Share

bab 6 Ide Gila

Bab: Sebuah Ide Gila

Valdo sangat terkejut. Kata-kata Shania seolah-olah menampar pikirannya yang kalut. Kabur? Lari dari semuanya? Menghilang bersama Shania dan meninggalkan kehidupan yang sudah dibangunnya selama ini? Pikiran itu begitu absurd, tetapi ia tak bisa mengabaikan keyakinan di mata Shania.

"Kabur?" ulang Valdo, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Apa kamu serius, Shania? Itu ide gila. Bagaimana kita bisa kabur begitu saja? Aku punya keluarga, kamu juga. Kita tidak bisa meninggalkan semuanya dan berpura-pura seolah-olah semuanya baik-baik saja."

Shania mengangguk, terlihat tak gentar oleh respons Valdo. "Aku tahu ini tidak mudah. Tapi coba pikirkan, Valdo. Apa yang kita miliki sekarang? Tekanan dari keluargamu untuk menikah dengan orang yang bahkan kamu tidak kenal. Tekanan dari keluargaku juga. Aku sudah lelah dengan semua ini. Kita selalu dikekang oleh harapan mereka, oleh aturan-aturan yang mereka buat. Apakah kamu tidak ingin sekali saja mengambil keputusan sendiri, tanpa merasa terikat?"

Valdo terdiam. Ia tahu Shania benar dalam hal ini. Mereka berdua sudah terlalu lama hidup di bawah bayang-bayang keluarga masing-masing. Tapi kabur? Itu bukan solusi yang bisa diterimanya begitu saja.

"Kamu berbicara seolah-olah itu semudah membalikkan telapak tangan," kata Valdo, suaranya mulai terdengar lebih serius. "Tapi kabur bukanlah jawaban. Itu justru melarikan diri dari masalah, bukan menyelesaikannya. Kita tidak bisa meninggalkan keluarga kita begitu saja, Shania. Mereka akan mencari kita. Dan bagaimana kalau mereka menemukan kita? Itu hanya akan memperburuk keadaan."

Shania menatap Valdo dengan tajam. "Jadi apa solusi yang kamu tawarkan, Valdo? Menurut apa yang orang tuamu inginkan? Menikahi wanita yang bahkan kamu tidak kenal dan membiarkan hubungan kita hancur begitu saja? Apakah itu lebih baik daripada mencoba melawan, walaupun dengan cara yang ekstrem?"

Valdo mendesah panjang. "Aku tidak tahu, Shania. Tapi aku juga tidak bisa setuju dengan ide gilamu ini. Aku tidak bisa begitu saja meninggalkan semuanya, apalagi dengan cara seperti itu. Ini terlalu besar untuk diputuskan dengan gegabah."

Shania mengalihkan pandangannya ke luar jendela, terlihat frustrasi. Ia tidak tahu lagi bagaimana meyakinkan Valdo. Semua yang diucapkannya adalah demi mereka berdua, demi masa depan yang mungkin mereka masih bisa miliki bersama. Tapi Valdo begitu terpaku pada kewajiban dan rasa tanggung jawab terhadap keluarganya.

Keheningan kembali menyelimuti mereka. Di luar, langit malam semakin gelap, seolah mencerminkan suasana hati mereka yang suram. Lagu sendu di coffee shop terus mengalun, menjadi latar belakang perbincangan yang semakin buntu.

Setelah beberapa saat, Shania menarik napas dalam-dalam dan menatap Valdo kembali, kali ini dengan ekspresi yang berbeda. Ada kesedihan, tetapi juga keteguhan yang sulit dijelaskan. Seolah-olah dia telah memutuskan sesuatu yang lebih drastis.

"Baiklah, kalau kamu tidak mau kabur," katanya dengan suara yang lebih tenang, "aku punya ide lain. Tapi aku harus mengingatkanmu, ide ini mungkin bahkan lebih gila daripada yang tadi."

Valdo memandang Shania dengan ragu-ragu. "Apa itu?"

Shania mendekatkan tubuhnya ke arah Valdo, suaranya berubah menjadi bisikan, seolah tidak ingin siapa pun di coffee shop itu mendengarnya. "Kalau kamu harus menikahi wanita pilihan orang tuamu, kenapa kita tidak membalikkan keadaan? Nikahi dia."

Mata Valdo melebar. "Apa?"

Shania tersenyum tipis. "Ya. Kita bisa menikahinya secepat mungkin, secara diam-diam. Tidak ada pesta besar, tidak ada keramaian. Kamu bisa mengurus semuanya dengan cepat, tanpa ada yang tahu. Setelah itu, kita pergi. Pergi sejauh mungkin. Kalau perlu, kita ke luar negeri. Kamu tetap menjalankan apa yang orang tuamu inginkan, tetapi kita melakukannya dengan cara kita sendiri."

Valdo terdiam, benar-benar tak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Ini benar-benar di luar dugaan. Shania benar-benar serius, dan itu terlihat dari sorot matanya yang penuh keyakinan. Tapi menikah dengan wanita yang bahkan ia tidak kenal? Dan melakukannya hari ini juga?

"Shania, ini gila. Kamu menyuruhku menikahi seseorang yang bahkan aku belum pernah bertemu, hanya untuk kemudian kabur? Apa kamu tidak mendengar dirimu sendiri?"

Shania menatap Valdo dengan serius. "Dengar, Valdo. Aku tahu ini terdengar gila. Tapi pikirkan baik-baik. Dengan cara ini, kamu bisa memenuhi keinginan orang tuamu dan sekaligus menyelamatkan hubungan kita. Kita bisa pergi jauh dari semua ini, memulai hidup baru. Dan siapa tahu? Mungkin setelah beberapa waktu, mereka akan mengerti kenapa kita melakukannya."

Valdo menggelengkan kepalanya, masih tidak bisa menerima ide ini. "Bagaimana kamu bisa yakin kalau ini akan berhasil? Bagaimana kalau mereka tetap menemukan kita? Atau bagaimana kalau pernikahan ini justru menjadi bumerang bagi kita?"

Shania menghela napas dan menggenggam tangan Valdo lebih erat. "Aku tidak bisa memberikan jaminan, Valdo. Tapi yang bisa aku tawarkan adalah kesempatan. Kesempatan untuk tetap bersama, meskipun caranya tidak sempurna. Aku lebih baik mengambil risiko ini daripada kehilanganmu sepenuhnya."

Valdo merasa dirinya terjebak di antara dua pilihan yang sama-sama sulit. Di satu sisi, dia tidak ingin menyakiti orang tuanya. Di sisi lain, dia tidak bisa membayangkan hidup tanpa Shania. Semua jalan yang ada di depannya terasa penuh duri dan jebakan. Tapi Shania... Shania adalah wanita yang begitu berani, begitu teguh dalam usahanya mempertahankan cinta mereka. Valdo merasa terhormat, tetapi juga takut dengan apa yang mungkin terjadi jika mereka benar-benar mengikuti rencana ini.

"Shania, ini terlalu rumit. Aku bahkan belum bertemu dengan gadis yang akan dijodohkan denganku. Bagaimana aku bisa menikah dengannya begitu saja?" tanyanya, mencoba mencari celah untuk menolak ide ini dengan cara yang masuk akal.

Shania tersenyum lembut. "Itu justru poinnya, Valdo. Kamu menikahi dia dengan cara yang tidak terduga, tanpa perayaan besar, tanpa embel-embel apa pun. Setelah itu, kita kabur. Pergi jauh. Kalau perlu, kita ke luar negeri. Kamu tetap bisa memenuhi apa yang orang tuamu inginkan, tapi kita yang mengendalikan arah hidup kita."

Valdo terdiam lagi. Shania begitu meyakinkan, seolah semua rencana ini bisa benar-benar berjalan dengan lancar. Tapi di dalam hatinya, Valdo tahu bahwa keputusan ini jauh lebih kompleks dari apa yang terlihat di permukaan. Namun, di saat yang sama, ada dorongan kuat dalam dirinya untuk mencoba, untuk mempertaruhkan segalanya demi cinta mereka.

"Apa kamu benar-benar yakin ini jalan yang terbaik?" tanya Valdo pelan, hampir seperti bisikan.

Shania menatapnya dalam-dalam dan mengangguk pelan. "Ya, Valdo. Aku yakin. Kita tidak bisa terus-terusan hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Kita harus mengambil alih kendali hidup kita. Dan kalau kita harus melakukannya dengan cara yang ekstrem, maka itu adalah risiko yang harus kita ambil."

Valdo memejamkan matanya sejenak, mencoba membayangkan apa yang akan terjadi jika dia mengikuti rencana Shania. Dia bisa melihat banyak hal yang bisa salah, tetapi di sisi lain, dia juga bisa melihat harapan baru yang mungkin bisa mereka capai bersama. Setelah beberapa saat, Valdo membuka matanya kembali dan menatap Shania dengan tatapan yang penuh tekad.

"Baiklah, Shania. Aku akan melakukannya," katanya dengan suara mantap. "Aku akan menikahi gadis itu, tapi kita akan melakukan ini dengan cara kita sendiri. Setelah itu, kita akan pergi. Ke mana pun itu, asalkan kita bisa bersama."

Shania tersenyum lebar, matanya berkilauan dengan harapan. "Terima kasih, Valdo. Kamu tidak akan menyesal mengambil keputusan ini. Aku yakin kita bisa melalui ini bersama."

Valdo hanya bisa mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi keraguan. Namun, satu hal yang ia tahu pasti: ia akan melakukan apa pun untuk mempertahankan cinta mereka, meskipun itu berarti mengambil risiko yang sangat besar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status