Harvey tidak menyadari ada yang mengikutinya. Sesampainya di depan rumah Yvonne, dia langsung membuka pintu.Dylan membelalak saat melihat nomor rumah. Bukankah ini rumah Dokter Jane? Untuk apa Harvey di sini?Harvey mengenal Dokter Jane? Ada yang tidak beres.Dylan langsung mengetuk pintu rumah Yvonne, dia ingin tahu apa hubungan di antara Harvey dan Jane.Yvonne kelelahan, dia malas membuka pintu. Akhirnya Harvey yang bangun dan membuka pintu. Dia mengerutkan alis saat melihat kedatangan Dylan. "Ngapain kamu ke sini?"Dylan mendengus dingin. "Harusnya aku yang tanya, ngapain kamu di sini?"Sembari bertanya, sorotan mata Dylan tertuju kepada Jane yang dudul di sofa. Dylan juga melihat makanan-makanan yang ada di atas meja. Kalau tidak akrab, mereka tidak mungkin makan bersaman.Yvonne bangkit berdiri sambil menahan rasa lelahnya. "Pak Harvey pasienku. Ada apa mencariku?"Harvey menimpali, "Benar, aku pasiennya Jane. Aku lagi memintanya untuk mengobatiku."Dylan tidak percaya, tetapi d
Yvonne terkejut hingga membelalak. Untuk sesaat, otak Yvonne terasa berhenti bekerja.Apakah Shawn telah mengetahui identitasnya? Yvonne menelan air luda, dia sangat gugup.Shawn berhenti selangkah di depan Yvonne. "Kamu takut apa? Kamu sangat jelek, takut aku lecehkan?"Setelah bicara, Shawn berbalik dan beranjak ke tempat tidur.'Shawn sakit, ya?' pikir Yvonne. Benar juga, dia memang lagi sakit, sakit parah.Yvonne mengambil sebuah kursi, sementara Shawn berbaring di tepi tempat tidur.Yvonne mulai memijat Shawn. Pijatan Yvonne sangat enak, perlahan-lahan Shawn pun memejamkan mata dan tidur.Karena kelelahan, Yvonne memijat Shawn sampai ketiduran. Untungnya Shawn tidur lebih dulu daripada Yvonne.Ketika Yvonne bangun, dia buru-buru bangkit berdiri dan hendak pergi. Namun, tiba-tiba Shawn malah menarik tangan Yvonne.Yvonne menundukkan kepala, apakah Shawn mengigau lagi?Yvonne berusaha melepaskan cengkeraman tersebut, tetapi Shawn menggenggamnya dengan erat.Akhirnya Yvonne duduk kem
"Tidak perlu." Harvey menguping pembicaraan Shawn dan Dylan.Sepertinya Harvey berjaga semalaman di depan kamar Shawn, kedua matanya terlihat merah dan lelah."Harvey ...." Dylan mengerutkan alis. "Sejak kapan kamu masuk? Kamu menguping?""Kamu yang nggak menutup pintu, jangan salahkan aku dong." Kemudian Harvey menatap Shawn dan berkata, "Nggak perlu selidiki. Jane adalah dokter yang aku bayar untuk mendekatimu.""Jane sangat jelek, tapi kamu nggak membencinya, 'kan? Karena dia menggunakan parfum yang bisa memanipulasi pikiran manusia, makanya kamu nggak membenci dia. Aku membayar wanita jelek untuk menggodamu biar kamu jijik.""Harvey, tindakanmu konyol banget! Kamu nggak malu?" Dylan tidak memahami jalan pikiran Harvey.Sebenarnya Dylan juga bingung, kenapa Shawn tidak membenci wanita buruk rupa itu, ternyata semua ini adalah ulah Harvey."Aku nggak bisa mengalahkan Shawn di bidang bisnis, tapi aku punya 1001 cara untuk membuatnya kesal." Harvey menjelaskan dengan nada yang meyakink
Pemandangan tersebut terlalu menyakiti mata.Tampak seorang wanita berwajah aneh dan gemuk yang mengenakan pakaian seksi berwarna merah mudah sedang menunggangi Harvey.Sepertinya Harvey diikat, dia berbaring tak berdaya di atas tempat tidur, ekspresinya tampak menyedihkan.Yvonne tidak sanggup menyaksikannya, dia langsung membalikkan badan."Dokter Jane, kamu datang mencari Harvey?" Entah sejak kapan Dylan berdiri di belakang Yvonne."Em." Yvonne menjawabnya dengan tenang, "Aku datang untuk mengecek Pak Harvey ....""Dokter Jane sangat profesional," jawab Dylan dengan nada menyindir.Yvonne tidak mengerti, kenapa sikap Dylan berubah jadi sinis?"Pak Shawn tidak puas sama perawatan yang aku berikan, kayaknya Pak Dylan juga tidak begitu menyukaiku," jawab Yvonne."Tanyakan pada hati nuranimu, berhenti bersandiwara! Kali ini aku hanya memberikan pelajaran kepada Harvey, harusnya kamu bersyukur Pak Shawn tidak melukaimu. Kalau kamu dipecat dari rumah sakit, dengan wajahmu yang sejelek ini
"Huhu ...." Aurora sangat sedih, dia menangis tersedu-sedu."Katakan, fakta apa?" Dylan menggoyangkan bahu Aurora."Kamu masih berani tanya? Semua gara-gara kamu!" Aurora menggigit lengan Dylan.Ini adalah kedua kalinya Aurora menggigit Dylan."Kamu binatang, ya? Suka banget mengigit orang?" Dylan merintih kesakitan."Kamu yang binatang, semua keluargamu binatang! Huhu ...."Wajah Dylan berkedut. "Jaga ucapanmu! Aku nggak bakal sungkan-sungkan."Dylan marah mendengar Aurora yang memarahi keluarganya."Kalau hebat, sini pukul aku!" Aurora duduk di lantai, rambutnya berantakan dan penampilannya acak-acakan.Aurora terlihat menyedihkan sekaligus menyebalkan."Orang aneh." Dylan menggosok bekas gigitan Aurora, lalu membalikkan badan dan pergi.Namun Aurora malah memeluk kaki Dylan. "Semua gara-gara kamu! Kamu nggak boleh pergi."Dylan menundukkan kepala, wanita ini memiliki penyakit kejiwaan, ya?Dylan berusaha menarik kakinya dan buru-buru pergi. Namun saat menoleh ke belakang, dia meliha
Entah apakah Aurora terlalu mabuk atau memerlukan tempat untuk melampiaskan emosi terpendam setelah mengetahui identitasnya yang sesungguhnya.Aurora dan Dylan sedang dilanda hasrat yang menggebu-gebu.Napas Dylan terengah-engah, tetapi akal sehatnya masih bekerja. Sebelum bertindak lebih jauh, dia bertanya kepada Aurora, "Kamu sendiri yang mau, ya?"Mata Dylan tampak memerah, dia telah dikuasai oleh hawa nafsu.Karena terlalu bersemangat, Dylan sampai merobek sedikit pakaian Aurora.Tak ada yang tahu apakah Aurora mendengar jelas pertanyaan Dylan. Dalam keadaan mabuk, Aurora memeluk dada Dylan sambil mengangguk. "Em."Dylan makin bersemangat begitu mendengar jawaban Aurora. Tanpa ragu, Dylan pun menindihnya.....Satu jam kemudian, Dylan mengenakan pakaian dan bergegas pergi. Sepuluh menit lagi pesawat akan lepas landas.Dylan berlari, untungnya dia tidak ketinggalan, tetapi Shawn sudah berada di dalam pesawat dan menunggunya.Melihat Shawn yang kesal, Dylan bergegas menjelaskan, "Maa
Siapa lagi yang mempermainkan Shawn?Harvey sudah diberi pelajaran, dia tidak mungkin menggunakan cara yang sama untuk mengerjai Shawn.Siapa pengirim pesan ini? Apa maunya?Meskipun tahu ini hanya pesan tipuan, Shawn tetap membalasnya.[ Beri tahu aku, di mana dia? ]Shawn meletakkan kembali ponselnya. Jauh di dalam lubuk hati, sebenarnya dia mengharapkan adanya keajaiban.Pengirim pesan itu membalas dalam hitungan detik. [ Aku akan memberitahumu, tapi ada syaratnya. ][ Lepaskan Thiago, aku akan memberi tahu keberadaan Yvonne. ]Shawn membaca pesan tersebut dengan tenang.[ Baik, setuju. ]Kemudian Shawn menelepon Dylan untuk memberikannya tugas. "Selidiki siapa yang akhir-akhir ini menemui Thiago.""Baik."Setelah menutup panggilannya, Shawn kembali menerima sebuah pesan.[ Kita bertemu di pelabuhan. ]Shawn tersenyum sinis, dia tidak akan membiarkan Thiago kabur. Pengirim pesan mengajak bertemu di pelabuhan agar Thiago dapat melarikan diri dengan menggunakan kapal. Namun Shawn tid
Begitu teleponnya diangkat, Shawn berkata, "Aku butuh bantuanmu, cari orang yang bisa dipercaya untuk melakukan tes DNA."Kemudian Shawn mengajak Samantha ke rumah sakit untuk melakukan pengambilan darah.Shawn berdalih ingin membawa Samantha untuk memeriksa kesehatan.....Di Negara Mauro.Yvonne diangkat menjadi dokter Utama termuda di Rumah Sakit Maine.Para kolega memberikan selamat kepada Yvonne.Yvonne berterima kasih kepada mereka. "Hari ini aku traktir.""Dokter Jane, Dokter Kepala memanggilmu ke ruangan." Seorang perawat datang untuk memanggil Yvonne."Baik, aku segera ke sana," jawab Yvonne.Seseorang menggoda Yvonne. "Jangan-jangan dokter kepala mau mentraktirmu?""Dasar!" Jeff menggelengkan kepala.Jeff adalah salah satu orang yang tulus memberikan ucapan selamat kepada Yvonne.Yvonne adalah dokter termuda yang dipromosikan, tentu saja para dokter yang telah berjuang bertahun-tahun iri melihat pencapaian Yvonne. Di saat yang lain membutuhkan bertahun-tahun untuk menjadi dok
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"