Beranda / Romansa / Cinta untuk Tabitha / BAB 25 : YOU MAKE ME FEEL ....

Share

BAB 25 : YOU MAKE ME FEEL ....

Penulis: AYA RAYA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
“Kalau teman kalian tidak ada di sini, dan juga tidak ada bersama mereka, apa itu artinya ... you left her at the resort? Kalian tinggalkan dia di resort?” tanya Adriano.

Tidak ada jawaban.

Kelima pemuda pemudi itu hanya terdiam, saling melempar pandangan. Dan, memang tidak perlu ada jawaban. Ekspresi kebingungan di wajah mereka, serta gerak saling melempar pandangan saja sudah cukup menjadi isyarat bahwa memang tidak ada satu pun dari antara mereka berlima yang tahu di mana keberadaan Tabitha saat ini.

“Lebih baik kalian segera putar balik, dan kembali ke Jakarta sebelum terlalu malam! Situasi di jalan buntu ini masih belum aman untuk kalian!” ujar Adriano, tenang, sebelum berlalu.

Melihat Adriano melangkah pergi meninggalkan mereka, pemuda yang bernama Fajar langsung panik. Pemuda itu berlari mengejar pria yang sudah hampir masuk ke dalam mobilnya.

“Pak! Tunggu! Pak Adriano!” panggil pemuda itu.

Gerak tangan Adriano berhenti saat hendak menutup pintu. Pria itu menatap pemuda yang sud
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 26 : HOAX!

    “Bitha, lo ada di mana sekarang?” tanya Anna. Jam lima pagi gadis bermata sipit, berbadan sedikit gemuk, dengan rambut keriting sebahu itu sudah membangunkan Tabitha dengan panggilan teleponnya. Tabitha yang masih setengah mengantuk menjawab dengan malas.“Di kamar! Kenapa?”“Hah? Di kamar? Kamar siapa? Kamar Mister Vampir?”“Astaga! Parah lo, Na!” sembur Tabitha.Anna tertawa terbahak.“Kan gue cuma tanya!” ujarnya, kemudian.“Ya di kamar gue lah!”“Ooh ... lo udah di kos-kosan? Alhamdulillaah...! Gue tuh hampir nggak bisa tidur semalaman gara-gara bingung mikirin lo tahu! Lo nggak diapa-apain kan sama Mister Vampir semalam?”“Nggak!"“Syukurlaah...! Berarti ... pagi ini lo tetap masih perawan dong ya?”“Annaaa...! Ngeres banget sih lo!”Anna tertawa terbahak lagi.“Dia itu orang baik, Na! Dia sama sekali nggak jahil sama gue! Yang ada tuh malah kalian yang tega banget sama gue kemarin! Masa’ gue ditinggal pulang sih? Kalau semalam gue sampe nggak bisa balik ke Jakarta, gue nggak tah

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 27 : TUNANGAN

    Sudah berminggu-minggu berlalu, tetapi suasana di kantin masih tidak nyaman untuk Tabitha. Setiap kali melihat Tabitha, seluruh karyawan baik pria atau wanita yang sedang makan di sana, yang sudah menikah atau yang masih lajang, masih ada saja beberapa yang memperhatikan Tabitha dari ujung kepala sampai ke ujung kakinya sambil saling berbisik di antara mereka.“Udah, lo cuek aja! Masih untung mereka nggak ada yang pasang muka jutek sama lo kan! Cuma dilihatin aja sih biarin aja kali! Nggak usah lo ambil hati! Yang penting, sekarang lo cepat habisin sarapan lo! Waktunya kita masuk kantor nih! Oke?”Anna menunjukkan jam di pergelangan tangannya.“Iya, tapi mana bisa gue makan kalau sambil dilihatin sama mereka, Na! Seakan-akan gue ini makhluk alien baru datang dari planet lain kali ya! Lama-lama gue bisa kapok makan di kantin!”Anna tertawa terkekeh.“Udah resiko! Namanya juga lagi digosipin punya affair sama selebritis kantor ya begitu! Untung cuma sama selebritis kantor! Coba kalo sele

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 28 : SABAAR!

    Jam pulang kantor sudah lama lewat, tetapi Tabitha masih betah berada di ruang kerjanya. Beberapa pekerjaan yang sebenarnya bisa dikerjakan esok hari malah sudah dia selesaikan hari ini. Sedangkan Anna sudah pulang sejak sore tadi. Dan, gadis itu hanya bisa geleng-geleng kepala sewaktu Tabitha bilang dia mau kerja lembur malam ini.“Udah tadi siang lo asyik makan sendirian tanpa ngajak gue! Sekarang lo mau kerja lembur sendirian juga? Ada apakah dengan lo hari ini, Tabitha?” tanya Anna, sedikit merajuk tadi.Tabitha meringis.“Maaf, Na! Gue nggak ada apa-apa kok! Cuma lagi malas pulang cepat-cepat aja!"“Oke! Gue percaya aja deh sama lo! Gue mau pulang duluan ya! Tapi, lo harus tahu kalo gue adalah teman yang bisa lo percaya, Tabitha! Kalo memang lo lagi ada masalah, lo bisa cerita sama gue kok! Anytime, besti! Dan gue jamin rahasia lo tetap aman sama gue!” Anna menunjukkan mimik wajah serius.“Siap, Na! Makasih banyak ya!" Tabitha tersenyum.Akhirnya, Anna pasrah karena bibir merah mu

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 29 : JATUH SAKIT

    Seorang pria berkulit putih kecokelatan melangkah keluar dari toko perhiasan dengan senyum tipis terukir di wajahnya yang tampan. Langkah kakinya panjang, sepanjang harapannya bahwa benda berharga yang saat ini tersimpan aman di dalam saku jasnya tidak lama lagi akan berpindah ke tangan seorang gadis yang berhasil membuat dia jatuh cinta.Setelah itu, dia bertekad gadis itu harus menjadi miliknya. Dan, dia sudah separuh yakin bahwa tekadnya pasti berhasil.Namun, di belakangnya, seorang gadis yang lain rupanya sedang diam-diam mengikuti langkah kakinya. Di tangan gadis itu, ada kamera ponsel yang sedari tadi selalu terarah kepadanya. Beberapa foto dirinya pun sudah berhasil diambil. Entah apa yang akan dilakukan oleh gadis itu dengan foto-foto dirinya nanti.Setelah merasa puas melihat hasil foto-foto yang diambilnya, gadis itu tersenyum licik. Jari tangannya yang putih kurus men-scroll daftar nama kontak yang tersimpan di ponselnya. Kemudian, dia memilih satu nama. Dan, nama itu adala

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 30 : MEMILIKIMU DARI JAUH

    Fajar langsung bergegas keluar dari kamar Tabitha. Langkahnya sangat tergesa-gesa. Wajahnya kelihatan panik. Seorang gadis memperhatikannya dengan keheranan."Mas! Mas Fajar!" panggil gadis itu.Fajar menoleh."Eh kamu, Nda! Kenapa?""Nggak! Nggak kenapa-kenapa! Mas mau ke mana?" tanya Nanda, gadis itu."Ooh ... mau cari bantuan buat Bitha!""Hah?" Nanda terjejut."Bantuan buat Bitha? Memangnya Bitha kenapa, Mas?" tanyanya."Bitha sakit! Eh, sudah dulu ya! Saya lagi buru-buru soalnya. Maaf, Nda!" Fajar segera berlalu."Ooh ... iya, Mas!"Tabitha mencubit lengan Anna yang berdiri di samping tempat tidurnya.“Aduh ... duuh ... Bith! Sakit, tahu!” Anna mengaduh kesakitan.“Lo cerita sama Fajar ya, kalau gue sakit dari semalam?” tanya Tabitha, galak.“Iya. Lah kan memang bener! Gue nggak bohong kan?”Anna membela diri.“Iya. Tapi, harusnya kan nggak usah cerita, Na!”“Harus, Bitha! Biar Fajar tahu kondisi lo yang sebenarnya, kalau lo tuh sakitnya memang sudah dari semalam!”“Tapi kan ....”

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 31 : KALUNG

    “Kalung itu ternyata bukan untuk lo! Itu untuk perempuan lain!” Gadis itu tersenyum mengejek.Untung wanita muda itu tidak bisa melihatnya, karena saat ini mereka tidak sedang berdiri saling berhadapan. Kalau iya, wanita muda itu pasti sudah mencakar wajah gadis itu dengan kuku-kukunya yang panjang dan diberi cat pewarna kuku yang selalu berganti warna, karena dia paling tidak suka bila ada orang lain yang merendahkannya, apalagi sampai berani mentertawakannya.Tidak percuma julukan “singa” yang didapat oleh wanita itu, karena dia tidak pernah segan untuk menyerang setiap orang yang tidak disukainya. Entah itu pria atau sesama wanita.“Oh begitu ya? Lo yakin itu bukan untuk gue?” tanya wanita muda itu, sambil mengeluarkan rokok elektrik dari dalam tas bermerek miliknya.Tetapi, rokok itu tidak segera dia nyalakan. Dia hanya iseng memutar-mutarnya di antara sela-sela jari tangannya.Saat ini dia sedang berdiri di tengah lahan parkir basement di salah satu mall di Jakarta. Sepi. Tidak ada

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 32 : SAKIT JIWA

    Tabitha menaiki tangga menuju lantai dua rumah kosnya dengan langkah lemas. Hampir seolah tidak bertenaga. Bahkan, di ujung tangga tadi, awal dia baru melangkah menaikinya, dia hampir saja jatuh terpeleset. Untung saja tidak. Tangan kanannya yang bebas tanpa direpoti tas bahu sewarna putih gading dengan sigap mencengkeram besi selusur tangga di sebelah kanan badannya. Dan sekarang, bunyi sepatu pantofel hitam yang dia pakai akhirnya menggema di sepanjang lorong lantai dua. Enam kamar kos yang lainnya, yang berada di lantai dua itu, semua masih gelap gulita. Pertanda bahwa para penghuninya belum ada yang kembali dari aktivitas mereka masing-masing. Baik di kantor, di kampus, atau di mana pun. Diam-diam Tabitha bersyukur, karena itu berarti dia tidak perlu siap-siap tersenyum seandainya tiba-tiba dia harus berpapasan dengan salah satu dari mereka. Tersenyum. Satu hal yang sangat tidak ingin dia lakukan saat ini.Senyum apa? Senyum manis? Bagaimana mungkin? Hatinya sendiri saja sedang asa

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 33 : THE DAY

    Hidup bukan tentang mendapatkan apa yang kamu inginkan,Tapi tentang menghargai apa yang kamu miliki, dan sabar menanti apa yang akan menghampiri.=Koleksi Mutiara Kata= Pria itu seperti tidak menyadari kalau kehadirannya di depan mata Tabitha selalu membuat Tabitha resah.Bagaimana aku bisa melupakan dia, kalau dia selalu ada di depan mata? Tabitha mengeluh.Kedua mata bulatnya menatap seorang pria yang baru saja keluar dari lift yang membawanya turun dari gedung menara utara. Merasa enggan untuk sekedar bertegur sapa, Tabitha lekas bersembunyi, berdiri di balik tanaman hias besar di samping pintu lift. Untunglah Adriano yang terlalu sibuk dengan ponsel di tangan akhirnya melintas di depan Tabitha tanpa menyadari kehadiran Tabitha di sana. Tabitha menarik nafas lega.Diperhatikannya langkah kaki panjang pria itu dan sosok tubuh tinggi menawannya yang mulai menjauh. Punggungnya terlihat kokoh, seolah menjanjikan tempat paling nyaman untuk bersandar. Tetapi sayang, itu semua hanya sek

Bab terbaru

  • Cinta untuk Tabitha   Bab 48

    Adriano meletakkan file berisi berkas sindikat penjualan manusia itu di atas meja kopi di hadapan Ferdinan, tanpa banyak berucap kata.Ferdinan meliriknya, lantas langsung meletakkan kaleng minuman bersoda yang sedang dipegangnya ke atas meja, dan lekas meraih berkas itu.Tidak perlu waktu lama untuk membuat pria dengan wajah tampan dan garis rahang tegas itu menyunggingkan senyum sumringah ketika menemukan bahwa ada banyak hal yang sudah lama dia selidiki dan dicarinya selama ini, ternyata sudah ada di dalam berkas itu.“Bravo! Jenius! Akhirnya ... kecakapanmu kembali lagi, Teman! Selamat! Alonzo yang aku kenal akhirnya sudah kembali! Benar kan ... sudah kubilang, terlalu lama duduk di belakang meja di perusahaan itu bisa membuat otakmu tumpul! Nah, sekarang ... kapan mau kita selesaikan pekerjaan kita?” Pria itu berkata dengan penuh semangat sambil menutup berkas itu.“Anytime. Kalau memang sudah waktunya ... lakukan saja! I'm in!” sahut Adriano, sambil berjalan menuju pantry, lalu

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 47

    “Are you serious? Kita tidak jadi pulang?” Ferdinan menatap lekat-lekat pria yang tengah duduk di sofa, sibuk berkutat dengan lembaran-lembaran kertas di hadapannya. Sepasang mata cokelat pria itu bergantian menatap layar laptop yang menyala di atas meja kopi di depannya, dan selembar kertas yang berada di tangannya. Pria itu mengangguk yakin, sebagai jawaban untuk pertanyaan yang diajukannya. Astagaa...! Ferdinan mengacak-acak rambutnya sendiri, geram, lalu geleng-geleng kepala. Ah, kalau saja dia tidak mengenal pria bermata cokelat itu sejak puluhan tahun yang lalu, tepatnya sejak mereka masih sama-sama remaja, mungkin saat ini dia sudah menganggap pria yang duduk di hadapannya itu gila dan bodoh. Bahkan, bisa jadi satu kali tinjunya pun sudah bersarang di lambung pria itu. Sekarang, bagaimana dia tidak marah, kalau dengan seenaknya pria itu baru saja bilang bahwa dia sudah membatalkan rencana kepulangan mereka ke Italia, sekaligus membatalkan semua rencana dan strategi yang suda

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 46

    “Tolong ... jangan sakiti aku!” Tabitha meratap dan mengerang pelan ketika bekapan tangan pria itu dia rasakan mulai mengendur di mulutnya.“Sshhht ... siapa yang mau nyakitin lo?” ujar pria itu, masih sambil memeluk tubuh Tabitha.Astaga! Tabitha terperanjat.Suara itu ... suara itu seperti pernah aku dengar! Tapi ... suara siapa? Siapa dia?“Siapa ka_kamu ....”“Ini gue. Masa’ lo udah lupa sama gue? Kan belum lama kita pernah bermesraan! Lo pasti masih ingat kan? Ini gue yang waktu itu hampir memperkosa lo di malam itu, Sayang! Percintaan kita yang panas di kamar hotel gue dulu ... ah, seharusnya kan sangat berkesan buat lo! Lo pasti belum pernah merasakan sentuhan dari tangan lelaki sampai sejauh itu kan?” Pria itu menyeringai, menertawakan, sambil tangannya lalu mengelus bagian dalam paha Tabitha.Tabitha langsung terlonjak kaget. Tubuhnya seketika memberontak. Mata bulatnya langsung membelalak. Sementara pria itu malah tertawa tergelak. Entah di mana pria itu menaruh otaknya. Di b

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 45

    Terdengar suara deru mesin mobil di halaman depan rumah Sandra. Untuk sekian detik hati Tabitha melonjak senang. Teringat olehnya kebiasaan Adriano yang tanpa bertanya akan langsung datang menjemputnya setiap kali pria itu tahu Tabitha sedang berada di rumah Sandra. Namun, kali ini tidak mungkin begitu kan? Sudah berapa minggu mereka tidak akur dan tidak saling memberi kabar?Dan ....Benar ... memang bukan Adriano!Mendadak Tabitha merasa sedih. Ditutupnya kembali gorden jendela ruang keluarga di rumah Sandra yang mengarah ke pintu gerbang, dan baru sekian detik tadi disibaknya.“Eh, ada si Neng Tabitha!” tegur Andre, yang kemudian muncul di tengah ruang keluarga dan mendapati Tabitha sedang duduk di sofa.“Tahu aja sih kalau malam ini aku bakalan pulang sambil bawa Sate Padang!” Andre tertawa lebar.Tabitha tersenyum.“Nih, makanan kesukaan kamu!” ujar Andre, sambil meletakkan plastik berisi tiga bungkus Sate Padang di hadapan Tabitha.“Waah ... terimakasih, Mas! Wangi bumbunya bikin

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 44

    Ternyata memang sulit untuk menjauhkan diri dari yang namanya Cinta. Ketika kita mencintai seseorang dan kerinduan datang mendera, yang diinginkan hanya satu, selalu berada di dekatnya.Tidak perduli seberapa banyak rintangan yang harus dilewati, atau seberapa besar resiko yang harus dihadapi, akan terlihat kecil di depan mata ... kalau mau dihadapi bersama-sama. ~ Lady Rose ~ Tidak tahu apa yang harus dilakukan.Tidak tahu apa yang harus dikatakan.Kangen. Cuma kata itu yang sepertinya pantas untuk menggambarkan perasaan yang sedang Tabitha rasakan saat ini. Kangen yang masih bercampur dengan marah. Entah perasaan yang mana yang lebih mendominasi. Ingin bertemu dan bercanda berdua, atau ingin bertemu dan memaki?“Kangen ya?” tanya Sandra, sambil meraih bayi Vanya yang sudah tertidur lelap dari pelukan Tabitha.Dengan hati-hati, Sandra membaringkan tubuh mungil putri kecilnya yang baru semata wayang ke atas kasur berlapis sprei merah muda. Ketika baru diletakkan, bayi mungil itu semp

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 43

    Kita hanya bisa menemukan kedamaian di kehidupan yang fana ini dengan menerima kehendak alam semesta.~Pet Sematary, Stephen King~“Mau ke mana?” tanya Adriano. Berdiri di ambang pintu kamar gadis itu.“Pulang.” jawab gadis itu, singkat, sambil mengeluarkan pakaiannya yang terakhir dari dalam lemari, lalu memindahkannya ke dalam koper besar miliknya.“Ke mana?”“Ya ke rumah kosku! Mau pulang ke mana lagi memangnya? Nggak mungkin kan kalau aku mau pulang ke kampung halaman sekarang?” sahut gadis itu.Adriano menghela nafasnya.“Bitha, please ....”“Kamu nggak usah kawatir, aku nggak akan bunuh diri lagi kok!” potong gadis itu, dengan nada sedikit marah.“Kamu, Sandra, juga Mas Andre, sudah nggak perlu mengawasi aku lagi! Aku masih mau hidup. Masalahku masih ada banyak. Kalau aku bunuh diri, bisa jadi arwah penasaran nanti! Aku nggak mau!” ujarnya lagi.Adriano memandang gadis itu. Gadisnya yang keras kepala, yang kalau sudah mengambil keputusan sudah susah untuk dirubah.“Tapi ... kamu

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 42

    Tabitha memperhatikan wajah pria itu sekali lagi, dengan lebih teliti. Bekas luka yang membelah alis mata sebelah kirinya ... Tabitha tidak akan pernah lupa.“Benar kok! Bapak kan yang waktu itu ... di resort itu kan?”Pria itu tertawa terkekeh.“Iya, itu memang benar saya! Perkenalkan, Ferdinan Matteo! Dulu kita belum kenalan secara pribadi seperti ini kan ya?” ujarnya, sambil mengulurkan tangan, dan tersenyum.Tabitha menyambut uluran tangan itu.“Tabitha.”“Saya tahu!”“Oh ya? Memangnya Bapak masih ingat nama saya?”Pria itu tersenyum lagi.“Yup! Dan tolong, sudah saya bilang jangan panggil saya ‘Bapak’, apalagi ‘Pak Ferdinan’ lagi! Saya merasa tua kalau kamu yang panggil saya begitu! Umur saya saja cuma lebih tua satu tahun kok dari pacar kamu! Apa kamu juga panggil dia 'Bapak'?”Tabitha melongo.“Apa?”“Adriano Alonzo? Jangan bilang kalau dia bukan pacar kamu lagi ya! Dia bisa mengamuk nanti!”Tabitha menatap heran.“Bapak tahu dari mana kalau ....”“Kan sudah saya bilang jangan p

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 41

    Beberapa jam sebelumnya.Tubuh telanjang bulat milik seorang gadis sedang berdiri di bawah pancuran air di salah satu kamar mandi di dekat kolam renang itu. Sedari tadi gadis itu sibuk menggosok-gosok sekujur tubuhnya dengan kasar. Seolah ingin membersihkan “kotoran” yang tidak pernah dia inginkan, yang tidak kunjung hilang, dan yang dia pikir masih “melekat” di kulit tubuhnya. Merasa frustasi karena akhirnya sadar bahwa “kotoran” itu tidak akan pernah bisa hilang sampai kapan pun, bahwa “kotoran” itu akan terus melekat di kulit tubuhnya, gadis itu menangis tersedu-sedu.Dia tidak rela kulit tubuhnya “ternoda”.Dia tidak ikhlas tubuhnya “tercemar” oleh tangan-tangan para lelaki yang tidak selayaknya menyentuh dia.“Kotoran” itu memang tidak tampak di mata gadis itu. Bahkan, tidak ada seorang pun yang bisa melihat “kotoran” itu. Tetapi, “kotoran” itu masih saja melekat di kulit tubuhnya, di dalam pikirannya. Menghantui dirinya, entah akan sampai kapan. Membuat dia terus merasa buruk. M

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 40

    Gadis itu terbaring di ranjang rumah sakit. Kondisinya sudah jauh lebih baik, walaupun masih kelihatan lemah. Tidak ada yang mengira bahwa dia mampu bertahan hidup setelah mengalami kecelakaan fatal seperti itu. Ketika tubuhnya sudah tidak bergerak, semua berpikir gadis itu sudah mati. Pengemudi mobil yang menabraknya pun berpikiran sama. Tetapi, dugaan mereka ternyata salah. Tuhan memberi gadis itu kesempatan hidup kedua. Entah untuk apa.Ketika para petugas membawa tubuh yang mereka pikir sebentar lagi akan menjadi mayat, pengemudi mobil yang menabraknya pun langsung tertangkap. Tetapi sayang, belum sempat mereka interogasi, para petugas aparat itu sudah kecolongan.Mereka hanya lengah sebentar, tetapi nyawa pengemudi yang ternyata seorang pria berbadan besar sudah terlanjur melayang.Dia bunuh diri. Menelan pil racun yang langsung menghancurkan lambungnya saat itu juga.Tidak ada surat-surat. Tidak ada tanda pengenal. Sidik jari pengemudi itu bahkan tidak terdaftar.Segala sesuatun

DMCA.com Protection Status