"Apa kau baik-baik saja?" tanya Aiden kepada Yui. Yui mengangguk, ia masih melihat ke arah ibunya Aiden yang terisak di dalam pelukkan seseorang. Lalu wanita itu beralih kepada sang kekasih. "Ya, aku baik-baik saja." Aiden melihat situasi sekitar sebelum membawa Yui pergi keluar dari ruangan itu, "ayo kita pergi dari sini." "Tapi ibumu," "Ayahku harus menyelesaikan apa yang telah ia mulai." Ah, pria paruh baya itu adalah ayahnya Aiden. Ini adalah masalah keluarga mereka, Aiden mengatakan semuanya sudah dalam kendali. Yui yang sadar bahwa ia hanyalah orang luar tidak ingin ikut campur lebih jauh. Iapun mengangguk dan mengikuti Aiden keluar. Di luar, berkali-kali Aiden bertanya tentang keadaannya, ia hanya menjawab baik, sebab ia pun tidak tahu bagaimana perasaannya sekarang. Untungnya Aiden tidak begitu menekannya lebih jauh, pria itu berjalan di sebelahnya tanpa melepaskan tangannya. Di luar mereka brtemu dengan seorang wanita tinggi nan cantik, wajah itu tidak asing untuk Yui.
Selama liburan tahun baru, Yui menghabiskan waktunya bersama Aiden. Selain itu ia juga berencana untuk bertemu Reese beserta Freya, rasanya sudah lama tidak bertemu dengan dua temannya ini, jika diingat kembali, ia tidak memiliki teman dekat di tempat kerjanya yang baru. Hanya ada sang atasan yang tidak lelah menjodohkannya dengan orang lain. "Kau sangat pintar, pengalaman kerja beserta pendidikan yang kau punya sangat mengagumkan. Sayangnya kau dari kelas bawah, dengan standar sepertimu, tidak ada yang menyangka jika kau berasal dari lower class." ujar sang atasan, seorang wanita 40 tahun yang sudah menikah sebanyak dua kali. "Sayangnya kau adalah kelas bawah, pria middle class tidak akan mau." lanjutnya lagi, di sebelahnya Yui bahkan tidak berkedip ketika wanita di sebelahnya masih sibuk berbicara. "Sangat sulit mencari pria lower class yang sesuai untukmu, kau tahu mereka biasanya tidak begitu pintar sepertimu." tangan Yui yang sedang mengetik terhenti, satu detik, dua detik, ia m
"Kau masih menyimpan semua potoku." dari arah kamar mandi, Yui menyaksikan kotak usang miliknya telah terbuka. Di kedua tangan mantan atasan, dua poto lama ia pegang. Alisnya terangkat dan keningnya berkerut, kemudian dia tersenyum, sangat ekspesif. Batin Yui. "Tentu saja, aku menyimpan seluruh kenanganmu dengan baik, lalu bagaimana denganmu?" di atas lantai berbagai poto memperlihatkan banyaknya kenangan indah yang telah ia lalui. Ini adalah alasan kenapa ia menyukai mengambil poto di setiap event. Sebuah kenangan yang suatu hari nanti bisa ia lihat dan tertawa saat melihatnnya. "Aku terlihat sangat tampan di poto ini, photographer yang mengambil poto ini sangat berbakat." itu adalah poto Aiden yang menggunakan kaos biru navy dan celana hitam pendek sedang berlari di bawah cahaya matahari, rambutnya menjadi coklat dan matanya bersinar terang. Peluh membasahi wajahnya dan di ujung poninya setitik keringat memantulkan bias indah untuk wajah Aiden. Ya, dapat di simpulkan Aiden terliha
Pada waktunya tiba, Yui kembali ke kota C. Ada pekerjaan yang harus ia kerjakan— lagipula dia tidak ingi menjadi pengangguran lagi. Bagi orang seperti Yui yang setiap hari diisi dengan kegiatan produktif, tidak melakukan apapun selama beberapa hari cukup membuatnya depresi. Mengucapkan sempai jumpa dengan kekasih— ditambah dengan sebuah pelukan beserta ciuman singkat, Yui naik ke atas kereta. "Kau yakin tidak ku antar?" Aiden bahkan masih bertanya. "Aku sudah melakukan ini berkali-kali, dengan mata tertutup sekalipun aku bisa sampai di rumah dengan selamat. Bye-bye." "Hmm..." Setipa harinya kegiatan Yui masih sama, bekerja di kantor yang tenang— ia diperlakukan sangat istimewa, saat Yui meminta ruangan untuknya sendiri, sang atasan mengabulkannya dengan senang hati. Dalam waktu singkat, Yui sudah menjadi direktur di kantornya. Di luar itu semua, gerakan penyetaraan sosial semakin meluas. Topik permasalahan ini selalu menjadi trending topik di media sosial serta selalu diberitakan
Hampir setiap waktu senggang, Zhu Yui akan mengunjungi rumah keluarga Avery, sekarang, intensitas pertemuannya dengan nyonya Avery Ayana lebih banyak dari pada dengan kekasihnya sendiri. Tidak hanya pada akhir minggu, ia juga berkunjung setiap ia bisa. Kadang akan menghabiskan waktu seharian, kadang juga hanya beberapa menit. Ini sudah menjadi rutunitas untuk Yui, ia sudah terbiasa. Untuk perlakuan nyonya Avery padanya akhir-akhir ini mengalami peningkatan— walau tidak begitu signifikan, seperti minggu itu ia harus kembali ke kota C. Jadi selama seminggu penuh ia tidak mengunjungi nyonya Avery, dan seminggu kemudian ketika ia kembali ke kota B dan menemui sang nyonya, kata pertama yang ia dengar adalah, "kau kembali? aku pikir kau sudah menyerah." "Anda tidak perlu khawatir, aku orang yang sulit untuk menyerah." jawab Yui. Sang nyonya kemudian kembali pada kegiatannya— membaca, dan Yui duduk tidak jauh darinya, kadang ia akan berusaha untuk menciptakan pembicaraan singkat, sayangnya
Di awal bulan Februari, semua menjadi semakin sibuk. Interview majalah yang ia lakukan dengan Clee berjalan dengan sangat baik, walaupun belum terbit sepenuhnya, hanya dengan menyebarkan beberapa poto cooming soon di akun media sosial, dalam sekejap pengikut majalah mereka naik dengan cepat. Ini membuktikan betapa besarnya mengaruh Clee dalam masyarakat. Bersamaan dengan itu, hari yang diwanti-wanti juga semakin dekat. Hari yang akan menentukan apakah akan ada perubahan atau tidak, semua tergantung kepada berapa banyak keluarga kelas atas yang menanda tangani perjanjian. Sore itu, Yui berjalan menuju pintu besar rumah keluarga Avery. Berminggu-minggu datang dan pergi, sekarang ia sudah menganggap rumah itu seperi rumahnya sendiri. Iapun tidak tahu dari mana ide itu berasal. Seperti sudah sangat mengenal Yui— para pelayan juga memperlakukannya seperti tamu reguler tanpa memandang nama yang ia punya— mungkin malah terlihat seperti salah satu tuan rumah itu. Mereka menyambut Yui dengan
Cahaya matahari pagi mengintip dari balik tirai putih yang tergerai menutupi jendela. Bau harum semerbak, terbawa oleh angin yang masuk dari ventilasi udara. Zhu Yui— seorang wanita 26 tahun membuka matanya, tubuhnya sudah otomatis terbangun, sudah terbiasa dengan rutinias hariannya. Jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, mengumpulkan kesadarannya, ia kemudian bangun dan membuka tirai jendela itu. Kamarnya yang menghadap langsung ke arah cahaya matahari pagi membuat matanya silau, pemandangan biasa yang selalu ia temukan hari ini jauh lebih indah dari pada biasanya— musim semi sudah datang, bunga-bunga sudah bermekaran. Jalanan di penuhi dengan kelopak bunga yang berguguran, bau harum memanjakan penciuman. Ponselnya berbunyi, pesan dari sang kekasih baru saja ia terima. [Sekretaris Ray akan menjemputmu pukul delapan, kita akan bertemu nanti sore, ok.] tulis sang kekasih dengan mengirimkan emoji love padanya. [Kau tidak perlu merepotkan sekretatis Ray. Hari ini cuaca sa
Cahaya matahari pagi mengintip dari balik tirai putih yang tergerai menutupi jendela. Bau harum semerbak, terbawa oleh angin yang masuk dari ventilasi udara. Zhu Yui— seorang wanita 26 tahun membuka matanya, tubuhnya sudah otomatis terbangun, sudah terbiasa dengan rutinias hariannya. Jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, mengumpulkan kesadarannya, ia kemudian bangun dan membuka tirai jendela itu. Kamarnya yang menghadap langsung ke arah cahaya matahari pagi membuat matanya silau, pemandangan biasa yang selalu ia temukan hari ini jauh lebih indah dari pada biasanya— musim semi sudah datang, bunga-bunga sudah bermekaran. Jalanan di penuhi dengan kelopak bunga yang berguguran, bau harum memanjakan penciuman. Ponselnya berbunyi, pesan dari sang kekasih baru saja ia terima. [Sekretaris Ray akan menjemputmu pukul delapan, kita akan bertemu nanti sore, ok.] tulis sang kekasih dengan mengirimkan emoji love padanya. [Kau tidak perlu merepotkan sekretatis Ray. Hari ini cuaca sa