"Lawan dia! kau boleh menggunakan apa saja di dalam ruangan ini, kecuali benda tajam."
Semua berteriak, meneriaki mereka. Justin melihat mata yang begitu menyeramkan menatap dirinya. Justin berusaha menghindar namun sesekali ia terkena cakaran serta bantingan dari temannya itu.Jusin yang sudah babak belur di buat temannya itu semakin melemah. Hingga Justin membentur meja yang membuatnya pusing. Ia melihat kesekitar dengan berbayang. Pandangannya kabur juga terdengar suara yang semakin memekik telinganya. Guru Justin melihat bahwa Justin tidak bisa melanjutkan.
"Stop!" Berjalan mendekati Justin membantunya berdiri, "cukup pelajaran hari ini."
Guru Justin membawa Justin ke pusat kesehatan sekolah. Di baringkan nya Justin di atas kasur lalu datang lelaki yang bersama dengan orang tua Justin.
"Ada apa dengannya, kenapa Justin bisa seperti ini?" Ia melihat ke guru tersebut, "jangan bilang ... Kau mendidik murid-murid dengan kasar lagi?"
"Aku hanya mendidik."
"Jangan kau katakan itu, sebaiknya kau keluar sejenak lalu memikirkan kesalahan mu."
Justin terbangun dengan masih kondisi yang sama. Kasih berada di samping Justin mengobati luka luar yang ada di tubuh Justin. Lalu ia melihat tanda lahir yang membuat nya terkejut. Ia berdiri dari kursi dengan mata yang mengarah pada lengan atas Justin.
"Pak, sebaiknya anda melihat ini."
Ia pun berjalan ke sisi Kasih dan melihat hal yang sama dengan dilihat Kasih.
"Ramalan itu sepertinya benar." Kata Kasih.
"Ramalan apa?" Justin yang tiba-tiba bangun bertanya.
Semuanya terdiam tidak ada satu orangpun yang membuka suara. Semua pergi tersisa lelaki tersebut dengan Kasih. Justin kembali bertanya tentang pertanyaannya sampai ia mengetahui bahwa dirinya memang keturunan dari hewan yang mereka sebut serigala. Justin menyangkalnya dan mengatakan bahwa dirinya adalah seorang manusia asli.
Justin turun terburu-buru, keluar dari ruangan dengan di ikuti Kasih yang terus berbicara dengannya.
Di tengah perjalanan ia tidak sengaja menabrak seseorang. Justin meminta maaf lalu berjalan pergi. Namun tak lama ia memanggil dan memberhentikan Justin.
Justin terhenti lalu berbalik ke belakang.
"Dengan kata maaf saja, kesalahan tidak dapat dibenarkan. Apa kau tahu? Salah tetap lah salah."
"Aku mengetahuinya, tapi untuk sekarang lo cukup diam!" Justin menggertak.
Mereka tertawa meledek Justin. Lalu di antara mereka yang tadi melukai Justin berbisik ke seseorang yang Justin tabrak. Selesai berbisik ia menepuk pundak Justin lalu memukul perut Justin.
Kasih datang melerai mereka. Kasih meminta nya untuk mundur dan tidak mengganggu Justin namun ia semakin menjadi dengan menggoda Kasih. Justin merintih kesakitan.
"Untuk apa membela dia Kasih? Sebaiknya kamu itu bermain sama aku."
Kasih menghempas tangan lelaki tersebut, "stop ya ... Jangan anggap gua adalah cewek rendahan. Jangan pernah Lo menyentuh gua lagi."
"Apa sih Kasih? Kamu tuh semakin marah semakin tambah sayang dan suka aku."
Justin terbangun melihat mereka sejenak lalu berbalik dan kembali berjalan pergi.
Ketika melihat Justin pergi, mereka tidak membiarkannya begitu saja. Ditariknya Justin juga diseretnya hingga ke depan ketua geng tersebut.
"Beraninya kau kabur! Kenalin, gua Amar penguasa sekolah ini dan lo! Akan dipastikan menjadi bawahan gua."
Dan satu hantaman kembali menganai Justin. Justin merintih kesakitan. Keluar dari mulutnya darah. Kasih membantu Justin untuk berdiri dan membopongnya kembali masuk ke dalam ruang kesehatan. Kasih menuntun Justin perlahan.
"Sudah aku katakan Justin untuk diam disini selagi di obati."
"Bagaimana kekuatannya cukup dahsyat? Aku memang seorang petarung namun kekuatannya sangatlah besar."
Kasih kembali membungkus luka Justin perlahan.
"Aku sudah katakan, kita ini manusia serigala. Kau seorang alpha aku seorang Beta, kita memang di takdirkan bersama ... Sudah menjadi tugas ku untuk melindungi mu Justin."
"Aku bukan manus ...."
"Manusia jadi-jadian? Sudah lah Justin, ini takdir mu dan kamu harus menerima nya."
Ketika selesai, bel kembali berbunyi menandakan kelas akan kembali diadakan. Kasih membantu Justin untuk berjalan sampai ke atas lantai 3. Sesaat sampai kelas, guru kali ini sangatlah baik. Ia membantu Justin untuk duduk lalu bersikap ramah terhadap Justin.
"Baik semuanya, kalian sudah mengenali nya bukan? Seorang calon alpha. Boleh kamu maju kenalkan dirimu?"
Justin menggeleng. Ia berdiri tepat di tempat duduknya dan memperkenalkan dirinya. Lalu serangan bola kertas menyerangnya. Lelaki yang bernama Amar tersebut berada di kelas tersebut. Lalu suasana kelas menjadi gaduh dengan melempari Justin dengan kertas.
"KALIAN SEMUA DIAM!"
Guru itu berteriak dengan suara nyaring. Semua terdiam mendengarnya termasuk Amar. Guru tersebut kembali meminta Justin untuk dapat duduk kembali.
Pelajaran pun di mulai, Justin merasakan nyeri di bagian sebelah kanannya. Saat ia sedang kesakitan bola kertas kembali menyerang dirinya. Ia meraih bola kertas tersebut lalu membuka nya.
(Manusia serigala yang cacat, itu adlaah Justin)
Tertulis sebuah ejekan yang membuat Justin jengkel. Ia izin kepada guru nya untuk sejenak pergi ke toilet. Ia merasakan kekesalan juga sakit di tubuhnya. Perutnya seketika berisik juga bergejolak. Justin lapar sehingga ia pergi ke kantin.
Justin melihat hanya ada satu tempat yang berjualan, dan hanya menjual daging mentah. Justin meminta pedagang tersebut untuk dapat memasakkannya daging tersebut. Padagang itu dengan suka hati memasakkannya.
Justin meraih koran dan membaca nya.
Setelah selesai di masak Justin melahapnya dengan rakus. Justin seperti tidak makan selama 3 hari. Pedagang tersebut sampai keheranan dengan Justin. Sampai akhirnya ...
"Justin ...."
"Susst bentar ah, lagi laper ini."
"Justin ...."
"Aduh apaan sih!" Justin melihat ke belakang, "eh Bu guru ... Mau makan Bu?"
Justin yang tertangkap basah telah membolos di hukum oleh gurunya untuk berlari selama 30 menit mengelilingi lapangan.
"Justin ...." "Susst bentar ah, lagi laper ini." "Justin ...." "Aduh apaan sih!" Justin melihat ke belakang, "eh Bu guru ... Mau makan Bu?" Justin yang tertangkap basah telah membolos di hukum oleh gurunya untuk berlari selama 30 menit mengelilingi lapangan. Tepat 10 menit, bel berbunyi. Semua siswa beristirahat yang dimana semua keluar dari kelas masing-masing. Justin menjadi perhatian bagi banyak siswa, dan juga menjadi perhatian Kasih juga teman-teman nya. Wajah kasih tampak tidak senang dengan Justin yang melanggar aturan. Selesai berlari Justin pergi ke kantin karena ingin beristirahat. Waktu istirahat tinggal beberapa menit saja. Justin memanfaatkan nya dengan tidur di pojok kantin tepat di atas bangku. Saat memejamkan mata, Justin menaruh buku untuk dapat menutupi wajahnya tersebut. Tak berselang lama, buku terse
"Duh bikin kaget aja." Justin jongkok dan berniat ingin mengelusnya, "kalau ini mah kecil." Namun tiba-tiba ... Seketika mahkluk kecil itu menunjukkan deretan gigi yang tajam dengan mempunyai sayap yang tajam. Justin melemparnya karena ketakutan ia berlari ke arah pintu berusaha membuka nya namun ia tidak dapat membuka. Justin berlindung di samping kotak yang berada di depannya. Ia meraih tongkat sebagai jaga-jaga. "Justin? Dimana kamu Justin?" Terdengar suara ibu dari Justin. Namun Justin tidak gegabah, ia perlahan mengintip dari celah melihat keberadaan dari mahkluk tersebut. Alangkah terkejutnya dia saat tersadar bahwa yang memanggilnya ialah mahkluk tersebut. "Holy shit ...." Justin berbicara hingga terdengar oleh mahkluk itu. Mahkluk tersebut menyerang Justin. Dengan sekali lemparan membuat Justin
"Temani aku berbicara disini ... Aku kesepian." Kasih diam memikirkan nya sejenak, "ku mohon Kasih." Kasih kembali terduduk lalu Justin tersneyum lebar. "Ingat, hanya sampai jam pelajaran di mulai kembali." "Siap komandan." Sudah lewat dari jam pelajaran namun bel tidak kunjung berbunyi. Kasih curiga terjadi hal yang tidak diinginkan. Ia pergi dari ruang kesehatan menuju ruang para guru. Justin berada di ruangan tersebut dengan tersenyum. Ia merasakan degup jantung nya yang sangat bersemangat. Ia terus memikirkan tentang Kasih juga senyumannya. Lalu tak lama datang sekelompok siswa yang masuk ke ruang kesehatan. Mereka menatap Justin. Lalu menutup pintu kemudian berjalan menuju Justin. Justin merubah posisinya menjadi duduk. Mereka mendekat dengannya. Salah satu dari antara mereka menanyakan nama dari Justin. Justin menjawa
Justin yang bingung pun berdiri dan bertanya. Kepala sekolah hanya meminta Justin untuk kembali duduk dan jangan berisik. "Aku hanya meminta satu hal pada mu Justin. Tapi aku ingin kau diam dan tutup mulut mu dari yang lain." "Aku bukan tipe manusia yang menyebar berita." "Kau bocah dalam ramalan, dan kau harus melakukan pelatihan ... Untuk dirimu sendiri!" Justin tersentak mendengarnya. Ia lalu mendekati kepala sekolah kemudian melihat matanya. Justin tersenyum miring. Justin menolak pelatihan yang dimaksud dengan kepala sekolah. Justin pun berbalik lalu berbaring di tempat tidur kemudian membaca buku komik kesukaannya. Justin meminta kepala sekolah untuk segera pergi jika tidak ada keperluan yang lain. Kepala sekolah yang tidak patah semangat, terus memohon kepada Justin hingga berlutut di hadapannya. Justin yang tetap keras dengan pilihannya, ia han
Keadaan sekolah sudah sepi karena semua berkumpul di aula. Ada pengumuman yang disebarkan karena adanya kedatangan guru baru. Justin mengendap-endap masuk ke dalam aula namun ia tergelincir membuat keributan. Justin hanya menelan ludah lalu tersenyum ke arah kepala sekolah. "Naga terbang!" Justin berlari pergi menuju kamarnya. Justin yang tidak sempat sampai ke kamar nya bersembunyi di sebuah ruangan. Lalu ia mencari tempat untuk bersembunyi. Di dalam ruangan terdapat sebuah lemari berukuran besar yang dapat Justin masuki. Suara knok pintu berbunyi. Seseorang akan masuk ke dalam ruangan itu. Justin berlari lalu bersembunyi ke dalam lemari. Ia mendengar beberapa orang masuk. Justin mendengar mereka berbicara dengan serius. "Kita harus lancarkan rencana itu." "Benar katanya, anak dari a
Justin menjadi gugup lalu menutup handphone nya. "Bu-bukan ... Itu teman ku di kota tempat tinggalku dulu. Aku sudah katakan kalau diriku pemimpin sebuah geng." "Berarti kau termasuk anak nakal bukan? Kalau anak nakal, pasi yang menyukai dirimu juga cewek yang nakal." Kasih menyela pembicaraan. Justin menaikkan satu alisnya, "apa urusannya denganmu?" "Kenapa gak suka? Turun dari sini biar disantap binatang buas." "Kamu yang turun, buat apa ada disini ikut-ikutan aja." Mereka pun bertengkar. Semua menutup telinganya agar tidak keberisikan. Lalu Steven menyudahi pertengkaran itu lalu menunjuk ke arah depan karena perkotaan tersebut sudah di depan mereka. Kasih juga teman-teman nya terpanah melihat suasana kota yang sangat ramai juga indah. Kasih tidak henti-hentinya kagum dengan perkotaan. Lalu Ju
Mereka kembali menaki nya dan kembali berjala. Justin memikirkan keluarga nya yang telah banyak-banyak berjasa dengan dirinya. Justin merasa bersalah atas apa yang dia lakukan semasa dulu. Justin pun dikagetkan Steven yang tiba-tiba berbicaralah dengannya. "Ada apa sebenarnya? Bukankah barang mu hilang?" Justin tersenyum dan merangkul Steven, "jika aku ambil barang ku kembali ... Mungkin aku mendapatkan nya namun ada kesedihan yang terjadi." Mereka segera pergi dari tempat tersebut. Mereka meneruskannya dnegan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan ia melihat banyak anak kecil yang meminta-minta. Hari Justin sungguh teriris melihat nya. Saat mereka berbicara satu sama lain, teman dari Kasih baru menyadari jika Kasih tidak ada di sebelah mereka. Jusin melihat ke segala arah namun tidak dapat menemukannya. Steven menyarankan untuk berpencar menc
Kasih membuka nya yang ternyata adalah seekor hamster. Kasih senang dengan pemberian dari Justin ia memeluknya dengan erat. "Tuh kan lu yang meluk gua." "Bukan begitu ish ... By the way, thank you ya." "Sama-sama. Sebaiknya gua pergi." Justin pun kembali pergi melewati jendela. Justin kembali melihat ke belakang lalu tersenyum dengan Kasih. Tanpa ia sadari kaki nya telah mencapai ujung dari jendel membuatnya terjatuh. Kasih pun berteriak lalu berlari ke jendela. Beruntung kamar dari Kasih berada di lantai 1. "Aduh." Kasih tertawa puas. Kasih ikut keluar dari jendela kemudian membantu Justin untuk berdiri. Mereka saling berpandangan sampai penjaga sekolah datang, dari kejauhan ia menerangi mereka. "Siapa disana?" Justin juga Kasih tersenyum karena menurut mereka itu hal lucu.
"Tapi saat di periksa lu punya asma!" Kata Kasih membentak. "Apaan sih? Gak jelas deh lu pada." Mereka pun terdiam melihat satu sama lain. Lalu datang kepala sekolah yang tersenyum. Kepala sekolah memberitahukan kalau Justin di tunda ke pelatihan sampai dirinya sembuh. Justin tersenyum lega lalu kepala sekolah pergi. Kasih juga Steven masih cemberut karena Justin yang tidak ingin mengakuinya. Justin menghembus nafas kasar. "Mau kalian itu apa?" "KAMI INGIN LU JUJUR!" Mereka berbicara dengan serentak. Justin yang sudah tidak ada cara lagi lalu turun dari tempat tidurnya menarik mereka berdua keluar. Mereka pergi ke tegah lapangan. Justin berteriak meminta semua siswa untuk datang ke tengah lapangan. Tentu kasih juga Steven tidak mengerti yang ada di fikirannya. Justin kembali berteriak ketika semua s
Kepala sekolah tersenyum puas lalu pergi. Kasih juga Steven menghampiri Justin yang duduk lemas dengan memejamkan mata. "Ayah mu sungguh ingin ku hajar Steve!" Steven tertawa begitu juga dengan Kasih. Justin berbaring di rumput mengatur nafasnya yang masih sesak. Mereka berada di kamar Justin menenangkan dirinya agar lebih santai. Justin tidak habis mengoceh karena kekesalan nya terhadap kepala sekolah. Steve pun hanya tertawa melihat Justin yang kini banyak bicara. Kasih memberikan minum yang ia beli di kantin. "Sungguh tidak bisa di percaya, kalian lihat bukan? Dia ... Hampir membunuh ku!" "Jadi, apa perjanjiannya? Kau bisa mengatakan nya kepada kami." Justin menaruh minum nya di atas meja. "Sepertinya untuk sebulan ini, gua tidak akan ada disini. Ada pelatihan khusus buat gua dan harus di laksanakan."
Kasih membuka nya yang ternyata adalah seekor hamster. Kasih senang dengan pemberian dari Justin ia memeluknya dengan erat. "Tuh kan lu yang meluk gua." "Bukan begitu ish ... By the way, thank you ya." "Sama-sama. Sebaiknya gua pergi." Justin pun kembali pergi melewati jendela. Justin kembali melihat ke belakang lalu tersenyum dengan Kasih. Tanpa ia sadari kaki nya telah mencapai ujung dari jendel membuatnya terjatuh. Kasih pun berteriak lalu berlari ke jendela. Beruntung kamar dari Kasih berada di lantai 1. "Aduh." Kasih tertawa puas. Kasih ikut keluar dari jendela kemudian membantu Justin untuk berdiri. Mereka saling berpandangan sampai penjaga sekolah datang, dari kejauhan ia menerangi mereka. "Siapa disana?" Justin juga Kasih tersenyum karena menurut mereka itu hal lucu.
Mereka kembali menaki nya dan kembali berjala. Justin memikirkan keluarga nya yang telah banyak-banyak berjasa dengan dirinya. Justin merasa bersalah atas apa yang dia lakukan semasa dulu. Justin pun dikagetkan Steven yang tiba-tiba berbicaralah dengannya. "Ada apa sebenarnya? Bukankah barang mu hilang?" Justin tersenyum dan merangkul Steven, "jika aku ambil barang ku kembali ... Mungkin aku mendapatkan nya namun ada kesedihan yang terjadi." Mereka segera pergi dari tempat tersebut. Mereka meneruskannya dnegan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan ia melihat banyak anak kecil yang meminta-minta. Hari Justin sungguh teriris melihat nya. Saat mereka berbicara satu sama lain, teman dari Kasih baru menyadari jika Kasih tidak ada di sebelah mereka. Jusin melihat ke segala arah namun tidak dapat menemukannya. Steven menyarankan untuk berpencar menc
Justin menjadi gugup lalu menutup handphone nya. "Bu-bukan ... Itu teman ku di kota tempat tinggalku dulu. Aku sudah katakan kalau diriku pemimpin sebuah geng." "Berarti kau termasuk anak nakal bukan? Kalau anak nakal, pasi yang menyukai dirimu juga cewek yang nakal." Kasih menyela pembicaraan. Justin menaikkan satu alisnya, "apa urusannya denganmu?" "Kenapa gak suka? Turun dari sini biar disantap binatang buas." "Kamu yang turun, buat apa ada disini ikut-ikutan aja." Mereka pun bertengkar. Semua menutup telinganya agar tidak keberisikan. Lalu Steven menyudahi pertengkaran itu lalu menunjuk ke arah depan karena perkotaan tersebut sudah di depan mereka. Kasih juga teman-teman nya terpanah melihat suasana kota yang sangat ramai juga indah. Kasih tidak henti-hentinya kagum dengan perkotaan. Lalu Ju
Keadaan sekolah sudah sepi karena semua berkumpul di aula. Ada pengumuman yang disebarkan karena adanya kedatangan guru baru. Justin mengendap-endap masuk ke dalam aula namun ia tergelincir membuat keributan. Justin hanya menelan ludah lalu tersenyum ke arah kepala sekolah. "Naga terbang!" Justin berlari pergi menuju kamarnya. Justin yang tidak sempat sampai ke kamar nya bersembunyi di sebuah ruangan. Lalu ia mencari tempat untuk bersembunyi. Di dalam ruangan terdapat sebuah lemari berukuran besar yang dapat Justin masuki. Suara knok pintu berbunyi. Seseorang akan masuk ke dalam ruangan itu. Justin berlari lalu bersembunyi ke dalam lemari. Ia mendengar beberapa orang masuk. Justin mendengar mereka berbicara dengan serius. "Kita harus lancarkan rencana itu." "Benar katanya, anak dari a
Justin yang bingung pun berdiri dan bertanya. Kepala sekolah hanya meminta Justin untuk kembali duduk dan jangan berisik. "Aku hanya meminta satu hal pada mu Justin. Tapi aku ingin kau diam dan tutup mulut mu dari yang lain." "Aku bukan tipe manusia yang menyebar berita." "Kau bocah dalam ramalan, dan kau harus melakukan pelatihan ... Untuk dirimu sendiri!" Justin tersentak mendengarnya. Ia lalu mendekati kepala sekolah kemudian melihat matanya. Justin tersenyum miring. Justin menolak pelatihan yang dimaksud dengan kepala sekolah. Justin pun berbalik lalu berbaring di tempat tidur kemudian membaca buku komik kesukaannya. Justin meminta kepala sekolah untuk segera pergi jika tidak ada keperluan yang lain. Kepala sekolah yang tidak patah semangat, terus memohon kepada Justin hingga berlutut di hadapannya. Justin yang tetap keras dengan pilihannya, ia han
"Temani aku berbicara disini ... Aku kesepian." Kasih diam memikirkan nya sejenak, "ku mohon Kasih." Kasih kembali terduduk lalu Justin tersneyum lebar. "Ingat, hanya sampai jam pelajaran di mulai kembali." "Siap komandan." Sudah lewat dari jam pelajaran namun bel tidak kunjung berbunyi. Kasih curiga terjadi hal yang tidak diinginkan. Ia pergi dari ruang kesehatan menuju ruang para guru. Justin berada di ruangan tersebut dengan tersenyum. Ia merasakan degup jantung nya yang sangat bersemangat. Ia terus memikirkan tentang Kasih juga senyumannya. Lalu tak lama datang sekelompok siswa yang masuk ke ruang kesehatan. Mereka menatap Justin. Lalu menutup pintu kemudian berjalan menuju Justin. Justin merubah posisinya menjadi duduk. Mereka mendekat dengannya. Salah satu dari antara mereka menanyakan nama dari Justin. Justin menjawa
"Duh bikin kaget aja." Justin jongkok dan berniat ingin mengelusnya, "kalau ini mah kecil." Namun tiba-tiba ... Seketika mahkluk kecil itu menunjukkan deretan gigi yang tajam dengan mempunyai sayap yang tajam. Justin melemparnya karena ketakutan ia berlari ke arah pintu berusaha membuka nya namun ia tidak dapat membuka. Justin berlindung di samping kotak yang berada di depannya. Ia meraih tongkat sebagai jaga-jaga. "Justin? Dimana kamu Justin?" Terdengar suara ibu dari Justin. Namun Justin tidak gegabah, ia perlahan mengintip dari celah melihat keberadaan dari mahkluk tersebut. Alangkah terkejutnya dia saat tersadar bahwa yang memanggilnya ialah mahkluk tersebut. "Holy shit ...." Justin berbicara hingga terdengar oleh mahkluk itu. Mahkluk tersebut menyerang Justin. Dengan sekali lemparan membuat Justin