Home / Romansa / Cinta yang hilang / Tragedi Pekerja Seni Jalanan

Share

Tragedi Pekerja Seni Jalanan

Author: Andika
last update Last Updated: 2021-09-19 23:22:14

"lari, lari, ada satpol," suara teriakan itu begitu banyak didendangkan. Suasana jalanan itu begitu ricuh, banyak orang berlari dengan mulutnya terus berteriak-teriak.

"Dek, ada satpol dek, ayo lari dek," ucap salah seorang pria tua yang merupakan pedagang asongan dengan kaos putih yang sedikit lusuh itu. Pria itupun langsung berlari setelah mengucapkan hal tersebut kepada Dimas.

Dimas yang tengah melukis pun sontak kaget. Ia begitu panik dengan keadaannya sekarang. Ia pun segera mengemasi barang-barangnya ke tas dan langsung berlari meninggalkan tempat mangkalnya itu. Tidak semua barang berhasil ia selamatkan, hanya peralatan lukis seperti kuas dab cat air lah yang ia bawa. Sedangkan lukisan-lukisan yang ia pajang di pinggir jalan tersebut tidak sempat ia selamatkan.

"Lari semuanya, lari," Dimas pun ikut meneriakkan kata-kata yang banyak diucapkan orang-orang. Dimas juga berusaha memberitahu para pedagang kaki lima, dan orang-orang yang memiliki usaha di jalan lainnya untuk menyelamatkan diri dan barang dagangannya. Sebuah kejadian menyeramkan bagi seorang pekerja seni jalanan seperti Dimas.

"Huu, Huu, huu," suara nafas Dimas yang tersengal-sengal saat ia menghentikan langkah kakinya. Ia sudah berlari terlalu jauh dan keberadaannya tidak akan ditemukan oleh para satpol PP itu. Dimas duduk di sebuah gedung kosong yang sudah tak berpenghuni. Gedung itu seperti sudah sangat tua, pintu dan jendela gedungnya sudah tidak ada dan cat pada dinding gedung itu sudah banyak yang terkelupas. Dimas mencoba mengatur nafasnya yang sudah tersengal-sengal.

"Kamu selamat dek?" ucap seorang pria tua yang tadi menyuruh Dimas untuk lari. Pria tersebut pun juga terlihat sangat kecapekan. Baju putih lusuhnya itu pun kini penuh dengan tetesan keringatnya.

"Iya pak," jawab Dimas dengan suara yang masih tersengal. Dimas bukanlah seorang yang memiliki fisik kuat sehingga ia pun sangat kecapekan jika harus berlari sejauh dan secepat itu tadi. Suasana di gedung itu pun cukup sunyi, sudah tidak ada suara teriakan lagi dan tidak ada kericuhan akibat lalu lalang orang yang berlari itu lagi.

"Barangmu selamat semua dek?" tanya pria tua yang rambutnya sudah mulai memutih itu. Tubuhnya masih terlihat kekar namun kulitnya pun sudah mulai keriput.

"Nggak pak, lukisan-lukisan saya masih ada disana pak," kata Dimas lesu. Ia teringat dengan lukisan-lukisannya yang ia tinggal. Ia menjadi khawatir akan lukisan-lukisan yang ia tinggal itu.

"Pak, memang sering ada grebekan seperti ini ya pak?" tanya Dimas kepada pria tua itu mencoba untuk meneruskan pembicaraan yang sudah mereka buat. Dimas memang anak yang sangat pandai bergaul. Ia sudah terbiasa mengobrol dengan orang lain, meskipun baru ia kenal sekalipun. Pekerjaannya sekarang juga membuatnya harus lebih pandai bergaul dengan orang-orang yang baru saja ia temui. Itu semua demi kepuasan para pelanggannya.

"Iya dek, kita sebagai orang jalanan ya mau tidak mau harus seperti ini, kalau nggak gini kita juga nggak bisa makan," begitulah ucap pria tua itu mencoba menjelaskan fenomena sosial yang terjadi di kalangan masyarakatnya yang cenderung menengah kebawah.

Banyak orang yang menggantungkan perekonomiannya di jalanan. Modal mereka yang tidak terlalu besar membuat mereka tidak mampu menyewa lapak hanya demi menjual makanan dan minuman ataupun pakaian-pakaian murah. Namun keputusan mereka untuk menjadi pedagang kaki lima pun juga memiliki banyak resiko. Mereka harus siap jika sewaktu-waktu para satpol PP melakukan penggrebekan. Mereka yang tidak siap pun mau tidak mau harus ditangkap.

"Biasanya sebulan berapa kali ya pak?" Dimas pun bertanya lagi kepada pria itu. Kini rasa ingin tahu Dimas terhadap kondisi masyarakat di lingkungannya semakin tinggi. Sudah hampir 2 bulan Dimas berada bersama dengan mereka, namun Dimas masih belum memiliki banyak informasi mengenai kehidupan mereka.

"Ya nggak mesthi dek, kadang kalau sudah musimnya penggrebekan, bisa tiap hari ada grebekan dek," begitulah ucap pria tua itu.

"Kamu namanya siapa dek?" ucap pria tua itu. Mereka sudah banyak mengobrol tapi belum saling mengenalkan diri. Begitulah jika orang sudah pandai bergaul. Mereka tidak harus berkenalan terlebih dahulu untuk bisa melakukan pembicaraan.

"Dimas pak, bapak sendiri?" begitu jawab Dimas dan ia berusaha memberikan timbal balik kepada pria tua itu. Balik bertanya tentang nama pria itu.

"Saya Edi," begitulah ucap pria tua dengan kaos putih penuh keringatnya itu. Kini Dimas pun menjadi mengenal siap pria yang baru saja ia ajak mengobrol.

"Eh, sepertinya sudah tidak ada satpol, kamu nggak mau cek lukisan kamu?" begitu lanjut Edi. Tanpa sepatah kata yang keluar dari mulut Dimas pun, ia berlari keluar dari gedung usang itu. Tujuannya hanya untuk memastikan lukisannya baik-baik saja. Larinya begitu kencang dan penuh dengan kepanikan. Pikirannya yang sedari tadi dipenuhi oleh rasa khawatir pun semakin menghantuinya.

"Ha, lukisanku, lukisanku, lukisanku," teriak Dimas ketika melihat lukisannya sudah bersih tak bersisa. Jalanan itu sangatlah bersih tanpa adanya barang sedikitpun. Tangis kekesalan Dimas pun menjadi-jadi. Ia menyesalkan semua lukisan yang sudah ia gambar. Sebuah lukisan wajah Refita yang selalu menjadi pajangan untuk promosinya hingga lukisan belajar bersamanya yang juga sengaja ia pasang karena itu merupakan karya terbaiknya. Dua lukisan yang ia lukis dengan penuh perasaan itu kini hilang entah kemana. Perasaannya begitu tercabik-cabik. Menusuk luka hatinya yang begitu dalam.

"Haaaaaaa," teriak Dimas untuk kesekian kalinya. Isak tangisnya pun sudah tidak bisa lagi ia bendung. Sebuah kekesalan yang sangatlah dalam begitu ia rasakan. Tangannya meraba-raba trotoar itu, berusaha mencari lukisan-lukisannya yang hilang. Pikirannya sontak menjadi kosong dan seakan-akan menjadi gila.

Semangat Dimas pun sontak terhenti. Semua rasa capek, jerih payahnya selama ini harus berakhir seperti ini. Dimas begitu kesal dan kini ia tidak mengerti apa yang harus dilakukannnya.

"Haaaaaa," lagi-lagi Dimas berteriak. Kini ia duduk di trotoar pinggir jalan itu. Bersandar pada sebuah tiang besi lampu jalanan. Kepalanya mendongak ke atas dan menatap ke langit. Pikirannya pun menjadi kosong dan melamun tanpa memikirkan apapun. Hanya sebuah perasaan kesal yang ada di hatinya sekarang. Namun itu begitu melelahkan ya.

"Tuhan, apa yang kini harus aku lakukan?" ungkap Dimas yang sangat frustasi itu. Ia bahkan bingung akan apa yang ia lakukan selanjutnya. Dimas tak ingin kejadian seperti ini terulang lagi. Tapi bagaimana ia harus menghidupi dirinya di Bandung jika tidak menjadi pekerja seni jalanan. Ia sendiri juga masih belum memiliki modal untuk menyewa lapak. Dan usahanya juga tidak akan berkembang jika hanya mengandalkan pesanan dari ponsel. Pelanggan terbanyaknya merupakan orang-orang yang menemuinya ketika ia mangkal di pinggir jalan. Dan yang memesan lukisannya melalui ponsel ya hanya Roni

Related chapters

  • Cinta yang hilang   Lukisan yang Hilang

    "ini pak dendanya," ucap Dimas kepada seorang kepala satpol PP yang sedang menjaga gudang hasil penertiban. Terdapat banyak barang-barang sitaan di gudang tersebut, termasuk dengan lukisan-lukisan Dimas. Kini Dimas pun harus membayar denda setelah selesai melakukan sidang pidana ringan. Ia dikenai denda 200.000 rupiah untuk bisa mengambil lukisan-lukisannya yang disita itu. "Iya, kamu ambil saja lukisannya," begitulah ucap kepala satpol PP itu. Pandangannya sangatlah cuek dan tangannya sibuk menghitung uang hasil denda para pedagang kaki lima. Sesekali tangannya juga memegang rokok yang ada di mulutnya dan menghisap rokok tersebut dengan asap yang keluar dari hidungnya. "Baik pak, terimakasih pak," kata Dimas dengan membungkukkan tubuhnya untuk melewati kepala satpol PP itu dan masuk ke dalam ruangan gudang hasil sitaan itu. Ia melihat sekeliling gudang yang dipenuhi oleh gerobak-gerobak milik para pedagang kaki lima. Matanya bergeliat menyusuri setiap sudut

    Last Updated : 2021-09-20
  • Cinta yang hilang   Jatuh Tempo

    "Halo nak, apa kabar nak?" tanya Sonya, ibu Dimas di telepon. Kini Dimas sedang di kamar kosnya dan sudah dua hari Dimas masih belum mendapatkan tempat untuk ia kembali bekerja sebagai pelukis lagi. Uang yang Dimas miliki pin semakin menipis dan harus segera mendapatkan pesanan lukisan ke dirinya lagi. "Iya Bu, Dimas baik Bu," jawab Dimas berusaha memberikan kabar yang menenangkan ibunya. Dimas tidak ingin membuat ibunya khawatir akan keadaannya yang sebenarnya tidak baik-baik saja. Ini merupakan telepon keduanya setelah Dimas memtuskan hidup di Bandung. Sudah hampir dua bulan Dimas ada di Bandung dan ia pun berhasil bertahan hidup dengan gaya yang sederhana. "Gimana pekerjaanmu? Banyak yang pesan?" lagi, tanya Sonya. Ia ingin memastikan bahwa anak satu-satunya dalam keadaan yang baik-baik saja. Kini Sonya pun juga masih bekerja keras di rumah dan menyisihkan penghasilannya untuk ditabung. "Lancar Bu, meskipun yang pesan nggak terlalu banyak, tapi uangnya sud

    Last Updated : 2021-09-20
  • Cinta yang hilang   Harapan Baru

    "Kamu sedang apa Dimas?" ucap Rusli yang menemui Dimas sedang duduk di bangku panjang di taman kota Bandung. Rusli menepuk pundak Dimas dari belakang dan Dimas pun menoleh ke arah belakang. "Eh paman, silahkan duduk paman," bukannya menjawab pertanyaan Ruslan, Dimas malah mempersilahkan Rusli untuk duduk disampingnya yakni di bangku panjang berwarna putih itu. "Kamu nggak kerja Dim?" tanya Ruslan yang heran melihat Dimas saat ini. Tak biasanya Dimas seperti ini, Dimas yang rajin bekerja kini malah hanya duduk diam di taman tanpa melakukan suatu pekerjaan apapun. Dimas tak membawa alat lukis apapun baik itu cat air, kuas maupun kanvas. "Nggak paman, saya mau cari tempat mangkal baru paman," ucap Dimas kepada Ruslan yang kini sudah duduk di sampingnya. Pandangan Dimas pun kosong seperti masih bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Dimas sebenarnya ingin menyewa lapak saja agar tidak usah khawatir jika sewaktu-waktu ada razia. Tapi dirinya tidak punya cukup ua

    Last Updated : 2021-09-21
  • Cinta yang hilang   Ruko Baru

    "Selamat pagi paman," ucap Dimas yang baru saja datang di ruko milik Rusli tersebut. Dimas membawa ransel besar yang ia tanggalkan di punggungnya dan dua kardus besar yang berisi gulungan lukisan-lukisannya. Waktu itu Rusli sedang duduk di dalam ruko yang terlihat sangat kotor karena lama tidak dipakai. "Pagi Dimas, masuk sini Dim, tapi barang-barangmu kamu taruh diluar saja, rukonya belum dibersihkan soalnya," kata Rusli menjawab salam dari Dimas. Rusli pun menyuruh Dimas untuk menaruh barang-barangnya diluar ruko saja agar tidak terkena debu saat nanti rukonya dibersihkan. "Baik paman, rukonya biar saya saja yang membersihkannya paman," ucap Dimas setelah menaruh barang-barangnya dan langsung merebut sapu yang sedari tadi dipegang oleh Rusli. "Jangan seperti itu Dimas, kali ini kita membersihkannya bersama-sama, biar cepat selesai dan kamu cepat bekerja," begitulah ucap Rusli yang kini terlihat lebih bijak daripada Dimas. Kata-katanya sangat masuk akal mesk

    Last Updated : 2021-09-23
  • Cinta yang hilang   Gadis Cantik yang Menyebalkan

    "Halo, ini dengan Kakak Dimas?" sebuah suara yang keluar dari telepon Dimas setelah Dimas menjawab panggilan dari nomor tidak dikenal tersebut. Dimas yang semula melukis pun menghentikan kegiatan melukisnya dan meladeni telepon itu. "Iya, saya Dimas, ini dengan siapa ya?" Balas Dimas sopan dengan nada suara yang merendah. Bisa jadi itu adalah orang yang akan memesan jasa lukisannya. "Kakak dimana? Sudah tidak melukis lagi ya?" ucap orang dalam telepon itu yang sepertinya seorang gadis muda jika didengar dari suaranya. Gadis tersebut pun langsung menanyakan keberadaan Dimas tanpa sedikit basa basi. Bahkan pertanyaan tentang siapa dirinya tidak dihiraukannya. "Oh iya kak, saya sekarang masih tetap melukis kok, hanya saja sudah tidak di jalanan lagi, kalau kakak mau kesini, nanti saya kirim i alamat baru saya ya kak?" Begitulah ucap Dimas halus dengan menjelaskan kejadian sebenarnya. Dia pun tidak memikirkan siapa gadis dibalik suara itu. Nanti jika bertemu Dima

    Last Updated : 2021-09-24
  • Cinta yang hilang   Harga yang Terlalu Mahal

    "Pagi Dim," sapa Rusli yang baru saja datang ke ruko tersebut. Tangannya menenteng sebuah kresek berisi nasi kotak. Seperti biasa Rusli selalu datang ke ruko itu setiap pagi dengan membawakan sarapan untuk Dimas. "Pagi paman," jawab Dimas tersenyum kepada Rusli. Dirinya tengah sibuk mengerjakan lukisan pesanan Mita yang akan diambil hari ini juga. Ternyata tidaklah mudah jika harus menggunakan background pantai yang sebelumnya memang tidak pernah dilakukan Dimas. "Ada pesanan?" tanya Rusli kepada Dimas sembari tangannya meletakkan nasi kotak tersebut ke meja yang berada di tepi ruangan ruko. "Iya paman," jawab Dimas singkat karena ia begitu fokus dengan lukisannya. Dia masih mengerjakan detail-detail lukisannya seperti batu karang ataupun manusia yang sedang bermain selancar. Apalagi dia juga harus dikejar waktu. "Eh, kamu nggak mau ikut pameran lukisan di graha?" lagi kata Rusli sembari ia menyodorkan sebuah selebaran kepada Dimas. "Apa

    Last Updated : 2021-09-25
  • Cinta yang hilang   Pameran

    "ini adalah karya paling berkesan bagi saya, lukisan wajah seseorang yang sangat saya cintai," terang Dimas kepada orang-orang yang melihat lukisannya. Kini Dimas dengan gagah memamerkan semua lukisannya. Tangannya menunjuk lukisan wajah Refita itu sebagai lukisan yang paling berkesan baginya. "Yang ini bagus ya kak," ucap salah seorang anak muda. Ia sepertinya sangat menyukai sebuah seni, khususnya seni rupa. Pengamatannya begitu detail, matanya berkeliaran menyusuri setiap aksen yang ada pada ruangan tersebut, hingga ia menemukan satu lukisan yang sangat hidup baginya. Lukisan tentang sebuah kelas yang diisi oleh banyak siswa yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Itu adalah lukisan Dimas yang menggambarkan suasana kelasnya dulu. "Iya kak, itu adalah suasana kelas saya dulu, ketika saya masih SMA," begitu terang Dimas. Ia memang benar-benar melukisnya dengan nyata. Setiap wajah yang tergambar memiliki detail yang sangat bagus, dari lekuk tubuh, rambut hin

    Last Updated : 2021-09-27
  • Cinta yang hilang   Kemampuan Melukis Rusli

    "Aku tidak menyangka, paman bisa melukis," ucap Dimas kepada pamannya. Kini Rusli sedang melukis di rukonya, tempat Dimas biasa melukis. Rusli sebenarnya sudah tidak ingin melukis lagi, tapi kini dirinya harus menuruti permintaan Dimas yang memaksanya untuk melukis. "Ah, paman ya cuman bisa melukis, nggak jago," begitulah jawab Rusli merendah. Dimas pun hanya tersenyum karena memang Rusli bukanlah pelukis biasa. Bahkan lukisan yang Rusli buat saat ini pun benar-benar indah di mata Dimas. Sebuah lukisan yang menggambarkan suasana luar angkasa yang begitu menakjubkan dengan beebagai bintang yang tersebar di sana. "Oh iya, kemarin gadis itu tidak jadi datang ya?, Kapan dia mau kesini?" lagi lagi Rusli menanyakan tentang Mita kepada Dimas. Semenjak ketidakdatangan Mita di acara pameran itu, Rusli selalu menanyakan kapan Mita akan ke rukonya. Rusli seperti tak sabar ingin melihat bagaimana sosok gadis yang berani membayar mahal lukisan Dimas itu. "Eh, gak tau juga

    Last Updated : 2021-09-28

Latest chapter

  • Cinta yang hilang   Obrolan dengan Mita

    "Pagi kak," ucap Mita kepada Dimas saat baru datang di ruko Dimas. Mita melambaikan tangannya tanda sapaannya kepada Dimas dengan wajah tersenyum ramah. Kini Mita sudah bukanlah gadis cuek dengan muka datar yang selama ini Dimas kenal. Mita sudah menjadi gadis ceria dengan muka yang ekspresif. Entah apa yang sudah terjadi dengan Mita, tapi Dimas tetap mencoba bersikap biasa saja. "Pagi Mita, sini, duduk," Dimas pun menjawab salam Mita dengan ramah. Ia memberikan sebuah kursi supaya Mita dapat duduk disitu. "Paman yang kemarin belum kesini?" tanya Mita. Ia kembali menanyakan Rusli yang memang sampai sekarang belum juga datang. Kini Mita pun jauh lebih asik untuk mengobrol dengan sedikit berbasa-basi. "Belum Mit, sudah tiga hari ini paman nggak kesini," jawab Dimas. Raut mukanya pun sedih dan kepalanya tertunduk lesu. Sepertinya Dimas sudah merasa rindu kepada Rusli dan ingin segera bertemu dengan Rusli. Sikap Mita yang tidak cuek lagi itu pun membuat Dimas mau

  • Cinta yang hilang   Kesepian

    "Siang," sapa Mita kepada Dimas yang sedang melamun. Mita melambaikan tangannya tepat di hadapan Dimas yang pandangannya sangat kosong. Mita pun memberikan sedikit senyuman manis kepada Dimas. "Eh, siang, mau ambil lukisan ya?" ucap Dimas kaget. Ia pun terbangun dari lamunan panjangnya. Dimas pun sedikit kaget dengan Mita yang tak biasanya memberikan senyum tepat di depannya. "Iya," jawab Mita singkat. Dimas pun segera mengambil lukisan milik Mita yang sudah dibungkus dengan bingkisan yang menarik. Ide membungkus lukisan pesanan ini merupakan ide dari Rusli agar pelayanan Dimas terlihat lebih menarik. "Paman pelukis yang kemarin mana ya?" tanya Mita kepada Dimas. Dimas kali ini benar-benar heran kepada Mita. Tumben sekali Mita mau berbasa-basi menanyakan hal yang berada diluar tujuan utamanya, yaitu mengambil lukisan. "Eh, sudah dua hari paman Rusli tidak kesini," jawab Dimas. Sebenarnya sedari tadi Dimas melamunkan Rusli yang tak kunjung datang. Bias

  • Cinta yang hilang   Kemampuan Melukis Rusli

    "Aku tidak menyangka, paman bisa melukis," ucap Dimas kepada pamannya. Kini Rusli sedang melukis di rukonya, tempat Dimas biasa melukis. Rusli sebenarnya sudah tidak ingin melukis lagi, tapi kini dirinya harus menuruti permintaan Dimas yang memaksanya untuk melukis. "Ah, paman ya cuman bisa melukis, nggak jago," begitulah jawab Rusli merendah. Dimas pun hanya tersenyum karena memang Rusli bukanlah pelukis biasa. Bahkan lukisan yang Rusli buat saat ini pun benar-benar indah di mata Dimas. Sebuah lukisan yang menggambarkan suasana luar angkasa yang begitu menakjubkan dengan beebagai bintang yang tersebar di sana. "Oh iya, kemarin gadis itu tidak jadi datang ya?, Kapan dia mau kesini?" lagi lagi Rusli menanyakan tentang Mita kepada Dimas. Semenjak ketidakdatangan Mita di acara pameran itu, Rusli selalu menanyakan kapan Mita akan ke rukonya. Rusli seperti tak sabar ingin melihat bagaimana sosok gadis yang berani membayar mahal lukisan Dimas itu. "Eh, gak tau juga

  • Cinta yang hilang   Pameran

    "ini adalah karya paling berkesan bagi saya, lukisan wajah seseorang yang sangat saya cintai," terang Dimas kepada orang-orang yang melihat lukisannya. Kini Dimas dengan gagah memamerkan semua lukisannya. Tangannya menunjuk lukisan wajah Refita itu sebagai lukisan yang paling berkesan baginya. "Yang ini bagus ya kak," ucap salah seorang anak muda. Ia sepertinya sangat menyukai sebuah seni, khususnya seni rupa. Pengamatannya begitu detail, matanya berkeliaran menyusuri setiap aksen yang ada pada ruangan tersebut, hingga ia menemukan satu lukisan yang sangat hidup baginya. Lukisan tentang sebuah kelas yang diisi oleh banyak siswa yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Itu adalah lukisan Dimas yang menggambarkan suasana kelasnya dulu. "Iya kak, itu adalah suasana kelas saya dulu, ketika saya masih SMA," begitu terang Dimas. Ia memang benar-benar melukisnya dengan nyata. Setiap wajah yang tergambar memiliki detail yang sangat bagus, dari lekuk tubuh, rambut hin

  • Cinta yang hilang   Harga yang Terlalu Mahal

    "Pagi Dim," sapa Rusli yang baru saja datang ke ruko tersebut. Tangannya menenteng sebuah kresek berisi nasi kotak. Seperti biasa Rusli selalu datang ke ruko itu setiap pagi dengan membawakan sarapan untuk Dimas. "Pagi paman," jawab Dimas tersenyum kepada Rusli. Dirinya tengah sibuk mengerjakan lukisan pesanan Mita yang akan diambil hari ini juga. Ternyata tidaklah mudah jika harus menggunakan background pantai yang sebelumnya memang tidak pernah dilakukan Dimas. "Ada pesanan?" tanya Rusli kepada Dimas sembari tangannya meletakkan nasi kotak tersebut ke meja yang berada di tepi ruangan ruko. "Iya paman," jawab Dimas singkat karena ia begitu fokus dengan lukisannya. Dia masih mengerjakan detail-detail lukisannya seperti batu karang ataupun manusia yang sedang bermain selancar. Apalagi dia juga harus dikejar waktu. "Eh, kamu nggak mau ikut pameran lukisan di graha?" lagi kata Rusli sembari ia menyodorkan sebuah selebaran kepada Dimas. "Apa

  • Cinta yang hilang   Gadis Cantik yang Menyebalkan

    "Halo, ini dengan Kakak Dimas?" sebuah suara yang keluar dari telepon Dimas setelah Dimas menjawab panggilan dari nomor tidak dikenal tersebut. Dimas yang semula melukis pun menghentikan kegiatan melukisnya dan meladeni telepon itu. "Iya, saya Dimas, ini dengan siapa ya?" Balas Dimas sopan dengan nada suara yang merendah. Bisa jadi itu adalah orang yang akan memesan jasa lukisannya. "Kakak dimana? Sudah tidak melukis lagi ya?" ucap orang dalam telepon itu yang sepertinya seorang gadis muda jika didengar dari suaranya. Gadis tersebut pun langsung menanyakan keberadaan Dimas tanpa sedikit basa basi. Bahkan pertanyaan tentang siapa dirinya tidak dihiraukannya. "Oh iya kak, saya sekarang masih tetap melukis kok, hanya saja sudah tidak di jalanan lagi, kalau kakak mau kesini, nanti saya kirim i alamat baru saya ya kak?" Begitulah ucap Dimas halus dengan menjelaskan kejadian sebenarnya. Dia pun tidak memikirkan siapa gadis dibalik suara itu. Nanti jika bertemu Dima

  • Cinta yang hilang   Ruko Baru

    "Selamat pagi paman," ucap Dimas yang baru saja datang di ruko milik Rusli tersebut. Dimas membawa ransel besar yang ia tanggalkan di punggungnya dan dua kardus besar yang berisi gulungan lukisan-lukisannya. Waktu itu Rusli sedang duduk di dalam ruko yang terlihat sangat kotor karena lama tidak dipakai. "Pagi Dimas, masuk sini Dim, tapi barang-barangmu kamu taruh diluar saja, rukonya belum dibersihkan soalnya," kata Rusli menjawab salam dari Dimas. Rusli pun menyuruh Dimas untuk menaruh barang-barangnya diluar ruko saja agar tidak terkena debu saat nanti rukonya dibersihkan. "Baik paman, rukonya biar saya saja yang membersihkannya paman," ucap Dimas setelah menaruh barang-barangnya dan langsung merebut sapu yang sedari tadi dipegang oleh Rusli. "Jangan seperti itu Dimas, kali ini kita membersihkannya bersama-sama, biar cepat selesai dan kamu cepat bekerja," begitulah ucap Rusli yang kini terlihat lebih bijak daripada Dimas. Kata-katanya sangat masuk akal mesk

  • Cinta yang hilang   Harapan Baru

    "Kamu sedang apa Dimas?" ucap Rusli yang menemui Dimas sedang duduk di bangku panjang di taman kota Bandung. Rusli menepuk pundak Dimas dari belakang dan Dimas pun menoleh ke arah belakang. "Eh paman, silahkan duduk paman," bukannya menjawab pertanyaan Ruslan, Dimas malah mempersilahkan Rusli untuk duduk disampingnya yakni di bangku panjang berwarna putih itu. "Kamu nggak kerja Dim?" tanya Ruslan yang heran melihat Dimas saat ini. Tak biasanya Dimas seperti ini, Dimas yang rajin bekerja kini malah hanya duduk diam di taman tanpa melakukan suatu pekerjaan apapun. Dimas tak membawa alat lukis apapun baik itu cat air, kuas maupun kanvas. "Nggak paman, saya mau cari tempat mangkal baru paman," ucap Dimas kepada Ruslan yang kini sudah duduk di sampingnya. Pandangan Dimas pun kosong seperti masih bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Dimas sebenarnya ingin menyewa lapak saja agar tidak usah khawatir jika sewaktu-waktu ada razia. Tapi dirinya tidak punya cukup ua

  • Cinta yang hilang   Jatuh Tempo

    "Halo nak, apa kabar nak?" tanya Sonya, ibu Dimas di telepon. Kini Dimas sedang di kamar kosnya dan sudah dua hari Dimas masih belum mendapatkan tempat untuk ia kembali bekerja sebagai pelukis lagi. Uang yang Dimas miliki pin semakin menipis dan harus segera mendapatkan pesanan lukisan ke dirinya lagi. "Iya Bu, Dimas baik Bu," jawab Dimas berusaha memberikan kabar yang menenangkan ibunya. Dimas tidak ingin membuat ibunya khawatir akan keadaannya yang sebenarnya tidak baik-baik saja. Ini merupakan telepon keduanya setelah Dimas memtuskan hidup di Bandung. Sudah hampir dua bulan Dimas ada di Bandung dan ia pun berhasil bertahan hidup dengan gaya yang sederhana. "Gimana pekerjaanmu? Banyak yang pesan?" lagi, tanya Sonya. Ia ingin memastikan bahwa anak satu-satunya dalam keadaan yang baik-baik saja. Kini Sonya pun juga masih bekerja keras di rumah dan menyisihkan penghasilannya untuk ditabung. "Lancar Bu, meskipun yang pesan nggak terlalu banyak, tapi uangnya sud

DMCA.com Protection Status