"Hah?" Simon melirik Paulo yang terlihat mengenaskan. "Paulo ...."Yvonne tidak bergeming. Kalau tidak membaca surat yang ditinggalkan Kamila, Yvonne tidak akan kembali ke sini."Aku bersedia melakukan permintaanmu," jawab Yvonne.Simon tercengang, apa yang membuat Yvonne berubah pikiran?Simon meragukan pendengarannya. "Apa katamu?""Aku yang melakukan operasi ini," jawab Yvonne."Tidak perlu, aku yang mencelakainya, semua bukan salahmu. Aku tidak ingin hidup, aku mau menyusul Kamila. Aku tidak membutuhkan pengorbananmu." Paulo bangkit dengan terhuyung-huyung, lalu memeluk Kamila."Sebenarnya ... ingatannya sudah pulih." Ucapan Yvonne sontak membuat semua orang tercengang.Paulo mematung di tempat, dia berusaha keras untuk mencerna informasi yang diberikan Yvonne. "Apa katamu?"Simon tak kalah terkejut. "Bagaimana kamu tahu?""Kamila menulis surat untukku. Karena tidak tahu alamat rumah, dia mengirimkannya ke rumah sakit. Aku baru membaca suratnya.""Apa kata Kamila?" Paulo memegang k
"Dokter forensik telah memeriksa penyebab kematian Nyonya Besar. Nyonya Besar meninggal akibat dokter yang salah memotong serabut saraf saat operasi berlangsung. Operasi tersebut berisiko sangat tinggi. Bahkan dokter ahli pun belum tentu bisa berhasil. Aku juga telah menanyakan kepada 6 orang untuk memverifikasi dokter yang menangani operasi Nyonya Besar, termasuk Simon dan Kakak Ipar. Mereka mengatakan ...."Meskipun Dylan tidak menyebutkan nama, semua orang memahami maksudnya."Mungkin dia hanya berniat membantu. Dia adalah dokter bedah jantung, bukan ahli saraf. Jadi ...," Xavier berusaha membantu Yvonne untuk menjelaskan.Shawn berdiri membelakangi Dylan dan Xavier. Mereka berdua tidak berani berbicara terlalu banyak."Pergilah," kata Shawn.Dylan dan Xavier saling bertatapan, lalu menjawab secara serentak, "Kondisi ini bisa dimaklumi ....""Pergi! Kalian tidak mengerti?" Shawn memotong ucapan Dylan dan Xavier."Baik." Dylan dan Xavier pun berpamitan.Yvonne bersembunyi di balik te
Dylan kesal mendengar jawaban Yvonne. Dylan tahu bahwa Yvonne tidak sengaja, dia tidak bermaksud membunuh Kamila.Asalkan Yvonne menjelaskan semua yang terjadi, Shawn pasti akan mengerti. Yvonne tidak seharusnya menjauhi Shawn, bukankah Yvonne yang salah di dalam insiden ini?Yvonne menyebabkan ibu kandung Shawn meninggal."Pikirkan sendiri." Dylan pergi menyusul Shawn."Kembalilah ke negaramu," kata Yvonne kepada Paulo."Kamila yang menyuruhku kembali?"Kamila tidak menyuruh Paulo pulang, tetapi Yvonne merasa itu adalah keputusan yang terbaik."Bukannya kalian memiliki seorang putri? Kamu harus kembali ke sisi putrimu," jawab Yvonne.Bagaimana Yvonne bisa mengetahui keberadaan putri mereka? Pasti Kamila yang memberitahunya."Em, baik. Aku akan mematuhi semua keinginannya."Yvonne berharap semua masalah ini bisa segera berlalu. Yvonne tak kalah menderita, terutama saat berhadapan dengan Shawn. Dada Yvonne terasa sesak dan kesulitan bernapas.Ketika mengetahui kedatangan Yvonne, Simon m
Harvey tercengang melihat ekspresi Yvonne yang dingin."Kamu kenapa?" Harvey bertanya dengan hati-hati.Yvonne melihat jam tangannya sambil berkata, "Kamu punya 2 menit.""Beberapa proyekku tiba-tiba dihentikan, katanya ada pelanggaran. Aku buru-buru kembali ke Kota Sunrise, ternyata ini semua ulahnya Shawn. Dia kenapa, sih?""Kamu yang cari penyakit sendiri." Yvonne tidak menghiraukan Harvey."Kalian ....""Ibumu sudah boleh pulang." Yvonne membalikkan badan dan pergi.Rasanya emosi Harvey mau meledak. "Kami dan Shawn memang cocok, sama-sama nggak punya hati nurani! Aku berbaik hati berterima kasih kepadamu, tapi kamu malah menyakiti hatiku.""Aku tidak punya waktu mendengarkan omong kosongmu." Yvonne bahkan tidak menoleh untuk menatap wajah Harvey."Hem! Aku buta pernah menyukaimu!" Harvey menggertakkan gigi.Yvonne mempercepat langkahnya. "Aku ... aku nggak butuh bantuanmu!" Harvey makin marah melihat Yvonne yang pergi tanpa menoleh ke belakang.Yvonne bersikap seolah tidak mendeng
Shawn melirik Dylan selama beberapa detik. "Tidak mati?""Tidak, sopirnya yang meninggal di tempat," jawab Dylan."Urus yang benar, berikan kompensasi kepada keluarga korban." "Baik." Dylan merasa bersalah. Sasaran Shawn adalah Paulo, tetapi tindakan mereka malah merengut nyawa yang tak bersalah."Pak, sebaiknya kamu singgah ke kantor sebentar," Dylan berpesan."Em." Shawn mengangguk. Ekspresi Shawn sangat dingin, dia mengangkat tangan dan mengusir Dylan.Selama beberapa hari ini Shawn terlihat muram, Dylan tidak berani bersikap lancang di hadapannya.Ketika melihat Yvonne yang duduk di ruang tamu, Dylan menghampiri dan berkata, "Kamu tidak bisa memberikan sedikit perhatian kepada Pak Shawn?"Dylan dan para karyawan merasa tertekan bekerja di bawah situasi yang mencekam. Xavier bahkan enggan menginjakkan kaki ke rumah ini, padahal dia paling suka kalau ditugaskan keluar kantor.Bukannya Yvonne tidak memedulikan Shawn, Yvonne hanya ingin memberikan waktu kepada Shawn untuk menerima kea
Pupil Shawn yang tadinya tenang pun tampak bergetar, seolah sedang menunggu kalimat Yvonne selanjutnya.Ketika hendak menceritakan yang sebenarnya, Yvonne teringat dengan isi surat yang ditulis Kamila. Yvonne merasa serba salah, bibirnya tampak bergetar. "Aku ... maafkan aku.""Percayalah, aku tidak sengaja," Yvonne menjawab dengan cepat sambil menundukkan kepala. Begitu selesai bicara, Yvonne berlari meninggalkan ruang kerja.Yvonne bersembunyi di dalam kamar mandi. Dia memegang dadanya yang terasa sakit.Yvonne menangis selama beberapa menit di kamar mandi, dia menggigit bibir agar tidak mengeluarkan suara.Setelah puas melampiaskan emosi, Yvonne menenangkan diri dan baru keluar dari kamar mandi.Saat makan, Yvonne duduk di samping Shawn. Yvonne menunduk, dia tidak nafsu makan.Shawn tidak berinisiatif membuka pembicaraan, dia hanya meletakkan segelas susu di hadapan Yvonne, lalu berdiri dan pergi meninggalkan ruang makan.Yvonne menatap susu tersebut hingga melamun.Ketika melihat Y
Simon terkejut. "Kamu tidak tahu?"Yvonne mentertawakan diri sendiri. "Kamu nggak mungkin berpikir dia akan memberitahuku mengenai semua hal yang akan dilakukannya, 'kan?""Bukan begitu maksudku." Simon bergegas menjelaskan, "Paulo mengalami kecelakaan di perjalanan ke bandara. Sopir meninggal di tempat, sedangkan Paulo kritis. Ini bukan kebetulan, 'kan?"Yvonne mengepalkan tangannya. Dia tidak heran, Shawn sanggup melakukan hal semacam itu."Tidak ada bukti, jangan asal menuduh." Yvonne menjawab dengan tenang, "Yang penting Paulo masih bisa diselamatkan."Meskipun terdengar membela, sebenarnya Yvonne yakin bahwa Shawn adalah pelakunya.Kecelakaan itu begitu parah, tetapi Paulo masih selamat. Tampaknya ajal Paulo memang belum tiba."Em, aku hanya menebak." Sejak kematian Kamila, Simon merasa berutang banyak kepada Yvonne.Tak hanya itu, reputasi rumah sakit juga terpengaruh oleh kematian Kamila. Untungnya direktur rumah sakit tidak mempermasalahkan hal ini.Kematian Kamila dianggap seb
"Iya kalimat selanjutnya. Semoga hilang di tengah jalan," jawab Harvey dengan ketus.Awalnya Yvonne tidak mengerti maksud Harvey. Namun setelah mencernanya, Yvonne pun tertawa dan menjawab, "Aku tidak kekanak-kanakan kayak kamu.""Aku? Kekanak-kanakan?" Harvey bertanya sambil mendekati Yvonne.Yvonne bergeser untuk menjaga jarak. Kemudian dia berpesan kepada Nyonya Velon sebelum pergi, "Jangan khawatir, kondisi Anda sangat bagus."Banyak orang yang cemas setelah melakukan operasi jantung. Mereka mengira kalau jantungnya lemah dan bisa meninggal kapan saja.Sebenarnya jantung merupakan organ yang paling kuat di dalam tubuh. Jantung tidak pernah berhenti bekerja demi kelangsungan hidup manusia.Harvey berkata dengan cemberut. "Aku nggak bakal memakan kamu. Apa yang kamu takutkan?"Yvonne berlagak tidak mendengarnya dan lanjut berbicara dengan Nyonya Velon, "Kalian sudah boleh pulang."Melihat Yvonne yang pergi begitu saja, Harvey meminta izin kepada Nyonya Velon. "Bu, tunggu sebentar. Di
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"