"Dengar ya pelakor bebek, saat itu berurusan dengan rumah tanggaku, maka aku akan berjuang dan membasmi wanita mana pun yang berniat merusak semua kebahagiaan kami. Bukankah begitu Gabriel?" Gabriel hanya terdiam kelu, sehingga membuat aku kembali membalas kata-kata Natalia."Berhenti memanggilku dengan sebutan pelakor bebek!""Kenapa? Bukannya jalanmu memang seperti bebek?""Huh!" dengusku sini. Aku, berjalan seperti bebek, itu semua karena keganasan suamimu," bentakku tak mau kalah. Biarlah, kalau Natalia sendiri tidak tahu malu, kenapa juga aku terus menutup-nutupi semuanya. Terus menerus disalahkan selama ini, telah membuat kedua taringku tumbuh.Kulihat Natalia mengepalkan tangannya sambil menahan emosi yang hampir meledak."Pasang telingamu baik-baik ya, PE-LA-KOR BE-BEK. Semua itu terjadi karena kamu gatal dan merayu suamiku, kalau tidak, mana mungkin Gabriel selera pada wanita sepertimu?""Oh, ya?" Bagaimana kalau kita tanyakan langsung pada orangnya? Kebetulan orangnya di si
Natalia berdiri di depan Gabriel dengan terkejut sambil menyaksikan perbuatan suaminya yang sedang asyik bermain dengan senjata peperangan miliknya, dalam genggaman tangannya.“Apa yang kamu lakukan?” teriaknya dengan wajah memerah. Tubuh bugil suaminya dan nama wanita lain yang keluar dari bibir Gabriel, adalah pengkhianatan terbesar di hidupnya. Dia tidak pernah menyangka akan menemukan sang suami dalam keadaan seperti itu.Gabriel buru-buru berbalik membelakangi Natalia dan mengumpat dalam hati.‘Fu**! Sialan banget sih? Kenapa dia harus muncul dan menemukan aku dalam keadaan seperti ini?’Natalia yang tadinya sudah hampir berangkat, harus kembali ke lantai atas karena dia lupa sesuatu. Tapi kini ia harus menyaksikan pengkhianatan terbesar dari sang suami."Huuueeeekkk! Kamu sangat menjijikkan,” cemooh Natalia sambil menatap Gabriel dengan geram. Diambilnya sebuah botol sampo dan melemparkannya ke arah Gabriel, untungnya pria itu langsung menghindar sehingga tidak terkena lemparan.
Setelah selesai memberi perintah kepada Bik Sumi, Gabriel segera menuju ke garasi mobil. “Aku harus mencari Natalia sekarang sebelum terjadi sesuatu,” gumamnya sambil meluncur bersama mobil kesayangannya. Sepanjang perjalanan, dia berusaha untuk berkonsentrasi dan melihat setiap sudut yang ia lewati. Namun, Natalia sudah menghilang entah ke mana. Senyum pahit tiba-tiba muncul di bibir Gabriel menyadari bahwa perbuatannya yang salah. “Kamu di mana, Natalia??? Please, angkat teleponku?” ucap Gabriel bermonolog. Dicobanya berulang kali untuk menelpon Natalia, tapi tidak ada hasil sama sekali. “Apakah lebih baik aku mencari Natalia di kantornya saja?” Dia memutuskan untuk ke sana, tapi pencariannya juga nihil. Natalia tidak berada di sana. Istrinya seakan menghilang tanpa jejak. Gabriel terus berkeliling dan berharap bisa menemukan Natalia di tempat-tempat yang sering mereka kunjungi. “Mungkin aku pulang saja dulu sambil menunggunya sampai dia kembali ke dalam pelukanku.” Gabriel y
“Silahkan pergi dari sini, Nona, sebelum kami melakukan tindakan yang tidak menyenangkan.” Aku mengusap wajahku yang sudah basah kuyup, yang entah oleh air mata atau air hujan, aku pun sudah tidak peduli lagi. Tubuhku mulai menggigil kedinginan. “Baiklah, Pak. Aku akan pergi sekarang juga." Dengan langkah lunglai, aku berbalik dan menuju pintu gerbang. Mungkin akua akan menelepon Bik Sumi nantinya setelah aku menemukan tempat kontrakkan yang baru. Kugenggam kantong kresek yang ada dalam genggaman tanganku. “Aku harus memesan taksi sekarang dan kembali ke rumah sakit. Atau mungkin juga, aku bisa ke mall dulu untuk membeli beberapa lembar baju.” Kulangkahkan kakiku cepat-cepat menuju jalan utama. Tubuhku yang basah kuyup dan kedinginan seakan memacuku untuk terus maju dan mempertahankan harga diriku. *** Gabriel menyalakan laptopnya dan mulai sibuk bekerja, tapi hujan yang turun mengganggunya. Dia pun bangkit berdiri dan segera menurunkan atap ekstra untuk menghindari percikan
“Kalian semua, berbaris di depanku,” perintah Gabriel dengan suara menggelegar. Dengan wajah ketakutan, pria-pria itu berbaris dengan rapi, mereka bahkan tidak diizinkan untuk memakai payung.Gabriel membisikkan sesuatu di telingaku.“Grace, sekarang kamu berdiri membelakangi mereka.” Aku yang kebingungan, hanya menuruti permintaan Gabriel. Tak lama kemudian aku mendengar suaranya yang lantang, memerintahkan sesuatu kepada anak-anak buahnya.“Sekarang lepaskan pakaian kalian biar kalian tahu dan merasakan dinginnya tubuh kami berdua di bawah guyuran hujan.”Aku terkejut, tapi terdiam karena tidak mendengar suara protes dari pria-pria itu. Sepertinya mereka patuh dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Gabriel.“Celana kalian juga dilepas juga, hanya boxer atau kolor saja yang kalian boleh pakai.”Mereka kembali mengikuti perintah sang majikan. “Berdiri di bawah guyuran air hujan sampai kalian datang menemuiku dan mengatakan siapa yang telah memberikan perintah kepada kalian untuk
“Aku ingin sekali bercinta denganmu saat ini, tapi aku ingin melakukannya di tempat yang nyaman." Gabriel menggigit ceruk leherku dan kembali memberikan jejak cinta di sana. Aku mendesah lirih menikmati cara Gabriel membuaiku. “Grace,” bisik Gabriel lembut. Aku menatapnya dengan pipi memerah. Ini terlalu intim dan intens, sialnya lagi, dia suami orang. “Sepertinya kita harus mandi bersama-sama karena sekarang aku sudah basah karena dirimu.” Usai mengatakan itu, dia menurunkanku dan menuntunku di dalam kabin shower. Perlahan dia melepaskan pakaiannya satu per satu. Aku berdiri mematung menatap tubuh Gabriel yang begitu kokoh. Roti sobek di perutnya membuat mata wanita mana pun pasti ingin menarikan tangan mereka dengan manja di sana. “Sentuh aku di mana pun kamu mau, Grace,” bisik Gabriel sambil meraih tanganku dan menaruhnya di dadanya yang terpahat sempurna. Glek! Aku menelan saliva dan menahan napas karena panasnya suasana yang ada. “Please, sentuh aku,” pinta Gabriel sambil m
Kelelakian Gabriel kini sudah memenuhi ruang bawahku, awalnya terasa tidak nyaman, tapi itu hanya sebentar. Gabriel benar-benar berhati-hati kali ini. Dia sudah berjanji untuk tidak menyakitiku. “Grace, kamu tahu apa yang paling suka aku lakukan saat sedang bercinta?” racau Gabriel sambil menatapku lembut. “Aku …, emm, aku tidak tahu,” desahku lirih. Gabriel tersenyum mendengar jawabanku yang polos sambil memejamkan matanya. Dia rupanya mulai menemukan tempo dan ritme yang pas agar aku merasa nyaman. Didorongnya bokongnya lebih dalam lagi, sehingga aku kembali melonjak kaget. Rupanya keperkasaan Gabriel belum masuk dengan penuh di dalam sana tadinya. “Apakah aku menyakitimu?” tanya Gabriel panik. Dia mencium ceruk leherku dengan lembut dan kembali memberikan jejak merah di sana, seakan menandai bahwa aku adalah miliknya seorang. Aku menggeliat lembut di bawah tindihan tubuhnya yang kekar. Sungguh, wanita mana pun akan ketagihan kalau diperlakukan oleh manusia maskulin dan perkasa
“Kalau aku ON sekarang, memangnya boleh minta lagi?” Aku membelalakkan mataku tak percaya. “Ada satu yang aku inginkan darimu,” ucap Gabriel sambil mengelus pinggiran bibirku dengan cara yang sensual. ‘Pria ini benar-benar hebat dalam membangunkan sisi liar dalam diriku,’ rutukku dalam hati. “Katakan apa yang kamu inginkan,” tanyaku nekat. “Aku ingin kamu menyebut namaku saat kita bercinta lagi nanti. Hanya namaku saja yang boleh keluar dari bibir seksimu itu.” Aku memicingkan mataku, lalu dengan tiba-tiba, aku berguling ke samping. Benda pusaka Gabriel lepas dariku. “Heeey!” Teriakan protes dari Gabriel terdengar begitu menggelikan. Dengan nekat, dia menangkup wajahku dan melumat bibirku dengan liar sampai napas kami berdua hampir putus. “Kau membuat aku ketagihan, Grace,” dengus Gabriel saat melepas ciuman panas kami. Wajahku memerah dan bibirku terasa membara. Aku kira Gabriel akan berhenti setelah ciuman itu, tapi dia kembali menyerang belakang telingaku dan menggigit ujun
Pria itu mendekati dan meraih wajahku. Aroma tubuh dan mulutnya membuat aku ingin muntah. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Siapa gerangan pria ini sebenarnya."Diam!! bentaknya kasar.“Kenapa aku harus diam, orang jahat?!” sentakku tak mau kalah."Tutup mulutmu, sebelum aku yang menutupnya."Aku tidak peduli, sekuat tenaga, aku berteriak lagi dengan suara yang lebih keras, dan hasilnya si pria itu menutup mulutku dengan telapak tangannya. Dengan kasar, dia memerintah anak buahnya untuk mengambil lakban dan menempelnya secara sembarangan hanya untuk menutup mulutku yang masih ingin berteriak.“Sekali lagi kamu berteriak, maka aku akan menutup bibir seksimu itu dengan cara yang lebih menyenangkan. Akan kubuat rongga mulutmu penuh dengan ciumanku.”Mendengar ancamannya, aku langsung mual, dasar laki-laki mesum. Siapa sih dia sebenarnya? Perasaan selama ini, aku tidak pernah mempunyai musuh. Kenapa tiba-tiba aku disekap seperti ini?Pria itu berjalan mengelilingi kursi yang aku duduki, s
"Aku akan mencari tahu siapa kamu sebenarnya," guman Gabriel pelan penuh percaya diri.Ia merapikan jasnya yang sedikit kusut akibat kemarahan tadi, lalu melirik ke jam tangan. ‘Grace pasti sudah menunggu terlalu lama,’ pikirnya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan taman, pikirannya tetap berputar, merencanakan langkah selanjutnya. Taman itu kembali sunyi, hanya suara angin dan dedaunan yang menjadi saksi. Lampu-lampu taman yang redup, seakan memberikan arah kepadanya, ke mana dia harus melangkah.Gabriel mempercepat langkah kakinya, ia sudah tidak sabar lagi untuk menemui Grace. Begitu tiba di tempat parkir, dari kejauhan, dia tidak melihat sosok Grace di jok depan mobil. Jantung Gabriel seperti berhenti berdetak. Tanpa sadar, langkah kakinya terpacu untuk segera tiba di tempat tujuan.“Grace!” teriak Gabriel saat mendapati wanita itu tidak ada dalam mobil. Dengan kalut, Gabriel memeriksa kursi penumpang, berharap kalau Grace sedang bermain petak umpet atau sekedar menakuti dirinya
“Ayo, aku antarkan kamu pulang,” putus Gabriel sambil berdiri di depanku, lalu mengulurkan salah satu tangannya. Begitu aku hendak menyambut uluran tangan Gabriel, tanpa sengaja, aku melihat bayangan seseorang dari balik pohon besar tidak jauh dari tempat kami berdiri.Deg! Perasaanku tidak enak, aku merasa bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan kami berdua sedari tadi. Kuraih tangan Gabriel dan memberi kode padanya dengan gerakan bibir yang sangat pelan.‘Ada seseorang di belakang pohon yang sedang memperhatikan kita, Gabriel.’ Awalnya, ia terlihat bingung, tapi kemudian, ia memicingkan matanya berusaha membaca gerakan bibirku.‘Coba ulangi apa yang kamu katakan tadi,' bisiknya nyaris tak terdengar.Aku mengulang kembali ucapanku dengan perlahan sampai kulihat Gabriel memahami apa yang aku maksud. Gabriel mengangguk pelan, tatapan matanya menjadi waspada, dan ia langsung melindungiku dengan cara melingkarkan tangannya ke bahuku. Sikapnya sangat protektif seperti itu membuatku
Begitu keluar dari lobi, aku menemui Gabriel yang sedang menungguku di taman rumah sakit. Dia terlihat begitu tegang dan bingung. “Ada apa?” tanyaku prihatin, Gabriel tidak menjawab pertanyaanku, tapi langsung memelukku erat. Merasakan bahunya bergetar dalam dekapanku, refleks membuatku mengelus kepalanya dengan pelan.“Aku merindukanmu, Grace,” bisik Gabriel nyaris tak terdengar. Pelukan dan belaian tanganku, ternyata mampu membuatnya kembali tenang.Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya, menangkup wajahku dan membelainya dengan penuh kerinduan. Ya, kerinduan yang mungkin telah tersimpan setelah sekian hari kami tidak bertemu.“Are you alright?” Kutatap netranya dan mendapati ada kegelisahan yang menghantui pikirannya. Ingin rasanya aku menghapus kegelisahan itu dan menggantinya dengan perasaan nyaman dan aman.“Banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini sehingga aku tidak sempat menjengukmu.” “Jangan pikirkan hal itu, Gabriel. Aku baik-baik saja.” Aku tersenyum singkat, be
Aku menahan napas, jantungku berdegup kencang. Aku harus menyembunyikan kehamilan ini. Tak boleh ada seorang pun yang tahu, termasuk mama. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini.Tangan mama semakin dekat, dan aku tak tahu harus berbuat apa. Satu gerakan salah saja, semuanya bisa terbongkar.Kriiing …. Dering telepon dari dalam tasku, membuat kami berdua kaget, mama mengurungkan niatnya untuk menyentuh perutku. Sambil pura-pura sibuk mencari ponsel di dalam tas, aku melirik mama dengan sudut mataku. Beliau terlihat mengambil rantang makanan dan memeriksa isinya. Untungnya, tangan mama masih berfungsi, kaki beliau saja yang lumpuh total. Aku hanya berharap satu hal, yaitu agar terapi yang sedang mama jalani saat ini, bisa membantu mama keluar dari krisis ini.“Siapa yang telepon?” tanya mama memecah lamunan singkatku.“Emm, teman, Ma,” bohongku saat melihat nama Gabriel yang tertera di layar utama.“Oh, kenapa tidak diangkat?”“Tidak apa-apa, Ma. Paling kalau penting, dia akan
“Aku akan melakukan yang terbaik untuk papa.”“Bagus, Nona. Dalam minggu ini, kami akan memulai terapi saraf, dan memberikan rangsangan otak untuk mengaktifkan kembali jaringan-jaringan otak yang masih berfungsi dari Pak Kristanto.”Aku hanya mengangguk, menahan luapan bahagia yang nyaris pecah. Lalu pintu kamar terbuka perlahan, diikuti derit halus roda kursi. Mama muncul, dibantu oleh seorang suster. Sorot matanya nanar, bingung, mengamati kami yang berdiri dengan tegang di dekat ranjang papa.“Ada apa dengan papa? Kenapa kalian ngumpul di sana?” tanya mama sambil terus mendorong kursi rodanya ke arah kami.Aku berlutut di depan mama, meraih tangannya dan menempelkannya di pipiku, membiarkan dinginnya menenangkan rasa panikku. "Ma …, papa merespon dengan gerakan kecil. Ia merasakan sentuhan dan suara orang-orang di sekitarnya."Mama membeku. Wajahnya, yang selama ini selalu muram, kini cerah sekaligus penuh harap."A-apa?" suara mama tercekat. Dia bergantian menatapku dan Dokter Mik
"Tunggu! Apakah Nona Grace baik-baik saja?""Kenapa?" tanyaku sambil berbalik dengan alis bertaut."Nona terlihat pucat dan letih. Apakah Nona sedang sakit?"“A-aku baik-baik saja.” “Nona bisa tunggu di sini sampai Ibu Kristianto selesai terapi.”“Tidak, terima kasih.”Tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera keluar dari ruang kerja Dokter Mikael dan menuju ke kamar inap mama. Bagiku, mendingan aku menunggu mama di sana, sambil menemani papa, dari pada aku duduk di kantor Dokter Mikael. Pandangan penuh curiga terlihat jelas dari sinar matanya.Begitu memasuki kamar, aku menghampiri papa yang seperti biasa, masih terlelap dalam tidur panjangnya.“Selamat pagi, Papa …,” bisikku pelan sambil mengelus lengannya yang terlihat begitu pucat karena sudah berbulan-bulan tidak terkena sinar matahari. Walaupun kadang-kadang mereka menjemur papa pagi harinya, tapi itu tidak cukup untuknya yang sehari-hari hanya menghabiskan waktu di dalam ruang. Kukecup kening papa dengan lembut, lalu meletakkan r
“Loh, Non. Biar Bibik saja yang masak,” protes Bik Mirna yang baru saja selesai melakukan rutinitas seperti biasanya, yaitu menyiram bunga di taman.“Tidak apa-apa, Bik. Santai saja. Aku juga mau masak untuk mama kok.”“Tapi kan biar saya saja yang masakin, Non. Nanti tinggal Nona Grace bilang, kalau mau masak bahannya seperti apa.”Aku tersenyum sambil menatap wanita paruh baya yang selalu menjagaku sejak aku pindah ke sini.“Yaudah, kalau begitu, Bibik bantu aku potong-potong sawi hijau dan iris bawang merah saja.”“Siap, Non. Ngomong-ngomong, Nona mau masak apa?” Bik Mirna mengambil sebuah pisau dari laci khusus penyimpanan benda-benda tajam dan mulai memotong sawi hijau.“Aku mau buat capcay untuk mama.” “Pakai daging atau jamur?” tanya Bik Mirna penasaran. Tak lupa tangannya terus bekerja dengan cekatan.“Rencananya aku mau pakai makanan laut saja, seperti udang dan cumi. Mama paling suka seafood soalnya.”Aku lalu membuka laci tempat penyimpanan alat-alat masak yang tajam dan m
“Ingat, siapa pun yang kamu pilih nantinya, aku sudah tidak peduli lagi, tapi apa pun yang terjadi, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku.”Tanpa menunggu jawaban, Natalia memutar tubuhnya dan melangkah pergi, meninggalkan Gabriel yang duduk terpaku di tempat, dengan wajah yang kini penuh sesal tapi kosong. Setelah punggung Natalia menghilang dari balik pintu dan langkah kakinya sudah tidak terdengar lagi, Gabriel seperti diseret kembali pada kenyataan yang ada.Dengan gerakan cepat, dia mengejar Natalia yang memasuki lift di ujung lorong kantor.‘Aku harus melakukan sesuatu,’ pikir Gabriel kalut. Keamanan dan keselamatan Grace ada di tangannya sekarang. Kalau sampai Grace dicelakakan oleh Natalia, maka ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.“Natalia! Tunggu! Dengarkan dulu penjelasanku!” Gabriel berhasil mengejar Natalia dan ikut masuk ke dalam lift. Ditatapnya wanita yang sudah menikah dengannya selama bertahun-tahun.“Please, listen to me! Aku mencintaimu,