Sebelum Yvonne menyahut, dokter itu kembali berujar, "Kalau nggak salah ingat, namamu Yvonne, bukan?"Yvonne memandang dokter itu selama beberapa detik. Namun, dia tidak bisa mengingat di mana dia pernah bertemu si dokter. "Kamu mengenalku?" tanyanya.Tahu Yvonne sama sekali tidak mengingatnya, dokter itu berpura-pura sedih dengan berkata, "Kamu orang yang sibuk, wajar saja melupakan orang kecil seperti aku." Kemudian, dia pun memperkenalkan dirinya, "Aku Aaron."Mendengar nama itu, Yvonne mendadak ingat bahwa pria itu adalah tetangga rumahnya dahulu. Pria itu sudah banyak berubah. "Bukannya keluargamu pindah ke luar negeri?" tanya Yvonne."Aku baru pulang tahun ini, tapi keluargaku masih di luar negeri," jawab Aaron. Kemudian, dia melanjutkan, "Jeff bilang akan mengenalkan seorang pasien dan memintaku merawatnya baik-baik. Nggak kusangka pasien itu ternyata kamu. Gimana kamu bisa mengenal Jeff?"Yvonne juga kaget dengan kebetulan seperti ini. Dia menyahut, "Jeff dan aku rekan kerja di
Neil balik bertanya dengan nada kaget, "Gimana kamu bisa tahu?""Nggak usah banyak tanya, jawab saja aku. Kamu benaran mau ajak Anas ke rumahmu?" desak Yvonne.Neil tidak langsung menjawab Yvonne. Kemungkinan dia juga sadar bahwa rencananya untuk mengundang Anas bukanlah ide bagus. Dia berbuat seperti ini karena Anas menderita amnesia. Wanita itu telah kehilangan memori masa lalu, jadi dia tidak akan membuat perhitungan padanya dan ibunya.Neil berujar, "Aku berani membawanya pulang karena yakin bisa melindunginya. Sekarang, ibuku juga sudah mengaku salah dan berjanji akan memperlakukan Anas dengan baik. Ibuku pasti menebus perbuatannya dulu. Aku berjanji untuk menikahi Anas dan bersama dengannya selamanya ....""Neil, kalau Anas nggak lupa ingatan, apa menurutmu dia masih mau menerimamu? Kamu pikir dia masih mau bertemu ibumu? Kamu keterlaluan. Hanya karena Anas lupa ingatan, kamu mau menganggap semuanya nggak pernah terjadi?" hardik Yvonne.Yvonne tidak bisa memaklumi tindakan Neil.
"Kamu harus lebih hati-hati saat berhubungan dengan orang lain. Kalau ada masalah, kamu bisa meneleponku kapan saja," ucap Yvonne. Dia berjalan ke meja kasir kafe, lalu meminta selembar kertas kepada pelayan dan menulis nomor teleponnya. Setelah itu, Yvonne memberikan kertas itu kepada Anas.Anas melirik Yvonne sekilas, tetapi dia tidak mengambil kertas yang diberikan Yvonne. Anas menimpali, "Bukannya kamu bilang aku boleh ikut Neil pulang? Kenapa aku harus lebih hati-hati? Bukannya kita harus bersikap tulus saat berhubungan dengan orang lain?"Yvonne masih ingin mengatakan sesuatu, tetap Anas sudah naik ke mobil dan pergi. Yvonne berdiri di tempat sambil memandang mobil yang menjauh. Dia merasa Anas marah. Masalahnya, Yvonne tidak tahu apa alasannya. Apa mungkin sifat Anas berubah karena amnesia?Yvonne menggeleng-gelengkan kepalanya, seharusnya dia tidak berpikiran macam-macam. Setelah membayar minuman, Yvonne pulang dengan menaiki taksi. Sesampainya di rumah, Yvonne melihat Samantha
Ini pertama kalinya Yvonne merasakan pinggangnya pegal dan kakinya lemas sehingga dia tidak bisa turun dari tempat tidur. Sebelumnya, Shawn tetap melakukannya dengan lembut dan selalu memikirkan perasaan Yvonne. Namun, kali ini gerakan Shawn agak kasar. Yvonne bahkan mengira Shawn berniat menghabisinya.Sekarang, Yvonne benar-benar lemas. Sementara itu, Shawn yang mencelakainya malah berdiri di depan cermin sambil mengancingkan kemejanya dengan santai. Shawn memandang Yvonne dari cermin dan bertanya, "Kamu sudah bangun?"Yvonne tidak memedulikan Shawn. Kemudian, Shawn menghampiri Yvonne dan bertanya lagi, "Kamu masih tidak mau bangun? Hari ini kamu mau dioperasi."Yvonne menutupi wajahnya dengan selimut. Shawn duduk di tepi tempat tidur, lalu menarik selimut dan bertanya, "Ada apa?"Yvonne memelototi Shawn seraya menyahut, "Justru aku mau tanya kamu, sebenarnya kamu itu kenapa? Kalau aku salah, kamu langsung bilang saja. Jangan bersikap aneh-aneh seperti itu."Shawn menatap Yvonne sesa
Di sepanjang perjalanan, Yvonne sama sekali tidak berbicara. Sepertinya Yvonne masih merajuk. Shawn meraih tangan Yvonne dan bertanya dengan lembut, "Kamu masih marah, ya?"Yvonne mengabaikan Shawn, seolah-olah mengakui bahwa dia memang marah. Shawn berucap, "Kamu yang membuatku marah dulu."Yvonne melirik Shawn sekilas dan bertanya balik, "Aku membuatmu marah? Memangnya aku salah apa?"Shawn menyahut, "Kamu tahu sendiri."Yvonne merasa tidak berdaya. Masalahnya, dia benar-benar tidak tahu. Jelas-jelas Shawn yang marah tanpa alasan yang jelas. Perilaku Shawn benar-benar tidak normal, apa dia sudah gila?Tiba-tiba, ponsel Shawn berdering. Ponsel Shawn sudah dihubungkan dengan bluetooth mobil. Setelah menjawab panggilan telepon, suara Dylan terdengar. "Thiago terus membuat keributan, dia menabrak pintu dan berteriak sehingga agak mengganggu. Aku belum menemukan tempat yang cocok untuk mengurungnya."Shawn berkata dengan dingin, "Ikat dan sumpal mulutnya."Dylan menyahut, "Oke."Setelah p
Aaron langsung mundur karena aura pria di depannya ini sangat mengintimidasi. Aaron bertanya, "Kamu cari siapa?"Shawn tidak menghiraukan Aaron, dia malah memperhatikan papan nama di dada Aaron. Tatapan Shawn menjadi muram. Yvonne mendongak dan memanggil, "Shawn?"Aaron bertanya, "Kalian saling kenal?"Shawn berjalan masuk ke kamar dan berdiri di samping ranjang. Jelas-jelas dia datang untuk melihat keadaan Yvonne, tetapi dia malah menyindir, "Sepertinya kamu senang sekali, ya?"Yvonne mengabaikan sikap Shawn yang aneh, dia merasa Shawn gila! Yvonne tersenyum dan berkata kepada Aaron, "Perkenalkan, dia ini suamiku.""Ternyata dia suamimu," ujar Aaron. Kemudian, dia mengulurkan tangan kepada Shawn sembari menyapa, "Halo."Shawn berpura-pura tidak melihat tangan Aaron yang terulur. Sementara itu, Aaron yang kesal menarik tangannya dan berucap, "Aku masih ada kerjaan. Aku pergi dulu supaya nggak menganggu kalian." Selesai bicara, Aaron pun keluar dari kamar.Yvonne memelototi Shawn sembar
Neil berujar dengan yakin, "Iya, Anas memang amnesia. Bu, kamu harus memperlakukan Anas dengan baik untuk menebus kesalahanmu dulu."Nyonya Sanchez mengangguk dan menimpali, "Aku tahu, sekarang kamu sudah bisa mengendalikan Keluarga Sanchez. Jadi, aku nggak takut kekayaan Keluarga Sanchez direbut dan aku nggak perlu menjodohkanmu lagi. Kalau kamu sudah cukup kuat, aku tentu berharap kamu bisa bersama dengan orang yang kamu sukai."Neil mengingatkan, "Jangan ungkit masalah itu dulu di depan Anas."Nyonya Sanchez mengangguk dan menyahut, "Oke."Anas melirik sekilas Neil dan Nyonya Sanchez yang sedang diam-diam berbincang. Ekspresi Anas menjadi dingin, apa mereka berdua berniat mencelakainya lagi? Untung saja, Anas sudah mendapatkan informasi yang banyak. Jika tidak, mungkin saja Anas akan dicelakai sekali lagi.Kemudian, Neil masuk ke dapur untuk membantu Anas mencuci sayur. Anas langsung mendorong Neil keluar dan membujuk, "Kamu nggak usah bantu aku, aku bisa mengurusnya sendiri."Neil
Di sisi lain, Yvonne yang berada di rumah sakit sudah sadar. Shawn menuang air untuk Yvonne dan bertanya, "Kamu lapar, tidak?"Yvonne menyahut, "Nggak. Apa kamu sudah menemukan obatnya?"Shawn menjelaskan, "Um. Aku juga sudah menyuruh Dylan untuk memberi Thiago makan obat itu, lalu menyerahkan Thiago kepada Kakek Graham."Shawn telah mencari tahu khasiat obatnya. Ternyata, itu adalah obat yang bisa menyebabkan seseorang mengalami gangguan memori. Yvonne berniat untuk membuat Thiago melupakan semua dendamnya. Dengan begitu, Thiago bisa memulai hidup baru. Ini memang cara yang bagus. Jika Thiago hanya dikurung, mereka harus menyuruh orang untuk menjaga Thiago. Takutnya, Thiago akan kabur dan berbuat jahat lagi.Yvonne berkomentar, "Kakek Graham sakit parah. Kalau Thiago bisa menemaninya pada saat-saat seperti ini, pengobatan Kakek Graham akan terbantu."Yvonne mendapatkan inspirasi dari kondisi Anas. Seseorang tidak akan terus mempermasalahkan kejadian di masa lalu lagi jika telah melupa
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"