Home / Romansa / Cinta yang hilang / Lukisan wajahmu nan manis

Share

Lukisan wajahmu nan manis

Author: Andika
last update Last Updated: 2021-09-06 09:04:56

"Hai Refita," Dimas mencoba menghubungi Refita melalui pesan di W******p. Sudah dua Minggu ini mereka tidak saling chating. Ya, itu semua karena Dimas yang seenaknya menunjuk Refita menjadi sekretarisnya. Rencana ngerjain tugas bareng pun juga gagal karena Refita yang selalu bergegas pulang ketika jam pelajaran berakhir. Hubungan mereka mulai renggang, namun di kelas mereka masih tetap menjalankan tugasnya sebagai ketua dan sekretaris dengan baik.

Refita tak kunjung membalas, membacanya pun tidak. Sepertinya Dimas harus ngobrolin hal serius agar Refita mau menanggapi. Tapi sepertinya Dimas kehabisan ide. Ia pun lebih memilih meletakkan HP nya dan memulai untuk melukis di canvas yang sudah ia persiapkan di kamarnya.

"Hai pak ketua, kamu jadi bikin lukisan untuk pameran kelas?" sebuah pesan W******p yang sedikit mengagetkan Dimas. Ia mengira bahwa Refita membalas pesannya. Eh, ternyata pesan itu dari Roni, teman satu kelasnya yang akhir-akhir ini sering main ke rumah Dimas.

"Iya Ron, tapi ini masih mau aku kerjakan lukisannya," jawab Dimas membalas pesan W******p dari Roni. Sekolah Dimas memang akan melaksanakan event besar yakni kegiatan pameran. Kegiatan pameran ini akan diikuti semua kelas dari kelas X hingga kelas XII. Setiap kelas boleh memamerkan apa saja dari patung, lukisan, hingga design pakaian sekalipun.

Kebanyakan teman-teman Dimas memilih patung karena mudah dibuat, tinggal menuang adonan cor nya di cetakan, lalu jadilah patung. Namun Dimas lebih memilih lukisan karena ingin memberikan yang terbaik bagi kelasnya. Dimas ingin menyajikan sebuah karya indah yang memiliki makna dan memberikan kesan yang mendalam. Hanya saja, sekarang Dimas sedang buntu mau melukis apa.

"Wah, asik banget nih, aku boleh ke rumahmu nggak, mau lihat gimana kamu ngelukisnya," ujar Roni mencoba memohon untuk diperbolehkan ke rumah Dimas. Setiap Roni mulai W******p, ya pasti ujung-ujungnya minta ijin untuk pergi main ke rumah Dimas.

"Waduhh, sekarang jangan dulu dah Ron, di rumah lagi banyak orang, ibu sama temen-temennya lagi arisan," sanggah Dimas, ia mencoba ngeles supaya Roni nggak ke rumahnya. Pasalnya, Dimas ingin fokus melukis hari ini dan sedang tidak bisa diganggu oleh siapapun. Dimas juga kurang suka jika lukisannya dilihat-lihat saat masih dalam proses pembuatan. Bukan kurang suka sih, tapi malu. Jadi, jika Roni datang ke rumahnya, mungkin Dimas tidak jadi melukis hari itu.

"Walah, nggak papa ws Dim, nanti aku langsung masuk kamarmu saja, mereka kan di ruang tamu dim," paksa Roni dalam W******p. Entah mengapa Roni jadi lengket banget sama Dimas. Roni kayak nggak bisa satu hari saja nggak ke rumahnya Dimas. Satu hari nggak ke rumah Dimas, bagaikan kulitnya di serang kutu dan jamur, gatel.

"Duh, aku mau ngelukis Ron, aku kalo ngelukis gk bisa klo ditemenin, maunya sendiri, biar bisa fokus dan hasilnya nanti maksimal, nanti kalo udah selesai lukisannya aku kabari deh," jawab Dimas yang akhirnya jujur kepada Roni.

"Oalah, iya dah, nggak papa, semangat ngelukisnya ya Dim, aku ini juga lagi mau nyusun stik eskrimku," jawab Roni yang akhirnya melegakan Dimas. Dimas pun menaruh HP nya dengan perasaan lega dan mulai untuk melukis.

Dimas masih bingung dengan apa yang dilukisnya. Tangannya kanannya sudah memegang kuas, dan tangan kirinya sudah memegang cat air. Namun Dimas tak kunjung mendapatkan ide. Ia pun mulai melihat canvas di depannya dan tiba-tiba terbersit lah sebuah ide. Ia membayangkan bagaimana jika canvas ukuran A3 itu dihiasi oleh senyuman wajah Refita yang manis.

Dimas mulai mengingat bagaimana manisnya Refita saat ia pertama kali tersenyum kepadanya. Dimas mulai mengangkat kuasnya dan melukiskannya pada canvas di depannya. Kuasnya nampak menari-nari dengan anggun, setiap coretan di canvasnya terlihat semakin indah dan semakin jelas bentuk yang akan dibuatnya.

Memang melukis itu tidak mudah, Dimas membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan lukisannya. Namun kini, ia telah menyelesaikan sketsa wajah Refita lengkap oleh senyum manisnya dengan dekik pipi yang menjadi ciri khasnya. Dimas butuh istirahat setelah seharian melukis dan akan melanjutkan lukisannya itu esok hari.

Masih banyak aksen yang perlu ditambahkan pada lukisannya sehingga lukisannya akan nampak semakin indah. Namun, Dimas sudah nampak puas dengan kerja kerasnya hari ini. Akhirnya ia berhasil memulai lukisannya dengan ide yang cukup brilian. Mungkin nanti Refita juga akan senang dengan lukisan yang dibuat Dimas dan hubungan mereka pun menjadi baik kembali.

"Ha, semoga nanti Refita bisa senang dengan lukisan yang aku buat," kata Dimas dalam hatinya sembari membaringkan badan ke tempat tidur dengan kedua tangannya menyanggah kepalanya. Dimas begitu senang hari ini, dirinya dibuat senyum-senyum sendiri oleh imajinasi liarnya. Dirinya terus membayangkan bagaimana jika nanti ia berhasil membuat lukisan yang indah, dan Refita melihat itu.

"Ah, lalu bagaimana jika tebakanku salah?" Dimas terbangun dari tempat tidurnya. Dia tiba-tiba panik sendiri seperti takut akan terjadi sesuatu yang buruk padanya. Dimas memikirkan bagaimana kejadian pemilihan sekretaris itu berulang lagi.

Waktu itu, Dimas berpikir bahwa keputusannya menjadikan Refita sebagai ketua kelas akan disambut baik dengan Refita. Eh malah sebaliknya, Refita marah sejadi-jadinya kepada Dimas. Hal itu juga takut terulang kembali pada acara pameran nanti. Dimas takut jika ia memperlihatkan lukisan Refita nan manis itu, ia malah mendapatkan reaksi yang kurang mengenakkan dari Refita.

"Ah, sudahlah, setidaknya lukisan ini bisa aku konsumsi sendiri jika nanti tidak aku pamerkan," Dimas pun akhirnya melupakan pikiran buruknya itu. Dimas berpikir untuk terus melanjutkan lukisannya itu entah nanti jadi dipamerkan atau tidak. Jika tidak jadi ia pamerkan karena takut mendapatkan tanggapan negatif dari Refita, setidaknya lukisan itu bisa ia tempel di dinding kamarnya dan dapat terus ia pandangi sepanjang waktu.

Dimas pun membaringkan tubuhnya kembali dan memejamkan matanya, ia mencoba untuk tidur sejenak mengistirahatkan tubuh dan otaknya itu.

"Kring.. kring.. ," suara bel rumah sontak mengagetkan Dimas yang sedang tertidur. Dia melihat jam di Hp-nya.

"Waduhh, kok tiba-tiba udah jam segini sih," kata Dimas sambil melihat jam di Hp-nya yang menunjukkan jam setengah tujuh malam. Tau sendirilah, jam segitu ibunya baru pulang dari pasar. Dan kini tubuhnya belum mandi, jadi siap-siaplah Dimas untuk mendapatkan amarah dari ibunya.

Dimas langsung ke kamar mandi, mencuci mukanya dan membasahi rambutnya. Dimas berusaha untuk terlihat segar sehingga ibunya mengira bahwa ia sudah mandi. Selanjutnya ia bergegas membukakan pintu setelah mengelap mukanya dengan handuk.

"Malem Bu, maaf lama, barusan ketiduran Bu," sapa Dimas dengan memohon maaf karena lama membukakan pintu.

"Iya gak papa, mandi gih, lihat tanganmu penuh dengan cat," Jawab sonya yang selanjutnya menyuruh Dimas untuk mandi. Dimas pun sedikit merasa aneh. Ibunya kini menjadi sedikit lembut, kata-katanya halus, dan tidak ada tamparan saat ibunya melihat Dimas belum kunjung mandi. Ibunya malah tersenyum, sepertinya sang ibu bangga ketika melihat tangan Dimas dipenuhi dengan cat air. Sonya berpikir bahwa Dimas sedang berjuang keras untuk melukis hari ini. Dimas pun mandi dengan perasaan bahagia. Sekarang, selain terbayang oleh senyum manis Refita yang terlukis di canvasnya, ia juga terbayang oleh senyum bangga ibunya.

Related chapters

  • Cinta yang hilang   Pameran Seni

    "Bagaimana teman-teman, sudah bawa karyanya masing-masing kan?" tanya Dimas yang sekarang sedang di depan kelas dengan lagaknya sebagai ketua kelas. Semua murid X MIPA 7 sudah mempersiapkan karya terbaiknya untuk dipamerkan termasuk Dimas. Dirinya membawa sebuah lukisan yang masih ditutup oleh kain putih sehingga tidak ada yang tahu apa yang ditulisnya. "Sudah Dim, eh kamu ngelukis apa itu dim?" tanya Roni yang sudah sangat penasaran dengan lukisan Dimas. Pasalnya ia yang sering ke rumah Dimas saja tidak pernah diberitahu perihal lukisan tersebut. Lukisan itu selalu disembunyikan Dimas ketika Roni datang ke rumahnya. Dan kali ini pun juga masih di rahasiakan, padahal pameran sudah sebantar lagi. "Oke, sekarang kita punya waktu satu jam untuk mendesain ruang kelas kita agar menarik sebagai ajang pameran seni nantinya," ucap Dimas sambil membawa kain batik yang besar. Ia ingin menutupi sekeliling dinding kelasnya dengan kain batik yang didominasi dengan warna hitam dan

    Last Updated : 2021-09-06
  • Cinta yang hilang   Kado terindah

    "Ref, nanti sepulang sekolah, jangan langsung pulang dulu ya, ada yang mau aku berikan kepadamu," ucap Dimas kepada Refita saat pelajaran terakhir akan dimulai. Kini hubungan mereka sudah membaik kembali. Refita pun juga sudah membalas pesan dari Dimas tempo hari. Mereka sudah cukup akrab dan sering bersama di sekolah sebagai ketua dan sekretaris."Iya," Refita mengiyakan perkataan Dimas. Pastinya dilengkapi dengan senyum manisnya itu.Pelajaran terakhir pun dimulai dengan Pak Abed sebagai guru matematika yang sangatlah jenaka dalam mengajar. Ia sangat sukai oleh murid-murid di kelas termasuk Dimas yang cukup menyukai pelajaran matematika."Baik anak-anak, pelajaran hari ini selesai," begitu ucap Pak Ubed saat jam menunjukkan hampir jam 1 siang. Ucapan itu juga menjadi ucapan yang ditunggu-tunggu oleh Dimas. Lantaran Dimas ingin memberikan sebuah kado terindah untuk Refita, wanita yang saat ini cukup dekat dengannya.Seperti biasa, pelajaran diakhiri deng

    Last Updated : 2021-09-07
  • Cinta yang hilang   Kencan

    "Sudah rapi banget, malem malem gini mau kemana?" tanya Sonya pada Dimas yang dandannya tampak rapi dengan kemeja panjang berwarna biru yang memiliki motif kotak kotak dan celana jeans warna biru lengkap dengan sepatu sneaker yang juga berwarna biru. Dimas nampak tampan sekali dengan rambut klimis yang sedikit diolesi Pomade. "Mau kerja kelompok Bu," jawab Dimas kepada ibunya sambil mengenakan tas punggungnya. Dimas mencoba mengeles kepada ibunya, tak memberitahukan apa yang sebenarnya ingin dilakukan oleh Dimas. "Nggak papa kan Bu kali kerja kelompoknya malem malem begini?" tanya Dimas mencoba meminta ijin kepada Sonya. Sonya yang sedang menonton televisi dan mengistirahatkan tubuhnya di kursi Sofanya waktu itu pun mulai berdiri dan menghampiri Dimas yang sedang berdiri di samping sofa depan tv itu. "Iya boleh kok, tapi kalo bisa pulangnya di bawah jam 10 malam ya, kalo ngerjain tugasnya jangan lama-lama, jangan sambil ghibah, gak selesai-selesai nanti," Son

    Last Updated : 2021-09-08
  • Cinta yang hilang   Surat cinta misterius

    "Hai Ref, ada surat nih," ujar Cherry kepada Refita sambil memberikan sebuah amplop berwarna merah, mirip seperti angpao Imlek. Dimas pun melihat hal itu, dia nampak penasaran dan secara diam-diam menguping pembicaraan Cherry dan Refita. "Dari siapa ini Cher?" tanya Refita yang nampak terkejut dengan surat beramplop merah itu. Dia penasaran siapa yang memberikan amplop itu. Jika Dimas kan pasti akan memberikannya secara langsung, nggak lewat perantara kayak gini. "Dari cowok pokoknya, aku nggak tau siapa dia, tapi dia anak kelas XI pokoknya," jawab Cherry yang juga masih belum mengenali siapa pria yang menitipkan surat padanya. Cherry waktu itu hanya asal terima aja karena yang menitipkan surat itu adalah pria kelas XI, kakak kelasnya. Jadi, tidak mungkin jika Cherry menolak titipan kakak kelasnya itu. "Lah, kamu kok terima terima aja sih?" tanya Refita yang sedikit sebel sama tindakan Cherry yang nggak mau menolak titipan itu. "Udah, buka aja, siapa

    Last Updated : 2021-09-09
  • Cinta yang hilang   Tidak seperti yang kau pikirkan

    "Tumben kamu tadi ke kantin?" chat Dimas kepada Refita yang menanyakan keheranannya terhadap tingkah Refita tadi. Sebenarnya Dimas sudah tahu apa yang Refita lakukan sebenarnya. Namun, sepertinya Dimas hanya ingin mengetahui kejujuran Refita."Eh iya, aku tadi lupa bawa bekal," jawab Refita membalas pesan Dimas. Memang benar tadi Refita tadi lupa membawa bekal. Tapi Refita biasanya juga gak akan ke kantin meskipun nggak bawa bekal."Bukannya kamu juga nggak akan ke kantin jika lupa bawa bekal?" tanya Dimas yang sudah cukup dekat dengan Refita. Dia sudah tahu gimana Refita dan hal hal apa saja yang sering dilakukan Refita."Aku tadi laper banget Dim, jadi ya terpaksa aku ke kantin," begitulah jawab Refita yang masih juga belum ngaku apa yang sebenarnya terjadi. Dimas melihat sekeliling tembok kamarnya, jam dindingnya menunjukkan jam 2 siang. Kamarnya nampak begitu sepi tanpa kehadiran teman dekatnya, Roni. Hari ini Roni nggak bisa ke rumah Dimas karena harus ikut

    Last Updated : 2021-09-10
  • Cinta yang hilang   Akhir semester yang mulai dekat

    "Eh Dimas, silahkan masuk Dim, tunggu ya tak panggilin Refita dulu," ucap Raya, ibu Refita yang kira-kira berusia 30 tahunan dan merupakan ibu beranak tunggal. Dimas pun masuk ke rumah Refita dengan menenteng tas punggungnya. Roni yang bersama Dimas juga ikut masuk ke rumah Refita.Akhir-akhir ini mereka memang sering ke rumah Refita untuk belajar bersama. Hampir setiap hari Dimas, Refita, Roni dan Chery selalu berkumpul di rumah Refita untuk belajar bersama. Dimas pun juga semakin akrab dengan Raya, ibu Refita. Hubungannya dengan Refita pun juga semakin dekat dan Dimas pun semakin yakin bahwa ia benar-benar mencintai Refita."Tumben Cherry belum dateng, biasanya kan dia yang lebih dulu dateng ke rumah Refita," ucap Roni yang nampak heran dengan keterlambatan Cherry."Hi, kangen ya," goda Dimas. Wajah Roni langsung memerah seketika. Ia memang memiliki perasaan suka kepada Cherry. Apalagi dengan kondisi saat ini, dimana mereka hampir setiap hari berkumpul untuk b

    Last Updated : 2021-09-11
  • Cinta yang hilang   Jadian

    Ujian semester satu pun telah berlangsung selama satu minggu. Dimas, Refita, Roni dan Cherry berhasil mendapatkan nilai yang memuaskan. Dimas berhasil mendapatkan peringkat satu di kelas X MIPA 7, Cherry dan dan Refita berturut-turut mendapatkan peringkat 4 dan 5 sedangkan Roni berhasil masuk ke dalam 10 besar dengan peringkat 10. Mereka akhirnya memutuskan untuk merayakan kesuksesan ujiannya dengan pergi berlibur ke puncak gunung Arjuna. "Hm, hebat kamu Ref, bisa masuk 5 besar," puji Dimas yang mengenakan jaket wol tebal berwarna hitam dengan segelas air hangat di tangannya. "Kamu tuh yang hebat, kamu kan peringkat satu," jawab Refita yang balik memuji Dimas. Ia juga mengenakan jaket wol tebal berwarna putih dengan syal berwarna merah muda. Ia menggesekkan kedua tangannya sambil sesekali meniup kedua telapak tangannya yang ditutupi oleh sarung tangan berwarna merah muda. "He, aku nih yang hebat, bayangin ya, aku ini dulu selalu dapet ranking terendah di kela

    Last Updated : 2021-09-12
  • Cinta yang hilang   Hilang

    Semester dua pun dimulai. Namun, sekarang Dimas benar-benar dibuat galau oleh pikirannya. Semenjak pulang dari gunung Arjuna ia sudah tidak berkomunikasi dengan Refita lagi. Liburan dua Minggu yang dia lewati pun terasa hampa tanpa kehadiran Refita. Chat yang ia tanggalkan selepas dari gunung Arjuna tak pernah dibaca oleh Refita. "Cher, kok Refita belum datang ya, kan pelajarannya bentar lagi dimulai?" tanya Dimas kepada Cherry yang merupakan teman dekat Refita. Dimas berharap jika Cherry mengetahui keberadaan Refita sekarang. "Lah, ya gak tau dim, kan kamu pacarnya," jawab Cherry yang nampak heran dengan pertanyaan Dimas. Seharusnya Cherry yang menanyakan keberadaan Refita kepada Dimas. Eh, malah Dimas yang menanyakan keberadaan Refita kepadanya. "Kamu masih bisa chat Refita?" Dimas kembali bertanya. Ia benar-benar bingung lantaran Cherry juga tidak mengetahui keberadaan Refita. Terlintas di pikiran Dimas bahwa ini cuma akal-akalan yang dibuat Refita dan Che

    Last Updated : 2021-09-13

Latest chapter

  • Cinta yang hilang   Obrolan dengan Mita

    "Pagi kak," ucap Mita kepada Dimas saat baru datang di ruko Dimas. Mita melambaikan tangannya tanda sapaannya kepada Dimas dengan wajah tersenyum ramah. Kini Mita sudah bukanlah gadis cuek dengan muka datar yang selama ini Dimas kenal. Mita sudah menjadi gadis ceria dengan muka yang ekspresif. Entah apa yang sudah terjadi dengan Mita, tapi Dimas tetap mencoba bersikap biasa saja. "Pagi Mita, sini, duduk," Dimas pun menjawab salam Mita dengan ramah. Ia memberikan sebuah kursi supaya Mita dapat duduk disitu. "Paman yang kemarin belum kesini?" tanya Mita. Ia kembali menanyakan Rusli yang memang sampai sekarang belum juga datang. Kini Mita pun jauh lebih asik untuk mengobrol dengan sedikit berbasa-basi. "Belum Mit, sudah tiga hari ini paman nggak kesini," jawab Dimas. Raut mukanya pun sedih dan kepalanya tertunduk lesu. Sepertinya Dimas sudah merasa rindu kepada Rusli dan ingin segera bertemu dengan Rusli. Sikap Mita yang tidak cuek lagi itu pun membuat Dimas mau

  • Cinta yang hilang   Kesepian

    "Siang," sapa Mita kepada Dimas yang sedang melamun. Mita melambaikan tangannya tepat di hadapan Dimas yang pandangannya sangat kosong. Mita pun memberikan sedikit senyuman manis kepada Dimas. "Eh, siang, mau ambil lukisan ya?" ucap Dimas kaget. Ia pun terbangun dari lamunan panjangnya. Dimas pun sedikit kaget dengan Mita yang tak biasanya memberikan senyum tepat di depannya. "Iya," jawab Mita singkat. Dimas pun segera mengambil lukisan milik Mita yang sudah dibungkus dengan bingkisan yang menarik. Ide membungkus lukisan pesanan ini merupakan ide dari Rusli agar pelayanan Dimas terlihat lebih menarik. "Paman pelukis yang kemarin mana ya?" tanya Mita kepada Dimas. Dimas kali ini benar-benar heran kepada Mita. Tumben sekali Mita mau berbasa-basi menanyakan hal yang berada diluar tujuan utamanya, yaitu mengambil lukisan. "Eh, sudah dua hari paman Rusli tidak kesini," jawab Dimas. Sebenarnya sedari tadi Dimas melamunkan Rusli yang tak kunjung datang. Bias

  • Cinta yang hilang   Kemampuan Melukis Rusli

    "Aku tidak menyangka, paman bisa melukis," ucap Dimas kepada pamannya. Kini Rusli sedang melukis di rukonya, tempat Dimas biasa melukis. Rusli sebenarnya sudah tidak ingin melukis lagi, tapi kini dirinya harus menuruti permintaan Dimas yang memaksanya untuk melukis. "Ah, paman ya cuman bisa melukis, nggak jago," begitulah jawab Rusli merendah. Dimas pun hanya tersenyum karena memang Rusli bukanlah pelukis biasa. Bahkan lukisan yang Rusli buat saat ini pun benar-benar indah di mata Dimas. Sebuah lukisan yang menggambarkan suasana luar angkasa yang begitu menakjubkan dengan beebagai bintang yang tersebar di sana. "Oh iya, kemarin gadis itu tidak jadi datang ya?, Kapan dia mau kesini?" lagi lagi Rusli menanyakan tentang Mita kepada Dimas. Semenjak ketidakdatangan Mita di acara pameran itu, Rusli selalu menanyakan kapan Mita akan ke rukonya. Rusli seperti tak sabar ingin melihat bagaimana sosok gadis yang berani membayar mahal lukisan Dimas itu. "Eh, gak tau juga

  • Cinta yang hilang   Pameran

    "ini adalah karya paling berkesan bagi saya, lukisan wajah seseorang yang sangat saya cintai," terang Dimas kepada orang-orang yang melihat lukisannya. Kini Dimas dengan gagah memamerkan semua lukisannya. Tangannya menunjuk lukisan wajah Refita itu sebagai lukisan yang paling berkesan baginya. "Yang ini bagus ya kak," ucap salah seorang anak muda. Ia sepertinya sangat menyukai sebuah seni, khususnya seni rupa. Pengamatannya begitu detail, matanya berkeliaran menyusuri setiap aksen yang ada pada ruangan tersebut, hingga ia menemukan satu lukisan yang sangat hidup baginya. Lukisan tentang sebuah kelas yang diisi oleh banyak siswa yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Itu adalah lukisan Dimas yang menggambarkan suasana kelasnya dulu. "Iya kak, itu adalah suasana kelas saya dulu, ketika saya masih SMA," begitu terang Dimas. Ia memang benar-benar melukisnya dengan nyata. Setiap wajah yang tergambar memiliki detail yang sangat bagus, dari lekuk tubuh, rambut hin

  • Cinta yang hilang   Harga yang Terlalu Mahal

    "Pagi Dim," sapa Rusli yang baru saja datang ke ruko tersebut. Tangannya menenteng sebuah kresek berisi nasi kotak. Seperti biasa Rusli selalu datang ke ruko itu setiap pagi dengan membawakan sarapan untuk Dimas. "Pagi paman," jawab Dimas tersenyum kepada Rusli. Dirinya tengah sibuk mengerjakan lukisan pesanan Mita yang akan diambil hari ini juga. Ternyata tidaklah mudah jika harus menggunakan background pantai yang sebelumnya memang tidak pernah dilakukan Dimas. "Ada pesanan?" tanya Rusli kepada Dimas sembari tangannya meletakkan nasi kotak tersebut ke meja yang berada di tepi ruangan ruko. "Iya paman," jawab Dimas singkat karena ia begitu fokus dengan lukisannya. Dia masih mengerjakan detail-detail lukisannya seperti batu karang ataupun manusia yang sedang bermain selancar. Apalagi dia juga harus dikejar waktu. "Eh, kamu nggak mau ikut pameran lukisan di graha?" lagi kata Rusli sembari ia menyodorkan sebuah selebaran kepada Dimas. "Apa

  • Cinta yang hilang   Gadis Cantik yang Menyebalkan

    "Halo, ini dengan Kakak Dimas?" sebuah suara yang keluar dari telepon Dimas setelah Dimas menjawab panggilan dari nomor tidak dikenal tersebut. Dimas yang semula melukis pun menghentikan kegiatan melukisnya dan meladeni telepon itu. "Iya, saya Dimas, ini dengan siapa ya?" Balas Dimas sopan dengan nada suara yang merendah. Bisa jadi itu adalah orang yang akan memesan jasa lukisannya. "Kakak dimana? Sudah tidak melukis lagi ya?" ucap orang dalam telepon itu yang sepertinya seorang gadis muda jika didengar dari suaranya. Gadis tersebut pun langsung menanyakan keberadaan Dimas tanpa sedikit basa basi. Bahkan pertanyaan tentang siapa dirinya tidak dihiraukannya. "Oh iya kak, saya sekarang masih tetap melukis kok, hanya saja sudah tidak di jalanan lagi, kalau kakak mau kesini, nanti saya kirim i alamat baru saya ya kak?" Begitulah ucap Dimas halus dengan menjelaskan kejadian sebenarnya. Dia pun tidak memikirkan siapa gadis dibalik suara itu. Nanti jika bertemu Dima

  • Cinta yang hilang   Ruko Baru

    "Selamat pagi paman," ucap Dimas yang baru saja datang di ruko milik Rusli tersebut. Dimas membawa ransel besar yang ia tanggalkan di punggungnya dan dua kardus besar yang berisi gulungan lukisan-lukisannya. Waktu itu Rusli sedang duduk di dalam ruko yang terlihat sangat kotor karena lama tidak dipakai. "Pagi Dimas, masuk sini Dim, tapi barang-barangmu kamu taruh diluar saja, rukonya belum dibersihkan soalnya," kata Rusli menjawab salam dari Dimas. Rusli pun menyuruh Dimas untuk menaruh barang-barangnya diluar ruko saja agar tidak terkena debu saat nanti rukonya dibersihkan. "Baik paman, rukonya biar saya saja yang membersihkannya paman," ucap Dimas setelah menaruh barang-barangnya dan langsung merebut sapu yang sedari tadi dipegang oleh Rusli. "Jangan seperti itu Dimas, kali ini kita membersihkannya bersama-sama, biar cepat selesai dan kamu cepat bekerja," begitulah ucap Rusli yang kini terlihat lebih bijak daripada Dimas. Kata-katanya sangat masuk akal mesk

  • Cinta yang hilang   Harapan Baru

    "Kamu sedang apa Dimas?" ucap Rusli yang menemui Dimas sedang duduk di bangku panjang di taman kota Bandung. Rusli menepuk pundak Dimas dari belakang dan Dimas pun menoleh ke arah belakang. "Eh paman, silahkan duduk paman," bukannya menjawab pertanyaan Ruslan, Dimas malah mempersilahkan Rusli untuk duduk disampingnya yakni di bangku panjang berwarna putih itu. "Kamu nggak kerja Dim?" tanya Ruslan yang heran melihat Dimas saat ini. Tak biasanya Dimas seperti ini, Dimas yang rajin bekerja kini malah hanya duduk diam di taman tanpa melakukan suatu pekerjaan apapun. Dimas tak membawa alat lukis apapun baik itu cat air, kuas maupun kanvas. "Nggak paman, saya mau cari tempat mangkal baru paman," ucap Dimas kepada Ruslan yang kini sudah duduk di sampingnya. Pandangan Dimas pun kosong seperti masih bingung dengan apa yang akan ia lakukan. Dimas sebenarnya ingin menyewa lapak saja agar tidak usah khawatir jika sewaktu-waktu ada razia. Tapi dirinya tidak punya cukup ua

  • Cinta yang hilang   Jatuh Tempo

    "Halo nak, apa kabar nak?" tanya Sonya, ibu Dimas di telepon. Kini Dimas sedang di kamar kosnya dan sudah dua hari Dimas masih belum mendapatkan tempat untuk ia kembali bekerja sebagai pelukis lagi. Uang yang Dimas miliki pin semakin menipis dan harus segera mendapatkan pesanan lukisan ke dirinya lagi. "Iya Bu, Dimas baik Bu," jawab Dimas berusaha memberikan kabar yang menenangkan ibunya. Dimas tidak ingin membuat ibunya khawatir akan keadaannya yang sebenarnya tidak baik-baik saja. Ini merupakan telepon keduanya setelah Dimas memtuskan hidup di Bandung. Sudah hampir dua bulan Dimas ada di Bandung dan ia pun berhasil bertahan hidup dengan gaya yang sederhana. "Gimana pekerjaanmu? Banyak yang pesan?" lagi, tanya Sonya. Ia ingin memastikan bahwa anak satu-satunya dalam keadaan yang baik-baik saja. Kini Sonya pun juga masih bekerja keras di rumah dan menyisihkan penghasilannya untuk ditabung. "Lancar Bu, meskipun yang pesan nggak terlalu banyak, tapi uangnya sud

DMCA.com Protection Status