"Kapan gugatan ini akan mulai diproses?" tanya Aya.
Ryan menatap Aya dengan seksama. "Tentu setelah kau yakin dan memberi kuasa padaku untuk menangani kasusmu ini. Aku akan mengirimkan draft perjanjian kerja, yang menjelaskan hak dan kewajiban kita masing-masing. Jika kau setuju, aku akan mencetaknya di atas blanko surat resmi dan membuat surat kuasa, yang intinya kau memberi kuasa penuh padaku untuk menangani kasusmu ini hingga selesai."
Aya mengangguk paham, "Kapan kau akan mengirimkan draft perjanjian kerja?"
"Jika kau mau, sekarang juga kau bisa membaca contoh surat perjanjian kerja di laptopku. Nanti aku akan mengeditnya sesuai dengan data pribadimu lalu akan ku kirimkan soft copynya ke email-mu. Tentunya soft copy itu tanpa blanko surat resmi kantorku ya..." jawab Ryan.
"Aku mau membacanya sekarang saja dan berharap gugatan perceraianku segera di proses," sahut Aya dengan tegas.
‘Ck! Dasar! Gak Si Kampret gak Si Ryan, sama aja! Apa sih yang ada di pikiran mereka?! Gak ngerti gue!’ dengus Elvan dalam hatinya setelah melihat mobil yang dikendarai oleh Ryan semakin mejauh meninggalkannya di hadapannya.Kemudian ia segera berjalan kembali masuk ke dalam vila dengan hati yang masih mendumel. Ia sungguh tak mengerti dengan pikiran ke dua temannya itu.“Kenapa? Ada yang buruk?” tanya Aya membuyarkan lamunan Elvan, dengan tiba-tiba dan tanpa di sadarinya Aya sudah berdiri di hadapannya begitu saja.“Hah? Apa?” tanya Elvan kaget.“Hmm, apa Ryan mengatakan sesuatu yang buruk mengenai kasusku? Aku melihat wajahmu sedikit berubah ketika masuk setelah meninggalkannya,” jawab Aya.“Tidak ada, itu hanya perasaanmu saja!” jawab Elvan mencoba untuk menutupi perasaan dongkolnya pada Ryan.Aya
“Sharing Profit? Dan hasilnya bagi dua, 60:40. 60 untukku dan 40 untuk Elvan? Apa itu tidak terbalik ya?” gumam Aya dan posisi rebahan di atas tempat tidurnya.Aya mengingat penjelasan Elvan mengenai bisnis yang di tawarkannya dengan Sharing Profit padanya saat makan malam tadi. Bahkan Elvan menjelaskan detailnya pada dirinya.Elvan akan menanggung semua biaya renovasi, pengadaan barang, dan juga pegawai. Sedangkan dirinya hanya mengelola semuanya setelah semua tersedia dengan lengkap. Bukan hanya itu, Elvan sendiri yang akan mencari pegawai yang akan bekerja di cafenya.“Dengan kata lain, Elvanlah yang mengeluarkan modal lebih banyak dari pada aku. Aku hanya tinggal mengelolanya saja… hmm… ada yang aneh…” gumamnya seraya memeluk bantal guling miliknya.“Aduh kok aku jadi bego ya? Gini nih kalau saat pelajaran di kampus gak fokus, ilmunya gak nerap s
Kini mereka berdua sudah dalam perjalanan menuju wilayah Utara Kota Bandung, di mana mereka harus menempuh perjalanan yang bisa di katakan cukup lumayan. Karena perjalanan akan menempuh waktu kurang lebih 2 jam lamanya jika tidak terjebak macet di beberapa titik, meski sudah menggunakan jalanan bebas hambatan atau jalan tol.Aya mulai menikmati perjalanan ini, ia cukup senang karena sudah seminggu lebih ini hanya berada di vila.Sebenarnya ia sudah beberapa kali datang ke daerah tempat yang akan di tujunya. Dan tak menyangka jika kali ini ia akan kembali ke sana.Tak banyak pembicaraan di antara mereka berdua saat berada di dalam mobil, karena Aya terlalu asyik untuk menikmati pemandangan yang ada di luar jendelanya. Sudah cukup lama dia tidak melewati jalan-jalan ini, dan cukup banyak perubahan di sini, di mulai banyaknya bangunan baru dan infrastruktur yang di bangun oleh pemerintahan setempat untuk membuka kota tampak
Hari menjelang siang, dan sebentar lagi waktu makan siang tiba.“Ku rasa kita harus pergi dari sini, apa kau sudah puas melihat-lihatnya?” tanya Elvan.Aya mengangguk, “Kurasa cukup.”Bahkan mereka sudah mengitari bagian luar rumah tersebut hingga ke belakang. Aya juga mengatakan ia ingin ada meja dan kursi di bagian luar, sebagai tempat outdoornya. Yang akan di pasangi tenda cantik yang bisa di buka dan tutup secara otomatis. Agar jika terjadi hujan tiba-tiba para tamu tidak perlu khawatir.Mereka baru saja dari bagian belakang dan kembali berjalan menuju depan rumah untuk kembali ke dalam mobil.Aya berjalan di samping Elvan, ia sungguh menikmati suasanya di tempat ini. Sunyi dan pemandanganya yang indah. Tapi nanti ia berharap nanti cafe ini akan ramai oleh pengunjung. Ia sudah membayangkan berbagai macam konsep di pikirannya. Ia ingin di bagian outdoor
Hari ini semua berjalan dengan biasa saja dan baik-baik saja seperti hari biasa-biasanya. Kehamilan Shella yang menginjak 6 bulan beberapa hari yang lalu membuat Shella sedikit manja. Seperti hari ini, ia enggan untuk di tinggalkan oleh suaminya tercinta.Demi sang istri tercintanya yang sedang mengandung buah hatinya, tentu saja Andre berusaha untuk mengabulkan semuanya. Termasuk tidak berangkat kerja di hari ini. Sedangkan kantor di handle oleh ayahnya terlebih dahulu untuk hari ini.“Sayang aku mau jus, tapi kau yang buat yaa…” pinta Shella dengan manjanya.“Iya Sayang… mau jus apa? Nanti aku bikinin di dapur,” sahut Andre lembut pada Shella.“Alpukat, aku mau alpukat, tapi yang tingkat kematangannya tepat. Jangan yang terlalu matang, aku tak mau Sayang. Aku baca kemarin katanya buah alpukat bagus untuk bayi dalam kandungan,” jelas Shella yang saat
“Apa kata Handoko?!” tanya Martina dengan kemarahan dan emosi yang sangat ketara di wajahnya. Ia merasa dirinya di permalukan dengan tindakan yang diambil oleh menantu yang menurut pandangannya kurang ajar dan tidak tahu diri itu. Harkat, martabat dan derajat nama baik Keluarga Sanjaya akan tercoreng begitu saja begitu jika berita menantu keluarga Sanjaya menggugat cerai ini mencuat dan menjadi konsumsi publik.“Sudah Ma, dia sampai di sini setengah jam lagi,” sahut Andre.Martina menggemertakkan giginya, “Benar-benar tidak tahu diri. Kurang ajar, berani-beraninya anak kemarin sore mencoreng mukaku seperti ini.”Andre hanya bisa diam, ia sangat mengerti dengan sifat dari ibunya ini. Jika ia sedang emosi sebaiknya tidak terlalu banyak bertanya atau akan terkena imbasnya.Martina menoleh pada Andre dan menatapnya dengan serius. “Sudah ku katakan padamu, Andre!
Flash back Siang hari…Sementara itu Hilda yang baru saja mengangkat panggilan dari besannya merasa begitu sangat shock dibuatnya. Martina yang merupakan besannya memaki-maki dirinya di telepon, dan menuduhnya bersengkongkol dengan putrinya untuk membuat keluarga Sanjaya malu.Panggilan itu dimatikan secara sepihak, tapi ia masih saja menatap layar ponsel yang sudah menggelap, dan masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.“Sebentar-sebentar…” Hilda mencoba menenangkan dirinya.“Aya menggugat cerai Andre? Tidak mungkin!!” serunya kemudian.Hilda kembali menyalakan ponselnya dan mencoba untuk menghubungi putrinya tersebut. Tapi ponsel milik Aya tidak aktif sama sekali. Ia sudah mencobanya 3 kali menghubungi, tapi hasilnya sama. Kemudian ia mencoba untuk menghubungi putrinya melalui aplikasi chat, rupanya hanya ceklis satu saja.Hilda tak menyangka jika putrinya akan membuat malu keluarganya. Bagaimana juga keluarga Sanjaya sudah banyak membantu keluarga Adiwilaga, terutama sa
Lagi-lagi malam ini Elvan harus termenung di atas tempat tidurnya. Kali ini memikirkan apa yang diucapkan oleh Aya padanya tadi.Apa yang Aya katakan memang benar, dan sangat tepat.Dirinya harus melanjutkan hidup, meski tanpa Davina di sisinya lagi. Jika bisa ia ingin melanjutkan cita-cita Davina yang belum tercapai. Agar ia bahagia di atas sana. Ia tak mampu larut dalam kesedihannya lagi, demi dirinya dan demi Davina serta anak mereka.“Aku memang harus terus melangkah ke depan, merelakan Davina sepenuhnya. Tapi aku tidak akan pernah melupakannya sama sekali, ia akan hidup di salah satu sudut hatiku yang paling dalam…” gumam Elvan hampir berbisik.Tapi tiba-tiba Elvan teringat pada sentuhan tangan Aya dan ekspresi dari wajahnya tadi. Dan itu membuat darahnya sedikit berdesir, hingga wajahnya terasa panas seperti sekarang.Elvan mendengus, “Dan ini semua
Saat makan malam berlangsungpun Metta masih sedikit berbicara, dan semua itu karena keberadaan Andrew. Tapi Andrew terlihat biasa saja. Ia berbincang santai dengan Elvan dan Mahanta. Demikian juga Soraya dan Aya yang menyimak pembicaraan mereka sambil sesekali menimpalinya.“Ta, kenapa kamu diem aja?” tanya Aya yang merasa ada sedikit perbedaan dalam diri Metta yang sejak tadi siang menemani dirinya.“Hehe, gak ada apa-apa, Kak!” sahut Metta.“Metta lagi gak enak perut, lagi dateng bulan katanya…” imbuh Andrew tiba-tiba.Seketika Metta menoleh pada Andrew.“Ohh… pantes aja tadi sore kamu biasa aja, sekarang malah diem mulu,” ujar Aya."Barusan dapet?" bisik Aya pada Metta.Metta yang sudah menatap kakaknya hanya bisa mengangguk dan tersenyum kaku, padahal kan itu hanyalah kebohongan. Dan ia tidak menyangka Andrew akan menyahutinya seperti itu."Udah pakai pembalut?" bisik Aya lagi."Udah. Bawa di tas, Kak," jawab Metta dengan bisikan.“Kalau kamu gak enak badan, kamu nginep aja di sin
Sejak kejadian di kampus Metta dua minggu yang lalu, Andrew merasa sedikit aneh. ‘Sudah lama Si Bocil itu gak gangguin gue lagi, tapi baguslah telingaku udah gak sakit karena kebisingan suara dia!’ ujar Andrew dalam hatinya.Memang sejak kejadian setelah mereka bertemu dengan Bagas dan Tasya, Metta sama sekali tidak menghubunginya lagi. Bahkan seperti hilang ditelan bumi. Bukan hanya itu, sudah dua kali hari Sabtu, Metta juga tidak mengajak dan memaksanya untuk ikut latihan di sasana seperti sebelum-sebelumnya.“Aneh sih emang, apa dia marah gara-gara gue cium itu? Kan gak jadi buat benerin yang romantis juga, ngapain juga dia marah dan ngilang kaya gini? Cewek lain malah suka gue cium, malah pada nagih,” dengus Andrew.“Ck! Dia gak rasain permainan gue sih, orang cuma nempel aja, kalau udah serius dan rasain pasti dia minta, ck ck dasar bocil bocil…” decak Andrew seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan Andrew melihat Elvan yang sudah berdiri di
Sebagai seorang laki-laki, Bagas masih berusaha untuk menjaga harga dirinya. “Ya, mungkin gosip itu terlalu berlebihan, dan gue emang gak pernah lihat Metta dengan wanita. Tapi, alasan dia terus menolakku dan tak pernah dekat dengan laki-laki lah yang menimbulkan kecurigaanku!” ujar Bagas.“Dengan kata lain itu cukup untuk menjadi dasar jika dia memiliki kelainan,” tambahnya.Andrew menyeringai kembali. “Jadi Lu anggap gue apa, hah? Kan gue udah bilang kalau gue kekasihnya Metta.”Bagas kini dengan berani menatap wajah Andrew, “Dari gesture tubuh kalian, sepertinya tidak terlihat jika kalian itu adalah pasangan. Gue yakin kalian hanya pura-pura saja, bantu dia.”‘Dasar, Bocah! Kayanya dia pro player nihh, sialan! Ck! Gue buaya masa bisa kalah sama kadal kecil kaya nih bocah!’ dengus Andrew.“Lu mau bukti apa? Sampe Lu percaya kalau kita emang pacaran, hemm?” tantang Andrew seraya menarik lengan Metta agar ia kini berada tepat di sampingnya dan menempel pada dirinya. Andrew-pun langsun
Andrew dan Metta menyembunyikan diri mereka terlebih dahulu, hal ini agar Bagas tidak melihat mereka dari kejauhan kemudian kabur dan tidak jadi menghampiri Tasya.“Kak…”“Hmmm?”“Kakak yakin gak Bagas bakal datang atau gak?” tanya Metta.“Aku sih yakin dia dateng,” sahut Andrew kemudian.Metta kemudian mengangguk pelan. "Iya sih, tadi denger omongannya Tasya di telepon sangat meyakinkan. Harusnya dia datang," gumamnya.“Hhmm.... Aku gak nyangka ternyata bocil kaya kamu punya fans garis keras juga,” ledek Andrew kemudian.“Dihh.. mana ada? Kakak kira aku bangga gitu ditaksir sama Bagas? Aku ngeri liat dia kali Kak," sahut Metta.Satu alis Andrew terangkat, "Kenapa? Fans kamu itu jelek ya?!" "Gak sih, cuma gak tau kenapa sejak awal, aku udah gak suka aja di deketin sama dia. Masak baru ketemu dua kali di luar kampus, dia udah nembak aku. Dan matanya itu kalo liatin aku kaya gimana gitu... Aku gak suka dan risih. Apalagi setelah kejadian itu, aku bener-bener takut dan lebih milih ngehi
Andrew menyusul Metta setelah Metta sudah pergi beberapa menit, karena ia merasa sedikit khawatir. Andrew bisa melihat Metta yang sedang duduk bersama wanita bernama Tasya itu, dan mereka tampak begitu serius.Andrew sengaja tak menghampiri mereka karena ingin membiarkan Metta mengatasinya sendiri antar sesama wanita terlebih dahulu. Dan jika tidak terlalu krusial ia hanya akan mengamatinya saja dari jauh. Metta sudah beranjak dewasa dan cukup matang untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.Tujuan Andrew datang menemani Metta adalah untuk menguatkan mental dan rasa percaya diri Metta menuntaskan masalahnya setelah setahun ini dikucilkan dan dibully oleh teman-teman seangkatannya. Terlebih setelah menemukan sedikit bukti tentang pangkal masalahnya ada pada seorang pria yang pernah akan melecehkannya. Dengan kehadirannya, Andrew ingin Metta merasa lebih kuat karena kini ia tidak sendirian, ada Andrew yang mengerti akan masalah yang dipendamnya selama 1,5 tahun ini dan Andrew akan b
Andrew yang sedang memejamkan matanya untuk beristirahat, mendengar suara ketukan di jendela mobilnya dan segera membuka matanya. Ia bisa melihat Metta yang sudah datang, hingga ia dengan cepat ia membuka kunci mobilnya sambil mematikan musik yang masih mengalun di dalam mobilnya. Untung saja ia menyetel suara musik di dalam mobilnya tidak terlalu kencang hingga suara ketukan itu dapat didengarnya karena mobilnya dilengkapi dengan peredam suara.“Kak, tidur?” tanya Metta saat ia membuka pintu mobil Andrew, tapi ia tidak masuk ke dalamnya.“Gak, cuma istirahat aja,” sahut Andrew.“Masih sakit?” tanya Metta lagi.Andrew menggeleng. Tak lama kemudian ia segera turun dari dalam mobil. Lalu berjalan menghampiri Metta.“Ada di mana dia? Apa kita mau temui dia sekarang juga?” tanya Andrew kemudian.“Kayanya dia udah di kantin deh, Kak.”“Mau sekarang?” tanya Andrew lagi.Metta mengangguk, “Tapi kita coba liat dia di kantin dulu ya… terus cari kesempatan buat aku ngajak dia ngobrol.”“Boleh,
Metta : Aku udah di kampus, Kak.Andrew yang sudah berada di ruangannya membaca pesan yang dikirimkan oleh Metta padanya. 2 hari yang lalu saat Metta menceritakan apa yang terjadi padanya, Andrew berjanji akan menemani Metta untuk menemui Tasya.Mungkin sebenarnya Metta berani menghadapinya sendiri, hanya saja Andrew sedikit khawatir ketika Metta akan menemui pria bernama Bagas itu juga.Jadi Andrew sedikit memaksa untuk ikut menemani Metta.Andrew : Aku akan menyelesaikan pekerjaanku terlebih dahulu, dan mencari alasan pada Kakak Iparmu untuk keluar.Metta : Siap, Kak. Aku ada dua sks sekarang, nanti siang ada kelas lagi.Andrew : Aku mengerti.Metta hanya menatap layar ponselnya, ia tak mengirim pesan lagi pada Andrew karena takut mengganggunya. “Lagi apa, Ta?” tanya Alina yang baru saja menghampirinya dan sedikit mengagetkan Metta.“Hei, gue baru bales chat,” sahut Metta.“Pacar Lu?” tanya Alina yang kini sudah duduk di samping Metta.Metta mengangguk, “Nanti setelah kelas ini sel
Sementara Andrew mandi, Metta mencuci mangkuk yang tadi sudah di gunakan Andrew untuk makan. Lalu ia duduk di sofa dan menyalakan televisi sambil menunggu Andrew selesai.Metta hanya bisa mengajak Andrew untuk bertukar pikiran dengan hasil temuannya kemarin di dekat tempat parkir. Karena hanya Andrew saja yang tahu masalah ini. Tidak mungkin ia menceritakan masalah ini pada orang tua atau kakaknya, ini hanya akan membuat mereka khawatir saja.Metta memindahkan channel televisi untuk mencari program yang menarik, tapi sayangnya tak ada satupun acara yang membuatnya tertarik untuk menonton, hingga ia hanya menyalakan televisinya begitu saja, sementara ia berkutat dengan ponselnya dan berselancar di internet.Sekitar 20 menit kemudian terdengar suara langkah mendekatinya, Metta langsung menoleh pada Andrew yang sudah selesai mandi dan berpakaian. Bisa di lihat rambutnya masih setengah basah. Andrew kemudian menghampiri Metta dan duduk di sebelah seraya mengambil remote televisi dan menco
Tanpa patah semangat Metta terus menekan bell pintu apartement Andrew. Ia sudah bisa menebaknya dari jawaban Andrew semalam. Mengajaknya latihan hari ini akan menjadi tantangan yang berat untuknya. Metta yakin jika Andrew sengaja, menulikan telinganya saat ia menekan bell apartement.“Ohh lihat saja! Aku bukan orang yang pantang menyerah jika hanya seperti ini!” seru Metta dengan penuh semangat, bukan hanya itu Metta juga melakukan panggilan suara pada ponsel Andrew, agar di dalam semakin tambah bising.Perpaduan bunyi ponsel dan bell begitu sangat sempurna. Itu pun jika ponsel Andrew tidak dalam keadaan mode silent.Sementara itu di dalam kamar di atas tempat tidur, Andrew menutupi kedua telinganya dengan bantal. Agar suara-suara ini tidak mengganggu waktunya untuk tidur.Ia berpikir, jika sebentar lagi juga Metta akan menyerah dan meninggalkan apartementnnya. Tapi dugaannya salah, 10 menit berlalu dan suara bell di dalam apartementnya serta ponselnya yang sudah ia ubah menjadi mode