Mereka kembali menaki nya dan kembali berjala. Justin memikirkan keluarga nya yang telah banyak-banyak berjasa dengan dirinya. Justin merasa bersalah atas apa yang dia lakukan semasa dulu.
Justin pun dikagetkan Steven yang tiba-tiba berbicaralah dengannya. "Ada apa sebenarnya? Bukankah barang mu hilang?"Justin tersenyum dan merangkul Steven, "jika aku ambil barang ku kembali ... Mungkin aku mendapatkan nya namun ada kesedihan yang terjadi."Mereka segera pergi dari tempat tersebut. Mereka meneruskannya dnegan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan ia melihat banyak anak kecil yang meminta-minta. Hari Justin sungguh teriris melihat nya. Saat mereka berbicara satu sama lain, teman dari Kasih baru menyadari jika Kasih tidak ada di sebelah mereka.
Jusin melihat ke segala arah namun tidak dapat menemukannya. Steven menyarankan untuk berpencar menc
Kasih membuka nya yang ternyata adalah seekor hamster. Kasih senang dengan pemberian dari Justin ia memeluknya dengan erat. "Tuh kan lu yang meluk gua." "Bukan begitu ish ... By the way, thank you ya." "Sama-sama. Sebaiknya gua pergi." Justin pun kembali pergi melewati jendela. Justin kembali melihat ke belakang lalu tersenyum dengan Kasih. Tanpa ia sadari kaki nya telah mencapai ujung dari jendel membuatnya terjatuh. Kasih pun berteriak lalu berlari ke jendela. Beruntung kamar dari Kasih berada di lantai 1. "Aduh." Kasih tertawa puas. Kasih ikut keluar dari jendela kemudian membantu Justin untuk berdiri. Mereka saling berpandangan sampai penjaga sekolah datang, dari kejauhan ia menerangi mereka. "Siapa disana?" Justin juga Kasih tersenyum karena menurut mereka itu hal lucu.
Kepala sekolah tersenyum puas lalu pergi. Kasih juga Steven menghampiri Justin yang duduk lemas dengan memejamkan mata. "Ayah mu sungguh ingin ku hajar Steve!" Steven tertawa begitu juga dengan Kasih. Justin berbaring di rumput mengatur nafasnya yang masih sesak. Mereka berada di kamar Justin menenangkan dirinya agar lebih santai. Justin tidak habis mengoceh karena kekesalan nya terhadap kepala sekolah. Steve pun hanya tertawa melihat Justin yang kini banyak bicara. Kasih memberikan minum yang ia beli di kantin. "Sungguh tidak bisa di percaya, kalian lihat bukan? Dia ... Hampir membunuh ku!" "Jadi, apa perjanjiannya? Kau bisa mengatakan nya kepada kami." Justin menaruh minum nya di atas meja. "Sepertinya untuk sebulan ini, gua tidak akan ada disini. Ada pelatihan khusus buat gua dan harus di laksanakan."
"Tapi saat di periksa lu punya asma!" Kata Kasih membentak. "Apaan sih? Gak jelas deh lu pada." Mereka pun terdiam melihat satu sama lain. Lalu datang kepala sekolah yang tersenyum. Kepala sekolah memberitahukan kalau Justin di tunda ke pelatihan sampai dirinya sembuh. Justin tersenyum lega lalu kepala sekolah pergi. Kasih juga Steven masih cemberut karena Justin yang tidak ingin mengakuinya. Justin menghembus nafas kasar. "Mau kalian itu apa?" "KAMI INGIN LU JUJUR!" Mereka berbicara dengan serentak. Justin yang sudah tidak ada cara lagi lalu turun dari tempat tidurnya menarik mereka berdua keluar. Mereka pergi ke tegah lapangan. Justin berteriak meminta semua siswa untuk datang ke tengah lapangan. Tentu kasih juga Steven tidak mengerti yang ada di fikirannya. Justin kembali berteriak ketika semua s
marianna school tempat justin bersekolah. Justin anak yang susah di atur. Ia sering sekali membuat ayah nya marah dan menghukum dirinya. Justin juga seorang anak nakal yang selalu memakai obat terlarang dan beberapa kali tertangkap polisi. Beruntung ayahnya yang mengenali juga seorang yang berdampak di kota tersebut membuat Justin tidak di penjara. Justin anak tunggal dalam keluarganya membuat dia sangat di sayang ibu nya. Justin mempunyai Geng yang ia nama sendiri dengan nama 'kapak berdarah' yang terdiri dari siswa anak sekolahan lain juga sekolahan nya sekarang. Justin hampir tidak pernah mengikuti pelajaran dan hampir setiap hari juga ia membolos sekolah. Justin menjadi ketua geng yang harus mengontrol semua anak buahnya, menjadikannya seorang anak yang kuat. Justin sangat disegani para teman-temannya bahkan guru-gurunya juga tidak ingin berurusan dengan dirinya. J
Ibu Justin meredakan ayah nya. Ayah Justin duduk dan menangis. Justin mekuaht airmata keluar dari ayahnya. Baru pertama kali ia melihat ayah nya keluar airmata karena dirinya. Justin berlutut perlahan. Ia menempelkan kepalanya ke lantai, lalu meminta maaf. "Sudah terlambat Justin, sudah terlambat." Lalu ayah nya bangkit berdiri kemudian meminta Justin ikut berdiri. Yang kemudian tak lama suara sirine mobil polisi terdengar. Ibu Justin khawatir anaknya akan di tangkap. Ibu Justin membujuk ayah nya untuk dapat melakukan sesuatu. Namun ayahnya menggeleng kan kepala nya pelan. "Sudah tidak ada jalan keluar sayang, kamu tenang dan biarkan aku yang mengurus." Laku terdengar suara teriakan polisi yang meminta Justin untuk segera keluar. Justin melihat ke arah pintu. Ayahnya mengetahui bahwa Justin gemetar, ayah Justin memegang tangan Justin kuat dan menatap anaknya.
"Who am i? Pasti kau tau bukan? Dan sebenarnya ini dimana? Dan apa yang kau maksud tadi?" "Uwaahhh ... seperti wartawan yang sedang bertanya pada artis saja. Baiklah aku akan bercerita." Justin tetap menatap tajam, "Jadi gini." Flashback Zaman dahulu terdapat seorang manusia yang sangat suka berfoya-foya. Uang orang tua nya telah habis karena ulahnya. Sekarang ia di usir oleh kakak-kakaknya dan berjanji akan membalas dendam akan perlakuan dari saudaranya. Sampai suatu ketika, ia menemukan sebuah gua yang besar juga terdapat banyak kelelawar. Ia sangat takut melihat kelelawar tersebut. Karena tidak ada pilihan lain lagi, ia tinggal di gua tersebut. Yang kemudian terdengar suara teriakan minta tolong. Bergegas bangun lalu pergi mengecek nya. Setelah di luar, tidak terdapat apapun disana hanya ada pohon yang bergoyang di tiup angin. Lalu
Mereka pergi dengan luka. Ketiga saudara itu sekarang menjadi musuh bagi Julian. Kakak pertama dan kedua sekarang telah berubah menjadi serigala yang bertekad menghabisi Julian. Kakak ketiga dari Julian di juluki alpha pertama dan awal mula peperangan terjadi. "Tapi aku bertanya tentang siapa diriku bukannya ingin mendengar omong kosongmu." "Sekarang gini, siapa nama ayah mu?" "Robert." "Nama kakek mu?" "Rolphy." "Kakek buyut mu?" "Apa sih kenapa jadi menanyakan hal seperti ini?" Justin marah karena tidak pada intinya. Namun wanita tersebut tersenyum rammah terhadap Justin. Ia membawa Justin pergi menuju lorong sekolah dekat dengan pintu masuk sekolah yang besar. Justin menuruti kemana ia akan membawanya lalu Justin melihat kepala sekolah yan
"Lawan dia! kau boleh menggunakan apa saja di dalam ruangan ini, kecuali benda tajam." Semua berteriak, meneriaki mereka. Justin melihat mata yang begitu menyeramkan menatap dirinya. Justin berusaha menghindar namun sesekali ia terkena cakaran serta bantingan dari temannya itu. Jusin yang sudah babak belur di buat temannya itu semakin melemah. Hingga Justin membentur meja yang membuatnya pusing. Ia melihat kesekitar dengan berbayang. Pandangannya kabur juga terdengar suara yang semakin memekik telinganya. Guru Justin melihat bahwa Justin tidak bisa melanjutkan. "Stop!" Berjalan mendekati Justin membantunya berdiri, "cukup pelajaran hari ini." Guru Justin membawa Justin ke pusat kesehatan sekolah. Di baringkan nya Justin di atas kasur lalu datang lelaki yang bersama dengan orang tua Justin. "Ada apa dengannya, kenapa Justin bisa seperti ini?" Ia melihat k
"Tapi saat di periksa lu punya asma!" Kata Kasih membentak. "Apaan sih? Gak jelas deh lu pada." Mereka pun terdiam melihat satu sama lain. Lalu datang kepala sekolah yang tersenyum. Kepala sekolah memberitahukan kalau Justin di tunda ke pelatihan sampai dirinya sembuh. Justin tersenyum lega lalu kepala sekolah pergi. Kasih juga Steven masih cemberut karena Justin yang tidak ingin mengakuinya. Justin menghembus nafas kasar. "Mau kalian itu apa?" "KAMI INGIN LU JUJUR!" Mereka berbicara dengan serentak. Justin yang sudah tidak ada cara lagi lalu turun dari tempat tidurnya menarik mereka berdua keluar. Mereka pergi ke tegah lapangan. Justin berteriak meminta semua siswa untuk datang ke tengah lapangan. Tentu kasih juga Steven tidak mengerti yang ada di fikirannya. Justin kembali berteriak ketika semua s
Kepala sekolah tersenyum puas lalu pergi. Kasih juga Steven menghampiri Justin yang duduk lemas dengan memejamkan mata. "Ayah mu sungguh ingin ku hajar Steve!" Steven tertawa begitu juga dengan Kasih. Justin berbaring di rumput mengatur nafasnya yang masih sesak. Mereka berada di kamar Justin menenangkan dirinya agar lebih santai. Justin tidak habis mengoceh karena kekesalan nya terhadap kepala sekolah. Steve pun hanya tertawa melihat Justin yang kini banyak bicara. Kasih memberikan minum yang ia beli di kantin. "Sungguh tidak bisa di percaya, kalian lihat bukan? Dia ... Hampir membunuh ku!" "Jadi, apa perjanjiannya? Kau bisa mengatakan nya kepada kami." Justin menaruh minum nya di atas meja. "Sepertinya untuk sebulan ini, gua tidak akan ada disini. Ada pelatihan khusus buat gua dan harus di laksanakan."
Kasih membuka nya yang ternyata adalah seekor hamster. Kasih senang dengan pemberian dari Justin ia memeluknya dengan erat. "Tuh kan lu yang meluk gua." "Bukan begitu ish ... By the way, thank you ya." "Sama-sama. Sebaiknya gua pergi." Justin pun kembali pergi melewati jendela. Justin kembali melihat ke belakang lalu tersenyum dengan Kasih. Tanpa ia sadari kaki nya telah mencapai ujung dari jendel membuatnya terjatuh. Kasih pun berteriak lalu berlari ke jendela. Beruntung kamar dari Kasih berada di lantai 1. "Aduh." Kasih tertawa puas. Kasih ikut keluar dari jendela kemudian membantu Justin untuk berdiri. Mereka saling berpandangan sampai penjaga sekolah datang, dari kejauhan ia menerangi mereka. "Siapa disana?" Justin juga Kasih tersenyum karena menurut mereka itu hal lucu.
Mereka kembali menaki nya dan kembali berjala. Justin memikirkan keluarga nya yang telah banyak-banyak berjasa dengan dirinya. Justin merasa bersalah atas apa yang dia lakukan semasa dulu. Justin pun dikagetkan Steven yang tiba-tiba berbicaralah dengannya. "Ada apa sebenarnya? Bukankah barang mu hilang?" Justin tersenyum dan merangkul Steven, "jika aku ambil barang ku kembali ... Mungkin aku mendapatkan nya namun ada kesedihan yang terjadi." Mereka segera pergi dari tempat tersebut. Mereka meneruskannya dnegan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan ia melihat banyak anak kecil yang meminta-minta. Hari Justin sungguh teriris melihat nya. Saat mereka berbicara satu sama lain, teman dari Kasih baru menyadari jika Kasih tidak ada di sebelah mereka. Jusin melihat ke segala arah namun tidak dapat menemukannya. Steven menyarankan untuk berpencar menc
Justin menjadi gugup lalu menutup handphone nya. "Bu-bukan ... Itu teman ku di kota tempat tinggalku dulu. Aku sudah katakan kalau diriku pemimpin sebuah geng." "Berarti kau termasuk anak nakal bukan? Kalau anak nakal, pasi yang menyukai dirimu juga cewek yang nakal." Kasih menyela pembicaraan. Justin menaikkan satu alisnya, "apa urusannya denganmu?" "Kenapa gak suka? Turun dari sini biar disantap binatang buas." "Kamu yang turun, buat apa ada disini ikut-ikutan aja." Mereka pun bertengkar. Semua menutup telinganya agar tidak keberisikan. Lalu Steven menyudahi pertengkaran itu lalu menunjuk ke arah depan karena perkotaan tersebut sudah di depan mereka. Kasih juga teman-teman nya terpanah melihat suasana kota yang sangat ramai juga indah. Kasih tidak henti-hentinya kagum dengan perkotaan. Lalu Ju
Keadaan sekolah sudah sepi karena semua berkumpul di aula. Ada pengumuman yang disebarkan karena adanya kedatangan guru baru. Justin mengendap-endap masuk ke dalam aula namun ia tergelincir membuat keributan. Justin hanya menelan ludah lalu tersenyum ke arah kepala sekolah. "Naga terbang!" Justin berlari pergi menuju kamarnya. Justin yang tidak sempat sampai ke kamar nya bersembunyi di sebuah ruangan. Lalu ia mencari tempat untuk bersembunyi. Di dalam ruangan terdapat sebuah lemari berukuran besar yang dapat Justin masuki. Suara knok pintu berbunyi. Seseorang akan masuk ke dalam ruangan itu. Justin berlari lalu bersembunyi ke dalam lemari. Ia mendengar beberapa orang masuk. Justin mendengar mereka berbicara dengan serius. "Kita harus lancarkan rencana itu." "Benar katanya, anak dari a
Justin yang bingung pun berdiri dan bertanya. Kepala sekolah hanya meminta Justin untuk kembali duduk dan jangan berisik. "Aku hanya meminta satu hal pada mu Justin. Tapi aku ingin kau diam dan tutup mulut mu dari yang lain." "Aku bukan tipe manusia yang menyebar berita." "Kau bocah dalam ramalan, dan kau harus melakukan pelatihan ... Untuk dirimu sendiri!" Justin tersentak mendengarnya. Ia lalu mendekati kepala sekolah kemudian melihat matanya. Justin tersenyum miring. Justin menolak pelatihan yang dimaksud dengan kepala sekolah. Justin pun berbalik lalu berbaring di tempat tidur kemudian membaca buku komik kesukaannya. Justin meminta kepala sekolah untuk segera pergi jika tidak ada keperluan yang lain. Kepala sekolah yang tidak patah semangat, terus memohon kepada Justin hingga berlutut di hadapannya. Justin yang tetap keras dengan pilihannya, ia han
"Temani aku berbicara disini ... Aku kesepian." Kasih diam memikirkan nya sejenak, "ku mohon Kasih." Kasih kembali terduduk lalu Justin tersneyum lebar. "Ingat, hanya sampai jam pelajaran di mulai kembali." "Siap komandan." Sudah lewat dari jam pelajaran namun bel tidak kunjung berbunyi. Kasih curiga terjadi hal yang tidak diinginkan. Ia pergi dari ruang kesehatan menuju ruang para guru. Justin berada di ruangan tersebut dengan tersenyum. Ia merasakan degup jantung nya yang sangat bersemangat. Ia terus memikirkan tentang Kasih juga senyumannya. Lalu tak lama datang sekelompok siswa yang masuk ke ruang kesehatan. Mereka menatap Justin. Lalu menutup pintu kemudian berjalan menuju Justin. Justin merubah posisinya menjadi duduk. Mereka mendekat dengannya. Salah satu dari antara mereka menanyakan nama dari Justin. Justin menjawa
"Duh bikin kaget aja." Justin jongkok dan berniat ingin mengelusnya, "kalau ini mah kecil." Namun tiba-tiba ... Seketika mahkluk kecil itu menunjukkan deretan gigi yang tajam dengan mempunyai sayap yang tajam. Justin melemparnya karena ketakutan ia berlari ke arah pintu berusaha membuka nya namun ia tidak dapat membuka. Justin berlindung di samping kotak yang berada di depannya. Ia meraih tongkat sebagai jaga-jaga. "Justin? Dimana kamu Justin?" Terdengar suara ibu dari Justin. Namun Justin tidak gegabah, ia perlahan mengintip dari celah melihat keberadaan dari mahkluk tersebut. Alangkah terkejutnya dia saat tersadar bahwa yang memanggilnya ialah mahkluk tersebut. "Holy shit ...." Justin berbicara hingga terdengar oleh mahkluk itu. Mahkluk tersebut menyerang Justin. Dengan sekali lemparan membuat Justin