Andre selalu menyanggah apa yang di katakan oleh Aya di depan mediator.
Malah Andre menuduh jika Aya lah yang merusak dan menimbulkan masalah dalam pernikahan mereka. Dia terus menyebut dan mengatakan jika Aya tidak mampu memberikan keturunan untuk dirinya. Dan menolak dengan kuat bukti pemeriksaan dokter yang menyatakan jika Aya normal dan sehat.
"Buktinya dalam pernikahan kami selama hampir tiga tahun, belum di karuniai keturunan," ujar Andre.
"Apa Bapak dan Ibu pernah melakukan test bersama?" tanya mediator tersebut.
"Tidak, saya sudah pernah mengajak suami saya, tapi apa yang saya dapatkan? Dia menghina saya bahkan ibu mertua saja ikut menghina saya!" jawab Aya tegas.
"Saya sehat, sekarang istri ke dua saya hamil," balas Andre dengan tatapan merendahkan Aya.
"Dia sering memojokkan dan menghina istri kedua saya, dan mengatainya perusak rumah tangga!" lanju
Aya berjalan masuk ke dalam hotel sendirian. Beberapa staff hotel menyapanya dengan ramah, mereka mengetahui jika wanita ini adalah teman dari pemilik hotel, hingga mereka harus bersikap baik padanya.Hotel terlihat sepi, hanya sedikit tamu yang ada di area lobby. Dengan perasaan tak menentunya Aya berjalan menuju lift. Jantungnya berdetak dengan cepat, jika mengingat kembali saat berada di Pengadilan. Di mana ia berada begitu dekat dengan Andre.Itulah kali pertama mereka kembali bertemu setelah Andre menyiksanya malam itu.Baik Andre maupun ibu mertuanya sama sekali tidak memperlihatnya penyesalan atau rasa bersalah karena sudah menyiksanya selama ini. 'Mereka benar-benar tak punya perasaan, hati mereka seperti batu,' gerutu Aya dalam hati.Tapi ini tak akan membuat Aya mundur, ia sudah bertekad untuk melawan mereka. Tadi saja saat mediasi ia mampu mengutarakan semua kekesalannya di depan Andre dan
Martina berteriak hampir histeris ketika berada di dalam mobilnya, Andre hanya bisa diam. Sedangkan sang sopir yang berada di depan mereka dan mengemudikan mobil yang di tumpangi mereka sedikit melonjak kaget, untung saja ia masih bisa mengontrol dirinya, jika tidak ia sudah menabrak mobil yang di depannya.“Kuranggg ajarrr!! Wanita sialan itu sudah berani sekarang sama Mama!!” pekik Martina penuh emosi.“Sabar, Ma!” Andre berusaha menenangkan ibunya.“Dan kamu!” Martina menunjuk batang hidung Andre, “Kenapa kamu tidak membantu Mama, hah? Minimal menjambaknya!”“Ma, itu tempat umum. Andre takut jika ada orang yang mengenali kita kemudian mengambil gambar kita dan mempostingnya di sosial media atau menjualnya pada media,” jelas Andre“Iya sih kamu bener! Tapi tetap aja Mama kesal Ndre! Wanita tidak berpendidik
“Jadi bagaimana? Saya gak salah, kan?” tanya Martina setelah menjelaskan kronologi apa yang di lakukannya untuk melabrak menantunya di hotel pada Handoko selaku pengacara yang di tunjuk olehnya untuk menghadapi semua masalah yang di hadapi oleh keluarga Sanjaya. Termasuk perceraian Andre dan Dayana saat ini.Wajah Handoko tampak sedikit pasrah beberapa kali ia menghela napasnya.“Itu tindakan kekerasan, Nyonya. Dan di lakukan di depan umum, di mulai dari Anda mengikutinya hingga sampai ke hotel sampai Anda memaki dan menamparnya itu semua ada konsekuensinya,” jelas Handoko.“Tapi dia kan masih menantu saya, dan kurang ajar karena sudah berani melawan mertua dan suaminya! Bisa dianggap saya sedang mendidiknya kan?!” Martina tak terima.“Saya mengerti dengan maksud, Nyonya.” Handoko berusaha bersikap tetap tenang, meski ia tahu kliennya saat ini sudah melakukan tindakan yang akan sangat merugikan mereka di persidangan nanti. Apa lagi jika mereka mengambil sikap untuk melaporkan tindakan
“Apa kau mau ikut denganku, tempatnya bagus, anggap saja jalan-jalan dan refreshing untukmu?”“Ikut denganmu?” tanya Aya tak percaya dengan perkataan Elvan.“Ya, aku khawatir jika kau berada di hotel sendirian, menurut rencana aku hanya pergi 2 atau 3 hari. Tapi lihat dulu gimana kondisi dan situasinya di sana, karena rekan bisnisku ada di sana juga,” jelas Elvan.“Hmm, tapi aku takut mengganggu pekerjaanmu, Elvan.” Aya mencoba menolak penawaran Elvan dengan halus.Aya tidak tahu apa yang harus di lakukannya nanti, ia tak mungkin mengikuti Elvan sepanjang waktu apalagi saat Elvan sedang bekerja. Atau dia diam di hotel sepanjang hari, bukan kah sama saja bohong dengan tinggal di sini?“Kau tidak akan menggangguku, kau bisa berjalan-jalan seharian di sekitar vila milikku di pinggir pantai. Pemandangannya indah, aku yakin kau aka
Setelah mendengar pengakuan dari Martina dan Andre, Handoko sore kemarin langsung bergegas untuk menemui Ryan di kantor miliknya. Tapi sayangnya, Ryan pengacara muda itu tidak ada di tempat. Bukan hanya itu, Handoko juga sudah mencoba untuk menghubunginya. Tapi Ryan sama sekali tidak mengangkat panggilannya, dan juga membalas pesan darinya.Handoko tahu jika ini dia memang menghindarinya. ‘Sepertinya kliennya sudah menceritakan kronologi yang menimpanya di hotel,’ gumam Handoko dalam hati.Handoko ingin menemui Ryan dan melobby-nya, agar ia tidak melaporkan tindakan yang dilakukan oleh kliennya ke polisi. Jika sampai terjadi itu akan memperunyam masalah di persidangan nanti. Posisi Andre sebagai tergugat akan semakin lemah di mata hakim, karena terbukti melakukan tindakan intimidasi pada pengugat.Dengan cara apapun akan Handoko lakukan agar ia bisa memenangkan sidang nanti.Dan pagi ini,
Bukan hanya Aya yang tampak kaget, tapi kini Elvan-pun ikut kaget. Dengan cepat ia menurunkan tangannya dari pipi Aya.“Maaf,” ucapnya penuh penyesalan, kemudian kembali duduk di kursinya dengan perasaan tidak tenang dan merasa bersalah karena sudah menyentuh Aya tanpa seijinnya.Daya tarik wanita itu kembali memikat dirinya dan menggerakkan tubuhnya tanpa kontrol sadar dirinya. Ia melakukannya begitu saja, tanpa ia sadari. Otak dan tubuhnya tidak berjalan senada, apalagi hatinya.Aya menatap Elvan, tapi kemudian ia menggeleng pelan, “Tidak apa-apa, masih sedikit sakit tapi itu tidak masalah aku sudah mengompresnya untung saja bekasnya hanya samar,” jawab Aya. Ia bisa merasakan kekikukkan yang di alami oleh Elvan saat ini.Ia tidak bisa menyalahkan Elvan yang bersikap seperti itu dengan tiba-tiba, karena ia sadari jika di pipinya memang ada tanda merah sedikit dan samar. Siapa saja yang melihatnya mungkin akan menimbulkan tanda tanya.Dan setelahnya apa yang terjadi di antara mereka h
Elvan langsung melepas sepatunya begitu kakinya menuruni tangga dan menginjak pasir, kemudian menaruh sepatu miliknya di tangga paling bawah.“Kau tidak akan melepasnya?” tanya Elvan pada Aya seraya menatap kaki Aya yang masih mengenakan sepatu.“Ahh… iya…” sahut Aya kemudian mulai melepaskan sepatu miliknya, kini mereka berdua bertelanjang kaki di atas pasir.Keduanya berjalan di atas pasir berdampingan. Suara deburan ombak semakin terdengar dengan jelas di tempat ini.Melihat pantai yang bersih dan iar yang begitu jernih membuat Aya ingin berenang, tapi sayangnya ombak begitu besar, dan merasa jika tempat ini tidak bisa di pakai untuk berenang.Karena sudah menjelang sore, dan beberapa menit lagi matahari akan terbenam dengan sempurna, angin di pantai cukup keras menerpa wajah Aya dan menerbangkan beberapa rambutnya yang terurai.&nb
Hilda dan Aji sedang menikmati makan malam mereka berdua tanpa kedua anak yang lainnya.“Gimana? Kamu udah ketemu Aya?” tanya Aji di sela makannya.Hilda menggeleng lemah, “Enggak Pah. Waktu Mama ke sana Aya sudah pergi entah ke mana,” jelas Hilda, tersurat raut kesedihan di wajahnya.“Ck! Aku tidak menyangka jika dia akan senekat itu. Itu sih karena kamu terlalu memanjakan dia sejak kecil!” dengus Aji.“Tapi Pah, gimana pun Aya anak kita. Kita sudah mendidik dan mengurusnya sejak kecil. Mama yakin dia punya alasan kuat kenapa dia kabur dari rumah, dan mengugat cerai Andre.” Hilda berusaha membela putrinya. Ia tahu Aya seperti apa, Aya sejak kecil tidak pernah membantah kedua orang tuanya. Jika sampai ia nekat melakukan semua ini, Hilda yakin ada sesuatu yang terjadi dengannya."Papa tau Mah.. Tapi Papa bingung harus berbuat apa. Ch
Saat makan malam berlangsungpun Metta masih sedikit berbicara, dan semua itu karena keberadaan Andrew. Tapi Andrew terlihat biasa saja. Ia berbincang santai dengan Elvan dan Mahanta. Demikian juga Soraya dan Aya yang menyimak pembicaraan mereka sambil sesekali menimpalinya.“Ta, kenapa kamu diem aja?” tanya Aya yang merasa ada sedikit perbedaan dalam diri Metta yang sejak tadi siang menemani dirinya.“Hehe, gak ada apa-apa, Kak!” sahut Metta.“Metta lagi gak enak perut, lagi dateng bulan katanya…” imbuh Andrew tiba-tiba.Seketika Metta menoleh pada Andrew.“Ohh… pantes aja tadi sore kamu biasa aja, sekarang malah diem mulu,” ujar Aya."Barusan dapet?" bisik Aya pada Metta.Metta yang sudah menatap kakaknya hanya bisa mengangguk dan tersenyum kaku, padahal kan itu hanyalah kebohongan. Dan ia tidak menyangka Andrew akan menyahutinya seperti itu."Udah pakai pembalut?" bisik Aya lagi."Udah. Bawa di tas, Kak," jawab Metta dengan bisikan.“Kalau kamu gak enak badan, kamu nginep aja di sin
Sejak kejadian di kampus Metta dua minggu yang lalu, Andrew merasa sedikit aneh. ‘Sudah lama Si Bocil itu gak gangguin gue lagi, tapi baguslah telingaku udah gak sakit karena kebisingan suara dia!’ ujar Andrew dalam hatinya.Memang sejak kejadian setelah mereka bertemu dengan Bagas dan Tasya, Metta sama sekali tidak menghubunginya lagi. Bahkan seperti hilang ditelan bumi. Bukan hanya itu, sudah dua kali hari Sabtu, Metta juga tidak mengajak dan memaksanya untuk ikut latihan di sasana seperti sebelum-sebelumnya.“Aneh sih emang, apa dia marah gara-gara gue cium itu? Kan gak jadi buat benerin yang romantis juga, ngapain juga dia marah dan ngilang kaya gini? Cewek lain malah suka gue cium, malah pada nagih,” dengus Andrew.“Ck! Dia gak rasain permainan gue sih, orang cuma nempel aja, kalau udah serius dan rasain pasti dia minta, ck ck dasar bocil bocil…” decak Andrew seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka, dan Andrew melihat Elvan yang sudah berdiri di
Sebagai seorang laki-laki, Bagas masih berusaha untuk menjaga harga dirinya. “Ya, mungkin gosip itu terlalu berlebihan, dan gue emang gak pernah lihat Metta dengan wanita. Tapi, alasan dia terus menolakku dan tak pernah dekat dengan laki-laki lah yang menimbulkan kecurigaanku!” ujar Bagas.“Dengan kata lain itu cukup untuk menjadi dasar jika dia memiliki kelainan,” tambahnya.Andrew menyeringai kembali. “Jadi Lu anggap gue apa, hah? Kan gue udah bilang kalau gue kekasihnya Metta.”Bagas kini dengan berani menatap wajah Andrew, “Dari gesture tubuh kalian, sepertinya tidak terlihat jika kalian itu adalah pasangan. Gue yakin kalian hanya pura-pura saja, bantu dia.”‘Dasar, Bocah! Kayanya dia pro player nihh, sialan! Ck! Gue buaya masa bisa kalah sama kadal kecil kaya nih bocah!’ dengus Andrew.“Lu mau bukti apa? Sampe Lu percaya kalau kita emang pacaran, hemm?” tantang Andrew seraya menarik lengan Metta agar ia kini berada tepat di sampingnya dan menempel pada dirinya. Andrew-pun langsun
Andrew dan Metta menyembunyikan diri mereka terlebih dahulu, hal ini agar Bagas tidak melihat mereka dari kejauhan kemudian kabur dan tidak jadi menghampiri Tasya.“Kak…”“Hmmm?”“Kakak yakin gak Bagas bakal datang atau gak?” tanya Metta.“Aku sih yakin dia dateng,” sahut Andrew kemudian.Metta kemudian mengangguk pelan. "Iya sih, tadi denger omongannya Tasya di telepon sangat meyakinkan. Harusnya dia datang," gumamnya.“Hhmm.... Aku gak nyangka ternyata bocil kaya kamu punya fans garis keras juga,” ledek Andrew kemudian.“Dihh.. mana ada? Kakak kira aku bangga gitu ditaksir sama Bagas? Aku ngeri liat dia kali Kak," sahut Metta.Satu alis Andrew terangkat, "Kenapa? Fans kamu itu jelek ya?!" "Gak sih, cuma gak tau kenapa sejak awal, aku udah gak suka aja di deketin sama dia. Masak baru ketemu dua kali di luar kampus, dia udah nembak aku. Dan matanya itu kalo liatin aku kaya gimana gitu... Aku gak suka dan risih. Apalagi setelah kejadian itu, aku bener-bener takut dan lebih milih ngehi
Andrew menyusul Metta setelah Metta sudah pergi beberapa menit, karena ia merasa sedikit khawatir. Andrew bisa melihat Metta yang sedang duduk bersama wanita bernama Tasya itu, dan mereka tampak begitu serius.Andrew sengaja tak menghampiri mereka karena ingin membiarkan Metta mengatasinya sendiri antar sesama wanita terlebih dahulu. Dan jika tidak terlalu krusial ia hanya akan mengamatinya saja dari jauh. Metta sudah beranjak dewasa dan cukup matang untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.Tujuan Andrew datang menemani Metta adalah untuk menguatkan mental dan rasa percaya diri Metta menuntaskan masalahnya setelah setahun ini dikucilkan dan dibully oleh teman-teman seangkatannya. Terlebih setelah menemukan sedikit bukti tentang pangkal masalahnya ada pada seorang pria yang pernah akan melecehkannya. Dengan kehadirannya, Andrew ingin Metta merasa lebih kuat karena kini ia tidak sendirian, ada Andrew yang mengerti akan masalah yang dipendamnya selama 1,5 tahun ini dan Andrew akan b
Andrew yang sedang memejamkan matanya untuk beristirahat, mendengar suara ketukan di jendela mobilnya dan segera membuka matanya. Ia bisa melihat Metta yang sudah datang, hingga ia dengan cepat ia membuka kunci mobilnya sambil mematikan musik yang masih mengalun di dalam mobilnya. Untung saja ia menyetel suara musik di dalam mobilnya tidak terlalu kencang hingga suara ketukan itu dapat didengarnya karena mobilnya dilengkapi dengan peredam suara.“Kak, tidur?” tanya Metta saat ia membuka pintu mobil Andrew, tapi ia tidak masuk ke dalamnya.“Gak, cuma istirahat aja,” sahut Andrew.“Masih sakit?” tanya Metta lagi.Andrew menggeleng. Tak lama kemudian ia segera turun dari dalam mobil. Lalu berjalan menghampiri Metta.“Ada di mana dia? Apa kita mau temui dia sekarang juga?” tanya Andrew kemudian.“Kayanya dia udah di kantin deh, Kak.”“Mau sekarang?” tanya Andrew lagi.Metta mengangguk, “Tapi kita coba liat dia di kantin dulu ya… terus cari kesempatan buat aku ngajak dia ngobrol.”“Boleh,
Metta : Aku udah di kampus, Kak.Andrew yang sudah berada di ruangannya membaca pesan yang dikirimkan oleh Metta padanya. 2 hari yang lalu saat Metta menceritakan apa yang terjadi padanya, Andrew berjanji akan menemani Metta untuk menemui Tasya.Mungkin sebenarnya Metta berani menghadapinya sendiri, hanya saja Andrew sedikit khawatir ketika Metta akan menemui pria bernama Bagas itu juga.Jadi Andrew sedikit memaksa untuk ikut menemani Metta.Andrew : Aku akan menyelesaikan pekerjaanku terlebih dahulu, dan mencari alasan pada Kakak Iparmu untuk keluar.Metta : Siap, Kak. Aku ada dua sks sekarang, nanti siang ada kelas lagi.Andrew : Aku mengerti.Metta hanya menatap layar ponselnya, ia tak mengirim pesan lagi pada Andrew karena takut mengganggunya. “Lagi apa, Ta?” tanya Alina yang baru saja menghampirinya dan sedikit mengagetkan Metta.“Hei, gue baru bales chat,” sahut Metta.“Pacar Lu?” tanya Alina yang kini sudah duduk di samping Metta.Metta mengangguk, “Nanti setelah kelas ini sel
Sementara Andrew mandi, Metta mencuci mangkuk yang tadi sudah di gunakan Andrew untuk makan. Lalu ia duduk di sofa dan menyalakan televisi sambil menunggu Andrew selesai.Metta hanya bisa mengajak Andrew untuk bertukar pikiran dengan hasil temuannya kemarin di dekat tempat parkir. Karena hanya Andrew saja yang tahu masalah ini. Tidak mungkin ia menceritakan masalah ini pada orang tua atau kakaknya, ini hanya akan membuat mereka khawatir saja.Metta memindahkan channel televisi untuk mencari program yang menarik, tapi sayangnya tak ada satupun acara yang membuatnya tertarik untuk menonton, hingga ia hanya menyalakan televisinya begitu saja, sementara ia berkutat dengan ponselnya dan berselancar di internet.Sekitar 20 menit kemudian terdengar suara langkah mendekatinya, Metta langsung menoleh pada Andrew yang sudah selesai mandi dan berpakaian. Bisa di lihat rambutnya masih setengah basah. Andrew kemudian menghampiri Metta dan duduk di sebelah seraya mengambil remote televisi dan menco
Tanpa patah semangat Metta terus menekan bell pintu apartement Andrew. Ia sudah bisa menebaknya dari jawaban Andrew semalam. Mengajaknya latihan hari ini akan menjadi tantangan yang berat untuknya. Metta yakin jika Andrew sengaja, menulikan telinganya saat ia menekan bell apartement.“Ohh lihat saja! Aku bukan orang yang pantang menyerah jika hanya seperti ini!” seru Metta dengan penuh semangat, bukan hanya itu Metta juga melakukan panggilan suara pada ponsel Andrew, agar di dalam semakin tambah bising.Perpaduan bunyi ponsel dan bell begitu sangat sempurna. Itu pun jika ponsel Andrew tidak dalam keadaan mode silent.Sementara itu di dalam kamar di atas tempat tidur, Andrew menutupi kedua telinganya dengan bantal. Agar suara-suara ini tidak mengganggu waktunya untuk tidur.Ia berpikir, jika sebentar lagi juga Metta akan menyerah dan meninggalkan apartementnnya. Tapi dugaannya salah, 10 menit berlalu dan suara bell di dalam apartementnya serta ponselnya yang sudah ia ubah menjadi mode