Setelah selesai memberi perintah kepada Bik Sumi, Gabriel segera menuju ke garasi mobil. “Aku harus mencari Natalia sekarang sebelum terjadi sesuatu,” gumamnya sambil meluncur bersama mobil kesayangannya. Sepanjang perjalanan, dia berusaha untuk berkonsentrasi dan melihat setiap sudut yang ia lewati. Namun, Natalia sudah menghilang entah ke mana. Senyum pahit tiba-tiba muncul di bibir Gabriel menyadari bahwa perbuatannya yang salah. “Kamu di mana, Natalia??? Please, angkat teleponku?” ucap Gabriel bermonolog. Dicobanya berulang kali untuk menelpon Natalia, tapi tidak ada hasil sama sekali. “Apakah lebih baik aku mencari Natalia di kantornya saja?” Dia memutuskan untuk ke sana, tapi pencariannya juga nihil. Natalia tidak berada di sana. Istrinya seakan menghilang tanpa jejak. Gabriel terus berkeliling dan berharap bisa menemukan Natalia di tempat-tempat yang sering mereka kunjungi. “Mungkin aku pulang saja dulu sambil menunggunya sampai dia kembali ke dalam pelukanku.” Gabriel y
“Silahkan pergi dari sini, Nona, sebelum kami melakukan tindakan yang tidak menyenangkan.” Aku mengusap wajahku yang sudah basah kuyup, yang entah oleh air mata atau air hujan, aku pun sudah tidak peduli lagi. Tubuhku mulai menggigil kedinginan. “Baiklah, Pak. Aku akan pergi sekarang juga." Dengan langkah lunglai, aku berbalik dan menuju pintu gerbang. Mungkin akua akan menelepon Bik Sumi nantinya setelah aku menemukan tempat kontrakkan yang baru. Kugenggam kantong kresek yang ada dalam genggaman tanganku. “Aku harus memesan taksi sekarang dan kembali ke rumah sakit. Atau mungkin juga, aku bisa ke mall dulu untuk membeli beberapa lembar baju.” Kulangkahkan kakiku cepat-cepat menuju jalan utama. Tubuhku yang basah kuyup dan kedinginan seakan memacuku untuk terus maju dan mempertahankan harga diriku. *** Gabriel menyalakan laptopnya dan mulai sibuk bekerja, tapi hujan yang turun mengganggunya. Dia pun bangkit berdiri dan segera menurunkan atap ekstra untuk menghindari percikan
“Kalian semua, berbaris di depanku,” perintah Gabriel dengan suara menggelegar. Dengan wajah ketakutan, pria-pria itu berbaris dengan rapi, mereka bahkan tidak diizinkan untuk memakai payung.Gabriel membisikkan sesuatu di telingaku.“Grace, sekarang kamu berdiri membelakangi mereka.” Aku yang kebingungan, hanya menuruti permintaan Gabriel. Tak lama kemudian aku mendengar suaranya yang lantang, memerintahkan sesuatu kepada anak-anak buahnya.“Sekarang lepaskan pakaian kalian biar kalian tahu dan merasakan dinginnya tubuh kami berdua di bawah guyuran hujan.”Aku terkejut, tapi terdiam karena tidak mendengar suara protes dari pria-pria itu. Sepertinya mereka patuh dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Gabriel.“Celana kalian juga dilepas juga, hanya boxer atau kolor saja yang kalian boleh pakai.”Mereka kembali mengikuti perintah sang majikan. “Berdiri di bawah guyuran air hujan sampai kalian datang menemuiku dan mengatakan siapa yang telah memberikan perintah kepada kalian untuk
“Aku ingin sekali bercinta denganmu saat ini, tapi aku ingin melakukannya di tempat yang nyaman." Gabriel menggigit ceruk leherku dan kembali memberikan jejak cinta di sana. Aku mendesah lirih menikmati cara Gabriel membuaiku. “Grace,” bisik Gabriel lembut. Aku menatapnya dengan pipi memerah. Ini terlalu intim dan intens, sialnya lagi, dia suami orang. “Sepertinya kita harus mandi bersama-sama karena sekarang aku sudah basah karena dirimu.” Usai mengatakan itu, dia menurunkanku dan menuntunku di dalam kabin shower. Perlahan dia melepaskan pakaiannya satu per satu. Aku berdiri mematung menatap tubuh Gabriel yang begitu kokoh. Roti sobek di perutnya membuat mata wanita mana pun pasti ingin menarikan tangan mereka dengan manja di sana. “Sentuh aku di mana pun kamu mau, Grace,” bisik Gabriel sambil meraih tanganku dan menaruhnya di dadanya yang terpahat sempurna. Glek! Aku menelan saliva dan menahan napas karena panasnya suasana yang ada. “Please, sentuh aku,” pinta Gabriel sambil m
Kelelakian Gabriel kini sudah memenuhi ruang bawahku, awalnya terasa tidak nyaman, tapi itu hanya sebentar. Gabriel benar-benar berhati-hati kali ini. Dia sudah berjanji untuk tidak menyakitiku. “Grace, kamu tahu apa yang paling suka aku lakukan saat sedang bercinta?” racau Gabriel sambil menatapku lembut. “Aku …, emm, aku tidak tahu,” desahku lirih. Gabriel tersenyum mendengar jawabanku yang polos sambil memejamkan matanya. Dia rupanya mulai menemukan tempo dan ritme yang pas agar aku merasa nyaman. Didorongnya bokongnya lebih dalam lagi, sehingga aku kembali melonjak kaget. Rupanya keperkasaan Gabriel belum masuk dengan penuh di dalam sana tadinya. “Apakah aku menyakitimu?” tanya Gabriel panik. Dia mencium ceruk leherku dengan lembut dan kembali memberikan jejak merah di sana, seakan menandai bahwa aku adalah miliknya seorang. Aku menggeliat lembut di bawah tindihan tubuhnya yang kekar. Sungguh, wanita mana pun akan ketagihan kalau diperlakukan oleh manusia maskulin dan perkasa
“Kalau aku ON sekarang, memangnya boleh minta lagi?” Aku membelalakkan mataku tak percaya. “Ada satu yang aku inginkan darimu,” ucap Gabriel sambil mengelus pinggiran bibirku dengan cara yang sensual. ‘Pria ini benar-benar hebat dalam membangunkan sisi liar dalam diriku,’ rutukku dalam hati. “Katakan apa yang kamu inginkan,” tanyaku nekat. “Aku ingin kamu menyebut namaku saat kita bercinta lagi nanti. Hanya namaku saja yang boleh keluar dari bibir seksimu itu.” Aku memicingkan mataku, lalu dengan tiba-tiba, aku berguling ke samping. Benda pusaka Gabriel lepas dariku. “Heeey!” Teriakan protes dari Gabriel terdengar begitu menggelikan. Dengan nekat, dia menangkup wajahku dan melumat bibirku dengan liar sampai napas kami berdua hampir putus. “Kau membuat aku ketagihan, Grace,” dengus Gabriel saat melepas ciuman panas kami. Wajahku memerah dan bibirku terasa membara. Aku kira Gabriel akan berhenti setelah ciuman itu, tapi dia kembali menyerang belakang telingaku dan menggigit ujun
Natalia memejamkan matanya membayangkan detail renda dan hiasan yang akan dia pilih, dan pastinya dia akan memilih dengan hati-hati nantinya. Dia juga sudah memutuskan akan menambahkan sentuhan klasik dan modern pada gaun pengantin muslimah tersebut. Dia ingin agar kedua elemen itu akan terpadu dengan sempurna.Diraihnya botol minum di sampingnya dan meneguk air segar. Punggungnya terasa pegal karena dia telah menunduk terlalu lama.“Tinggal sedikit lagi, sketsa ini akan selesai,” bisiknya memberi semangat kepada dirinya sendiri.Tangannya kembali menari-nari dengan lincah. Sekarang sketsa itu semakin terlihat lebih jelas bentuknya, dan tentu saja hal itu membuat Natalia semakin bersemangat. Dia merenggangkan tubuhnya sebentar sebelum melanjutkan rancangannya.Sekarang sketsa itu mulai terbentuk dengan indahnya, Natalia merasa semakin terinspirasi. Keberaniannya dalam memadukan elemen-elemen tradisional dengan sentuhan kontemporer berhasil menciptakan sesuatu yang unik dan memikat ma
“Natalia, apakah ada yang bisa aku bantu?” Bara menatap Natalia dengan wajah cemas. Dia bingung karena Natalia hanya menangis. Tanpa ragu-ragu, Bara menariknya ke dalam pelukannya.“Aku tidak tahu apa yang telah terjadi padamu, tapi aku ada di sini untukmu.” Bara segera mempergunakan kesempatan itu untuk mengambil kembali hati Natalia. Dia ingin wanita itu memaafkannya dan tidak menghindar darinya lagi. Jujur saja, sudah berhari-hari dia merindukan Natalia.Bara mendorong pintu kamar hotel Natalia dan menuntun wanita itu ke dalam.“Duduk di sini sebentar, aku ambilkan minuman dulu,” bisik Bara lembut, lalu dengan gerak cepat, dia menyambar minuman yang dibeli Natalia di lobby hotel tadi.“Ini, minum dulu biar pikiran dan hatimu tenang.” Seperti robot, Natalia mengambil minuman dari tangan Bara dan menandaskannya hanya dalam sekejap.“Apakah kamu masih haus?” tanya Bara dengan pandangan sayu. Dia meraih selembar tisu dari atas meja dan menghapus air mata dari pipi Natalia.“Aku mau pu