Soraya dan suaminya--Mahanta duduk di meja makan pagi ini seperti biasanya, tapi ia sedikit kaget karena ada tiga piring yang tersedia di meja makan. Sedangkan biasanya mereka hanya berdua saja.
“Dad? Ada siapa?” tanya Soraya pada suaminya dengan tatapan penasaran. Suaminya yang sudah duduk di dekatnya menatap istrinya tersebut kemudian mengangkat kedua bahunya, “Mana Daddy tahu, bukannya dari tadi aku bersamamu?”
Soraya tampak semakin bingung, kemudian mengingat-ingat kejadian semalam. Apakah dirinya menerima tamu atau ada yang datang, tapi seingatnya tidak ada sama sekali.
“Apa Dad terima tamu tadi malam, waktu Mami udah tidur?” tanyanya lagi.
“Lah Daddy lebih dulu tidur dari pada Mami,” jawab Mahanta cuek.
“Oh iya bener, jadi ini piring untuk siapa?”
Lagi-lagi Mahanta mengangkat kedua bahunya.
Sebelum jam makan siang, pertemuannya dengan klien dari perusahaan asing itu sudah selesai. Sebentar lagi jam makan siang, tapi Elvan malas untuk keluar dari ruangannya. Hingga ia hanya meminta Andrew untuk memesankan makanannya dan mengirimnya ke ruangan.Lagi pula, setelah makan siang Ryan akan segera datang ke kantornya.Dan beberapa menit yang lalu makanan yang di pesan oleh Andrew sudah datang, bahkan kini Andrew sudah ada di depannya. Mengajaknya makan bersama di ruangan Elvan.“Kenapa Lu gak makan di ruangan Lu aja! Ajak tuh sekretaris gue, makan atas bawah sekalian!” sindir Elvan.“Mengganggu pemandangan aja, muka Lu!” desisnya kemudian.“Dih sirik! Bilang aja kemarin ngiri, kan!” balas Andrew.“Gak ada ngiri-ngiri!” dengus Elvan kemudian membuka bungkusan makanannya. Ia memesan cumi asam manis untuk men
“Eh gue masih penasaran deh, kenapa Lu bisa kenal sama Dayana? Ketemu di mana?” tanya Andrew pada Elvan, sedangkan Ryan hanya menantap Elvan, ia juga penasaran dengan hal ini. Apalagi Dayana merupakan menantu dari keluarga Sanjaya. Dan setahunya Elvan tidak pernah berurusan dengan mereka kecuali bisnis, itu pun dia tidak tahu dengan pasti.“Gue gak tahu harus di mulai dari mana, tapi gue nemuin dia malem-malem pingsan di kebun deket vila gue,” jelas Elvan.“Serius? Di villa Lu?” tanya Andrew.“Ya!” sahut Elvan, “Ternyata dia kabur setelah di siksa suaminya, dan itu terjadi setelah istri keduanya mengadukan hal yang tidak-tidak. Dia di seret ke kamar dan di cambuk oleh ikat pinggang. Luka paling parah di punggung, bagian lainnya gue gak tahu. Awalnya gue gak tahu siapa dia, dia mengaku namanya Kana, makanya gue minta Lu cari tahu,” ujar Elvan seraya menatap Andrew.“Gila, ngeri! Baru tahu gue kelakuan Si Andre kaya gitu. Bener-bener gak sangka gue,” seru Andrew.“Nah alasan dia disiksa
“Van, anak kesayangan Mami, yang paling Mami sayangi. Bener mau pulang sekarang? Gak akan tinggal di sini aja?” tanya Soraya pada Elvan yang sedang merapikan pakaiannya ke dalam koper kecil yang ia taruh di atas tempat tidur. Soraya duduk di sisi tempat tidur Elvan kemudian membantunya merapikan pakaian anaknya tersebut.“Elvan harus pulang sekarang Mi, Day-- maksud Elvan ada urusan di sana yang harus Elvan kerjakan,” sahut Eelvan. Hampir saja ia keceplosan mengatakan jika ada Dayana yang menunggunya di sana.Semalam Elvan merasa sedikit khawatir karena ia tahu jika Dayana tidur sendirian di vila itu. Hingga ia menghubunginya melalui aplikasi pesan chat padanya dan menanyakan kabarnya. Dia mengatakan jika ia sempat merasa takut tidur sendirian di vila, tapi ia memutuskan untuk tidur cepat. Tapi tadi malam ia sudah meminta Bi Enah untuk menemaninya.Bukan untuk Dayana ia pulang sesuai jadwal, tapi
“Kau boleh membukanya, dan memakannya terlebih dahulu. Aku akan ke atas dan mandi lebih dulu, tidak enak setelah melakukan perjalanan jauh,” ungkap Elvan setelah mereka masuk ke dalam vila dan memasukkan mobilnya ke dalam garasi.Aya mengangguk, “Baiklah, aku akan menyiapkan makanan ini untukmu.”Mereke berdua berpisah di dekat tangga, di mana Elvan menuju lantai 2 sedangkan Aya menuju dapur.Aya segera mengeluarkan makanan tersebut dari dalam paper bag kresek, kemudian mulai memotong-motongnya dengan ukuran yang pas. Kemudian menatanya di atas piring.Tart buah begitu menggoda, hingga Aya tak sabar untuk menyicipinya. Tapi ia menahan dirinya, meski Elvan sudah mengijinkannya untuk makan lebih dulu, tapi rasanya tidak sopan.Aya menaruh semua potongan kue tersebut di atas meja. Kemudian duduk dan menunggu Elvan kembali.“Ini terl
Setelah berkenalan dan sedikit basa-basi, kini Elvan, Ryan dan Aya duduk bertiga di gazebo. Mereka memutuskan untuk berbincang di tempat yang nyaman dan terbuka, agar tidak membuat Aya tertekan karena harus kembali mengingat kejadian buruk yang sudah menimpanya.Ryan segera mengeluarkan sebuah agenda dari tas kerjanya. "Kita mulai saja ya, supaya aku tidak kemalaman sampai Jakarta."Aya dan Elvan mengangguk setuju.Ryan datang sekitar pukul 1 siang, dia mengatakan berangkat dari Jakarta pukul 9 tadi pagi, dan datang ke sini sendirian."Dayana, bisa kau ceritakan secara lengkap detail semua kejadian yang kau alami? Dimulai dari bagaimana kau dan suamimu menikah hingga akhirmya kau mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan penganiayaan. Aku harus mempelajari dan memahami benar masalahmu agar aku bisa membelamu secara maksimal di pengadilan," pinta Ryan.Aya mengangguk dan dengan perlahan-lahan ia
"Kapan gugatan ini akan mulai diproses?" tanya Aya.Ryan menatap Aya dengan seksama. "Tentu setelah kau yakin dan memberi kuasa padaku untuk menangani kasusmu ini. Aku akan mengirimkan draft perjanjian kerja, yang menjelaskan hak dan kewajiban kita masing-masing. Jika kau setuju, aku akan mencetaknya di atas blanko surat resmi dan membuat surat kuasa, yang intinya kau memberi kuasa penuh padaku untuk menangani kasusmu ini hingga selesai."Aya mengangguk paham, "Kapan kau akan mengirimkan draft perjanjian kerja?""Jika kau mau, sekarang juga kau bisa membaca contoh surat perjanjian kerja di laptopku. Nanti aku akan mengeditnya sesuai dengan data pribadimu lalu akan ku kirimkan soft copynya ke email-mu. Tentunya soft copy itu tanpa blanko surat resmi kantorku ya..." jawab Ryan."Aku mau membacanya sekarang saja dan berharap gugatan perceraianku segera di proses," sahut Aya dengan tegas.
‘Ck! Dasar! Gak Si Kampret gak Si Ryan, sama aja! Apa sih yang ada di pikiran mereka?! Gak ngerti gue!’ dengus Elvan dalam hatinya setelah melihat mobil yang dikendarai oleh Ryan semakin mejauh meninggalkannya di hadapannya.Kemudian ia segera berjalan kembali masuk ke dalam vila dengan hati yang masih mendumel. Ia sungguh tak mengerti dengan pikiran ke dua temannya itu.“Kenapa? Ada yang buruk?” tanya Aya membuyarkan lamunan Elvan, dengan tiba-tiba dan tanpa di sadarinya Aya sudah berdiri di hadapannya begitu saja.“Hah? Apa?” tanya Elvan kaget.“Hmm, apa Ryan mengatakan sesuatu yang buruk mengenai kasusku? Aku melihat wajahmu sedikit berubah ketika masuk setelah meninggalkannya,” jawab Aya.“Tidak ada, itu hanya perasaanmu saja!” jawab Elvan mencoba untuk menutupi perasaan dongkolnya pada Ryan.Aya
“Sharing Profit? Dan hasilnya bagi dua, 60:40. 60 untukku dan 40 untuk Elvan? Apa itu tidak terbalik ya?” gumam Aya dan posisi rebahan di atas tempat tidurnya.Aya mengingat penjelasan Elvan mengenai bisnis yang di tawarkannya dengan Sharing Profit padanya saat makan malam tadi. Bahkan Elvan menjelaskan detailnya pada dirinya.Elvan akan menanggung semua biaya renovasi, pengadaan barang, dan juga pegawai. Sedangkan dirinya hanya mengelola semuanya setelah semua tersedia dengan lengkap. Bukan hanya itu, Elvan sendiri yang akan mencari pegawai yang akan bekerja di cafenya.“Dengan kata lain, Elvanlah yang mengeluarkan modal lebih banyak dari pada aku. Aku hanya tinggal mengelolanya saja… hmm… ada yang aneh…” gumamnya seraya memeluk bantal guling miliknya.“Aduh kok aku jadi bego ya? Gini nih kalau saat pelajaran di kampus gak fokus, ilmunya gak nerap s
10 hari berlalu dan siang ini Elvan dan Andrew baru sedang dalam perjalanan kembali ke kantor, sejak pagi mereka cukup sibuk di luar kantor dan kali ini mereka baru saja meeting dengan klien di luar.“Kita makan siang dulu sebelum kembali ke kantor,” ujar Elvan yang duduk di samping Andrew yang sedang mengendarai mobil.“Boleh, biar sekalian. Mau ke mana?” tanya Andrew.“Mana aja, yang penting deket kantor biar gak kejauhan,” sahut Elvan dan Andrew menganggukinya.“Oh iya, gimana kabar hubungan Lu sama Metta, Ndrew?” tanya Elvan kemudian.“Baik-baik aja…” sahut Andrew.“Tapi kok gue gak pernah liat Metta ke kantor lagi, emang dia gak ada tugas apa?” tanya Elvan. “Yakin hubungan kalian baik-baik aja?” lanjutnya.“Baik kok, beneran. Kami sudah mulai chat lagi, meski gak kaya dulu. Kesannya dia jadi kaku gitu, tapi ini lebih baik lah. Dia juga gak pernah ngerecokin masalah tugas lagi, itu kayanya dia gak pernah ke kantor. Bahkan Metta juga udah gak pernah ajakin ke sasana lagi buat latih
Sarapan pagi ini di kediaman keluarga Dewangga ramai, karena adanya Metta dan Andrew. Selain Metta, semalam Andrew juga ikut menginap atas ajakan Soraya karena akhirnya mereka menikmati daging bakaran bersama-sama sambil berbincang banyak hal sampai hampir jam 10 malam. Kini semuanya tampak mengobrol dengan begitu santai di meja makan sambil menikmati sarapan mereka.Meski begitu tapi Metta masih sedikit merasa canggung karena ia kembali berteman dengan Andrew setelah obrolan mereka semalam.“Kalian pulang siangan aja ya, nanti sepi lagi nih di sini!” ujar Soraya.“Metta gak bisa Mih, ada yang harus dikerjain,” sahut Metta.“Tugas kuliah?” tanya Soraya.Metta mengangguk.“Minta tolong aja sama Andrew, biar cepet beres. Kamu ada waktu kan Ndrew?” tanya Soraya pada Andrew dan memberi sedikit kode.“Andrew santai Mih…” sahut Andrew setelah menelan makanannya yang masih ia kunyah di dalam mulut.Metta langsung menggeleng, “Enggak kok, Mih. Tugasnya udah hampir selesai. Metta hanya perlu
"Apaan?"Andrew tampak menghela napas panjangnya, ia mencoba untuk menenangkan pikiran dan dirinya. Agar ia tidak salah bicara lagi dan mencoba untuk memahami perasaan Metta. Hingga ucapan apa yang keluar dari mulutnya tidak kembali menyakiti hati Metta. "Kamu masih marah dan kesal sama aku?" tanya Andrew dengan lembut.Metta langsung menggeleng."Kenapa masih menghindariku?" tanya Andrew."Bukannya aku udah jelasin semuanya sama kakak?" tanya Metta.Andrew mengangguk. "Tapi apa gak bisa kita kaya dulu lagi, berteman seperti biasa nya?" tanya Andrew. Metta tampak menghela napas panjangnya. "Gak, Kak." Metta menjawabnya dengan tegas. "Kenapa?""Aku gak tau kalau harus jawab kenapa, yang jelas aku gak bisa, Kak.""Sejauh mana kamu membenciku dan marah padaku? Apa aku gak bisa memperbaiki semuanya?" tanya Andrew.Metta menggeleng lemah. "Mungkin kamu kesal dan marah padaku karena kejadian itu, jujur aku gak tau dan tidak menyangka efeknya akan sampai seperti ini. Tapi dengar, aku em
Metta yang sedang memanggang daging tak sengaja mengarahkan pandangannya ke arah di mana Elvan dan Daddy Mahanta sedang duduk. Karena asap yang ada di sekitarnya, Metta sempat tidak bisa melihat dengan jelas.‘Kok bertiga, bukannya tadi berdua?’ tanya Metta pada dirinya sendiri.Metta mulai mempertajam penglihatannya agar ia bisa melihat dengan jelas, karena jarak mereka cukup lumayan jauh. Pemanggang memang di tempatkan agak jauh dari pintu rumah agar semua asap tidak masuk ke dalam rumah.Matanya membulat saat ia melihat pria itu adalah Andrew, yang kini sedang bergabung bersama Elvan dan Daddy Mahanta.Hatinya meringis, ‘Kenapa dia ada di sini, hah? Sejak kapan dia datang?’‘Kalau begini aku harus cari alasan untuk pulang deh…’ ujarnya dalam hati.Soraya sempat memperhatikan arah pandangan Metta dan menemukan jika Andrew sudah ada di sana. Kemudian Soraya sedikit menyikut Aya, kemudian menunjuk ke arah Andrew dengan matanya.Aya dan Soraya seakan berbicara hanya dengan tatapan mata
Tanpa merasa curiga sedikitpun Metta mengiyakan ajakan Mamiih Soraya untuk datang ke acara barbeque di rumahnya malam ini. Karena memang sebelumnya Mamih Soraya sudah membahas acara ini dan mengajaknya.Hanya saja kedua orang tuanya tidak ikut serta, karena Aji dan Hilda harus pergi ke Bogor untuk menghadiri undangan teman mereka yang sedang mengadakan syukuran. Begitu juga dengan Esa--adiknya yang tidak ikut dan memilih untuk di rumah.Sabtu siang, Metta sudah melajukan motorny pergi menuju kediaman keluarga Dewangga. Bukan tidak tahu tata krama, tapi Metta sudah di larang untuk membawa apapun ke sana. Metta pun yakin jika Mamih Soraya sudah menyiapkan segalanya dengan lengkap di acara tersebut. Lagian itu bukan acara besar, hanya kumpul keluarga saja.Demi datang ke acara ini, Metta harus membatalkan pertemuannya dengan teman-temannya malam nanti untuk balapan.“Wahhh udah dateng nihhh…” seru Soraya saat melihat kedatangan Metta.“Iya Mih. Kalau sore macet ah males…” sahut Metta.“T
Beberapa hari berlalu, dan Elvan masih melihat Andrew yang sesekali masih termenung.“Lu masih belum hubungi Metta?” tanya Elvan.Andrew menggeleng, “Udah sih tapi seperti yang sudah-sudah, gak dibaca.”“Samperin dia udah?” tanya Elvan lagi.Andrew menggeleng, “Gue gak mau bikin dia makin kesel sama gue kalau tiba-tiba dateng gitu aja.”Elvan tampak berpikir, “Iya sih…”“Metta masih muda, pasti dia agak sedikit keras kepala. Dan Lu harusnya udah bisa berpikir dewasa, Ndrew.”“Maksud Lu?” tanya Andrew.“Gue tau emang Lu gak salah sepenuhnya karena niat Lu juga baik. Dan gue bisa liat kalau Lu emang nyesel… Tapi emang Lu harus samperin dia dan minta maaf lagi,” ujar Elvan.“Kalian emang harus ketemu, tapi usahain kaya yang gak sengaja gitu…” lanjur Elvan.“Nahhh itu yang susah, karena gue takutnya Metta mikirnya gue nguntit dia,” ujar Andrew.Elvan mengangguk. Kemudian ia tampak berpikir. Tak lama kemudian Elvan ingat dengan rencana Mamih Soraya tempo hari yang sempat Mamih bicarakan.“
“Jawabannya cuma satu kalau Lu masih ngerasa kaya ada yang hilang dan pengennya selalu ketemu dia...” ujar Elvan tak lama kemudian.Andrew yang sejak tadi menatap Elvan kemudian mengerutkan keningnya, “Apa?” tanyanya dengan suara yang masih lirih."Gue akan jawab panjang lebar dan jangan Lu potong dulu, tapi tolong Lu simak baik-baik, oke?!"Andrew mengangguk.“Tanyakan pada dirimu sendiri, coba masuki hatimu yang paling dalam. Gue yakin selama Lu deket dengan cewek-cewek Lu selama ini, Lu tuh gak pernah pake hati atau perasaan sama mereka. Lu selalu mengedepankan dan memanjakan pandangan mata Lu yang di hibur oleh kecantikan mereka, dan nafsu Lu yang besar,” ujar Elvan.“Mata Lu di hibur oleh visual mereka yang menarik, hingga akhirnya Lu tertarik dan di sambungkan sama nafsu Lu. Lu gak pernah menyukai mereka dengan hati dan pikiran Lu. Jadi saat mereka pergi dari hidup Lu gak akan ada rasa kehilangan yang bakal Lu rasain, beda dengan sekarang. Mungkin Lu gak pernah mencoba untuk pak
“Astagaaaa!! Gila Lu yaaa!!” decak Elvan tak percaya.“Dengerin dulu! Kan gue udah bilang kalau gue ada alesan kenapa lakuin itu! Situasinya sangat memaksa. Tuh cowok gak percaya banget kalo Metta itu cewek normal meski gue udah rangkul pinggangnya. Dia dendam banget karena ditolak Metta dan gagal nglecehin. Jadi menurut gue, dia gak akan berhenti dan pasti akan bikin susah Metta di kemudian hari. Cowok itu ngomong sendiri, kalo dia gak bisa dapetin Metta, yang lainnya juga gak akan bisa. Jadi spontan gue nyium bibirnya di depan dua orang itu untuk mentahin prasangka buruknya," jelas Andrew.Elvan terdiam dan berusaha membayangkan situasi yang terjadi saat itu.Rasanya sangat sulit bagi Elvan, mengingat posisi Andrew saat itu sama saja dengan dirinya dan Aya di saat Aya sedang di sudutkan oleh Andre dan Shella dulu di pesta, hingga ia langsung mengatakan jika Aya adalah calon istrinya. Hanya saja yang menjadi perbedaan adalah saat itu Aya memang calon istrinya sungguhan. Sedangkan And
Sejak pagi Elvan mengamati Andrew, memang menurutnya Andrew sedikit berubah. Tapi ia belum tahu apakah perubahan dalam diri Andrew ini berhubungan dengan Metta atau tidak. Tapi melihat hubungannya dengan Metta sedikit aneh, serta tindakan sikap mereka berdua semakin menguatkan pada tebakannya.Siang ini Andrew masuk ke dalam ruangannya untuk memberikan berkas pada Elvan.“Mau makan di mana ntar?” tanya Andrew seraya menunggu berkas yang sedang di periksa dan akan ditanda tangani oleh Elvan. “Di sini aja lah, lagi males keluar. Kayanya panas banget,” ujar Elvan. “Emang Lu mau keluar?” tanya Elvan kemudian.“Tadinya sih, cuma kaya emang panas banget, jadi males lah…” balas Andrew.“Makan sini ajalah, Lu pesenin ya, biasa. Gue bayarin lah…” ujar Elvan.“Beneran nih?” tanya Andrew.Elvan mengangguk.“Awas ya, udah ini Lu malah mau balik cepet-cepet! Nggak kan?” desis Andrew seraya menatap tajam pada Elvan.“Gak lahh. Kerjaan banyak gini gue gak mungkin balik cepet-cepet!” seru Elvan.“Ya