Beranda / Romansa / Cinta di Balik Pengkhianatan / Chapter 5 – Dalam Bayang Istana

Share

Chapter 5 – Dalam Bayang Istana

Ariella menghirup udara pagi yang segar, meskipun hati dan pikirannya masih diselimuti ketidakpastian. Dia berpindah dari jendela ke meja rias yang juga terbuat dari kayu mahoni, mengamati cermin yang memantulkan sosoknya yang tak berdaya.

Dengan segala perubahan yang terjadi, dia merasa sulit untuk mengenali dirinya sendiri. Di luar, suara burung yang berkicau merdu menambah suasana tenang, tetapi tetap saja, di dalam hatinya, suasana itu terasa sangat bertentangan.

Mira muncul kembali, kali ini membawa secangkir teh hangat. “Nona, ini untuk Anda. Teh herbal bisa membantu menenangkan pikiran,” ucap Mira sambil menyodorkan cangkir tersebut.

Ariella tersenyum tipis. “Terima kasih, Mira. Aku akan mencobanya.”

Setelah Mira pergi, Ariella menyentuh cangkir itu, tetapi tidak segera meminumnya. Dia kembali merenung. Perasaannya campur aduk─antara harapan dan ketakutan. Kehidupan baru di Istana Valdenor bukanlah yang dia inginkan, tetapi di sisi lain, ada rasa ingin tahu yang menggelitik, yang mendorongnya untuk menjelajahi setiap sudut istana yang megah ini.

Sementara itu, di ruang kerja Dionel, suasana terasa jauh lebih serius. Dionel bersiap untuk menghadiri rapat penting dengan Dewan Kerajaan. Sebagai panglima perang, dia tahu betapa besar tanggung jawabnya dalam menjaga kestabilan Kerajaan Thalessia. Keberadaan Ariella di sampingnya seharusnya menjadi keuntungan baginya, tetapi dia tahu betapa sulit mengubah pandangan orang-orang di sekitarnya.

“Apakah Anda siap, Tuan?” tanya Elian, pelayan pribadi Dionel.

“Siap, tapi aku merasa ada banyak hal yang masih belum terungkap,” jawab Dionel, matanya tertuju ke arah peta yang terhampar di meja, memikirkan strategi yang harus diambil untuk menghadapi situasi rumit di dalam istana.

“Apakah Anda sudah memikirkan tentang peran Nyonya Ariella di sini setelah bertemu dengannya?” tanya Elia, menempatkan dokumen di hadapan Dionel.

Dionel mengangguk, teringat betapa ringkih Ariella terlihat di pagi yang sunyi itu. “Aku harus memberinya waktu. Dia baru saja menjalani pernikahan yang tidak diinginkannya. Aku ingin dia merasa nyaman di sini terlebih dahulu sebelum membicarakan tugas-tugas yang menunggunya.”

Sementara itu, Mira dan Nia sudah tiba di kamar Ariella. Nia, kepala pelayan di Istana Veldanor, dikenal akan sifatnya yang lembut namun tegas. Usianya yang terbilang jauh lebih dewasa dan pengalaman panjang dalam melayani keluarga bangsawan memberinya sikap wibawa alami.

Dia bukan hanya seorang pengatur urusan rumah tangga, tetapi juga penjaga harmoni di istana. Dengan sifat keibuannya, Nia mampu meredam konflik kecil di antara pelayan-pelayan lain dan memastikan bahwa semuanya berjalan lancar. Dia bijaksana, penuh perhatian, dan selalu peka terhadap kebutuhan orang lain, tak terkecuali Ariella yang kini berada di lingkungan baru.

“Selamat pagi, Nona Ariella,” sapanya lembut. “Hari ini kita akan membahas beberapa hal yang perlu Anda ketahui tentang istana ini.”

Ariella menyambut keduanya dengan ragu. “Baiklah, aku siap mendengarnya.”

Nia mulai menjelaskan dengan jelas dan terstruktur. “Di istana ini, kami memiliki beberapa aturan dan tradisi yang perlu Anda ketahui. Selain itu, ada juga beberapa orang yang bertanggung jawab atas berbagai aspek kehidupan sehari-hari.”

Mira berdiri di samping Ariella, mengamati setiap reaksi dari majikannya. Dia bisa merasakan bahwa Ariella perlahan mulai membuka diri, meskipun masih ada dinding tebal yang perlu dirobohkan.

Nia melanjutkan, “Saya yakin Anda sudah tahu bahwa Anda sekarang adalah Nyonya dari Istana Valdenor, dan kami semua ada di sini untuk membantu Anda. Kami berharap Anda dapat memimpin dengan bijak dan memberikan arahan kepada staf lain nantinya. Kami semua merindukan kehadiran pemimpin yang bijaksana.”

Ariella menunduk, berusaha mencerna semua informasi itu. “Terima kasih, Nia. Namun, aku masih belajar bagaimana menjalani semua ini,” jawab Ariella, suaranya rendah.

Nia tersenyum. “Itulah mengapa kami ada di sini. Kami akan membantu Anda menyesuaikan diri. Jika ada yang tidak Anda mengerti, tanyakan saja.”

Mira menambahkan, “Kami semua ingin Anda merasa diterima di sini, Nona. Anda tidak sendiri. Dan jika Anda ingin menjalani istana, kami bisa menemani Anda.”

Mendengar kalimat itu, hati Ariella terasa hangat. Untuk pertama kalinya, dia merasa sedikit lebih diakui di tempat baru ini. Mungkin saja, perlahan-lahan, dia bisa menemukan tempatnya di Istana Valdenor.

Di sisi lain istana, Dionel menyelesaikan rapatnya dengan para Dewan. Dia merasakan tatapan penuh perhatian dan harapan dari para anggota dewan. “Saya akan bekerja sama dengan Nyonya Ariella untuk merumuskan program-program yang dapat meningkatkan stabilitas kerajaan,” ungkapnya dengan suara tegas dan mantap.

Anggota dewan saling berbisik, mendiskusikan bagaimana kehadiran Ariella yang tidak biasa dalam percakapan ini. Namun, Dionel tidak peduli dengan pandangan mereka. Baginya, penting untuk memberikan kesempatan kepada Ariella, meskipun dia sendiri belum sepenuhnya mengerti perasaannya terhadap wanita itu.

***

Di suatu malam, saat duduk di ruang keluarga yang elegan, Ariella merenung. “Apakah ini adalah rumah baruku?” tanyanya dalam hati. Sambil menatap ke luar jendela yang menghadap ke arah taman, dia berdoa agar segala sesuatu berjalan dengan baik.

Dia melihat para pelayan yang bercengkerama di taman. Dari ruangan itu, Ariella bisa merasakan suasana kebersamaan yang hangat. Sebuah kerinduan akan kebahagiaan masa kecilnya muncul kembali.

Dionel kembali ke kamar mereka setelah rapat yang panjang. Melihat Ariella yang tenggelam dalam pikirannya, dia merasakan ada sesuatu yang berbeda. “Ariella,” panggilnya lembut.

Ariella berbalik, dan untuk sesaat, mata mereka bertemu pandang. Dia tidak tahu mengapa, tetapi ada sesuatu dalam diri Dionel yang membuatnya merasa tidak sepenuhnya terancam. “Apa yang kau inginkan, Dionel?” tanyanya, lagi-lagi mencoba untuk tetap tegas meskipun hatinya bergetar.

“Aku hanya ingin memastikan bawa kau baik-baik saja,” jawab Dionel melangkah lebih dekat. “Kita perlu bicara tentang bagaimana kira akan bekerja sama di sini.”

Ariella menunduk, berusaha mengabaikan ketegangan yang membara di antara mereka. “Aku tidak ingin berbicara tentang itu sekarang. Aku butuh waktu.”

“Waktu adalah sesuatu yang bisa aku beri. Tapi, ingatlah, kia harus saling mendukung dalam hal apa pun,” Dionel menjawab, menegaskan komitmennya.

Mendengar ucapan barusan, Ariella merasakan campuran rasa antara keraguan dan ketertarikan di saat yang sama. Mungkin, ada harapan untuk mendapatkan kembali kendali atas hidupnya, meskipun itu berarti berurusan dengan Dionel.

Saat malam semakin larut, Ariella memutuskan untuk menjelajahi istana. Dia menuruni tangga perlahan, mencoba mencari tahu lebih banyak tentang tempat yang menjadi kediaman barunya ini.

Di lorong yang gelap, dia menemukan lukisan-lukisan indah yang menggambarkan sejarah Thalessia. Setiap lukisan bercerita, dan untuk pertama kalinya, Ariella merasa terhubung dengan tempat ini, seolah-olah dia menemukan bagian dirinya yang hilang.

Setelah melalui lorong gelap penuh lukisan ini, Ariella tersadar. Perjalanan mereka baru saja dimulai, dan jalan di depan akan penuh tantangan. Namun, dengan setiap hari yang berlalu, Ariella mulai memahami bahwa tidak semua dalam hidup ini adalah tentang balas dendam. Terkadang, ada kesempatan untuk menemukan sesuatu yang lebih berharga─sebuah harapan baru. [*]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status