Hari ini semua berjalan dengan biasa saja dan baik-baik saja seperti hari biasa-biasanya. Kehamilan Shella yang menginjak 6 bulan beberapa hari yang lalu membuat Shella sedikit manja. Seperti hari ini, ia enggan untuk di tinggalkan oleh suaminya tercinta.
Demi sang istri tercintanya yang sedang mengandung buah hatinya, tentu saja Andre berusaha untuk mengabulkan semuanya. Termasuk tidak berangkat kerja di hari ini. Sedangkan kantor di handle oleh ayahnya terlebih dahulu untuk hari ini.
“Sayang aku mau jus, tapi kau yang buat yaa…” pinta Shella dengan manjanya.
“Iya Sayang… mau jus apa? Nanti aku bikinin di dapur,” sahut Andre lembut pada Shella.
“Alpukat, aku mau alpukat, tapi yang tingkat kematangannya tepat. Jangan yang terlalu matang, aku tak mau Sayang. Aku baca kemarin katanya buah alpukat bagus untuk bayi dalam kandungan,” jelas Shella yang saat
“Apa kata Handoko?!” tanya Martina dengan kemarahan dan emosi yang sangat ketara di wajahnya. Ia merasa dirinya di permalukan dengan tindakan yang diambil oleh menantu yang menurut pandangannya kurang ajar dan tidak tahu diri itu. Harkat, martabat dan derajat nama baik Keluarga Sanjaya akan tercoreng begitu saja begitu jika berita menantu keluarga Sanjaya menggugat cerai ini mencuat dan menjadi konsumsi publik.“Sudah Ma, dia sampai di sini setengah jam lagi,” sahut Andre.Martina menggemertakkan giginya, “Benar-benar tidak tahu diri. Kurang ajar, berani-beraninya anak kemarin sore mencoreng mukaku seperti ini.”Andre hanya bisa diam, ia sangat mengerti dengan sifat dari ibunya ini. Jika ia sedang emosi sebaiknya tidak terlalu banyak bertanya atau akan terkena imbasnya.Martina menoleh pada Andre dan menatapnya dengan serius. “Sudah ku katakan padamu, Andre!
Flash back Siang hari…Sementara itu Hilda yang baru saja mengangkat panggilan dari besannya merasa begitu sangat shock dibuatnya. Martina yang merupakan besannya memaki-maki dirinya di telepon, dan menuduhnya bersengkongkol dengan putrinya untuk membuat keluarga Sanjaya malu.Panggilan itu dimatikan secara sepihak, tapi ia masih saja menatap layar ponsel yang sudah menggelap, dan masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.“Sebentar-sebentar…” Hilda mencoba menenangkan dirinya.“Aya menggugat cerai Andre? Tidak mungkin!!” serunya kemudian.Hilda kembali menyalakan ponselnya dan mencoba untuk menghubungi putrinya tersebut. Tapi ponsel milik Aya tidak aktif sama sekali. Ia sudah mencobanya 3 kali menghubungi, tapi hasilnya sama. Kemudian ia mencoba untuk menghubungi putrinya melalui aplikasi chat, rupanya hanya ceklis satu saja.Hilda tak menyangka jika putrinya akan membuat malu keluarganya. Bagaimana juga keluarga Sanjaya sudah banyak membantu keluarga Adiwilaga, terutama sa
Lagi-lagi malam ini Elvan harus termenung di atas tempat tidurnya. Kali ini memikirkan apa yang diucapkan oleh Aya padanya tadi.Apa yang Aya katakan memang benar, dan sangat tepat.Dirinya harus melanjutkan hidup, meski tanpa Davina di sisinya lagi. Jika bisa ia ingin melanjutkan cita-cita Davina yang belum tercapai. Agar ia bahagia di atas sana. Ia tak mampu larut dalam kesedihannya lagi, demi dirinya dan demi Davina serta anak mereka.“Aku memang harus terus melangkah ke depan, merelakan Davina sepenuhnya. Tapi aku tidak akan pernah melupakannya sama sekali, ia akan hidup di salah satu sudut hatiku yang paling dalam…” gumam Elvan hampir berbisik.Tapi tiba-tiba Elvan teringat pada sentuhan tangan Aya dan ekspresi dari wajahnya tadi. Dan itu membuat darahnya sedikit berdesir, hingga wajahnya terasa panas seperti sekarang.Elvan mendengus, “Dan ini semua
Setelah melalui perjalanan panjang akhirnya menjelang siang hari mereka sudah sampai di Jakarta. Elvan sengaja pergi sejak pagi agar Aya memiliki waktu untuk beristirahat untuk mempersiapkan dirinya besok.“Apa kau ?” tanya Elvan begitu mereka keluar dari tol dan masuk ke tol dalam kota.Aya menghela napas panjang. Kemudian menoleh pada Elvan. “Ya, aku harus siap.”“Bagus, begitu sampai di hotel kau istirahat saja. Tidak usah keluar, jika ada yang kau perlukan minta saja pada petugas hotel, aku sudah meminta mereka untuk melayani dan memenuhi semua kebutuhanmu,” jelas Elvan.“Kau sangat baik, Elvan. Entah bagaimana aku harus berterima kasih padamu, begitu banyak pertolonganmu untukku,” ucap Aya sangat tulus.“Bukan masalah, dan aku tidak keberatan sama sekali menolongmu,” balas Elvan.”Sekitar
Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu, Elvan terpaksa harus menghentikan omelannya pda Andrew.“Masuk!!” titahnya pada pengetuk pintu di luar sana.Tak berapa lama pintu terbuka dan tampak Sandra yang membukakan pintu diikuti oleh Ryan di belakangnya. Elvan sedikit malas untuk melihat wajah sekretarisnya itu yang sama gilanya dengan wakilnya. Hingga ia sempat berpikir untuk memecat Sandra, dan mencari penggantinya.Jika sekretarisnya masih wanita, itu akan sama saja. Selama ia bekerja dengan Andrew, mungkin sudah ada 6 kalinya ia ganti sekretaris, dan Sandra adalah sekretarisnya yang ke 6. Sandra masuk hanya 2 bulan sebelum kejadian yang menimpanya 9 bulan yang lalu.Sekretaris sebelumnya juga di goda oleh Andrew, ada yang melayani rayuan gila Andrew, tapi ada beberapa yang mengundurkan diri karena enggan untuk menanggapi kegilaan Andrew. Dan kali ini kesabaran Elvan sudah diambang batasnya.“Masuk Ryan!” seru Elvan tanpa memperdulikan Sandra.Dia juga tidak akan hanya menilai bu
Elvan sudah membersihkan dirinya, dan mengganti pakaiannya dengan piyama yang ada di lemarinya. Sedangkan ia belum sempat untuk merapikan pakaian yang ada di dalam kopernya. Ia sedikit lelah, dengan rambutnya yang masih setengah basah Elvan kembali duduk di sisi tempat tidur.Elvan meraih ponselnya yang ia simpan di meja kecil di samping tempat tidurnya, kemudian mulai membukanya untuk memeriksa pesan yang masuk ke ponselnya.Tak ada pesan yang penting, hanya Andrew saja yang menghubunginya dan mengajaknya hang out. Tentu saja ia tidak menggubrisnya sama sekali. Kemudian ia melihat jika Dayana masih online.Dilihatnya sudut kanan atas ponselnya dan waktu menunjukkan pukul 20.41.“Dia belum tidur?” tanyanya pada diri sendiri.Kemudian ia tergelitik untuk mengirim pesan pada Aya.Elvan : Kau belum tidur?Pesannya baru dibaca sek
Ryan bisa merasakan tubuh Aya yang bergetar, ia segera merangkul pundaknya agar Aya tetap bisa berdiri dan tidak merasa down setelah melihat keluarga Sanjaya yang baru saja lewat di depan mereka. Ryan langsung bisa memahami dengan situasi yang terjadi pada Aya saat ini.“Tenang Dayana, ada aku. Mereka tidak akan macam-macam padamu di sini, angkat dagumu dan tunjukkan pada mereka jika kau kuat. Jangan perlihatkan kelemahanmu di hadapan mereka. Bukan kah kau sedang memperjuangkan kebebasanmu?” Ryan mencoba untuk menenangkan Aya.Aya menggenggam ujung jas bawah Ryan, untuk menyalurkan emosinya. Hingga beberapa saat kemudian ia mengangguk.Ryan bisa mengerti dengan sikap kliennya ini, rasa trauma kembali muncul saat ia berhadapan langsung dengan pelaku yang menyakitinya. Ini sudah biasa tejadi, dan tugasnya di sini selain mendampinginya juga menguatkannya.Ryan merangkul pundak Aya, dan menga
Andre selalu menyanggah apa yang di katakan oleh Aya di depan mediator.Malah Andre menuduh jika Aya lah yang merusak dan menimbulkan masalah dalam pernikahan mereka. Dia terus menyebut dan mengatakan jika Aya tidak mampu memberikan keturunan untuk dirinya. Dan menolak dengan kuat bukti pemeriksaan dokter yang menyatakan jika Aya normal dan sehat."Buktinya dalam pernikahan kami selama hampir tiga tahun, belum di karuniai keturunan," ujar Andre."Apa Bapak dan Ibu pernah melakukan test bersama?" tanya mediator tersebut."Tidak, saya sudah pernah mengajak suami saya, tapi apa yang saya dapatkan? Dia menghina saya bahkan ibu mertua saja ikut menghina saya!" jawab Aya tegas."Saya sehat, sekarang istri ke dua saya hamil," balas Andre dengan tatapan merendahkan Aya."Dia sering memojokkan dan menghina istri kedua saya, dan mengatainya perusak rumah tangga!" lanju
Saat makan malam berlangsungpun Metta masih sedikit berbicara, dan semua itu karena keberadaan Andrew. Tapi Andrew terlihat biasa saja. Ia berbincang santai dengan Elvan dan Mahanta. Demikian juga Soraya dan Aya yang menyimak pembicaraan mereka sambil sesekali menimpalinya.“Ta, kenapa kamu diem aja?” tanya Aya yang merasa ada sedikit perbedaan dalam diri Metta yang sejak tadi siang menemani dirinya.“Hehe, gak ada apa-apa, Kak!” sahut Metta.“Metta lagi gak enak perut, lagi dateng bulan katanya…” imbuh Andrew tiba-tiba.Seketika Metta menoleh pada Andrew.“Ohh… pantes aja tadi sore kamu biasa aja, sekarang malah diem mulu,” ujar Aya."Barusan dapet?" bisik Aya pada Metta.Metta yang sudah menatap kakaknya hanya bisa mengangguk dan tersenyum kaku, padahal kan itu hanyalah kebohongan. Dan ia tidak menyangka Andrew akan menyahutinya seperti itu."Udah pakai pembalut?" bisik Aya lagi."Udah. Bawa di tas, Kak," jawab Metta dengan bisikan.“Kalau kamu gak enak badan, kamu nginep aja di sin
Sejak kejadian di kampus Metta dua minggu yang lalu, Andrew merasa sedikit aneh. ‘Sudah lama Si Bocil itu gak gangguin gue lagi, tapi baguslah telingaku udah gak sakit karena kebisingan suara dia!’ ujar Andrew dalam hatinya.Memang sejak kejadian setelah mereka bertemu dengan Bagas dan Tasya, Metta sama sekali tidak menghubunginya lagi. Bahkan seperti hilang ditelan bumi. Bukan hanya itu, sudah dua kali hari Sabtu, Metta juga tidak mengajak dan memaksanya untuk ikut latihan di sasana seperti sebelum-sebelumnya.“Aneh sih emang, apa dia marah gara-gara gue cium itu? Kan gak jadi buat benerin yang romantis juga, ngapain juga dia marah dan ngilang kaya gini? Cewek lain malah suka gue cium, malah pada nagih,” dengus Andrew.“Ck! Dia gak rasain permainan gue sih, orang cuma nempel aja, kalau udah serius dan rasain pasti dia minta, ck ck dasar bocil bocil…” decak Andrew seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan Andrew melihat Elvan yang sudah berdiri di
Sebagai seorang laki-laki, Bagas masih berusaha untuk menjaga harga dirinya. “Ya, mungkin gosip itu terlalu berlebihan, dan gue emang gak pernah lihat Metta dengan wanita. Tapi, alasan dia terus menolakku dan tak pernah dekat dengan laki-laki lah yang menimbulkan kecurigaanku!” ujar Bagas.“Dengan kata lain itu cukup untuk menjadi dasar jika dia memiliki kelainan,” tambahnya.Andrew menyeringai kembali. “Jadi Lu anggap gue apa, hah? Kan gue udah bilang kalau gue kekasihnya Metta.”Bagas kini dengan berani menatap wajah Andrew, “Dari gesture tubuh kalian, sepertinya tidak terlihat jika kalian itu adalah pasangan. Gue yakin kalian hanya pura-pura saja, bantu dia.”‘Dasar, Bocah! Kayanya dia pro player nihh, sialan! Ck! Gue buaya masa bisa kalah sama kadal kecil kaya nih bocah!’ dengus Andrew.“Lu mau bukti apa? Sampe Lu percaya kalau kita emang pacaran, hemm?” tantang Andrew seraya menarik lengan Metta agar ia kini berada tepat di sampingnya dan menempel pada dirinya. Andrew-pun langsun
Andrew dan Metta menyembunyikan diri mereka terlebih dahulu, hal ini agar Bagas tidak melihat mereka dari kejauhan kemudian kabur dan tidak jadi menghampiri Tasya.“Kak…”“Hmmm?”“Kakak yakin gak Bagas bakal datang atau gak?” tanya Metta.“Aku sih yakin dia dateng,” sahut Andrew kemudian.Metta kemudian mengangguk pelan. "Iya sih, tadi denger omongannya Tasya di telepon sangat meyakinkan. Harusnya dia datang," gumamnya.“Hhmm.... Aku gak nyangka ternyata bocil kaya kamu punya fans garis keras juga,” ledek Andrew kemudian.“Dihh.. mana ada? Kakak kira aku bangga gitu ditaksir sama Bagas? Aku ngeri liat dia kali Kak," sahut Metta.Satu alis Andrew terangkat, "Kenapa? Fans kamu itu jelek ya?!" "Gak sih, cuma gak tau kenapa sejak awal, aku udah gak suka aja di deketin sama dia. Masak baru ketemu dua kali di luar kampus, dia udah nembak aku. Dan matanya itu kalo liatin aku kaya gimana gitu... Aku gak suka dan risih. Apalagi setelah kejadian itu, aku bener-bener takut dan lebih milih ngehi
Andrew menyusul Metta setelah Metta sudah pergi beberapa menit, karena ia merasa sedikit khawatir. Andrew bisa melihat Metta yang sedang duduk bersama wanita bernama Tasya itu, dan mereka tampak begitu serius.Andrew sengaja tak menghampiri mereka karena ingin membiarkan Metta mengatasinya sendiri antar sesama wanita terlebih dahulu. Dan jika tidak terlalu krusial ia hanya akan mengamatinya saja dari jauh. Metta sudah beranjak dewasa dan cukup matang untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.Tujuan Andrew datang menemani Metta adalah untuk menguatkan mental dan rasa percaya diri Metta menuntaskan masalahnya setelah setahun ini dikucilkan dan dibully oleh teman-teman seangkatannya. Terlebih setelah menemukan sedikit bukti tentang pangkal masalahnya ada pada seorang pria yang pernah akan melecehkannya. Dengan kehadirannya, Andrew ingin Metta merasa lebih kuat karena kini ia tidak sendirian, ada Andrew yang mengerti akan masalah yang dipendamnya selama 1,5 tahun ini dan Andrew akan b
Andrew yang sedang memejamkan matanya untuk beristirahat, mendengar suara ketukan di jendela mobilnya dan segera membuka matanya. Ia bisa melihat Metta yang sudah datang, hingga ia dengan cepat ia membuka kunci mobilnya sambil mematikan musik yang masih mengalun di dalam mobilnya. Untung saja ia menyetel suara musik di dalam mobilnya tidak terlalu kencang hingga suara ketukan itu dapat didengarnya karena mobilnya dilengkapi dengan peredam suara.“Kak, tidur?” tanya Metta saat ia membuka pintu mobil Andrew, tapi ia tidak masuk ke dalamnya.“Gak, cuma istirahat aja,” sahut Andrew.“Masih sakit?” tanya Metta lagi.Andrew menggeleng. Tak lama kemudian ia segera turun dari dalam mobil. Lalu berjalan menghampiri Metta.“Ada di mana dia? Apa kita mau temui dia sekarang juga?” tanya Andrew kemudian.“Kayanya dia udah di kantin deh, Kak.”“Mau sekarang?” tanya Andrew lagi.Metta mengangguk, “Tapi kita coba liat dia di kantin dulu ya… terus cari kesempatan buat aku ngajak dia ngobrol.”“Boleh,
Metta : Aku udah di kampus, Kak.Andrew yang sudah berada di ruangannya membaca pesan yang dikirimkan oleh Metta padanya. 2 hari yang lalu saat Metta menceritakan apa yang terjadi padanya, Andrew berjanji akan menemani Metta untuk menemui Tasya.Mungkin sebenarnya Metta berani menghadapinya sendiri, hanya saja Andrew sedikit khawatir ketika Metta akan menemui pria bernama Bagas itu juga.Jadi Andrew sedikit memaksa untuk ikut menemani Metta.Andrew : Aku akan menyelesaikan pekerjaanku terlebih dahulu, dan mencari alasan pada Kakak Iparmu untuk keluar.Metta : Siap, Kak. Aku ada dua sks sekarang, nanti siang ada kelas lagi.Andrew : Aku mengerti.Metta hanya menatap layar ponselnya, ia tak mengirim pesan lagi pada Andrew karena takut mengganggunya. “Lagi apa, Ta?” tanya Alina yang baru saja menghampirinya dan sedikit mengagetkan Metta.“Hei, gue baru bales chat,” sahut Metta.“Pacar Lu?” tanya Alina yang kini sudah duduk di samping Metta.Metta mengangguk, “Nanti setelah kelas ini sel
Sementara Andrew mandi, Metta mencuci mangkuk yang tadi sudah di gunakan Andrew untuk makan. Lalu ia duduk di sofa dan menyalakan televisi sambil menunggu Andrew selesai.Metta hanya bisa mengajak Andrew untuk bertukar pikiran dengan hasil temuannya kemarin di dekat tempat parkir. Karena hanya Andrew saja yang tahu masalah ini. Tidak mungkin ia menceritakan masalah ini pada orang tua atau kakaknya, ini hanya akan membuat mereka khawatir saja.Metta memindahkan channel televisi untuk mencari program yang menarik, tapi sayangnya tak ada satupun acara yang membuatnya tertarik untuk menonton, hingga ia hanya menyalakan televisinya begitu saja, sementara ia berkutat dengan ponselnya dan berselancar di internet.Sekitar 20 menit kemudian terdengar suara langkah mendekatinya, Metta langsung menoleh pada Andrew yang sudah selesai mandi dan berpakaian. Bisa di lihat rambutnya masih setengah basah. Andrew kemudian menghampiri Metta dan duduk di sebelah seraya mengambil remote televisi dan menco
Tanpa patah semangat Metta terus menekan bell pintu apartement Andrew. Ia sudah bisa menebaknya dari jawaban Andrew semalam. Mengajaknya latihan hari ini akan menjadi tantangan yang berat untuknya. Metta yakin jika Andrew sengaja, menulikan telinganya saat ia menekan bell apartement.“Ohh lihat saja! Aku bukan orang yang pantang menyerah jika hanya seperti ini!” seru Metta dengan penuh semangat, bukan hanya itu Metta juga melakukan panggilan suara pada ponsel Andrew, agar di dalam semakin tambah bising.Perpaduan bunyi ponsel dan bell begitu sangat sempurna. Itu pun jika ponsel Andrew tidak dalam keadaan mode silent.Sementara itu di dalam kamar di atas tempat tidur, Andrew menutupi kedua telinganya dengan bantal. Agar suara-suara ini tidak mengganggu waktunya untuk tidur.Ia berpikir, jika sebentar lagi juga Metta akan menyerah dan meninggalkan apartementnnya. Tapi dugaannya salah, 10 menit berlalu dan suara bell di dalam apartementnya serta ponselnya yang sudah ia ubah menjadi mode