Home / Romansa / Cinta yang hilang / Kemampuan Melukis Rusli

Share

Kemampuan Melukis Rusli

Author: Andika
last update Last Updated: 2021-09-28 09:38:28

"Aku tidak menyangka, paman bisa melukis," ucap Dimas kepada pamannya. Kini Rusli sedang melukis di rukonya, tempat Dimas biasa melukis. Rusli sebenarnya sudah tidak ingin melukis lagi, tapi kini dirinya harus menuruti permintaan Dimas yang memaksanya untuk melukis.

"Ah, paman ya cuman bisa melukis, nggak jago," begitulah jawab Rusli merendah. Dimas pun hanya tersenyum karena memang Rusli bukanlah pelukis biasa. Bahkan lukisan yang Rusli buat saat ini pun benar-benar indah di mata Dimas. Sebuah lukisan yang menggambarkan suasana luar angkasa yang begitu menakjubkan dengan beebagai bintang yang tersebar di sana.

"Oh iya, kemarin gadis itu tidak jadi datang ya?, Kapan dia mau kesini?" lagi lagi Rusli menanyakan tentang Mita kepada Dimas. Semenjak ketidakdatangan Mita di acara pameran itu, Rusli selalu menanyakan kapan Mita akan ke rukonya. Rusli seperti tak sabar ingin melihat bagaimana sosok gadis yang berani membayar mahal lukisan Dimas itu.

"Eh, gak tau juga paman, aku juga tidak pernah menghubunginya, dia itu aneh paman," jawab Dimas jujur. Mukanya terlihat bete dengan pertanyaan pamannya itu. Pasalnya Dimas sendiri merasa bahwa Mita adalah gadis yang aneh. Jadi dia juga cukup malas jika disuruh membahas tentang Mita.

"Iya sih, gadis itu aneh, tapi dia baik loh," ucap Rusli bijak. Sepertinya Rusli memang orang yang sangat berpikir positif. Ia selalu menilai orang dari sifat baiknya. Bagi Rusli, seburuk-buruknya manusia, pasti masih ada sisi positifnya.

"Coba hubungi lagi, ajak kesini, hitung-hitung sebagai ucapan terimakasih Dim," lanjut Rusli yang lagi-lagi menyuruh Dimas. Dimas sebenarnya sudah sangat malas menghubungi Mita. Mita sangatlah tidak adik baik di obrolan telepon maupun secara langsung. Tidak ada menariknya sama sekali.

"Pagi," jawab Mita yang tiba-tiba datang ke ruko tersebut. Entah ada angin apa, Mita tiba-tiba saja sudah berada disini. Dimas pun nampak kaget dengan kedatangan Mita yang tiba-tiba. Entah mengapa kini jantungnya berdebar begitu kencang dan tubuhnya kaku terdiam.

"Pagi," jawab Rusli membalas salam dari Mita. Dimas pun tak memberi jawaban apapun, ia bahkan langsung menundukkan kepalanya dan pergi ke kamar mandi. Entah apa yang terjadi pada Dimas, dia benar-benar merasakan hal yang aneh.

"Kamu?" tanya Rusli yang seakan tahu siapa gadis yang baru dilihatnya itu. Gadis itu mirip sekali dengan lukisan yang pernah dilukis oleh Dimas dan dialah yang pernah membayar lukisan Dimas dengan sangat mahal. Rusli mencoba mengingat-ingat nama gadis itu, namun tidak kunjung muncul dalam ingatannya.

"Mita om," jawab Mita kepada Rusli yang mengernyitkan dahinya mencoba mengingat nama Mita.

"Nah, Mita, kamu duduk sini Mita," ucap Rusli sedikit berteriak. Rusli pun akhirnya lega karena ia berhasil mengingat nama Mita. Ya, meskipun sebenarnya Mita sendiri yang memberitahunya.

"Saya mau dilukis om, Dimasnya tadi kemana ya om?" ucap Mita yang masih seperti biasa, langsung tanpa berbasa-basi.

"Eh, Dimas kayaknya lagi ke kamar mandi itu, gimana kalo kamu paman lukis?" ucap Rusli mencoba memberikan penawaran kepada Mita. Sepertinya Rusli yang tadi terpaksa untuk melukis kini sudah mulai menemukan kenyamanan lagi dalam melukis.

"Iya om," jawab Mita enteng seperti tidak ada beban sama sekali. Sepertinya memang Mita hanya ingin dilukis saja, tidak peduli siapa yang akan melukisnya. Mita pun kini juga berdandan dengan sangatlah serius. Semua dandannya dikonsep secara rapi dan memiliki tema yang serupa, yaitu tema klasik. Dia mengenakan kemeja hitam kotak kotak, dengan celana kulot yang memiliki tali yang ia ikatkan di pundaknya.

"Jangan panggil saya om, panggil saya paman saja," ucap Rusli yang sepertinya memang tidak mau dipanggil om. Mungkin panggilan itu membuatnya terasa tua,  sehingga dia pun lebih nyaman jika dipanggil paman.

"Iya paman," jawab Mita singkat. Dia benar-benar tanpa ekspresi. Wajah datarnya itu benar-benar aneh. Tapi Rusli sendiri tidak terlalu mempedulikannya.

"Mau dilukis seperti apa?" tanya Rusli kepada Mita. Rusli sebenarnya sudah tau jika Mita lebih suka dilukis satu tubuh dan dia akan bergaya layaknya model-model majalah. Itu semua diketahui Rusli karena Dimas yang kerap menceritakan tentang Mita yang aneh ini.

"Satu tubuh paman, saya berdiri disini ya paman?" begitulah jawab Mita. Kini Mita pun langsung berdiri di salah satu sisi ruangan mengambil posisi berdiri dan bergaya dengan tas hitam kecilnya bagaikan seorang model kelas dunia.

"Oke," jawab Rusli singkat mengiyakan Mita. Rusli juga sudah tahu jika Mita akan meminta dilukis di Kanvas ukuran A2, jadi ia tidak menanyakannya. Rusli pun langsung melukis Mita yang sudah diam terpaku dengan gaya modelnya itu. Tidak seperti Dimas, ia pun langsung melukis tanpa menggunakan sketsa, sepertinya memang Rusli memiliki kemampuan yang berada di atas Dimas.

"Paman?" Dimas yang baru saja keluar dari kamar mandi pun langsung kaget melihat Rusli yang sedang melukis Mita itu. Dimas tak menyangka jika Rusli mau melukis Mita. Tadi saja Rusli enggan untuk melukis, bahkan sampai Dimas memaksanya. Namun kini, Rusli malah melukis Mita yang aneh itu.

"Paman benar mau melukis Mita?" lanjut tanya Dimas. Kini Dimas duduk di samping Rusli melihat cara melukis Rusli yang benar-benar menakjubkan. Tanpa sketsa apapun Rusli langsung menuangkan warna pada kanvas tersebut. Rusli benar-benar luar biasa.

"Iya Dim, untuk ini biar paman saja yang tangani, kamu istirahat saja," begitulah jawab Rusli. Sepertinya memang Rusli menemukan kembali keasikan dalam melukisnya. Sudah cukup lama Rusli tidak melukis di Kanvas seperti ini. Rusli biasanya hanya menggambar di kertas ketika ingin menggambar.

"Ya udah paman, paman saja yang melukis, aku sendiri kalo suruh melanjutkannya juga nggak akan bisa, nggak ada sketsanya," ucap Dimas dengan sedikit meringis tertawa. Kini Dimas hanya duduk terdiam di samping Rusli yang tengah melukis. Dimas pun sekarang dapat menikmati dua pemandangan yang sangatlah indah. Kemampuan melukis Rusli dan kemampuan berpose Mita yang keduanya sangatlah menakjubkan.

"Ah, akhirnya sudah jadi," begitulah ucap Rusli setelah empat jam dia berjibaku dengan kuas dan cat airnya. Rusli benar-benar cepat dalam menyelesaikan lukisan itu. Lukisan yang biasanya diselesaikan Dimas dalam waktu paling cepat satu hari, dapat diselesaikan oleh Rusli hanya dalam waktu empat jam.

"Paman, backgroundnya jangan tembok polos begini ya," ucap Mita mengingatkan Rusli. Mita mengira bahwa Rusli masih menyelesaikan bingkainya saja.

"Sudah kok, ini lihat hasilnya." Rusli membalik kanvasnya, memberitahukan hasil lukisannya kepada Mita.

"Wow, bagus paman," ucap Mita yang terlihat takjub dengan lukisan Rusli. Sebuah lukisan yang diselesaikan dengan cepat namun hasilnya sangatlah indah. Background yang digambarkan Rusli pun juga sangatlah cocok dengan pakaian Mita. Rusli memilih background putih dengan beberapa aksen tambahan seperti rak bunga, foto-foto yang tertempel di tembok, hingga sofa berwarna putih. Background dengan dominasi warna putih ini sangatlah cocok dengan pakaian Mita yang didominasi oleh warna gelap. Sehingga kesan klasik dalam lukisan ini begitu nyata terlihat.

Dimas pun baru kali ini melihat Mita dengan ekspresi yang berbeda, tidak datar seperti biasanya. Mita terlihat begitu bahagia oleh hasil lukisan yang sangat menakjubkan itu.

"Ya sudah ya paman, besok lukisannya saya ambil, soalnya saya belum bawa uang paman," begitulah ucap Mita dan dia langsung pergi meninggalkan Ruko itu.

Related chapters

  • Cinta yang hilang   Kesepian

    "Siang," sapa Mita kepada Dimas yang sedang melamun. Mita melambaikan tangannya tepat di hadapan Dimas yang pandangannya sangat kosong. Mita pun memberikan sedikit senyuman manis kepada Dimas. "Eh, siang, mau ambil lukisan ya?" ucap Dimas kaget. Ia pun terbangun dari lamunan panjangnya. Dimas pun sedikit kaget dengan Mita yang tak biasanya memberikan senyum tepat di depannya. "Iya," jawab Mita singkat. Dimas pun segera mengambil lukisan milik Mita yang sudah dibungkus dengan bingkisan yang menarik. Ide membungkus lukisan pesanan ini merupakan ide dari Rusli agar pelayanan Dimas terlihat lebih menarik. "Paman pelukis yang kemarin mana ya?" tanya Mita kepada Dimas. Dimas kali ini benar-benar heran kepada Mita. Tumben sekali Mita mau berbasa-basi menanyakan hal yang berada diluar tujuan utamanya, yaitu mengambil lukisan. "Eh, sudah dua hari paman Rusli tidak kesini," jawab Dimas. Sebenarnya sedari tadi Dimas melamunkan Rusli yang tak kunjung datang. Bias

    Last Updated : 2021-09-29
  • Cinta yang hilang   Obrolan dengan Mita

    "Pagi kak," ucap Mita kepada Dimas saat baru datang di ruko Dimas. Mita melambaikan tangannya tanda sapaannya kepada Dimas dengan wajah tersenyum ramah. Kini Mita sudah bukanlah gadis cuek dengan muka datar yang selama ini Dimas kenal. Mita sudah menjadi gadis ceria dengan muka yang ekspresif. Entah apa yang sudah terjadi dengan Mita, tapi Dimas tetap mencoba bersikap biasa saja. "Pagi Mita, sini, duduk," Dimas pun menjawab salam Mita dengan ramah. Ia memberikan sebuah kursi supaya Mita dapat duduk disitu. "Paman yang kemarin belum kesini?" tanya Mita. Ia kembali menanyakan Rusli yang memang sampai sekarang belum juga datang. Kini Mita pun jauh lebih asik untuk mengobrol dengan sedikit berbasa-basi. "Belum Mit, sudah tiga hari ini paman nggak kesini," jawab Dimas. Raut mukanya pun sedih dan kepalanya tertunduk lesu. Sepertinya Dimas sudah merasa rindu kepada Rusli dan ingin segera bertemu dengan Rusli. Sikap Mita yang tidak cuek lagi itu pun membuat Dimas mau

    Last Updated : 2021-09-30
  • Cinta yang hilang   Jatuh Cinta

    Dimas benar-benar bingung terhadap keadaan di SMA barunya sekarang. Lantaran ia dimasukkan ke jurusan bahasa, padahal dia memilih jurusan MIPA saat pendaftaran SMA kemarin. Nilai matematikanya juga jauh lebih tinggi dari nilai bahasa Indonesianya. Dia kini harus mengurusi surat pindah jurusannya kepada pihak kesiswaan agar dirinya bisa masuk ke jurusan yang diinginkannya."Pagi pak," salam Dimas, pria tinggi berkulit putih dengan rambut sedikit ikal itu. Dia masuk ke ruang kesiswaan dimana sudah ada seorang guru berjenggot lebat dengan kulit tubuh sedikit legam duduk di ruangan tersebut."Iya, pagi, silahkan duduk," Pak Drajat yang merupakan guru di bagian kesiswaan itu mempersilahkan Dimas untuk duduk."Ada yang bisa saya bantu nak?" tanya dia sopan dengan senyum manis yang sebenarnya gak cocok dengan muka seramnya itu."Maaf pak, saya ingin mengajukan surat perpindahan jurusan pak, karena saya sejak awal tidak menginginkan untuk masuk ke j

    Last Updated : 2021-09-05
  • Cinta yang hilang   Refita I Ismiliasari

    "Hai Dimas Ristian Putra, aku Refita I Ismiliasari, teman kelasmu yang tadi kamu kasih nomer wa ini," sebuah pesan WhatsApp dari nomer yang tidak dikenali oleh Dimas. Dimas tahu bahwa yang memberikan pesan chat itu adalah wanita cantik pujaannya itu. Akhirnya sekarang dia tahu bahwa namanya Refita I Ismiliasari. Tapi kok aneh ya namanya?"Hai juga, kok namamu Refita I Ismiliasari, I nya itu apa ya?" balas Dimas dalam chat nya dengan lanjut menanyakan keanehan nama I dalam nama lengkap Refita."Iya namaku seperti itu, di kartu keluarga dan di akta kelahiranku juga I namanya," jawab Refita yang menjelaskan memang namanya seperti itu, aneh tapi memang begitu."Oh iya, kamu mau ngomong penting apa?" lanjutnya menanyakan perihal omongan Dimas saat di kelas tadi."Oh yang tadi itu ya, aduh maaf aku lupa mau ngomong apa," Jawab Dimas mencoba mengeles. Dia sebenarnya bukan lupa dengan apa yang mau diomongin, tapi memang gak ada yang mau diomongin. Dimas cuma ingi

    Last Updated : 2021-09-05
  • Cinta yang hilang   Ketua Kelas dan Sekretaris

    "Pagi ref," Dimas menyapa Refita yang sudah datang ke sekolah lebih awal dan telah duduk di bangkunya. Dimas pun menurunkan tas nya dan duduk di bangkunya yang berada di depan bangku Refita."Pagi," jawabnya singkat dengan senyuman dekiknya nan manis itu. Tidak seperti di chat WhatsApp kemarin. Kini Dimas dan Refita sama-sama diam, sepi tak ada obrolan. Mereka lebih memilih membuka bukunya masing-masing dan menunggu jam pelajaran dimulai."Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Sandra, guru mata pelajaran kimia yang sekaligus menjadi walikelas X MIPA 7. Tampilannya kini hampir sama seperti kemarin namun roknya berwarna sedikit kecoklatan dengan baju batik dengan corak simple dan designnya yang kekinian."Pagi hari ini kita akan menentukan siapa ketua, sekretaris dan bendahara di kelas ini," jelas Bu Sandra. Seisi kelas langsung terdiam, mereka saling tatap satu dengan yang lain. Seperti mencari siapa yang akan dijadikan korban untuk memimpin kelas X MIPA 7 ini.

    Last Updated : 2021-09-05
  • Cinta yang hilang   Lukisan wajahmu nan manis

    "Hai Refita," Dimas mencoba menghubungi Refita melalui pesan di WhatsApp. Sudah dua Minggu ini mereka tidak saling chating. Ya, itu semua karena Dimas yang seenaknya menunjuk Refita menjadi sekretarisnya. Rencana ngerjain tugas bareng pun juga gagal karena Refita yang selalu bergegas pulang ketika jam pelajaran berakhir. Hubungan mereka mulai renggang, namun di kelas mereka masih tetap menjalankan tugasnya sebagai ketua dan sekretaris dengan baik.Refita tak kunjung membalas, membacanya pun tidak. Sepertinya Dimas harus ngobrolin hal serius agar Refita mau menanggapi. Tapi sepertinya Dimas kehabisan ide. Ia pun lebih memilih meletakkan HP nya dan memulai untuk melukis di canvas yang sudah ia persiapkan di kamarnya."Hai pak ketua, kamu jadi bikin lukisan untuk pameran kelas?" sebuah pesan WhatsApp yang sedikit mengagetkan Dimas. Ia mengira bahwa Refita membalas pesannya. Eh, ternyata pesan itu dari Roni, teman satu kelasnya yang akhir-akhir ini sering main ke rumah Dim

    Last Updated : 2021-09-06
  • Cinta yang hilang   Pameran Seni

    "Bagaimana teman-teman, sudah bawa karyanya masing-masing kan?" tanya Dimas yang sekarang sedang di depan kelas dengan lagaknya sebagai ketua kelas. Semua murid X MIPA 7 sudah mempersiapkan karya terbaiknya untuk dipamerkan termasuk Dimas. Dirinya membawa sebuah lukisan yang masih ditutup oleh kain putih sehingga tidak ada yang tahu apa yang ditulisnya. "Sudah Dim, eh kamu ngelukis apa itu dim?" tanya Roni yang sudah sangat penasaran dengan lukisan Dimas. Pasalnya ia yang sering ke rumah Dimas saja tidak pernah diberitahu perihal lukisan tersebut. Lukisan itu selalu disembunyikan Dimas ketika Roni datang ke rumahnya. Dan kali ini pun juga masih di rahasiakan, padahal pameran sudah sebantar lagi. "Oke, sekarang kita punya waktu satu jam untuk mendesain ruang kelas kita agar menarik sebagai ajang pameran seni nantinya," ucap Dimas sambil membawa kain batik yang besar. Ia ingin menutupi sekeliling dinding kelasnya dengan kain batik yang didominasi dengan warna hitam dan

    Last Updated : 2021-09-06
  • Cinta yang hilang   Kado terindah

    "Ref, nanti sepulang sekolah, jangan langsung pulang dulu ya, ada yang mau aku berikan kepadamu," ucap Dimas kepada Refita saat pelajaran terakhir akan dimulai. Kini hubungan mereka sudah membaik kembali. Refita pun juga sudah membalas pesan dari Dimas tempo hari. Mereka sudah cukup akrab dan sering bersama di sekolah sebagai ketua dan sekretaris."Iya," Refita mengiyakan perkataan Dimas. Pastinya dilengkapi dengan senyum manisnya itu.Pelajaran terakhir pun dimulai dengan Pak Abed sebagai guru matematika yang sangatlah jenaka dalam mengajar. Ia sangat sukai oleh murid-murid di kelas termasuk Dimas yang cukup menyukai pelajaran matematika."Baik anak-anak, pelajaran hari ini selesai," begitu ucap Pak Ubed saat jam menunjukkan hampir jam 1 siang. Ucapan itu juga menjadi ucapan yang ditunggu-tunggu oleh Dimas. Lantaran Dimas ingin memberikan sebuah kado terindah untuk Refita, wanita yang saat ini cukup dekat dengannya.Seperti biasa, pelajaran diakhiri deng

    Last Updated : 2021-09-07

Latest chapter

  • Cinta yang hilang   Obrolan dengan Mita

    "Pagi kak," ucap Mita kepada Dimas saat baru datang di ruko Dimas. Mita melambaikan tangannya tanda sapaannya kepada Dimas dengan wajah tersenyum ramah. Kini Mita sudah bukanlah gadis cuek dengan muka datar yang selama ini Dimas kenal. Mita sudah menjadi gadis ceria dengan muka yang ekspresif. Entah apa yang sudah terjadi dengan Mita, tapi Dimas tetap mencoba bersikap biasa saja. "Pagi Mita, sini, duduk," Dimas pun menjawab salam Mita dengan ramah. Ia memberikan sebuah kursi supaya Mita dapat duduk disitu. "Paman yang kemarin belum kesini?" tanya Mita. Ia kembali menanyakan Rusli yang memang sampai sekarang belum juga datang. Kini Mita pun jauh lebih asik untuk mengobrol dengan sedikit berbasa-basi. "Belum Mit, sudah tiga hari ini paman nggak kesini," jawab Dimas. Raut mukanya pun sedih dan kepalanya tertunduk lesu. Sepertinya Dimas sudah merasa rindu kepada Rusli dan ingin segera bertemu dengan Rusli. Sikap Mita yang tidak cuek lagi itu pun membuat Dimas mau

  • Cinta yang hilang   Kesepian

    "Siang," sapa Mita kepada Dimas yang sedang melamun. Mita melambaikan tangannya tepat di hadapan Dimas yang pandangannya sangat kosong. Mita pun memberikan sedikit senyuman manis kepada Dimas. "Eh, siang, mau ambil lukisan ya?" ucap Dimas kaget. Ia pun terbangun dari lamunan panjangnya. Dimas pun sedikit kaget dengan Mita yang tak biasanya memberikan senyum tepat di depannya. "Iya," jawab Mita singkat. Dimas pun segera mengambil lukisan milik Mita yang sudah dibungkus dengan bingkisan yang menarik. Ide membungkus lukisan pesanan ini merupakan ide dari Rusli agar pelayanan Dimas terlihat lebih menarik. "Paman pelukis yang kemarin mana ya?" tanya Mita kepada Dimas. Dimas kali ini benar-benar heran kepada Mita. Tumben sekali Mita mau berbasa-basi menanyakan hal yang berada diluar tujuan utamanya, yaitu mengambil lukisan. "Eh, sudah dua hari paman Rusli tidak kesini," jawab Dimas. Sebenarnya sedari tadi Dimas melamunkan Rusli yang tak kunjung datang. Bias

  • Cinta yang hilang   Kemampuan Melukis Rusli

    "Aku tidak menyangka, paman bisa melukis," ucap Dimas kepada pamannya. Kini Rusli sedang melukis di rukonya, tempat Dimas biasa melukis. Rusli sebenarnya sudah tidak ingin melukis lagi, tapi kini dirinya harus menuruti permintaan Dimas yang memaksanya untuk melukis. "Ah, paman ya cuman bisa melukis, nggak jago," begitulah jawab Rusli merendah. Dimas pun hanya tersenyum karena memang Rusli bukanlah pelukis biasa. Bahkan lukisan yang Rusli buat saat ini pun benar-benar indah di mata Dimas. Sebuah lukisan yang menggambarkan suasana luar angkasa yang begitu menakjubkan dengan beebagai bintang yang tersebar di sana. "Oh iya, kemarin gadis itu tidak jadi datang ya?, Kapan dia mau kesini?" lagi lagi Rusli menanyakan tentang Mita kepada Dimas. Semenjak ketidakdatangan Mita di acara pameran itu, Rusli selalu menanyakan kapan Mita akan ke rukonya. Rusli seperti tak sabar ingin melihat bagaimana sosok gadis yang berani membayar mahal lukisan Dimas itu. "Eh, gak tau juga

  • Cinta yang hilang   Pameran

    "ini adalah karya paling berkesan bagi saya, lukisan wajah seseorang yang sangat saya cintai," terang Dimas kepada orang-orang yang melihat lukisannya. Kini Dimas dengan gagah memamerkan semua lukisannya. Tangannya menunjuk lukisan wajah Refita itu sebagai lukisan yang paling berkesan baginya. "Yang ini bagus ya kak," ucap salah seorang anak muda. Ia sepertinya sangat menyukai sebuah seni, khususnya seni rupa. Pengamatannya begitu detail, matanya berkeliaran menyusuri setiap aksen yang ada pada ruangan tersebut, hingga ia menemukan satu lukisan yang sangat hidup baginya. Lukisan tentang sebuah kelas yang diisi oleh banyak siswa yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Itu adalah lukisan Dimas yang menggambarkan suasana kelasnya dulu. "Iya kak, itu adalah suasana kelas saya dulu, ketika saya masih SMA," begitu terang Dimas. Ia memang benar-benar melukisnya dengan nyata. Setiap wajah yang tergambar memiliki detail yang sangat bagus, dari lekuk tubuh, rambut hin

  • Cinta yang hilang   Harga yang Terlalu Mahal

    "Pagi Dim," sapa Rusli yang baru saja datang ke ruko tersebut. Tangannya menenteng sebuah kresek berisi nasi kotak. Seperti biasa Rusli selalu datang ke ruko itu setiap pagi dengan membawakan sarapan untuk Dimas. "Pagi paman," jawab Dimas tersenyum kepada Rusli. Dirinya tengah sibuk mengerjakan lukisan pesanan Mita yang akan diambil hari ini juga. Ternyata tidaklah mudah jika harus menggunakan background pantai yang sebelumnya memang tidak pernah dilakukan Dimas. "Ada pesanan?" tanya Rusli kepada Dimas sembari tangannya meletakkan nasi kotak tersebut ke meja yang berada di tepi ruangan ruko. "Iya paman," jawab Dimas singkat karena ia begitu fokus dengan lukisannya. Dia masih mengerjakan detail-detail lukisannya seperti batu karang ataupun manusia yang sedang bermain selancar. Apalagi dia juga harus dikejar waktu. "Eh, kamu nggak mau ikut pameran lukisan di graha?" lagi kata Rusli sembari ia menyodorkan sebuah selebaran kepada Dimas. "Apa

  • Cinta yang hilang   Gadis Cantik yang Menyebalkan

    "Halo, ini dengan Kakak Dimas?" sebuah suara yang keluar dari telepon Dimas setelah Dimas menjawab panggilan dari nomor tidak dikenal tersebut. Dimas yang semula melukis pun menghentikan kegiatan melukisnya dan meladeni telepon itu. "Iya, saya Dimas, ini dengan siapa ya?" Balas Dimas sopan dengan nada suara yang merendah. Bisa jadi itu adalah orang yang akan memesan jasa lukisannya. "Kakak dimana? Sudah tidak melukis lagi ya?" ucap orang dalam telepon itu yang sepertinya seorang gadis muda jika didengar dari suaranya. Gadis tersebut pun langsung menanyakan keberadaan Dimas tanpa sedikit basa basi. Bahkan pertanyaan tentang siapa dirinya tidak dihiraukannya. "Oh iya kak, saya sekarang masih tetap melukis kok, hanya saja sudah tidak di jalanan lagi, kalau kakak mau kesini, nanti saya kirim i alamat baru saya ya kak?" Begitulah ucap Dimas halus dengan menjelaskan kejadian sebenarnya. Dia pun tidak memikirkan siapa gadis dibalik suara itu. Nanti jika bertemu Dima

  • Cinta yang hilang   Ruko Baru

    "Selamat pagi paman," ucap Dimas yang baru saja datang di ruko milik Rusli tersebut. Dimas membawa ransel besar yang ia tanggalkan di punggungnya dan dua kardus besar yang berisi gulungan lukisan-lukisannya. Waktu itu Rusli sedang duduk di dalam ruko yang terlihat sangat kotor karena lama tidak dipakai. "Pagi Dimas, masuk sini Dim, tapi barang-barangmu kamu taruh diluar saja, rukonya belum dibersihkan soalnya," kata Rusli menjawab salam dari Dimas. Rusli pun menyuruh Dimas untuk menaruh barang-barangnya diluar ruko saja agar tidak terkena debu saat nanti rukonya dibersihkan. "Baik paman, rukonya biar saya saja yang membersihkannya paman," ucap Dimas setelah menaruh barang-barangnya dan langsung merebut sapu yang sedari tadi dipegang oleh Rusli. "Jangan seperti itu Dimas, kali ini kita membersihkannya bersama-sama, biar cepat selesai dan kamu cepat bekerja," begitulah ucap Rusli yang kini terlihat lebih bijak daripada Dimas. Kata-katanya sangat masuk akal mesk

  • Cinta yang hilang   Harapan Baru

    "Kamu sedang apa Dimas?" ucap Rusli yang menemui Dimas sedang duduk di bangku panjang di taman kota Bandung. Rusli menepuk pundak Dimas dari belakang dan Dimas pun menoleh ke arah belakang. "Eh paman, silahkan duduk paman," bukannya menjawab pertanyaan Ruslan, Dimas malah mempersilahkan Rusli untuk duduk disampingnya yakni di bangku panjang berwarna putih itu. "Kamu nggak kerja Dim?" tanya Ruslan yang heran melihat Dimas saat ini. Tak biasanya Dimas seperti ini, Dimas yang rajin bekerja kini malah hanya duduk diam di taman tanpa melakukan suatu pekerjaan apapun. Dimas tak membawa alat lukis apapun baik itu cat air, kuas maupun kanvas. "Nggak paman, saya mau cari tempat mangkal baru paman," ucap Dimas kepada Ruslan yang kini sudah duduk di sampingnya. Pandangan Dimas pun kosong seperti masih bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Dimas sebenarnya ingin menyewa lapak saja agar tidak usah khawatir jika sewaktu-waktu ada razia. Tapi dirinya tidak punya cukup ua

  • Cinta yang hilang   Jatuh Tempo

    "Halo nak, apa kabar nak?" tanya Sonya, ibu Dimas di telepon. Kini Dimas sedang di kamar kosnya dan sudah dua hari Dimas masih belum mendapatkan tempat untuk ia kembali bekerja sebagai pelukis lagi. Uang yang Dimas miliki pin semakin menipis dan harus segera mendapatkan pesanan lukisan ke dirinya lagi. "Iya Bu, Dimas baik Bu," jawab Dimas berusaha memberikan kabar yang menenangkan ibunya. Dimas tidak ingin membuat ibunya khawatir akan keadaannya yang sebenarnya tidak baik-baik saja. Ini merupakan telepon keduanya setelah Dimas memtuskan hidup di Bandung. Sudah hampir dua bulan Dimas ada di Bandung dan ia pun berhasil bertahan hidup dengan gaya yang sederhana. "Gimana pekerjaanmu? Banyak yang pesan?" lagi, tanya Sonya. Ia ingin memastikan bahwa anak satu-satunya dalam keadaan yang baik-baik saja. Kini Sonya pun juga masih bekerja keras di rumah dan menyisihkan penghasilannya untuk ditabung. "Lancar Bu, meskipun yang pesan nggak terlalu banyak, tapi uangnya sud

DMCA.com Protection Status