Mustafa Afsheen tak pernah menyangka bahwa dirinya akan mengalami perjalanan waktu. Ia tumbuh dan besar di Cordoba pada zaman kekhalifahan umayyah saat kekuasaan islam masih berjaya di Andalusia / Spanyol. Melalui kristal yang ia dapat dari seorang teman, ia tersedot masuk ke zaman modern dimana kekuasaan islam sudah sepenuhnya berganti dan islam menjadi agama minoritas di negara itu. Selama berada di Zaman yang baru, Afsheen bertemu dengan seorang gadis bernama Elisa, gadis asli Indonesia yang studi biola di negara tersebut. Seiring berjalannya waktu, Diam-diam Elisa menaruh hati pada Afsheen, sayangnya hati Afsheen masih terbelenggu atas cintanya kepada Aeyza, gadis di masa lalunya, dan ia berharap bisa kembali ke Zamannya. Lalu bagaimana dengan hati Elisa kepada Afsheen? Akankah Elisa merelakan perasaanya, dan Ikhlas jika Afsheen kembali ke masa lalu bersama gadis yang dicintainya? Ataukah Afsheen lebih memilih tinggal dan membalas perasaan Elisa? Simak kisah lengkap mereka.
View MoreSemua diam. Tidak ada satu orang pun di antara begitu banyak penonton membuka suara, mata mereka tidak kunjung lepas dari seorang gadis di atas panggung. Gadis itu pun sama, menunjukkan Ekspresi tegang luar biasa, jantungnya berdegup amat kencang, dalam hati ia terus tak tenang. Benarkah ia sudah gagal? Benarkah penampilannya kali ini mengecewakan? Namun, belum sempat Argumen – Argumen itu terjawab, seluruh penonton yang duduk di kursi seketika berdiri, kompak, seperti sudah terencana, mereka bertepuk tangan amat keras, menggema seantero gedung pementasan, suasana yang hening beberapa saat lalu menjadi riuh, gadis itu tersenyum lebar, berbeda sekali dengan ekspresi pertama, tangannya gemetar hebat sambil memegang bow. Ia langsung membungkuk memberikan tanda hormat pada semua penonton dan mengucapkan terima kasih. “Elisa ... Elisaaa ....” teriak salah seorang penonton di antara riuh tepuk tangan. Elisa mendengar namun hanya menjawab dengan senyuman, ia beruntung, sangat Beruntung kar
Sudah seharian Andrian tidak pulang , Elisapun sudah berangkat sejak jam 7 pagi tadi, Rheina semakin gelisah, sudah setengah jam ia mondar mandir di ruang tengah melihat jam dinding yang menunjukkan pukul lima sore, ia harus secepatnya bilang pada Andrian agar mengembalikan uang milik Elisa, atau rasa bersalah di hatinya akan terus menghantui.Tiba-tiba Engsel pintu apartemennya bergerak, Rheina terdiam beberapa saat sampai seseorang muncul dari balik pintu yang terbuka. Andrian pulang dengan mata sayu dan tubuhnya yang tinggi besar lunglai hampir terjerembab jatuh ke lantai, jelas sekali dia terpengaruh minuman keras. Rheina buru-buru mendekat, namun tangan Andrian mendorongnya.Sempoyongan Andrian menuju sofa, dan membanting tubuhnya disana.“Mana uang Elisa yang kau pakai!” geram Rheina.Andrian masih diam, namun matanya tajam menyorot Rheina.“Uang itu sangat penting untuk Elisa, mengapa kau gunakan untuk mabuk-mabukan begini!” lanjut Rheina makin kesal.“Diamlah aku lelah!” jawab
“Buenas tardes Mustafa Afsheen.” Seseorang tiba-tiba menepuk bahu Afsheen membuatnya menoleh, Eric dan seorang wanita yang tidak asing berdiri di depannya.“Aku mencarimu di halaman tapi tidak ada, ternyata dugaan ku benar, kau memang masuk disini.” Ucap Eric lagi. Afsheen masih berdiri di bawah mihrab masjid yang melengkung bak tapal kaki kuda, “Matamu merah, kau baik baik saja?” Eric bertanya dengan heran.Afsheen langsung tersenyum. “Ah tidak apa-apa, ayo kita ke halaman saja Eric, udaranya lebih segar disana,” “Baiklah.”Wanita yang tadi bersama Eric masih terus mengikuti mereka sampai ke halaman Katedral Mezquita, Afsheen diam sambil terus mengingat-ingat, di mana ia pernah bertemu wanita itu, sampai ketika mereka tiba dan duduk dibawah pohon jeruk. “Aku sudah baca naskah yang kau kirim pagi ini, dan aku benar-benar terpesona Afsheen... setiap kata yang kau untaikan, melukiskan betapa indahnya tulisanmu,” puji Eric. “Ah bisa saja, aku juga tidak tahu, tiba-tiba saja kata-kat
Elisa sudah tak bisa berpikir lagi, ia serasa buntu. Sudah dua hari sejak orang tuanya mengatakan kalau uang pementasan sudah di transfer dan diambil paksa oleh Andrian, sampai detik ini Elisa tidak bisa mendapatkan uang sebanyak 200 Euro sebagai pengganti. Setelah dihitung-hitung, uang didalam tabungan dari jerih payah mengamen hanya mencapai 86 euro. Ia menghela nafas dengan berat, "Apakah ini saatnya bagiku untuk menyerah?" gumamnya dengan murung. Elisa membuka pintu kamar, ia keluar lalu berdiri di Balkon, di tatapnya langit yang sudah berganti gelap, Aangin membabi buta bertiup, Ia menguap, matanya mengantuk namun tidak bisa tidur, hingga percakapannya dengan Afsheen siang itu tiba-tiba terngiang kembali di kepalanya.‘Seorang musisi tidak akan pernah meninggalkan panggung dan penontonnya begitu saja.'Tanpa berfikir panjang, Elisa bergegas, ia beranjak mengambil biola di atas meja dan beralih ke depan jendela. Semangat Elisa tiba-tiba membuncah setelah mengingat ucapan Afshe
Begitu melintas di Gang kecil itu, Afsheen terkesima, ternyata gang kecil itu adalah penghubung antara jalan dengan pemukiman, ia mematung di ujung gang, melihat barisan rumah-rumah, tiang-tiang lampu jalan, pohon-pohon besar menjulang dan tentunya air mancur di pertengahan jalan, airnya membeku membentuk tetesan-tetesan indah ibarat kristal bening berkilauan, tanah berlapis salju seperti sengaja dihamparkan tanpa satu sudut pun terlupa.Ia melangkah pelan-pelan, mengamati dengan seksama, hatinya takjub luar biasa, keindahan yang tidak pernah ia lihat di semenanjung kota Cordoba, sejenak ia merasa seperti berada di negeri dongeng, tempat itu sederhana, tidak ada apartemen, gedung bertingkat, ruko-ruko tapi sangat indah dan rapi, ditambah lagi tetesan salju yang turun membuat suasana menjadi lebih dingin dan lebih menakjubkan, tiba-tiba Afsheen berhenti melangkah ketika melihat masjid di tengah tengah rumah warga, pemisahnya hanya jalan kecil untuk masuk ke bagian belakang pemukiman,
Sejak runtuhnya masa kekhalifahan Umayyah di Cordoba pada 1031, Andalusia terpecah menjadi taifah-taifah yang setengah merdeka maupun merdeka penuh dengan dibawah pimpinan raja-raja golongan, Cordoba, Granada, Sevilla, Toledo dan berbagai kota lainnya. Puncaknya dibawah kepemimpinan Al-Ma’mun, Toledo berhasil menjadi kota yang berkilau dan cemerlang, Al-Ma’mun selalu berusaha mengarahkan Toledo menjadi pengganti pusat kepemimpinan islam diwilayah semenanjung Andalusia setelah runtuhnya Pemerintahan di Cordoba. Dan Sevilla muncul sebagai saingan utama Toledo dibawah kepemimpinan orang-orang kuat dari Disanti Abaddiyah, Sevilla menjadi surga baru bagi perkembangan Syair dan Puisi di Andalusia. Dalam beberapa tahun berikutnya, Al-Ma’mun berhasil mendapatkan Cordoba meski pada akhirnya kembali jatuh ketangan pesaingnya di Sevilla yakni Dinasti Abaddiyah. Memasuki pertengahan abad ke – 11, konflik saudara di antara kaum muslim semakin parah. Ditahun 1065, Kota Barbastro berhasil di rebut
Hatinya mendung, sama persis seperti keadaan langit bertumpuk awan gelap diatas sana. Butir-butir salju berjatuhan, membuat udara semakin dingin, Elisa menghela nafas begitu berdiri dan bergabung dengan sesama musisi jalan didepan jembatan Puente Romano, sekitar setengah jam yang lalu ia datang ke tempat madam Ceillane untuk melanjutkan latihan biola, namun ia tidak bisa berkata apa-apa ketika madam menanyakan perihal pendaftaran pementasan yang hanya tinggal menghitung hari. Pementasan biola itu biasanya diadakan sekitar dua tahun sekali untuk menguji kemampuan para siswa madam Ceillane, tak tanggung-tanggung, karena pentas itupula, banyak musisi handal spanyol yang pasti akan mengajak sang Violinis untuk bergabung dengan grup musik mereka dan membuat album bersama, Elisa mengidamkan hal itu, mengadakan konser tunggal sendiri, membuat album musik sendiri dan tentunya ia tidak akan mengamen di tempat ini lagi. Namun, sepertinya ia yang terlalu mengawang awang tinggi, hal seperti itu m
Salju turun tipis-tipis, Rheina masih berdiri di balkon apartemen sambil melihat kilauan butir es itu yang jatuh ke permukaan bumi, tepat disaat yang bersamaan Afsheen membuka pintu dan keluar dari Apartemennya. Rheina menoleh, senyumnya mengembang tatkala melihat pria tampan berdiri tak jauh dari posisinya, ia langsung mendekat, matanya berbinar-binar menatap wajah Afsheen yang telah berhasil menggetarkan hatinya, “Good Morning sir." ucap Rheina menyapa Afsheen, dalam sekejap ia sudah berdiri di samping Afsheen Afsheen hanya menoleh sebentar pada Rheina, dan berlalu begitu saja tanpa menghiraukan. Rheina tak menyerah, ia langsung menyusul Afsheen dan berdiri di depannya.“Hai, My name is Rheina and you?” Ucap Rheina sambil mengulurkan tangan. Afsheen masih diam memperhatikan uluran tangan Rheina."Maaf, apa saya mengenal anda?" Jawab Afsheen nampak acuh, Ia mengabaikan Rheina dan melintas begitu saja dari hadapannya.Rheina kesal, selama di Australia, tidak seorang pria pun mampu
Berita di televisi sudah ramai sejak pukul 05.00, hampir seluruh channel menyiarkan berita yang sama, Afsheen duduk santai sambil menenggak teh hangat di depan televisi, dugaanya memang tepat semalam sekitar jam 02.00 dini hari badai salju terjadi, angin berhembus amat dahsyat, salju turun lebat tanpa henti, beberapa rumah di berbagai kota di Spanyol rusak ringan sampai rusak parah, pohon-pohon banyak yang tumbang dan dari berita tadi juga ia melihat mobil yang parkir di pinggir jalan penuh tertutup salju, nyaris tidak terlihat lagi. Ruas-ruas jalan lumpuh, kendaraan terjebak, ia sudah bisa membayangkan betapa kacau keadaan di luar, untung ia sudah antisipasi lebih dulu.Afsheen menghela nafas sambil menyeruput secangkir coklat panas hingga tiba-tiba ia mendengar suara seseorang berkata,“Apa kau yang membawaku semalam?” Afsheen langsung menoleh, dilihatnya Elisa tengah berdiri tak jauh darinya."Kau sudah sadar rupanya," balas Afsheen datar. Elisa terdiam, seketika matanya tak senga
Musim Panas, Cordoba 1009 Masehi."Ayo kita pergi dari tempat ini nak, keadaan sangat buruk!" cetus seorang ayah kepada anak laki-laki disebelahnya.Anak laki-laki itu hanya mematung, kedua sorot matanya menatap pada segerombolan pasukan militer yang menghancurkan tiang-tiang kokoh bangunan Istana Madinah Al Zahra.Keringat dingin bercucuran, jantungnya terus berdegup dengan keras, usianya tujuh tahun, ia tak mengerti mengapa para pasukan militer itu begitu beringas menghancurkan istana yang sudah susah payang dibangun sang khalifah.Angin bertalu, menghembuskan hawa panas ke permukaan bumi, menyapu debu, meniup pohon – pohon palem, lalu pergi ke utara, menghilang tanpa jejak.Matahari menyala diatas petala langit, menyambarkan sinarnya bak lidah api berkilat-kilat membuat gedung di sepanjang jalan itu seolah meleleh,Segerombolan pasukan militer berpakaian tempur membawa senjata, menaiki kuda-kuda bertubuh gagah, lewat di hadapannya. Tujuan mereka satu, menangkap sang Khalifah boneka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments