Saking gugupnya, Simon sampai tidak sanggup berkata-kata.Direktur rumah sakit menaruh kedua tangannya ke belakang. Tanpa menunggu penjelasan Simon, Pak Bernard telah mengetahui semuanya."Kamu anggap apa rumah sakit ini? Rumahmu? Beraninya kamu berbuat semaumu di rumah sakit ini!" Pak Bernard membentak Simon.Gara-gara masalah Paulo, Pak Bernard telah memperingatkan Simon untuk menjaga sikap. Namun, kali ini Simon kembali menggunakan jabatannya untuk membantu Yvonne.Tidak ada salahnya membantu Yvonne, tetapi seorang dokter tidak boleh membohongi keluarga pasien. Yvonne jelas masih hidup, tetapi Simon malah menggunakan jasad orang lain untuk berpura-pura menjadi Yvonne."Maaf ....""Aku tidak mau mendengar permintaan maafmu. Aku tidak bisa menoleransi tindakanmu lagi, aku akan memberi tahu Shawn sekarang juga ....""Pak Bernard ...." Yvonne berusaha bangkit dari meja operasi.Simon bergegas menahan Yvonne. "Kamu masih terluka."Yvonne menatap Pak Bernard sambil memohon. "Aku yang memi
Dylan buru-buru menghampirinya. "Pak.""Rumahnya sudah ketemu?" tanya Shawn."Sudah, bisa gunakan dalam waktu satu sampai dua hari ini," jawab Dylan.Shawn mengangguk. "Em."Dylan menatap pria yang datang bersama Shawn. Kulit pria itu kelihatan sangat pucat. Ekspresinya sangat serius, tetapi entah kenapa Dylan merasa pria itu memancarkan aura yang negatif."Pak, dia ...."Shawn tidak menjawab, lalu membawa pria tersebut masuk ke dalam ruang operasi. Dylan mengikuti mereka dengan kebingungan.Pria tersebut meletakkan kotak yang dibawa, lalu mengenakan sepasang sarung tangan dan memeriksa jasad Yvonne. Sesaat melihat wajah Yvonne, pria ini sontak mengerutkan alis. "Ini .... Kondisi mayat ini sangat parah, aku tidak bisa melakukannya. Seandainya orang ini masih hidup, aku bisa memotong bagian tubuh lain untuk menambal kerusakan sel wajah yang rusak."Shawn mencari penata rias mayat terhebat di kota ini. Pria ini sangat terkenal di kalangan konglomerat."Kondisinya sangat parah, aku tidak
Tumben Anas meneleponnya? Sejak Anas kembali ke Kota Sunrise, dia tidak pernah inisiatif menghubungi Niko duluan.Niko benar-benar kaget saat menerima panggilan dari Anas.Biasanya Niko pasti langsung menjawab panggilan Anas dalam hitungan detik dan mengajaknya mengobrol, tetapi sekarang ada urusan yang lebuh penting.Niko menjawab panggilan tersebut dan berkata, "Kak Anas, nanti aku hubungi kembali. Aku lagi sibuk.""Kamu lagi sibuk apa?" tanya Anas."Mau menghajar orang. Sudah dulu, ya! Nanti aku hubungi lagi." Niko langsung menutup teleponnya.Anas tercengang mendengarnya. Niko masih terlalu muda dan gegabah, apakah dia akan melakukan hal yang melanggar hukum?Anas kembali menelepon Niko, tetapi sekarang amarah Niko sangat menggebu-gebu. Saat ponselnya berdering, Niko menolak panggilan tersebut dan langsung mematikan ponselnya.Anas tak berhenti menghubungi Niko, hanya saja panggilannya tidak bisa tersambung. "Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif ...."Anas agak panik ....
"Aku nggak mau! Lepaskan aku, aku nggak bisa." Niko berusaha melepaskan Xavier, tetapi cengkeraman Xavier sangat kuat.Niko tidak dapat melarikan diri.Xavier berusaha membujuknya dengan ramah. "Hanya kamu yang paling cocok untuk melakukannya.""Apa maksudmu paling cocok melakukannya? Kalau aku yang bicara, memangnya Bibi Samantha nggak bakal sedih? Aku nggak bisa, aku nggak sanggup." Niko merasa Xavier sedang mengajaknya bercanda.Walaupun ibu kandung Niko dan Samantha tidak akur, semua itu adalah salah ibunya sendiri.Setelah sekian lama tinggal bersama, Niko menyadari bahwa Samantha dan Yvonne adalah orang yang baik. Sejak awal, Niko telah menganggap Samantha dan Yvonne sebagai keluarga sendiri.Jauh di dalam lubuk hati Niko, dia telah menganggap Samantha sebagai ibu kandung sendiri. Jika Samantha mengetahui kematian Yvonne, dia pasti akan sangat sedih."Tidak bisa dirahasiakan saja?" Niko tidak sanggup memberi tahu Samantha."Apakah menurutmu orang yang sudah meninggal bisa dirahas
Neil terkejut. "Kamu kehilangan pekerjaanmu?"Anas tidak menghiraukan Neil, tetapi Neil malah menarik pergelangan tangan Anas."Lepaskan!" Anas menatap Neil dengan ekspresi jijik dan penuh kebencian.Hati Neil hancur melihat raut wajah Anas. Apakah Anas begitu membencinya?"Apakah di matamu masa lalu kita adalah kenangan yang buruk?" Neil tidak bisa menerima kebencian Anas.Meskipun telah berpisah, mereka pernah saling mencintai. Neil tidak ingin hubungannya dan Anas berakhir seperti ini."Menurutmu?" Niko memberikan segelas air kepada Anas, lalu melirik Neil dan berkata, "Kamu yang mengkhianati Anas. Saat ada yang memasang spanduk di hotel pernikahanmu, kamu malah nggak membela Anas. Ternyata cuma segitu kepercayaanmu kepada Anas? Kamu dan keluargamu menyebabkan Anas kehilangan pekerjaan. Kalian sangat menyedihkan! Tapi tidak apa-apa, aku sanggup melindungi Anas.""Jangan pernah mengganggu Anas lagi! Satu lagi, jangan membuat onar di hari pemakaman kakakku. Kesabaranku ada batasnya, a
"Ibu yang membuat Anas kehilangan pekerjaan?" tanya Neil.Yasmine mendengar jelas suara Neil."Cih, itu layak disebut pekerjaan?" Nyonya Sanchez menyeringai dingin sambil menatap putranya. "Benar, aku yang membuat dia dipecat. Dia memasang spanduk memalukan di hari pernikahanmu! Aku harus memberikannya pelajaran, berani sekali dia mempermalukan keluarga kita."Yasmine tersenyum puas mendengarnya. Sekarang Nyonya Sanchez sangat amat membenci Anas."Memangnya Ibu punya bukti?" Neil membentak."Wanita itu yang mengakuinya sendiri, memangnya masih perlu bukti apa? Neil, kamu sudah menikah! Yasmine adalah istrimu, kamu harus menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab." Nyonya Sanchez memarahi Neil yang masih belum melupakan Anas, "Jangan menyia-nyiakan istrimu yang begitu baik. Kamu bukan hanya menikahi Yasmine, tapi seluruh Keluarga Lokra. Mau cari di mana wanita sesempurna Yasmine?"Neil tahu bahwa ayahnya sering melukai ibunya. Oleh karena itu Neil merelakan Anas untuk membahagiakan
Simon hampir pingsan saat melihat Shawn. Untuk apa Shawn berada di sini?"Sejak kapan dia di sini?" Simon bertanya kepada salah satu dokter yang berdiri di sampingnya.Dokter tersebut menjawab sambil berbisik, "Baru beberapa menit yang lalu. Begitu dia sampai, kami semua langsung diusir. Sepertinya dia lagi membereskan barang-barang Yvonne."Simon pun panik, Yvonne memintanya untuk mengirimkan semua barang-barang yang tertinggal, tetapi Shawn malah ....'Aduh, bagaimana ini?' pikir Simon."Dok, memangnya kenapa?" tanya salah seorang dokter saat melihat ekspresi Simon yang gugup.Simon buru-buru menggelengkan kepala. "Tidak, tidak apa-apa. Kalian jangan berdiri di sini. Sana, kerja!"Para dokter yang berkumpul di depan lorong pun membubarkan diri. Simon merasa bersalah, dia tidak berani menemui Shawn.Simon membalikkan badan, lalu pergi meninggalkan departemen bedah.Di dalam ruangan.Hanya ada Shawn seorang, suasana terasa dingin dan sunyi. Shawn duduk di kursi Yvonne sambil memperhati
Shawn mematung di tempat, dia tersentak menatap setiap kata yang tertera di dalam surat.Fakta ini terlalu mengagetkan, Shawn sulit memercayainya. Kamila mengirimkan surat kepada Yvonne?Shawn tidak menyangka sebenarnya ingatan Kamila sudah pulih, tetapi Kamila tidak menemui Shawn karena cintanya kepada Paulo.Konyol, Shawn merasa bodoh. Ibunya jatuh cinta kepada pria lain, lalu bagaimana dengan ayahnya?Shawn meremukkan surat tersebut, lalu bangkit berdiri dan pergi menemui Simon. Di dalam surat tersebut, Kamila sempat menyebutkan naam Simon.Mendengar suara pintu yang dibuka, Simon langsung sontak mengangkat kepalanya. Dia membelalak saat melihat Shawn yang berdiri di hadapannya.Simon adalah orang yang keras, dia tidak takut kepada siapa pun. Namun anehnya, dia gugup dan ketakutan setiap berhadapan dengan Shawn.Simon merahasiakan terlalu banyak hal, dia merasa bersalah dan tidak berani menatap mata Shawn."Pak Shawn, ada apa menemuiku?" Simon bangkit berdiri sambil melayangkan pand
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"