"Lalu bagaimana dengan wanita itu? Aku melihat interview yang kau lakukan, tidak butuh waktu lama sebelum ibumu melihatnya. Aku yakin wanita itu tidak akan lepas dengan mudah." mereka berdua— Angela Clee dan Avery Aiden, pasangan yang digadang-gadang sebagai pasangan paling serasi selama lima tahun terakhir, malam itu duduk berdampingan, membicarakan akhir dari hubungan mereka berdua. Jika sebelumnya Clee merasa hubungan dengan Aiden akan berubah setelah pertungan mereka berakhir, nyatanya tidak. Ia masih berbicara seperti biasa dengan Aiden, dan Aiden masih memperlakukannya seperti biasa. Tidak berbeda. "Apa kau akan menyembunyikannya dari ibumu? Kau harus membawanya ke luar negeri jika benar-benar ingin menghindari bibi Ayana." tutur Clee memberi saran. Kopinya sudah mulai dingin, ternyata mereka telah di sana begitu lama. Salah satu alis Aiden naik, "aku tidak akan membawanya ke luar negeri atau menyembunyikannya. Aku akan membawanya kehadapan ibuku secara langusng." "Kau pasti
Di akhir Desember, jalanan dipenuhi oleh keramaian menyambut tahun baru. Kurang dari 72 jam sebelum tahun berganti. Seiring dengan pergantian tahun, ia hanya menginginkan hal yang lebih baik untuk terjadi, meninggalkan semua kenangan buruk di tahun ini dan mengubahnya menjadi masa depan yang manis. Rencana awalnya adalah untuk menghadiri pesta perayaan tahun baru yang di gelar oleh keluarga upper class— Cloin— salah satu keluarga tertua dan tersohor, mereka terkenal dengan pesta mewah setiap tahun. Semua keluarga kelas atas akan menghadiri pesta ini, ini adalah kesempatan bagi Aiden untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Sayangnya rencana itu harus ia batalkan sebab sejak beberapa minggu terakhir sang ibu terus-terusan menerornya. Semenjak interviewnya tersebar— tentang dukungan terbukanya terhadap kesetaraan sosial dan alasan di balik itu semua tersiar, kehidupannya menjadi pro dan kontra. Banyak sedikit pengakuannya yang memiliki seorang kekasih dari kalangan kelas bawah
"Lalu bagaimana denganmu, apa kau baik-baik saja?" setiap saat, Aiden selalu menyempatkan diri untuk menyampaikan keluh kesahnya kepada sang kekasih. Yui akan membantu jika ia bisa, ia akan diam mendengarkan jika ia tidak bisa melakukan apapun, tetapi percayalah, Yui selalu berpikir untuk membantu Aiden apapun itu. Zhu Yui pun tahu bahwa saat ini adalah saat yang krusial bagi Aiden, ia memiliki sebuah mimpi— menyatukan mereka semua dalam kelas sosial yang sama, sayangnya, apabila ia berhasil menarik simpati dari seluruh kelas atas, maka tantangan tersulit berasal dari ibunya sendiri. Avery Ayana bahkan lebih keras kepala dari yang orang-orang pikirkan. "Hah... entahlah, aku masih menghindar untuk bertemu dengan ibu." ia harus memberi liburan untuk sekretaris Ray yang telah mengorbankan banyak hal demi mencari alasan dan mengulur-ngulur waktu untuknya. Rumah Yui sangat sederhana dengan dinding yang ditempeli oleh wallpaper berwarna cream. Yui duduk dengan merapatkan tubuhnya dengan
Dua hari setelah tahun baru, Zhu Yui mendapati dirinya berada di dalam mobil hitam yang membelah jalanan. Duduk di kursi penumpang, Yui melihat ke arah luar jendela. Gerimis menemani perjalanan mereka, dan awan gelap perlahan menghilang saat mamasuki kota B. Hari ini ia akan bertemu dengan nyonya Avery Ayana, ibu dari Aiden. Ini adalah pertemuan ketiga mereka, dua pertemuan sebelumnya tidak berakhir dengan baik, dia hanya bisa berdo'a agar kali ini tidak lebih buruk. Semakin mendekati kediaman Avery, ia semakin gugup, padahal tadi ia biasa-biasa saja. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Aiden mamastikan keadaan sang kekasih. Ia tahu ini tidak akan mudah bagi Yui. Ia menunggu Yui dengan sabar sebelum wanita Zhu itu mengangguk. "Ya, aku sudah siap." Kediaman Avery sangat besar dan mewah, rumahnya seperti istana, dengan halaman yang luas. Yui ingin menikmati pemandangan yang disajikan namun kegugupannya membuatnya fokus pada satu hal saja. Memasuki pintu berdaun ganda, Aiden meraih tanga
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Aiden kepada Yui. Yui mengangguk, ia masih melihat ke arah ibunya Aiden yang terisak di dalam pelukkan seseorang. Lalu wanita itu beralih kepada sang kekasih. "Ya, aku baik-baik saja." Aiden melihat situasi sekitar sebelum membawa Yui pergi keluar dari ruangan itu, "ayo kita pergi dari sini." "Tapi ibumu," "Ayahku harus menyelesaikan apa yang telah ia mulai." Ah, pria paruh baya itu adalah ayahnya Aiden. Ini adalah masalah keluarga mereka, Aiden mengatakan semuanya sudah dalam kendali. Yui yang sadar bahwa ia hanyalah orang luar tidak ingin ikut campur lebih jauh. Iapun mengangguk dan mengikuti Aiden keluar. Di luar, berkali-kali Aiden bertanya tentang keadaannya, ia hanya menjawab baik, sebab ia pun tidak tahu bagaimana perasaannya sekarang. Untungnya Aiden tidak begitu menekannya lebih jauh, pria itu berjalan di sebelahnya tanpa melepaskan tangannya. Di luar mereka brtemu dengan seorang wanita tinggi nan cantik, wajah itu tidak asing untuk Yui.
Selama liburan tahun baru, Yui menghabiskan waktunya bersama Aiden. Selain itu ia juga berencana untuk bertemu Reese beserta Freya, rasanya sudah lama tidak bertemu dengan dua temannya ini, jika diingat kembali, ia tidak memiliki teman dekat di tempat kerjanya yang baru. Hanya ada sang atasan yang tidak lelah menjodohkannya dengan orang lain. "Kau sangat pintar, pengalaman kerja beserta pendidikan yang kau punya sangat mengagumkan. Sayangnya kau dari kelas bawah, dengan standar sepertimu, tidak ada yang menyangka jika kau berasal dari lower class." ujar sang atasan, seorang wanita 40 tahun yang sudah menikah sebanyak dua kali. "Sayangnya kau adalah kelas bawah, pria middle class tidak akan mau." lanjutnya lagi, di sebelahnya Yui bahkan tidak berkedip ketika wanita di sebelahnya masih sibuk berbicara. "Sangat sulit mencari pria lower class yang sesuai untukmu, kau tahu mereka biasanya tidak begitu pintar sepertimu." tangan Yui yang sedang mengetik terhenti, satu detik, dua detik, ia m
"Kau masih menyimpan semua potoku." dari arah kamar mandi, Yui menyaksikan kotak usang miliknya telah terbuka. Di kedua tangan mantan atasan, dua poto lama ia pegang. Alisnya terangkat dan keningnya berkerut, kemudian dia tersenyum, sangat ekspesif. Batin Yui. "Tentu saja, aku menyimpan seluruh kenanganmu dengan baik, lalu bagaimana denganmu?" di atas lantai berbagai poto memperlihatkan banyaknya kenangan indah yang telah ia lalui. Ini adalah alasan kenapa ia menyukai mengambil poto di setiap event. Sebuah kenangan yang suatu hari nanti bisa ia lihat dan tertawa saat melihatnnya. "Aku terlihat sangat tampan di poto ini, photographer yang mengambil poto ini sangat berbakat." itu adalah poto Aiden yang menggunakan kaos biru navy dan celana hitam pendek sedang berlari di bawah cahaya matahari, rambutnya menjadi coklat dan matanya bersinar terang. Peluh membasahi wajahnya dan di ujung poninya setitik keringat memantulkan bias indah untuk wajah Aiden. Ya, dapat di simpulkan Aiden terliha
Pada waktunya tiba, Yui kembali ke kota C. Ada pekerjaan yang harus ia kerjakan— lagipula dia tidak ingi menjadi pengangguran lagi. Bagi orang seperti Yui yang setiap hari diisi dengan kegiatan produktif, tidak melakukan apapun selama beberapa hari cukup membuatnya depresi. Mengucapkan sempai jumpa dengan kekasih— ditambah dengan sebuah pelukan beserta ciuman singkat, Yui naik ke atas kereta. "Kau yakin tidak ku antar?" Aiden bahkan masih bertanya. "Aku sudah melakukan ini berkali-kali, dengan mata tertutup sekalipun aku bisa sampai di rumah dengan selamat. Bye-bye." "Hmm..." Setipa harinya kegiatan Yui masih sama, bekerja di kantor yang tenang— ia diperlakukan sangat istimewa, saat Yui meminta ruangan untuknya sendiri, sang atasan mengabulkannya dengan senang hati. Dalam waktu singkat, Yui sudah menjadi direktur di kantornya. Di luar itu semua, gerakan penyetaraan sosial semakin meluas. Topik permasalahan ini selalu menjadi trending topik di media sosial serta selalu diberitakan