Share

BAB 42

Penulis: AYA RAYA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Tabitha memperhatikan wajah pria itu sekali lagi, dengan lebih teliti. Bekas luka yang membelah alis mata sebelah kirinya ... Tabitha tidak akan pernah lupa.

“Benar kok! Bapak kan yang waktu itu ... di resort itu kan?”

Pria itu tertawa terkekeh.

“Iya, itu memang benar saya! Perkenalkan, Ferdinan Matteo! Dulu kita belum kenalan secara pribadi seperti ini kan ya?” ujarnya, sambil mengulurkan tangan, dan tersenyum.

Tabitha menyambut uluran tangan itu.

“Tabitha.”

“Saya tahu!”

“Oh ya? Memangnya Bapak masih ingat nama saya?”

Pria itu tersenyum lagi.

“Yup! Dan tolong, sudah saya bilang jangan panggil saya ‘Bapak’, apalagi ‘Pak Ferdinan’ lagi! Saya merasa tua kalau kamu yang panggil saya begitu! Umur saya saja cuma lebih tua satu tahun kok dari pacar kamu! Apa kamu juga panggil dia 'Bapak'?”

Tabitha melongo.

“Apa?”

“Adriano Alonzo? Jangan bilang kalau dia bukan pacar kamu lagi ya! Dia bisa mengamuk nanti!”

Tabitha menatap heran.

“Bapak tahu dari mana kalau ....”

“Kan sudah saya bilang jangan p
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 43

    Kita hanya bisa menemukan kedamaian di kehidupan yang fana ini dengan menerima kehendak alam semesta.~Pet Sematary, Stephen King~“Mau ke mana?” tanya Adriano. Berdiri di ambang pintu kamar gadis itu.“Pulang.” jawab gadis itu, singkat, sambil mengeluarkan pakaiannya yang terakhir dari dalam lemari, lalu memindahkannya ke dalam koper besar miliknya.“Ke mana?”“Ya ke rumah kosku! Mau pulang ke mana lagi memangnya? Nggak mungkin kan kalau aku mau pulang ke kampung halaman sekarang?” sahut gadis itu.Adriano menghela nafasnya.“Bitha, please ....”“Kamu nggak usah kawatir, aku nggak akan bunuh diri lagi kok!” potong gadis itu, dengan nada sedikit marah.“Kamu, Sandra, juga Mas Andre, sudah nggak perlu mengawasi aku lagi! Aku masih mau hidup. Masalahku masih ada banyak. Kalau aku bunuh diri, bisa jadi arwah penasaran nanti! Aku nggak mau!” ujarnya lagi.Adriano memandang gadis itu. Gadisnya yang keras kepala, yang kalau sudah mengambil keputusan sudah susah untuk dirubah.“Tapi ... kamu

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 44

    Ternyata memang sulit untuk menjauhkan diri dari yang namanya Cinta. Ketika kita mencintai seseorang dan kerinduan datang mendera, yang diinginkan hanya satu, selalu berada di dekatnya.Tidak perduli seberapa banyak rintangan yang harus dilewati, atau seberapa besar resiko yang harus dihadapi, akan terlihat kecil di depan mata ... kalau mau dihadapi bersama-sama. ~ Lady Rose ~ Tidak tahu apa yang harus dilakukan.Tidak tahu apa yang harus dikatakan.Kangen. Cuma kata itu yang sepertinya pantas untuk menggambarkan perasaan yang sedang Tabitha rasakan saat ini. Kangen yang masih bercampur dengan marah. Entah perasaan yang mana yang lebih mendominasi. Ingin bertemu dan bercanda berdua, atau ingin bertemu dan memaki?“Kangen ya?” tanya Sandra, sambil meraih bayi Vanya yang sudah tertidur lelap dari pelukan Tabitha.Dengan hati-hati, Sandra membaringkan tubuh mungil putri kecilnya yang baru semata wayang ke atas kasur berlapis sprei merah muda. Ketika baru diletakkan, bayi mungil itu semp

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 45

    Terdengar suara deru mesin mobil di halaman depan rumah Sandra. Untuk sekian detik hati Tabitha melonjak senang. Teringat olehnya kebiasaan Adriano yang tanpa bertanya akan langsung datang menjemputnya setiap kali pria itu tahu Tabitha sedang berada di rumah Sandra. Namun, kali ini tidak mungkin begitu kan? Sudah berapa minggu mereka tidak akur dan tidak saling memberi kabar?Dan ....Benar ... memang bukan Adriano!Mendadak Tabitha merasa sedih. Ditutupnya kembali gorden jendela ruang keluarga di rumah Sandra yang mengarah ke pintu gerbang, dan baru sekian detik tadi disibaknya.“Eh, ada si Neng Tabitha!” tegur Andre, yang kemudian muncul di tengah ruang keluarga dan mendapati Tabitha sedang duduk di sofa.“Tahu aja sih kalau malam ini aku bakalan pulang sambil bawa Sate Padang!” Andre tertawa lebar.Tabitha tersenyum.“Nih, makanan kesukaan kamu!” ujar Andre, sambil meletakkan plastik berisi tiga bungkus Sate Padang di hadapan Tabitha.“Waah ... terimakasih, Mas! Wangi bumbunya bikin

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 46

    “Tolong ... jangan sakiti aku!” Tabitha meratap dan mengerang pelan ketika bekapan tangan pria itu dia rasakan mulai mengendur di mulutnya.“Sshhht ... siapa yang mau nyakitin lo?” ujar pria itu, masih sambil memeluk tubuh Tabitha.Astaga! Tabitha terperanjat.Suara itu ... suara itu seperti pernah aku dengar! Tapi ... suara siapa? Siapa dia?“Siapa ka_kamu ....”“Ini gue. Masa’ lo udah lupa sama gue? Kan belum lama kita pernah bermesraan! Lo pasti masih ingat kan? Ini gue yang waktu itu hampir memperkosa lo di malam itu, Sayang! Percintaan kita yang panas di kamar hotel gue dulu ... ah, seharusnya kan sangat berkesan buat lo! Lo pasti belum pernah merasakan sentuhan dari tangan lelaki sampai sejauh itu kan?” Pria itu menyeringai, menertawakan, sambil tangannya lalu mengelus bagian dalam paha Tabitha.Tabitha langsung terlonjak kaget. Tubuhnya seketika memberontak. Mata bulatnya langsung membelalak. Sementara pria itu malah tertawa tergelak. Entah di mana pria itu menaruh otaknya. Di b

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 47

    “Are you serious? Kita tidak jadi pulang?” Ferdinan menatap lekat-lekat pria yang tengah duduk di sofa, sibuk berkutat dengan lembaran-lembaran kertas di hadapannya. Sepasang mata cokelat pria itu bergantian menatap layar laptop yang menyala di atas meja kopi di depannya, dan selembar kertas yang berada di tangannya. Pria itu mengangguk yakin, sebagai jawaban untuk pertanyaan yang diajukannya. Astagaa...! Ferdinan mengacak-acak rambutnya sendiri, geram, lalu geleng-geleng kepala. Ah, kalau saja dia tidak mengenal pria bermata cokelat itu sejak puluhan tahun yang lalu, tepatnya sejak mereka masih sama-sama remaja, mungkin saat ini dia sudah menganggap pria yang duduk di hadapannya itu gila dan bodoh. Bahkan, bisa jadi satu kali tinjunya pun sudah bersarang di lambung pria itu. Sekarang, bagaimana dia tidak marah, kalau dengan seenaknya pria itu baru saja bilang bahwa dia sudah membatalkan rencana kepulangan mereka ke Italia, sekaligus membatalkan semua rencana dan strategi yang suda

  • Cinta untuk Tabitha   Bab 48

    Adriano meletakkan file berisi berkas sindikat penjualan manusia itu di atas meja kopi di hadapan Ferdinan, tanpa banyak berucap kata.Ferdinan meliriknya, lantas langsung meletakkan kaleng minuman bersoda yang sedang dipegangnya ke atas meja, dan lekas meraih berkas itu.Tidak perlu waktu lama untuk membuat pria dengan wajah tampan dan garis rahang tegas itu menyunggingkan senyum sumringah ketika menemukan bahwa ada banyak hal yang sudah lama dia selidiki dan dicarinya selama ini, ternyata sudah ada di dalam berkas itu.“Bravo! Jenius! Akhirnya ... kecakapanmu kembali lagi, Teman! Selamat! Alonzo yang aku kenal akhirnya sudah kembali! Benar kan ... sudah kubilang, terlalu lama duduk di belakang meja di perusahaan itu bisa membuat otakmu tumpul! Nah, sekarang ... kapan mau kita selesaikan pekerjaan kita?” Pria itu berkata dengan penuh semangat sambil menutup berkas itu.“Anytime. Kalau memang sudah waktunya ... lakukan saja! I'm in!” sahut Adriano, sambil berjalan menuju pantry, lalu

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 1

    Sambil menyeruput kopi hitam dari gelasnya Juhari memandang seorang gadis belia berseragam putih abu-abu yang sedang berjalan melewatinya. Wajah cantik nan ayu dengan mata bulat, alis yang melengkung sempurna, bibir merah alami, rambut hitam panjang bergelombang, dan kulit yang kuning langsat. Sungguh kecantikan dan lemah gemulai gerak langkah kakinya sangat menarik perhatian Juhari!“Sopo kui, Dar?” tanya Juhari. (Siapa itu, Dar?)Pria tua bernama Darmin yang duduk di atas dipan bambu tidak jauh dari Juhari langsung menoleh. Pria itu lalu ikut memandang seorang gadis belia yang baru saja lewat di depan warung kopi miliknya.Gadis belia nan cantik itu berjalan santai sambil terdengar bersenandung kecil. Entah lagu apa yang sedang disenandungkan oleh gadis belia itu.Yang pasti, yang sedang dia pikirkan saat ini hanya segera sampai di rumah, lalu makan siang dengan nasi hangat dan lauk ikan nila goreng hasil masakan ibu tercinta, kemudian mengerjakan tugas dari sekolah.Tidak terlintas

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 2

    Melamar?Rismanto terkejut. Seperti ada sebuah granat kecil yang sengaja dilemparkan oleh seseorang dan meledak di dalam hatinya.Kening pria itu langsung berkerut.“Melamar? Melamar sopo toh, Ju? Melamar putriku? Maksudmu ... melamar untuk opo?” tanya Rismanto, bingung.Juhari geleng-geleng kepala.“Oalah Maas...! Ucapanku opo kurang jelas toh? Aku mau melamar putrimu ya untuk dinikahi! Lah putrimu ono piro, Mas? Dua toh? Yo ndak mungkin aku mau melamar Dilla! Bocah kelas dua SMP! Isih cilik tenan! Aku mau melamar Tabitha, putri sulungmu itu! Piyè? Opo isih kurang jelas, Mas?” ujar Juhari. (Bagaimana? Apa masih kurang jelas?) (Ono piro = ada berapa)Rismanto kembali terkejut. Tetapi, kali ini bukan karena granat lagi, melainkan karena ada bom nuklir yang sengaja dilemparkan oleh Juhari dan meledak persis di depan kupingnya.“Melamar Tabitha? Arep dinikahi ... Tabitha arep dinikahi karo sopo toh?” tanya Rismanto. Hatinya mulai kebat-kebit. (Tabitha mau dinikahi sama siapa?)“Yo karo an

Bab terbaru

  • Cinta untuk Tabitha   Bab 48

    Adriano meletakkan file berisi berkas sindikat penjualan manusia itu di atas meja kopi di hadapan Ferdinan, tanpa banyak berucap kata.Ferdinan meliriknya, lantas langsung meletakkan kaleng minuman bersoda yang sedang dipegangnya ke atas meja, dan lekas meraih berkas itu.Tidak perlu waktu lama untuk membuat pria dengan wajah tampan dan garis rahang tegas itu menyunggingkan senyum sumringah ketika menemukan bahwa ada banyak hal yang sudah lama dia selidiki dan dicarinya selama ini, ternyata sudah ada di dalam berkas itu.“Bravo! Jenius! Akhirnya ... kecakapanmu kembali lagi, Teman! Selamat! Alonzo yang aku kenal akhirnya sudah kembali! Benar kan ... sudah kubilang, terlalu lama duduk di belakang meja di perusahaan itu bisa membuat otakmu tumpul! Nah, sekarang ... kapan mau kita selesaikan pekerjaan kita?” Pria itu berkata dengan penuh semangat sambil menutup berkas itu.“Anytime. Kalau memang sudah waktunya ... lakukan saja! I'm in!” sahut Adriano, sambil berjalan menuju pantry, lalu

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 47

    “Are you serious? Kita tidak jadi pulang?” Ferdinan menatap lekat-lekat pria yang tengah duduk di sofa, sibuk berkutat dengan lembaran-lembaran kertas di hadapannya. Sepasang mata cokelat pria itu bergantian menatap layar laptop yang menyala di atas meja kopi di depannya, dan selembar kertas yang berada di tangannya. Pria itu mengangguk yakin, sebagai jawaban untuk pertanyaan yang diajukannya. Astagaa...! Ferdinan mengacak-acak rambutnya sendiri, geram, lalu geleng-geleng kepala. Ah, kalau saja dia tidak mengenal pria bermata cokelat itu sejak puluhan tahun yang lalu, tepatnya sejak mereka masih sama-sama remaja, mungkin saat ini dia sudah menganggap pria yang duduk di hadapannya itu gila dan bodoh. Bahkan, bisa jadi satu kali tinjunya pun sudah bersarang di lambung pria itu. Sekarang, bagaimana dia tidak marah, kalau dengan seenaknya pria itu baru saja bilang bahwa dia sudah membatalkan rencana kepulangan mereka ke Italia, sekaligus membatalkan semua rencana dan strategi yang suda

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 46

    “Tolong ... jangan sakiti aku!” Tabitha meratap dan mengerang pelan ketika bekapan tangan pria itu dia rasakan mulai mengendur di mulutnya.“Sshhht ... siapa yang mau nyakitin lo?” ujar pria itu, masih sambil memeluk tubuh Tabitha.Astaga! Tabitha terperanjat.Suara itu ... suara itu seperti pernah aku dengar! Tapi ... suara siapa? Siapa dia?“Siapa ka_kamu ....”“Ini gue. Masa’ lo udah lupa sama gue? Kan belum lama kita pernah bermesraan! Lo pasti masih ingat kan? Ini gue yang waktu itu hampir memperkosa lo di malam itu, Sayang! Percintaan kita yang panas di kamar hotel gue dulu ... ah, seharusnya kan sangat berkesan buat lo! Lo pasti belum pernah merasakan sentuhan dari tangan lelaki sampai sejauh itu kan?” Pria itu menyeringai, menertawakan, sambil tangannya lalu mengelus bagian dalam paha Tabitha.Tabitha langsung terlonjak kaget. Tubuhnya seketika memberontak. Mata bulatnya langsung membelalak. Sementara pria itu malah tertawa tergelak. Entah di mana pria itu menaruh otaknya. Di b

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 45

    Terdengar suara deru mesin mobil di halaman depan rumah Sandra. Untuk sekian detik hati Tabitha melonjak senang. Teringat olehnya kebiasaan Adriano yang tanpa bertanya akan langsung datang menjemputnya setiap kali pria itu tahu Tabitha sedang berada di rumah Sandra. Namun, kali ini tidak mungkin begitu kan? Sudah berapa minggu mereka tidak akur dan tidak saling memberi kabar?Dan ....Benar ... memang bukan Adriano!Mendadak Tabitha merasa sedih. Ditutupnya kembali gorden jendela ruang keluarga di rumah Sandra yang mengarah ke pintu gerbang, dan baru sekian detik tadi disibaknya.“Eh, ada si Neng Tabitha!” tegur Andre, yang kemudian muncul di tengah ruang keluarga dan mendapati Tabitha sedang duduk di sofa.“Tahu aja sih kalau malam ini aku bakalan pulang sambil bawa Sate Padang!” Andre tertawa lebar.Tabitha tersenyum.“Nih, makanan kesukaan kamu!” ujar Andre, sambil meletakkan plastik berisi tiga bungkus Sate Padang di hadapan Tabitha.“Waah ... terimakasih, Mas! Wangi bumbunya bikin

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 44

    Ternyata memang sulit untuk menjauhkan diri dari yang namanya Cinta. Ketika kita mencintai seseorang dan kerinduan datang mendera, yang diinginkan hanya satu, selalu berada di dekatnya.Tidak perduli seberapa banyak rintangan yang harus dilewati, atau seberapa besar resiko yang harus dihadapi, akan terlihat kecil di depan mata ... kalau mau dihadapi bersama-sama. ~ Lady Rose ~ Tidak tahu apa yang harus dilakukan.Tidak tahu apa yang harus dikatakan.Kangen. Cuma kata itu yang sepertinya pantas untuk menggambarkan perasaan yang sedang Tabitha rasakan saat ini. Kangen yang masih bercampur dengan marah. Entah perasaan yang mana yang lebih mendominasi. Ingin bertemu dan bercanda berdua, atau ingin bertemu dan memaki?“Kangen ya?” tanya Sandra, sambil meraih bayi Vanya yang sudah tertidur lelap dari pelukan Tabitha.Dengan hati-hati, Sandra membaringkan tubuh mungil putri kecilnya yang baru semata wayang ke atas kasur berlapis sprei merah muda. Ketika baru diletakkan, bayi mungil itu semp

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 43

    Kita hanya bisa menemukan kedamaian di kehidupan yang fana ini dengan menerima kehendak alam semesta.~Pet Sematary, Stephen King~“Mau ke mana?” tanya Adriano. Berdiri di ambang pintu kamar gadis itu.“Pulang.” jawab gadis itu, singkat, sambil mengeluarkan pakaiannya yang terakhir dari dalam lemari, lalu memindahkannya ke dalam koper besar miliknya.“Ke mana?”“Ya ke rumah kosku! Mau pulang ke mana lagi memangnya? Nggak mungkin kan kalau aku mau pulang ke kampung halaman sekarang?” sahut gadis itu.Adriano menghela nafasnya.“Bitha, please ....”“Kamu nggak usah kawatir, aku nggak akan bunuh diri lagi kok!” potong gadis itu, dengan nada sedikit marah.“Kamu, Sandra, juga Mas Andre, sudah nggak perlu mengawasi aku lagi! Aku masih mau hidup. Masalahku masih ada banyak. Kalau aku bunuh diri, bisa jadi arwah penasaran nanti! Aku nggak mau!” ujarnya lagi.Adriano memandang gadis itu. Gadisnya yang keras kepala, yang kalau sudah mengambil keputusan sudah susah untuk dirubah.“Tapi ... kamu

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 42

    Tabitha memperhatikan wajah pria itu sekali lagi, dengan lebih teliti. Bekas luka yang membelah alis mata sebelah kirinya ... Tabitha tidak akan pernah lupa.“Benar kok! Bapak kan yang waktu itu ... di resort itu kan?”Pria itu tertawa terkekeh.“Iya, itu memang benar saya! Perkenalkan, Ferdinan Matteo! Dulu kita belum kenalan secara pribadi seperti ini kan ya?” ujarnya, sambil mengulurkan tangan, dan tersenyum.Tabitha menyambut uluran tangan itu.“Tabitha.”“Saya tahu!”“Oh ya? Memangnya Bapak masih ingat nama saya?”Pria itu tersenyum lagi.“Yup! Dan tolong, sudah saya bilang jangan panggil saya ‘Bapak’, apalagi ‘Pak Ferdinan’ lagi! Saya merasa tua kalau kamu yang panggil saya begitu! Umur saya saja cuma lebih tua satu tahun kok dari pacar kamu! Apa kamu juga panggil dia 'Bapak'?”Tabitha melongo.“Apa?”“Adriano Alonzo? Jangan bilang kalau dia bukan pacar kamu lagi ya! Dia bisa mengamuk nanti!”Tabitha menatap heran.“Bapak tahu dari mana kalau ....”“Kan sudah saya bilang jangan p

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 41

    Beberapa jam sebelumnya.Tubuh telanjang bulat milik seorang gadis sedang berdiri di bawah pancuran air di salah satu kamar mandi di dekat kolam renang itu. Sedari tadi gadis itu sibuk menggosok-gosok sekujur tubuhnya dengan kasar. Seolah ingin membersihkan “kotoran” yang tidak pernah dia inginkan, yang tidak kunjung hilang, dan yang dia pikir masih “melekat” di kulit tubuhnya. Merasa frustasi karena akhirnya sadar bahwa “kotoran” itu tidak akan pernah bisa hilang sampai kapan pun, bahwa “kotoran” itu akan terus melekat di kulit tubuhnya, gadis itu menangis tersedu-sedu.Dia tidak rela kulit tubuhnya “ternoda”.Dia tidak ikhlas tubuhnya “tercemar” oleh tangan-tangan para lelaki yang tidak selayaknya menyentuh dia.“Kotoran” itu memang tidak tampak di mata gadis itu. Bahkan, tidak ada seorang pun yang bisa melihat “kotoran” itu. Tetapi, “kotoran” itu masih saja melekat di kulit tubuhnya, di dalam pikirannya. Menghantui dirinya, entah akan sampai kapan. Membuat dia terus merasa buruk. M

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 40

    Gadis itu terbaring di ranjang rumah sakit. Kondisinya sudah jauh lebih baik, walaupun masih kelihatan lemah. Tidak ada yang mengira bahwa dia mampu bertahan hidup setelah mengalami kecelakaan fatal seperti itu. Ketika tubuhnya sudah tidak bergerak, semua berpikir gadis itu sudah mati. Pengemudi mobil yang menabraknya pun berpikiran sama. Tetapi, dugaan mereka ternyata salah. Tuhan memberi gadis itu kesempatan hidup kedua. Entah untuk apa.Ketika para petugas membawa tubuh yang mereka pikir sebentar lagi akan menjadi mayat, pengemudi mobil yang menabraknya pun langsung tertangkap. Tetapi sayang, belum sempat mereka interogasi, para petugas aparat itu sudah kecolongan.Mereka hanya lengah sebentar, tetapi nyawa pengemudi yang ternyata seorang pria berbadan besar sudah terlanjur melayang.Dia bunuh diri. Menelan pil racun yang langsung menghancurkan lambungnya saat itu juga.Tidak ada surat-surat. Tidak ada tanda pengenal. Sidik jari pengemudi itu bahkan tidak terdaftar.Segala sesuatun

DMCA.com Protection Status