Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Yvonne Staford menikah hari ini, tetapi pengantin prianya tak kunjung datang. Seprai merah dan dekorasi kamar yang romantis bak tamparan keras untuknya.Merasa terhina dan enggan? Memangnya apa yang bisa dia lakukan? Sejak lahir ke dunia ini, nasibnya berada di tangan orang lain, termasuk pernikahannya.Yvonne terpaksa menikah dengan anggota Keluarga Jamison karena keserakahan ayahnya. Kakeknya adalah sopir Tuan Besar Keluarga Jamison. Dalam suatu kecelakaan, kakeknya tewas karena menolong tuan besar ini.Keluarga Staford menjalankan perusahaan kecil dan memiliki banyak utang sehingga berada di ambang kebangkrutan. Ayah Yvonne yang cerdas tahu bahwa utang budi ini akan terbayarkan jika dia meminta sejumlah besar uang kepada Keluarga Jamison. Itu sebabnya, dia terpikir akan sebuah ide buruk, yaitu meminta cucu Graham Jamison yang bernama Shawn Jamison, menikahi putrinya.Dengan kekayaan yang dimiliki Keluarga Jamison, mereka pasti akan memberikan maskawin yang luar biasa mahal. Selain i
Hank selaku direktur rumah sakit pun berkata, "Ini Jolene Summers, dokter yang bertugas kemarin malam."Setelah masuk, Xavier memeriksa sekilas kartu karyawan Jolene. Kemudian, dia berkata, "Ikuti aku."Jolene yang kebingungan pun bertanya, "Ke mana?""Ikut saja, jangan sampai Pak Shawn menunggu terlalu lama," timpal Hank sembari menariknya dan tidak memberinya kesempatan untuk bertanya.Segera, Jolene dibawa ke ruang kantor direktur. Terlihat Shawn yang bertubuh tegap sedang duduk di atas sofa. Jika tidak memperhatikan dengan saksama, seseorang tidak akan menyadari bahwa bibirnya tampak agak pucat.Uap disinfektan di dalam ruangan menutupi penampilannya yang haus darah. Shawn mengenakan jas hitam dan tampak sangat berkarisma. Bahkan, satu tatapan darinya sudah bisa membuat orang-orang ketakutan.Setelah berjalan ke sisi Shawn, Xavier membungkuk dan berbisik, "Kamera pengawas sengaja dirusak seseorang kemarin malam. Pelakunya mungkin adalah orang-orang yang mengejarmu karena takut meni
Orang yang menelepon Yvonne adalah kakak kelasnya. Keduanya lulus dari universitas kedokteran yang sama, tetapi kakak kelasnya ini lebih tinggi dua tingkatan darinya, juga sempat melanjutkan studi di luar negeri. Kini, reputasinya sudah sangat terkenal di dalam negeri. Kakak kelasnya ini pun selalu menjaganya sehingga hubungan keduanya sangat baik."Apa? Katakanlah," timpal Yvonne langsung."Aku ada pasien, tapi nggak sempat mengobatinya sekarang. Kamu gantikan aku ke sana," ujar Neil Sanchez.Yvonne memeriksa jam sekilas. Dia tidak membuka konsultasi hari ini, tetapi ada 2 operasi sore nanti. Lantaran senggang di pagi hari, dia langsung menyetujuinya, "Oke.""Lokasinya di Kompleks Rose Blok A nomor 306. Bilang saja kamu mencari Pak Xavier, penjaga akan memberi tahu kedatanganmu kepada mereka nanti," pesan Neil."Oke." Yvonne menganggukkan kepalanya."Jangan beri tahu siapa pun masalah ini, juga jangan bertanya apa pun. Kamu hanya perlu mengobati pasien," pesan Neil lagi."Aku mengerti
Yvonne membereskan kotak obatnya dengan kepala tertunduk. Dia tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang dokter sehingga berpesan, "Lukamu nggak boleh terkena air untuk sementara waktu ini, juga harus didisinfeksi 1 kali sehari. Pakai baju yang lebih lebar supaya nggak bergesekan dengan lukamu. Ini obat yang harus dikonsumsi."Kemudian, Yvonne meletakkan obat tersebut di atas meja. Shawn tidak mengangkat kepalanya sedikit pun, bahkan merespons dengan sangat singkat. Yvonne pun tidak berbicara lagi, melainkan langsung mengangkat kotak obatnya dan berjalan ke luar.Sesampainya di rumah sakit, waktu sudah menunjukkan pukul 11.00. Yvonne makan siang sebentar di kantin rumah sakit, lalu dipanggil oleh direktur rumah sakit ke ruangannya."Aku berniat mengutus Jolene untuk magang di Rumah Sakit Umum Wilayah Militer Kedua," ujar Hank dengan ekspresi tegas, seolah-olah memiliki kesulitan tersendiri.Yvonne terkejut mendengarnya. Dia bertanya, "Bukannya kamu bilang akan mengutusku ke sana?""K
Neil datang untuk mencari Yvonne. Lantaran Shawn juga ingin kemari, Neil sekaligus menumpang mobilnya. Ketika melihat Jolene datang, dia membuka pintu mobil dan turun sembari berkata, "Aku pergi dulu."Sesudah Neil pergi, Jolene masuk ke mobil dan duduk di seberang Shawn. Dia merasa agak gugup karena sudah menyadari bahwa Shawn sepertinya salah mengenali orang. Meskipun demikian, dia tahu bahwa dirinya akan mendapat keuntungan jika berhubungan dengan pria ini.Hank selalu memuji keterampilan medis Yvonne. Dia yang tiba-tiba mengubah keputusannya dengan mengutus Jolene magang di Rumah Sakit Umum Wilayah Militer Kedua, sudah pasti karena Shawn. Itu sebabnya, Jolene bertekad tidak akan melepaskan pria ini. Kesempatan sebaik ini tidak akan datang untuk kedua kalinya."Aku sudah memikirkannya," ujar Jolene sambil menatap Shawn.Shawn tidak menyangka bahwa wanita ini akan membuat keputusan secepat itu. Dia menggerakkan tubuhnya dengan tidak acuh, tetapi nyatanya dia merasa sangat penasaran d