Hank selaku direktur rumah sakit pun berkata, "Ini Jolene Summers, dokter yang bertugas kemarin malam."Setelah masuk, Xavier memeriksa sekilas kartu karyawan Jolene. Kemudian, dia berkata, "Ikuti aku."Jolene yang kebingungan pun bertanya, "Ke mana?""Ikut saja, jangan sampai Pak Shawn menunggu terlalu lama," timpal Hank sembari menariknya dan tidak memberinya kesempatan untuk bertanya.Segera, Jolene dibawa ke ruang kantor direktur. Terlihat Shawn yang bertubuh tegap sedang duduk di atas sofa. Jika tidak memperhatikan dengan saksama, seseorang tidak akan menyadari bahwa bibirnya tampak agak pucat.Uap disinfektan di dalam ruangan menutupi penampilannya yang haus darah. Shawn mengenakan jas hitam dan tampak sangat berkarisma. Bahkan, satu tatapan darinya sudah bisa membuat orang-orang ketakutan.Setelah berjalan ke sisi Shawn, Xavier membungkuk dan berbisik, "Kamera pengawas sengaja dirusak seseorang kemarin malam. Pelakunya mungkin adalah orang-orang yang mengejarmu karena takut meni
Orang yang menelepon Yvonne adalah kakak kelasnya. Keduanya lulus dari universitas kedokteran yang sama, tetapi kakak kelasnya ini lebih tinggi dua tingkatan darinya, juga sempat melanjutkan studi di luar negeri. Kini, reputasinya sudah sangat terkenal di dalam negeri. Kakak kelasnya ini pun selalu menjaganya sehingga hubungan keduanya sangat baik."Apa? Katakanlah," timpal Yvonne langsung."Aku ada pasien, tapi nggak sempat mengobatinya sekarang. Kamu gantikan aku ke sana," ujar Neil Sanchez.Yvonne memeriksa jam sekilas. Dia tidak membuka konsultasi hari ini, tetapi ada 2 operasi sore nanti. Lantaran senggang di pagi hari, dia langsung menyetujuinya, "Oke.""Lokasinya di Kompleks Rose Blok A nomor 306. Bilang saja kamu mencari Pak Xavier, penjaga akan memberi tahu kedatanganmu kepada mereka nanti," pesan Neil."Oke." Yvonne menganggukkan kepalanya."Jangan beri tahu siapa pun masalah ini, juga jangan bertanya apa pun. Kamu hanya perlu mengobati pasien," pesan Neil lagi."Aku mengerti
Yvonne membereskan kotak obatnya dengan kepala tertunduk. Dia tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang dokter sehingga berpesan, "Lukamu nggak boleh terkena air untuk sementara waktu ini, juga harus didisinfeksi 1 kali sehari. Pakai baju yang lebih lebar supaya nggak bergesekan dengan lukamu. Ini obat yang harus dikonsumsi."Kemudian, Yvonne meletakkan obat tersebut di atas meja. Shawn tidak mengangkat kepalanya sedikit pun, bahkan merespons dengan sangat singkat. Yvonne pun tidak berbicara lagi, melainkan langsung mengangkat kotak obatnya dan berjalan ke luar.Sesampainya di rumah sakit, waktu sudah menunjukkan pukul 11.00. Yvonne makan siang sebentar di kantin rumah sakit, lalu dipanggil oleh direktur rumah sakit ke ruangannya."Aku berniat mengutus Jolene untuk magang di Rumah Sakit Umum Wilayah Militer Kedua," ujar Hank dengan ekspresi tegas, seolah-olah memiliki kesulitan tersendiri.Yvonne terkejut mendengarnya. Dia bertanya, "Bukannya kamu bilang akan mengutusku ke sana?""K
Neil datang untuk mencari Yvonne. Lantaran Shawn juga ingin kemari, Neil sekaligus menumpang mobilnya. Ketika melihat Jolene datang, dia membuka pintu mobil dan turun sembari berkata, "Aku pergi dulu."Sesudah Neil pergi, Jolene masuk ke mobil dan duduk di seberang Shawn. Dia merasa agak gugup karena sudah menyadari bahwa Shawn sepertinya salah mengenali orang. Meskipun demikian, dia tahu bahwa dirinya akan mendapat keuntungan jika berhubungan dengan pria ini.Hank selalu memuji keterampilan medis Yvonne. Dia yang tiba-tiba mengubah keputusannya dengan mengutus Jolene magang di Rumah Sakit Umum Wilayah Militer Kedua, sudah pasti karena Shawn. Itu sebabnya, Jolene bertekad tidak akan melepaskan pria ini. Kesempatan sebaik ini tidak akan datang untuk kedua kalinya."Aku sudah memikirkannya," ujar Jolene sambil menatap Shawn.Shawn tidak menyangka bahwa wanita ini akan membuat keputusan secepat itu. Dia menggerakkan tubuhnya dengan tidak acuh, tetapi nyatanya dia merasa sangat penasaran d
Shawn menengadah, lalu mengangkat alisnya. Seketika, suasana menjadi tegang karenanya. Dia merespons dengan singkat, "Hah?"Neil pun menahan kekesalannya. Dia berkata, "Sudahlah. Demi kebahagiaanmu, aku akan melupakan masalah ini."Shawn meliriknya sekilas. Kemudian, dia berujar dengan sorot mata yang suram, "Ya sudah, aku pergi dulu."Xavier menyalakan mesin dan mengemudikan mobil. Sebelum pergi, Neil merasa dia harus melakukan sesuatu untuk Yvonne. Ketika Neil hendak pergi mencarinya, Yvonne kebetulan sudah berjalan ke luar."Yvonne," panggil Neil sembari berjalan ke depan."Aku harus pulang," ujar Yvonne sambil menatap Neil dengan tersenyum.Melihat Yvonne yang begitu murung, Neil berkata, "Yvonne, aku akan berusaha mencari jantung yang cocok untuk ibumu."Begitu teringat pada ibunya, hati Yvonne seketika menegang. Dia berusaha menutupi kesedihannya, tetapi suaranya masih terdengar agak bergetar saat bertanya, "Serius?"Jantung adalah organ yang sangat sulit untuk didapatkan. Bebera
"Selamat pagi, Nona Yvonne. Aku asisten Pak Shawn. Pak Shawn ingin kamu menemuinya, tolong ikut denganku," ujar Xavier.Begitu melihat Xavier, Yvonne sontak tertegun. Kemudian, dia buru-buru menunduk untuk menutupi reaksinya yang jelas-jelas terlihat mengenali Xavier.Ketika Neil menyuruhnya mengobati seorang pasien, pria ini yang membukakan pintu untuknya. Jadi, pria ini asistennya Shawn? Itu artinya, orang yang terluka adalah Shawn?"Nona Yvonne, silakan." Xavier menekan ucapannya saat melihat Yvonne yang hanya terdiam.Yvonne berusaha menenangkan dirinya, lalu menyahut, "Aku masih harus pergi bekerja."Jelas, Yvonne menolak karena tidak ingin bertemu dengan Shawn. Mendengar penolakan ini, Xavier membalas, "Nona Yvonne, pikirkanlah baik-baik. Kalau Pak Shawn marah, kamu bukan hanya akan kehilangan pekerjaan, tapi kariermu sebagai seorang dokter mungkin akan hancur."Ini adalah ancaman terang-terangan. Yvonne mengepalkan tangannya dengan erat. Ayahnya hanya membayar biaya operasi ibun
'Bukankah Shawn menyerahkanku kepada pria mesum itu? Kenapa dia masih muncul di vila ini? Apa dia begitu nggak sabar untuk mentertawakanku? Hehe,' batin Yvonne."Shawn!" Yvonne menunjuk pria kejam itu. Mungkin karena mabuk, nyalinya pun menjadi besar dan tidak kenal takut. Dia membentak, "Kamu benar-benar berengsek!"Raut wajah Shawn seketika menjadi suram. Xavier dan Leah hanya menundukkan kepala, bahkan tidak berani bersuara sedikit pun.Kemudian, Yvonne berjalan dengan terhuyung-huyung. Dia meraih kerah baju Shawn, lalu bertanya, "Kamu kira aku sangat ingin menikah denganmu? Kamu kira dirimu begitu hebat?"Bau alkohol di tubuh Yvonne membuat Shawn mengernyit. Tebersit pula kemarahan pada tatapannya. Shawn meraih pergelangan tangan Yvonne dengan gesit, lalu membalas, "Kamu sudah gila, ya?"Wanita ini berani mengikuti pria yang tak dikenalnya. Shawn ingin membuat Yvonne berinisiatif untuk mundur dari pernikahan mereka, tetapi wanita ini sangat keras kepala. Ketika Yvonne mengikuti Har
"Suruh dia pergi." Shawn mendorong pintu ruang kantornya, lalu memerintahkan, "Buatkan kopi untukku."Selesai mengatakan itu, Shawn berjalan ke arah kantor kerjanya. Namun, sekretaris itu melanjutkan, "Pak Harvey bilang, dia tidak akan pergi sebelum bertemu denganmu."Shawn mendongak untuk melirik si sekretaris sekilas. Melihat ini, sekretaris itu segera menundukkan kepalanya. Pada akhirnya, Shawn duduk sambil membuka kancing jasnya dan memerintahkan, "Bawa dia masuk."Sekretaris itu pun buru-buru membawakan kopi, juga mempersilakan Harvey masuk. Harvey langsung bertanya dengan kesal, "Siapa sebenarnya wanita yang kamu bawa itu?"Shawn mengambil cangkir kopinya, lalu menyuruh sekretarisnya untuk keluar. Sesudah itu, dia baru mendongak dan melirik Harvey sekilas."Lihatlah, dia melukaiku sampai seperti ini. Urat nadi tanganku juga hampir putus," ujar Harvey seraya menunjuk lehernya yang terluka beserta pergelangan tangannya yang dibalut perban.Shawn melirik sekilas cedera yang diderita
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"