"Kamu gila ketawa sendiri?" Dylan menatapnya dengan kesal."Matamu kenapa?" Harvey menunjuk wajah Dylan.Dylan menutup matanya yang memar. "Mengingat kamu yang pernah membantuku, kali ini aku nggak akan membuat perhitungan. Tapi kalau kamu masih mentertawakanku, aku nggak bakal sungkan-sungkan menghajarmu! Aku juga bisa marah.""Aku membantumu?" Harvey tidak mengerti maksud Dylan. "Kamu nggak salah orang ....""Pergi sana! Kali ini aku membiarkanmu mentertawakanku, anggap kita impas." Dylan meninggalkan Harvey, lalu beranjak ke kaamr Shawn.Harvey sempat mempertanyakan diri sendiri, apakah dia pernah membantu Dylan? Bantuan apa yang diberikan? Dia tidak merasa membantu Dylan."Aduh, sudah jam 7." Harvey buru-buru pergi ke rumah Yvonne, dia tidak mau membuang-buang waktu.Mengingat Yvonne yang sedang hamil, Harvey membawakannya sarapan yang tidak terlalu berat.Ketika Harvey sampai, Yvonne sudah mau berangkat kerja."Kamu sudah sarapan?" tanya Harvey.Yvonne melihat makanan yang dibawa
"Siapa?" tanya Yvonne."Pasienmu," jawab dokter kepala dan mengingatkan Yvonne. "Sekarang Beliau adalah salah satu pemegang saham rumah sakit. Jadi, jangan menyinggungnya."Pasiennya? Salah satu pemegang saham rumah sakit? Siapa?Hanya satu orang yang terlintas di pikiran Yvonne. Apakah mungkin Shawn? Dia mendapatkan saham dalam waktu secepat ini?Di antara semua pasiennya, hanya Shawn yang memiliki kemampuan untuk bernegosiasi dengan Keluarga Lotex."Pasienmu ada di dalam ruang rawat. Cepat, sana!"Yvonne melihat ke arah ruang tersebut, itu adalah ruang rawat Shawn. "Baik."Sebelum menemui Shawn, Yvonne singgah ke toilet untuk berdandan secepat mungkin.Sehari-hari Yvonne tidak mungkin datang bekerja dengan mengenakan riasan yang menor, untungnya dia membawa bedak dan lipstik.Sepuluh menit kemudian Yvonne pergi menemui Shawn.Shawn sedang berdiri di depan jendela. Begitu mendengar suara pintu, dia langsung membalikkan badan."Pak Shawn, ada apa mencariku?" Yvonne bertanya dengan tena
Dylan tampak sedang menindih seorang wanita.Wajah wanita itu tidak kelihatan, hanya terlihat kakinya yang mulus dan putih.Yvonne mengedipkan mata, Dylan punya pacar? Dia membawa pacarnya ke sini?"Dylan, lepaskan aku! Kalau nggak, aku bakal teriak!" Suara wanita itu terdengar marah.Dylan dan kekasihnya tidak terdengar sedang baik-baik saja. Yvonne tidak mau ikut campur, dia menutup pintu kamar dan bersikap seolah tidak melihat apa pun.Ketika membalikkan badan, Yvonne melihat Shawn yang berdiri di belakang sambil menatapnya.Apakah Yvonne ketahuan sedang mengintip Dylan? Sebenarnya Yvonne tidak bermaksud mengintip, dia hanya penasaran."Aku tidak melihat apa-apa," Yvonne menjelaskan.Shawn kembali ke kamar tanpa memedulikannya.Yvonne bingung melihat sikap Shawn. Shawn memercayai penjelasannya atau tidak? Dia tidak bisa membaca pikiran Shawn.Yvonne mengikuti Shawn sambil mengajaknya mengobrol. "Pak, bagaimana tidurmu tadi malam?"Shawn masuk ke kamar tanpa menjawab pertanyaan Yvonn
Yvonne tercengang melihat tubuh Shawn yang dipenuhi ruam-ruam merah."Kok bisa?" Yvonne kebingungan."Harusnya aku yang bertanya kepada kamu. Kamu taruh obat apa ke dalam air?" Shawn mengerutkan alis sambil menggaruk tubuhnya.Yvonne berbicara kepada Harvey yang berada di ujung telepon. "Aku ada urusan, nanti aku hubungi lagi."Setelah menutup telepon, Yvonne buru-buru masuk ke dalam kamar mandi untuk mengecek air rendaman. Yvonne mencium aroma obat yang dapat memicu alergi, tetapi Yvonne yakin tidak menaruh obat ini ke dalam bak mandi."Jangan dekat-dekat." Yvonne menghalangi Shawn. "Tunggu sebentar, aku ambilkan obat."Di saat Yvonne keluar dari kamar mandi, Shawn mencekiknya sambil menatap tajam. "Kamu sengaja?"Yvonne hampir kehabisan napas. "Pak, aku tidak punya alasan untuk menyakitimu. Percaya padaku, aku tidak melakukan apa-apa."Shawn tidak melepaskannya begitu saja, dia malah mencekik Yvonne dengan semakin erat.Wajah Yvonne terlihat memerah. "Berikan aku ... ke-kesempatan ..
Tahi lalat yang besar dan berbulu menempel di ujung hidung Yvonne.Setiap Yvonne bernapas, tahi lalatnya bergoyang seperti mau lepas. Shawn mencondongkan tubuh untuk memperhatikan tahi lalat tersebut. Di saat bersamaan, dia mencium aroma parfum yang menusuk hidung.Shawn mengerutkan alis. "Tahi lalatmu mau lepas."Yvonne langsung menutupi hidungnya. Dia mengedipkan mata yang mengenakan kontak lensa sambil menekan tahi lalatnya.Shawn menatapnya dengan curiga. "Jangan bilang, kamu menggunakan tahi lalat palsu untuk menambah kecantikan?"Otak Yvonne langsung berpikir cepat. "Bu-bukan .... Aku baru mengoleskan salep untuk menghilangkan tahi lalat ini."Yvonne sengaja mencopot tahi lalat tersebut dan menunjukkannya kepada Shawn. "Lihat, ini tahi lalatnya sudah kering, makanya ...."Shawn jijik melihatnya. "Bawa pergi!"Yvonne mengambil sehelai tisu, lalu membuang tahi lalatnya ke dalam tong sampah.Kemudian Yvonne lanjut mengoleskan salep ke tubuh Shawn. "Tunggu sampai kering, baru boleh t
Wanita itu menjawab dengan puas, "Dokter kepala sangat menyukainya, dia sendiri yang merekomendasikan Jane untuk naik jabatan. Kalau nggak menggunakan sedikit trik, bisa-bisa dia malah diangkat jadi dokter Utama.""Aku memasukkan obat alergi ke dalam ramuan obat-obatan Jane. Begitu mendengar rumor ini, pemegang saham yang berasal dari Negara Zava itu pasti bakal memecat Jane. Cepat atau lambat dia pasti akan ditendang dari rumah sakit.""Sayang, kamu pintar banget. Sana, mandi. Kita harus merayakannya," kata sang pria sambil melirik genit."Ih, nakal!" Sang wanita memukul dada sang pria.....Yvonne diam saja selama perjalanan pulang."Jane, tunjukkan saja rekaman itu ke petinggi rumah sakit. Mereka berdua pasti bakal dipecat," kata Jeff."Aku nggak suka sama politik kantor. Aku nggak nyangka, mereka malah menjebakku," jawab Yvonne."Semuanya demi naik jabatan. Dokter Utama adalah jabatan yang penting di rumah sakit.""Jeff, kalau kita menyerahkan rekaman ini ke rumah sakit, apakah men
Harvey tidak menyadari ada yang mengikutinya. Sesampainya di depan rumah Yvonne, dia langsung membuka pintu.Dylan membelalak saat melihat nomor rumah. Bukankah ini rumah Dokter Jane? Untuk apa Harvey di sini?Harvey mengenal Dokter Jane? Ada yang tidak beres.Dylan langsung mengetuk pintu rumah Yvonne, dia ingin tahu apa hubungan di antara Harvey dan Jane.Yvonne kelelahan, dia malas membuka pintu. Akhirnya Harvey yang bangun dan membuka pintu. Dia mengerutkan alis saat melihat kedatangan Dylan. "Ngapain kamu ke sini?"Dylan mendengus dingin. "Harusnya aku yang tanya, ngapain kamu di sini?"Sembari bertanya, sorotan mata Dylan tertuju kepada Jane yang dudul di sofa. Dylan juga melihat makanan-makanan yang ada di atas meja. Kalau tidak akrab, mereka tidak mungkin makan bersaman.Yvonne bangkit berdiri sambil menahan rasa lelahnya. "Pak Harvey pasienku. Ada apa mencariku?"Harvey menimpali, "Benar, aku pasiennya Jane. Aku lagi memintanya untuk mengobatiku."Dylan tidak percaya, tetapi d
Yvonne terkejut hingga membelalak. Untuk sesaat, otak Yvonne terasa berhenti bekerja.Apakah Shawn telah mengetahui identitasnya? Yvonne menelan air luda, dia sangat gugup.Shawn berhenti selangkah di depan Yvonne. "Kamu takut apa? Kamu sangat jelek, takut aku lecehkan?"Setelah bicara, Shawn berbalik dan beranjak ke tempat tidur.'Shawn sakit, ya?' pikir Yvonne. Benar juga, dia memang lagi sakit, sakit parah.Yvonne mengambil sebuah kursi, sementara Shawn berbaring di tepi tempat tidur.Yvonne mulai memijat Shawn. Pijatan Yvonne sangat enak, perlahan-lahan Shawn pun memejamkan mata dan tidur.Karena kelelahan, Yvonne memijat Shawn sampai ketiduran. Untungnya Shawn tidur lebih dulu daripada Yvonne.Ketika Yvonne bangun, dia buru-buru bangkit berdiri dan hendak pergi. Namun, tiba-tiba Shawn malah menarik tangan Yvonne.Yvonne menundukkan kepala, apakah Shawn mengigau lagi?Yvonne berusaha melepaskan cengkeraman tersebut, tetapi Shawn menggenggamnya dengan erat.Akhirnya Yvonne duduk kem
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"