya. Perempuan tersebut yang sepertinya berusia sama dengan ibu Justin.
"Siapa anda?"
"Ibu mu."
"Jangan mengada-ada ... Katakan sejujurnya, SIAPA ANDA!"
Perempuan tersebut menunduk lalu kembali mengangkat wajahnya yang sudah ada taring juga wujud nya yang berbeda. Justin mundur dan terjatuh duduk. Justin ketakutan, berteriak memintanya untuk mundur tidak mendekatinya.
"Tolong!"
Justin terbangun. Ia kembali bermimpi yang buruk. Di sampingnya terdapat seorang lelaki yang tengah membaca buku. Ia mengenakan kacamata dengan paras yang cukup tampan.
Justin membuka obrolan. Ia bertanya kedatangannya. Lelaki tersebut adalah suruhan dari Kasih untuk menemani Justin. Justin pun berterima kasih.
Justin kembali berbaring lalu mengatur nafasnya kembali normal.
"Kau bermimpi buruk?"
Justin menggerakkan kepalanya.
"Mengapa?"
"Maksudmu, mengapa apa yang mengapa?"
Ia mendekat kan lagi kursi nya ke tempat tidur dari Justin. Lalu menutup buku nya dan menaruh di atas meja.
"Kau penerus Alpha, tapi kenapa kau tidak bisa berubah menjadi serigala?"
"Haha, aku bersyukur kalau aku tidak bisa berubah menjadi serigala." Justin mengulurkan tangannya, "Justin ... Lebih baik berkenalan bukan?"
"Steven ... Anak dari kepala sekolah."
Justin mengangguk lalu senyum.
Steven kembali meraih buku nya dan membaca. Justin yang bosan mulai menanyakan beberapa pertanyaan kepada Steven. Keingintahuan Justin seketika meningkat.
Justin menanyakan tentang mahkluk yang menyerangnya, yang berada di dalam ruangan hukuman.
Steven menjawab secara terinci. Justin kini mengerti kalau yang menyerangnya adalah seekor hewan mutan. Lalu Justin kembali bertanya pertanyaan lagi tentang dirinya yang sebagai Alpha. Kali ini Steven berbicara serius dengan Justin.
"Seharusnya kau bisa berubah menjadi serigala, jika kau tidak bisa berubah ... Tamat lah sudah. Kau tidak akan bisa hidup, sesuai ramalan ... Kematianmu akan berada di tangan saudara kembar mu."
"Kembar?" Justin tertawa kecil, "gua satu-satunya anak dalam keluarga."
"Di dunia ini, banyak yang tidak dapat terpecahkan juga banyak kerahasiaan ... Kau harus keluar dari zona nyaman mu lalu mencari tahu jati diri mu."
KRIIINGGG!
"Sudah bel istirahat, kau akan ku tuntun untuk ke kantin. Kasih memberi ku pesan seperti itu."
Steven mencopot semua alat yang terpasang di tubuh Justin lalu membopongnya pergi ke kantin. Steven cukup anak yang terkenal. Sebagian besar mata para wanita tertuju padanya. Steven tidak menghiraukan para wanita yang sangat menyukai dirinya, ia bersikap dingin terhadapnya.
Ketika sampai di kantin, Kasih membantu Steven untuk menuntun Justin. Justin di dudukan di meja dengan para teman dari Kasih. Steven pergi memesan makanan.
"Well ... Gimana keadaan lo?
"Cukup baik, my nurse."
Semua teman Kasih terkejut dengan sebutan dari Justin. Mereka tertawa lalu menggoda Kasih. Kasih hanya memarahi temannya juga memarahi Justin. Yang kemudian datang Steven yang membawa makanan.
Mereka pun menyantap hidangan tersebut dengan lahap.
Selesai makan, waktu nya untuk pergi ke asrama nya masing-masing. Justin di temani Steven juga Kasih untuk masuk ke dalam kamar nya.
Justin sangat berterima kasih atas bantuan mereka. Lalu kepala sekolah masuk ke dalam kamar Justin. Ia ingin berbicara 4 mata dengan dirinya. Mau tidak mau Steven dan Kasih pergi keluar dan kembali ke masing-masing kamar.
Kepala sekolah menutup pintu lalu menguncinya rapat-rapat.
Justin yang bingung pun berdiri dan bertanya. Kepala sekolah hanya meminta Justin untuk kembali duduk dan jangan berisik.
"Aku hanya meminta satu hal pada mu Justin. Tapi aku ingin kau diam dan tutup mulut mu dari yang lain."
"Aku bukan tipe manusia yang menyebar berita."
"Kau bocah dalam ramalan, dan kau harus melakukan pelatihan ... Untuk dirimu sendiri!"
Justin yang bingung pun berdiri dan bertanya. Kepala sekolah hanya meminta Justin untuk kembali duduk dan jangan berisik. "Aku hanya meminta satu hal pada mu Justin. Tapi aku ingin kau diam dan tutup mulut mu dari yang lain." "Aku bukan tipe manusia yang menyebar berita." "Kau bocah dalam ramalan, dan kau harus melakukan pelatihan ... Untuk dirimu sendiri!" Justin tersentak mendengarnya. Ia lalu mendekati kepala sekolah kemudian melihat matanya. Justin tersenyum miring. Justin menolak pelatihan yang dimaksud dengan kepala sekolah. Justin pun berbalik lalu berbaring di tempat tidur kemudian membaca buku komik kesukaannya. Justin meminta kepala sekolah untuk segera pergi jika tidak ada keperluan yang lain. Kepala sekolah yang tidak patah semangat, terus memohon kepada Justin hingga berlutut di hadapannya. Justin yang tetap keras dengan pilihannya, ia han
Keadaan sekolah sudah sepi karena semua berkumpul di aula. Ada pengumuman yang disebarkan karena adanya kedatangan guru baru. Justin mengendap-endap masuk ke dalam aula namun ia tergelincir membuat keributan. Justin hanya menelan ludah lalu tersenyum ke arah kepala sekolah. "Naga terbang!" Justin berlari pergi menuju kamarnya. Justin yang tidak sempat sampai ke kamar nya bersembunyi di sebuah ruangan. Lalu ia mencari tempat untuk bersembunyi. Di dalam ruangan terdapat sebuah lemari berukuran besar yang dapat Justin masuki. Suara knok pintu berbunyi. Seseorang akan masuk ke dalam ruangan itu. Justin berlari lalu bersembunyi ke dalam lemari. Ia mendengar beberapa orang masuk. Justin mendengar mereka berbicara dengan serius. "Kita harus lancarkan rencana itu." "Benar katanya, anak dari a
Justin menjadi gugup lalu menutup handphone nya. "Bu-bukan ... Itu teman ku di kota tempat tinggalku dulu. Aku sudah katakan kalau diriku pemimpin sebuah geng." "Berarti kau termasuk anak nakal bukan? Kalau anak nakal, pasi yang menyukai dirimu juga cewek yang nakal." Kasih menyela pembicaraan. Justin menaikkan satu alisnya, "apa urusannya denganmu?" "Kenapa gak suka? Turun dari sini biar disantap binatang buas." "Kamu yang turun, buat apa ada disini ikut-ikutan aja." Mereka pun bertengkar. Semua menutup telinganya agar tidak keberisikan. Lalu Steven menyudahi pertengkaran itu lalu menunjuk ke arah depan karena perkotaan tersebut sudah di depan mereka. Kasih juga teman-teman nya terpanah melihat suasana kota yang sangat ramai juga indah. Kasih tidak henti-hentinya kagum dengan perkotaan. Lalu Ju
Mereka kembali menaki nya dan kembali berjala. Justin memikirkan keluarga nya yang telah banyak-banyak berjasa dengan dirinya. Justin merasa bersalah atas apa yang dia lakukan semasa dulu. Justin pun dikagetkan Steven yang tiba-tiba berbicaralah dengannya. "Ada apa sebenarnya? Bukankah barang mu hilang?" Justin tersenyum dan merangkul Steven, "jika aku ambil barang ku kembali ... Mungkin aku mendapatkan nya namun ada kesedihan yang terjadi." Mereka segera pergi dari tempat tersebut. Mereka meneruskannya dnegan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan ia melihat banyak anak kecil yang meminta-minta. Hari Justin sungguh teriris melihat nya. Saat mereka berbicara satu sama lain, teman dari Kasih baru menyadari jika Kasih tidak ada di sebelah mereka. Jusin melihat ke segala arah namun tidak dapat menemukannya. Steven menyarankan untuk berpencar menc
Kasih membuka nya yang ternyata adalah seekor hamster. Kasih senang dengan pemberian dari Justin ia memeluknya dengan erat. "Tuh kan lu yang meluk gua." "Bukan begitu ish ... By the way, thank you ya." "Sama-sama. Sebaiknya gua pergi." Justin pun kembali pergi melewati jendela. Justin kembali melihat ke belakang lalu tersenyum dengan Kasih. Tanpa ia sadari kaki nya telah mencapai ujung dari jendel membuatnya terjatuh. Kasih pun berteriak lalu berlari ke jendela. Beruntung kamar dari Kasih berada di lantai 1. "Aduh." Kasih tertawa puas. Kasih ikut keluar dari jendela kemudian membantu Justin untuk berdiri. Mereka saling berpandangan sampai penjaga sekolah datang, dari kejauhan ia menerangi mereka. "Siapa disana?" Justin juga Kasih tersenyum karena menurut mereka itu hal lucu.
Kepala sekolah tersenyum puas lalu pergi. Kasih juga Steven menghampiri Justin yang duduk lemas dengan memejamkan mata. "Ayah mu sungguh ingin ku hajar Steve!" Steven tertawa begitu juga dengan Kasih. Justin berbaring di rumput mengatur nafasnya yang masih sesak. Mereka berada di kamar Justin menenangkan dirinya agar lebih santai. Justin tidak habis mengoceh karena kekesalan nya terhadap kepala sekolah. Steve pun hanya tertawa melihat Justin yang kini banyak bicara. Kasih memberikan minum yang ia beli di kantin. "Sungguh tidak bisa di percaya, kalian lihat bukan? Dia ... Hampir membunuh ku!" "Jadi, apa perjanjiannya? Kau bisa mengatakan nya kepada kami." Justin menaruh minum nya di atas meja. "Sepertinya untuk sebulan ini, gua tidak akan ada disini. Ada pelatihan khusus buat gua dan harus di laksanakan."
"Tapi saat di periksa lu punya asma!" Kata Kasih membentak. "Apaan sih? Gak jelas deh lu pada." Mereka pun terdiam melihat satu sama lain. Lalu datang kepala sekolah yang tersenyum. Kepala sekolah memberitahukan kalau Justin di tunda ke pelatihan sampai dirinya sembuh. Justin tersenyum lega lalu kepala sekolah pergi. Kasih juga Steven masih cemberut karena Justin yang tidak ingin mengakuinya. Justin menghembus nafas kasar. "Mau kalian itu apa?" "KAMI INGIN LU JUJUR!" Mereka berbicara dengan serentak. Justin yang sudah tidak ada cara lagi lalu turun dari tempat tidurnya menarik mereka berdua keluar. Mereka pergi ke tegah lapangan. Justin berteriak meminta semua siswa untuk datang ke tengah lapangan. Tentu kasih juga Steven tidak mengerti yang ada di fikirannya. Justin kembali berteriak ketika semua s
marianna school tempat justin bersekolah. Justin anak yang susah di atur. Ia sering sekali membuat ayah nya marah dan menghukum dirinya. Justin juga seorang anak nakal yang selalu memakai obat terlarang dan beberapa kali tertangkap polisi. Beruntung ayahnya yang mengenali juga seorang yang berdampak di kota tersebut membuat Justin tidak di penjara. Justin anak tunggal dalam keluarganya membuat dia sangat di sayang ibu nya. Justin mempunyai Geng yang ia nama sendiri dengan nama 'kapak berdarah' yang terdiri dari siswa anak sekolahan lain juga sekolahan nya sekarang. Justin hampir tidak pernah mengikuti pelajaran dan hampir setiap hari juga ia membolos sekolah. Justin menjadi ketua geng yang harus mengontrol semua anak buahnya, menjadikannya seorang anak yang kuat. Justin sangat disegani para teman-temannya bahkan guru-gurunya juga tidak ingin berurusan dengan dirinya. J
"Tapi saat di periksa lu punya asma!" Kata Kasih membentak. "Apaan sih? Gak jelas deh lu pada." Mereka pun terdiam melihat satu sama lain. Lalu datang kepala sekolah yang tersenyum. Kepala sekolah memberitahukan kalau Justin di tunda ke pelatihan sampai dirinya sembuh. Justin tersenyum lega lalu kepala sekolah pergi. Kasih juga Steven masih cemberut karena Justin yang tidak ingin mengakuinya. Justin menghembus nafas kasar. "Mau kalian itu apa?" "KAMI INGIN LU JUJUR!" Mereka berbicara dengan serentak. Justin yang sudah tidak ada cara lagi lalu turun dari tempat tidurnya menarik mereka berdua keluar. Mereka pergi ke tegah lapangan. Justin berteriak meminta semua siswa untuk datang ke tengah lapangan. Tentu kasih juga Steven tidak mengerti yang ada di fikirannya. Justin kembali berteriak ketika semua s
Kepala sekolah tersenyum puas lalu pergi. Kasih juga Steven menghampiri Justin yang duduk lemas dengan memejamkan mata. "Ayah mu sungguh ingin ku hajar Steve!" Steven tertawa begitu juga dengan Kasih. Justin berbaring di rumput mengatur nafasnya yang masih sesak. Mereka berada di kamar Justin menenangkan dirinya agar lebih santai. Justin tidak habis mengoceh karena kekesalan nya terhadap kepala sekolah. Steve pun hanya tertawa melihat Justin yang kini banyak bicara. Kasih memberikan minum yang ia beli di kantin. "Sungguh tidak bisa di percaya, kalian lihat bukan? Dia ... Hampir membunuh ku!" "Jadi, apa perjanjiannya? Kau bisa mengatakan nya kepada kami." Justin menaruh minum nya di atas meja. "Sepertinya untuk sebulan ini, gua tidak akan ada disini. Ada pelatihan khusus buat gua dan harus di laksanakan."
Kasih membuka nya yang ternyata adalah seekor hamster. Kasih senang dengan pemberian dari Justin ia memeluknya dengan erat. "Tuh kan lu yang meluk gua." "Bukan begitu ish ... By the way, thank you ya." "Sama-sama. Sebaiknya gua pergi." Justin pun kembali pergi melewati jendela. Justin kembali melihat ke belakang lalu tersenyum dengan Kasih. Tanpa ia sadari kaki nya telah mencapai ujung dari jendel membuatnya terjatuh. Kasih pun berteriak lalu berlari ke jendela. Beruntung kamar dari Kasih berada di lantai 1. "Aduh." Kasih tertawa puas. Kasih ikut keluar dari jendela kemudian membantu Justin untuk berdiri. Mereka saling berpandangan sampai penjaga sekolah datang, dari kejauhan ia menerangi mereka. "Siapa disana?" Justin juga Kasih tersenyum karena menurut mereka itu hal lucu.
Mereka kembali menaki nya dan kembali berjala. Justin memikirkan keluarga nya yang telah banyak-banyak berjasa dengan dirinya. Justin merasa bersalah atas apa yang dia lakukan semasa dulu. Justin pun dikagetkan Steven yang tiba-tiba berbicaralah dengannya. "Ada apa sebenarnya? Bukankah barang mu hilang?" Justin tersenyum dan merangkul Steven, "jika aku ambil barang ku kembali ... Mungkin aku mendapatkan nya namun ada kesedihan yang terjadi." Mereka segera pergi dari tempat tersebut. Mereka meneruskannya dnegan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan ia melihat banyak anak kecil yang meminta-minta. Hari Justin sungguh teriris melihat nya. Saat mereka berbicara satu sama lain, teman dari Kasih baru menyadari jika Kasih tidak ada di sebelah mereka. Jusin melihat ke segala arah namun tidak dapat menemukannya. Steven menyarankan untuk berpencar menc
Justin menjadi gugup lalu menutup handphone nya. "Bu-bukan ... Itu teman ku di kota tempat tinggalku dulu. Aku sudah katakan kalau diriku pemimpin sebuah geng." "Berarti kau termasuk anak nakal bukan? Kalau anak nakal, pasi yang menyukai dirimu juga cewek yang nakal." Kasih menyela pembicaraan. Justin menaikkan satu alisnya, "apa urusannya denganmu?" "Kenapa gak suka? Turun dari sini biar disantap binatang buas." "Kamu yang turun, buat apa ada disini ikut-ikutan aja." Mereka pun bertengkar. Semua menutup telinganya agar tidak keberisikan. Lalu Steven menyudahi pertengkaran itu lalu menunjuk ke arah depan karena perkotaan tersebut sudah di depan mereka. Kasih juga teman-teman nya terpanah melihat suasana kota yang sangat ramai juga indah. Kasih tidak henti-hentinya kagum dengan perkotaan. Lalu Ju
Keadaan sekolah sudah sepi karena semua berkumpul di aula. Ada pengumuman yang disebarkan karena adanya kedatangan guru baru. Justin mengendap-endap masuk ke dalam aula namun ia tergelincir membuat keributan. Justin hanya menelan ludah lalu tersenyum ke arah kepala sekolah. "Naga terbang!" Justin berlari pergi menuju kamarnya. Justin yang tidak sempat sampai ke kamar nya bersembunyi di sebuah ruangan. Lalu ia mencari tempat untuk bersembunyi. Di dalam ruangan terdapat sebuah lemari berukuran besar yang dapat Justin masuki. Suara knok pintu berbunyi. Seseorang akan masuk ke dalam ruangan itu. Justin berlari lalu bersembunyi ke dalam lemari. Ia mendengar beberapa orang masuk. Justin mendengar mereka berbicara dengan serius. "Kita harus lancarkan rencana itu." "Benar katanya, anak dari a
Justin yang bingung pun berdiri dan bertanya. Kepala sekolah hanya meminta Justin untuk kembali duduk dan jangan berisik. "Aku hanya meminta satu hal pada mu Justin. Tapi aku ingin kau diam dan tutup mulut mu dari yang lain." "Aku bukan tipe manusia yang menyebar berita." "Kau bocah dalam ramalan, dan kau harus melakukan pelatihan ... Untuk dirimu sendiri!" Justin tersentak mendengarnya. Ia lalu mendekati kepala sekolah kemudian melihat matanya. Justin tersenyum miring. Justin menolak pelatihan yang dimaksud dengan kepala sekolah. Justin pun berbalik lalu berbaring di tempat tidur kemudian membaca buku komik kesukaannya. Justin meminta kepala sekolah untuk segera pergi jika tidak ada keperluan yang lain. Kepala sekolah yang tidak patah semangat, terus memohon kepada Justin hingga berlutut di hadapannya. Justin yang tetap keras dengan pilihannya, ia han
"Temani aku berbicara disini ... Aku kesepian." Kasih diam memikirkan nya sejenak, "ku mohon Kasih." Kasih kembali terduduk lalu Justin tersneyum lebar. "Ingat, hanya sampai jam pelajaran di mulai kembali." "Siap komandan." Sudah lewat dari jam pelajaran namun bel tidak kunjung berbunyi. Kasih curiga terjadi hal yang tidak diinginkan. Ia pergi dari ruang kesehatan menuju ruang para guru. Justin berada di ruangan tersebut dengan tersenyum. Ia merasakan degup jantung nya yang sangat bersemangat. Ia terus memikirkan tentang Kasih juga senyumannya. Lalu tak lama datang sekelompok siswa yang masuk ke ruang kesehatan. Mereka menatap Justin. Lalu menutup pintu kemudian berjalan menuju Justin. Justin merubah posisinya menjadi duduk. Mereka mendekat dengannya. Salah satu dari antara mereka menanyakan nama dari Justin. Justin menjawa
"Duh bikin kaget aja." Justin jongkok dan berniat ingin mengelusnya, "kalau ini mah kecil." Namun tiba-tiba ... Seketika mahkluk kecil itu menunjukkan deretan gigi yang tajam dengan mempunyai sayap yang tajam. Justin melemparnya karena ketakutan ia berlari ke arah pintu berusaha membuka nya namun ia tidak dapat membuka. Justin berlindung di samping kotak yang berada di depannya. Ia meraih tongkat sebagai jaga-jaga. "Justin? Dimana kamu Justin?" Terdengar suara ibu dari Justin. Namun Justin tidak gegabah, ia perlahan mengintip dari celah melihat keberadaan dari mahkluk tersebut. Alangkah terkejutnya dia saat tersadar bahwa yang memanggilnya ialah mahkluk tersebut. "Holy shit ...." Justin berbicara hingga terdengar oleh mahkluk itu. Mahkluk tersebut menyerang Justin. Dengan sekali lemparan membuat Justin