Keluar dari cafe, mereka di cegat oleh Mahesa. Ia berdiri di depan Lian dan Alex dengan wajah soknya seakan ingin mengajak Alex berkelahi.
"Dia nggak mau ikut sama kamu. Kamu nggak lihat dia berontak dan kelihatan nggak nyaman. Seharusnya kamu sadar akan hal itu. Cuma laki-laki yang nggak punya perasaan yang bisa memperlakukan wanita seperti itu."
Lian berhasil melepas tangan Alex dan ia bersedekap demi membuat gejolak emosinya turun.
"Dia itu tunangan aku, terserah aku mau apa sama dia. Siapa kamu mau ikut campur sama hubungan aku sama dia. Kamu orang luar dan orang luar nggak berhak ikut campur. Ngerti kamu!"
"Sorry, aku tahu aku emang orang luar tapi aku nggak bisa melihat wanita di perlakukan buruk sama laki-laki. Apalagi laki-laki itu kamu."
"Hahaha." Alex tertawa kencang. Bukan tawa senang melainkan tawa mengejek pada Mahesa. Wajahnya tak kalah sinis padanya. "Apa urusan kamu? Silahkan kamu peduli sama wanita tapi jangan sama Lian. Lian tidak
Alex memberhentikan mobilnya di depan rumahnya. Sebelum keluar dia melirik sebentar Lian yang duduk di sampingnya. Kepalanya masih saja melihat ke arah luar jendela mobil tanpa mau melihat ke arahnya lagi. Setelah kejadian yang tidak terduga tadi bertemu wanita bernama Riandra, Lian diam seribu bahasa. Ia tidak mau melihat atau mengatakan sepatah kata pun. Kesunyian itu membuat Alex mengembuskan napas panjang. Sepulangnya dari perjalanan kemarin, ia pikir tidak akan menemui kejadian seperti ini tapi malah hal tak terduga terjadi.Alex keluar lebih dulu, kepalaa berpikir untuk mencari cara agar Lian tidak lagi mendiaminya dan juga membuat dia berpikir yang bukan-bukan.Alex membuka pintu mobilnya untuk Lian namun Lian masih tetap tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya duduk. Lian masih mempertahankan egonya. Alex tahu Lian begitu karna sebuah pengkhianatan dan semua terjadi bukan dari keinginan Alex. Demi apa pun tidak ada rasa sama sekali dengan foto yang Lian berik
Langkah Lian terhenti ketika dia melihat Mahesa berdiri di depan unitnya. Lian jadi bertanya-tanya sendiri apalagi yang ia inginkan setelah ia membuat hubungan dengan Alex kacau.Lian berdiri di depan Mahesa dan Mahesa langsung berdiri tegak."Hubunganku dengan Alex sudah kacau, jangan membuatku semakin sulit Mahesa. Aku tak ingin kamu di sini. Pergilah."Lian menempelkan kunci aksesnya, Lian kira Mahesa akan pergi tapi dugaannya salah. Ia malah mengekorinya masuk ke dalam unit Lian."Aku sudah bilang kalau aku tidak ingin kamu ada di sini.""Aku bawa ini." Mahesa memperlihatkan sebotol wine pada Lian. "Ini buatmu tidak sefrustasi sekarang.""Aku tidak butuh itu, aku perlu sendiri. Itu yang ku butuhkan. Dengan sendiri aku bisa menenangkan diri."Mahesa terkekeh. Ia tidak peduli dengan muka kusut Lian. Ia akan tetap di sini sampai tujuannya selesai.Mahesa menarik Lian untuk duduk dan menaruh wine itu di meja.
Untuk beberapa saat aku merasakan sakirr pada kepalaku yang sangat berat. Rasanya seperti di pukul-pukul. Tanganku memijat kepala yang terasa sakit dan merasakan beban berat lainnya yang terasa di sekitar perutku seperti ada yang memelukku .Lian membuka mata dan melihat beba apakah yang menimpanya saat itu. Tak bisa di percaya. Kepala Mahesa ada di atas perutnya dan laki-laki itu tertidur dengan pulasnya.Lian terkejut kemudian dan tanpa sadar dia terbangun duduk yang membuat kepala Mahesa menggeser turun. Mahesa menggerang namun Lian tidak peduli. Kacau bagaimana bisa mereka tidur bersama. Tapi untungnya mereka masih berpakaian lengkap. Mahesa tidak menyentuhnya sampai sejauh itu."Kamu buatku terkejut saja." Mahesa bergerak miring dan mengambil bantal untuk menutupi wajahnya."Kenapa bisa kamu tidur di sini Mahesa? Siapa yang memberimu izin untuk tidur di tempat yang sama."Mahesa membuka bantalnya dan ia melihat ke arah Lian.
"Surprise,"Gresia menyengir lebar dimana mobil Alex berada. Lian tahu dia tidak bisa berkata tidak kalau sudah ada penyelamat Alex. Dia paling nggak bisa kalau sudah berkaitan dengan Gresia. Gresia mengingatkannya pada Raisa dan Lian tidak mau membuat Gresia bersedih.Gresia memeluk erat Lian setelah lama tidak berjumpa."Kak aku mau traktir dan aku udah bilang juga sama Raisa katanya dia juga mau datang. Kak Lian nggak sibuk kan? Aku nggak mau loh cuma makan keluarga aja nggak ada Kak Lian sama Kak Alex. Kayaknya kurang komplit aja gitu kalau nggak ada kalian."Lian melepas pelukannya dan ia pun mengangguk mengiyakan permohonan Gresia."Kita nanti makannya di resto keluarga aku ya Kak. Aku mau jemput Raisa dulu. Kami udah janjian tadi."Gresia mengedipkan sebelah matanya ke arah Alex. Alex menangkap pergerakan itu. Ia langsung memegang tangannya dan menariknya untuk masuk ke dalam mobil. Setelah Lian duduk, ia berjalan memutar
"Kak ... Kak Lian jahat. Kenapa Kak Lian mengambil laki-laki yang ku sayangi? Kenapa? Kakak kan tahu aku sangat cinta sama dia tapi kenapa Kak Lian malah mengambilnya dariku? Padahal aku nggak pernah mengambil apa pun dari Kak Lian tapi kenapa bisa Kak Lian malah mengambil Kak Mahesa dariku. Dia laki-laki sepenuh hati yang aku cintai Kak. Kak Lian egois.""Tidak Raisa."Lian melangkah mundur dengan raut wajah yang sudah berkeringat. Wajahnya tak kalah pucat. Dia kesulitan untuk mendapat ketenangan saat itu juga. Raisa mengatakan dengan sangat kejam padanya. Dia sudah mengalah dan memilih untuk tidak lagi berhubungan sama Mahesa tapi kenapa Raisa masih menyalahkannya."Aku tahu kamu sayang sama dia makanya Kakak nggak mau lihat kamu bersedih Raisa. Kakak sudah mengalah Raisa. Kakak sudah mengalah demi kamu. Tapi kamu bilang aku yang jahat. Jangan pernah berkata begitu, Kakak tidak suka.""Kalau begitu kenapa Kak Mahesa menemui Kakak kalau tidak Kak L
"Jangan pergi Mahesa."Mahesa menarik senyum tipisnya pada Lian. Dia tidak tergoyahkan sedikit pun meskipun Lian sudah ada di hadapannya memberikan sebuah pencegahan agar dia tidak menjalankan aksinya. Mahesa tetap tidak ada rasa takut atau tidak ada rasa menyerah sedikit pun. Ia akan menjalankan tujuannya. Bertemu dengan mantannya yang mencintainya dari dulu hingga sekarang demi melancarkan aksinya."Mahesa kamu dengar aku kan. Aku tidak mau kamu menemuinya. Please jangan lakukan itu. Dia sudah berjuang untuk hatinya itu supaya tidak lagi mengingat kamu. Jangan menjadi laki-laki yang tidak punya perasaan.""Bagaimana bisa aku akan menikahimu kalau aku tidak tahu tentang keluargamu.""Jangan bercanda Mahesa, kamu sudah tahu tentang keluargaku sejak dulu. Itu cuma alasanmu saja yang memang ingin membuatku kesal. Aku sudah mengatakan jangan tapi kamu tidak lagi peduli. Omonganku seperti angin lalu buatmu."Mahesa menurunkan tangan Lian dan dia
"Kamu cukup pintar tapi aku tak kalah pintar sayang. Tanpa sepengetahuanmu, aku akan menemui Raisa dan mengutarakan maksud kedatanganku padanya."Pesan dari Mahesa membuat Lian resah dan tak bisa tenang duduk di samping Alex. Mahesa terkadang suka sekali membuat kejutan dan ini adalah salah satu dari kejutan Mahesa membuat Lian tak bisa lari dari kenyataan.Lian melihat Raisa yang duduk di belakang dari kaca tengah mobil Alex. Ia melihat Raisa sedang melamun di sana menatap pemandangan yang ada di luarnya.Sepertinya Lian harus berbicara padanya agar Raisa tidak terkejut mengetahui kedatangan Mahesa lagi ke kota ini. Entah apa yang di pikirkan Raisa. Lian harus memberi pengertian padanya.Perjalanan itu sampai di cafe Alex. Seperti biasa. Cafe yang berada di dekat kampusnya mengingatkan akan waktu ia pernah bekerja di sini dan juga sewaktu dia pernah menjalin hubungan dengannya dulu."Alex aku mau duduk di luar saja sama Rai
Sebuah foto di kirim oleh Mahesa ke ponsel Lian sepulangnya dari makan di cafe Alex. Foto itu menampilkan Raisa yang sedang berjalan dan juga sedang menunggu."Kamu dimana?""Aku akan menemui adikmu Lian. Tidak usah khawatir begitu. Santai saja.""Jangan macam-macam Mahesa. Kamu mau membuat adikku sakit hati lagi?""Tidak. Cuma bertemu, tidak akan mengulangi masa-masa hubungan kami dulu. Santai saja. Tidak usah berlebihan begitu.""Aku tahu tapi di dalam pikiranmu tidak selalu benar.""Maaf aku harus mematikannya."Telepon itu mati dan Lian merasa tak bernyawa setelahnya. Sudah terlanjur. Dia tidak bisa mengubah keinginan Mahesa. Lian hanya bisa berdoa semoga saja Raisa baik-baik saja.***"Raisa tunggu." Rasya berteriak setelah memarkirkan motornya di dalam parkiran kampus. Dia melihat Raisa berjalan seorang diri dan hendak menuju gedung kuliahnya. Rasya yang melihat hal itu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Di
Pernikahan yang telah di tunggu-tunggu itu pun akhirnya terjadi dan terlaksana. Setelah sekian lama kami merajut suatu hubungan, kami memutuskan untuk melanjutkan kepada hubungan serius apalagi kalau bukan menikah.Tentu saja semua yang terjadi membuatku bahagia. Tidak ada rasa sedih sama sekali. Aku bahagia. Ku pikir yang tadinya aku merasa ragu dengan kenyataan. Nyatanya tidak begitu. Pertanyaan demi pertanyaan masuk ke dalam hati. Haruskah aku menikah dengan Alex. Apakah bisa aku menjalaninya bersama dia? Apakah hubungan kami akan baik-baik saja nantinya? Apakah kami akan bersama tanpa ada permasalahan yang timbul. Semua pertanyaan itu selalu saja ada selama waktu menunggu pernikahan itu terjadi.Tapi segera aku tepis ketika Alex dengan lantangnya mengucapkan janjinya pada penghulu. Memberikanku keyakinan kalau dia memang yang terbaik untukku.Dengan sorot mata tegas dia berikrar akan menjalani pernikahan bersamaku. Detik itu juga ada rasa lega da
Setelah taksi itu berhenti tepat di depan rumah Mahesa. Raisa dengan semangat turun dari taksi lalu melangkah masuk ke dalam rumah Mahesa. Pintu gerbang tak di kunci jadi dia langsung masuk dan mengentuk pintu depannya. Raisa menunggu dengan sabar sampai sepuluh menit kemudian Mahesa membuka pintu dengan penampilan yang sudah terlihat rapi. Pakaian yang biasa di pakai tidak seperti ini. Sekarang dia sudah menggunakan jaket yang menutupi tubuh atletisnya."Kak aku datang untuk menemuimu dan juga aku ingin kita pergi bersama. Aku sudah membuatkan bekal untuk kita berdua. Kita akan berpiknik dan mengunjungi satu tempat. Gimana? Kak Mahesa nggak sibuk kan? Ayolah kita pergi, lihat di luar sana. Hari ini terlihat begitu cerah jadi kita jangan membuang-buang waktu tanpa berpergian.""Hm ... aku tidak bisa. Aku harus melakukan sesuatu hari ini dan ... masuklah dulu, kita sebaiknya bicara di dalam. Aku akan memberitahu sesuatu untukmu."Raisa menelan salivanya karna uca
Raisa menatap penampilannya yang sudah rapi itu pada sebuah kaca yang di letakkan tak jauh dari tempat tidurnya. Dia mengamati penampilannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk keluar dari kamarnya.Sebelumnya dia merasa frustasi dengan gaun apa yang dirasa cocok untuk dia gunakan. Dia sudah berkali-kali memakai gaun yang dinilainya sempurna untuk bertemu seseorang tapi setelah dipakai kenyataannya tak terlihat cocok untuk dia pakai. Raisa menggerutu karna rasanya tak ada gaun yang menarik minatnya. Tapi saat melihat salah satu gaun tersisa yang belum dia coba, Raisa mencobanya dan sangat pas untuk tubuhnya. Akhirnya pilihan terakhir adalah gaun yang dia pakai ini. Bermotif bunga kecil berwarna kuning cerah.Merasa sudah baik semua, Raisa mengambil tas slempangnya dan keluar dari kamar. Langkahnya menuju ke dapur dimana dia sudah mempersiapkan sesuatu untuk Mahesa. Sesuatu yang akan membuatnya melupakan perasaannya pada Lian.Setelah Raisa tahu kalau Alex t
Lian membuka mata dan langsung menatap langit-langit kamar yang tak pernah berubah sedikit pun. Rasa pusing menyerang kepalanya. Namun dia abaikan. Semua itu penyebabnya adalah rasa lelah yang dia derita dan airmata yang ia tumpahkan sejak semalam. Pertemuannya dengan Mahesa menyisakan sebuah pertanyaan dan duka yang masih ada, dia tidak bisa menjawabnya tapi rasanya ia yakin kalau memang itu yang terbaik untuk mereka berdua.Tatapan terakhir dari sorot matanya itu mengisyaratkan betapa dia sangat mencintainya. Sungguh, hatiku berkata demikian. Tak mungkin kalau hanya sekedarnya saja dan bodohnya lagi, sentuhan yang diberi olehnya juga tak bisa membuat tubuhku menolak sedikit pun. Sangat memalukan. Jelas-jelas aku menerimanya dan tak berdusta ketika aku juga menginginkan hal yang sama.Tapi lagi-lagi aku berpikir, aku tak mau jatuh ke titik yang sama seperti dulu meskipun dengan satu alasan yang sama, Mahesa mencintaiku, aku tidak berbalik arah.Aku
Malam itu Raisa ingin memberi kejutan pada Mahesa. Dia sudah membuat sebuah coklat spesial untuknya. Mahesa pasti suka dengan coklat buatannya. Dulu dia bilang rasa coklat yang Raisa buat tergolong unik dan enak. Mahesa menyukainya dan sekarang Raisa akan memberinya lagi untuknya dengan tujuan supaya dia bisa lebih dekat dengan laki-laki itu.Raisa tak sabar ingin mengetahui bagaimana reaksinya saat Raisa membawakan coklat ini untuknya. Raisa tersenyum begitu mengingat wajah Mahesa yang tampak terkejut mengetahui Raisa yang begitu perhatian.Taksi pun berhenti di depan rumah Mahesa dan tanpa ragu kakinya melangkah mendekati rumah Mahesa membuka pintu gerbang yang tidak terkunci lalu mengetuk pelan pintu depan rumahnya.Tak lama kemudian pintu itu pun terbuka dengan penampilan Mahesa yang sedikit berantakan. Raisa mengernyit memandang laki-laki itu yang tidak rapi seperti biasanya. Namun berbeda dengan Mahesa. Dia malah tampak terkejut mendapati Raisa berdiri di
Merasa istirahatku sudah cukup, aku pun membuka mata dan merenggangkan tanganku. Setelah tidur panjang dan meminum obat yang di beri Lian, pusingku sudah menghilang. Aku melihat ke sekeliling dan sempat merasa tak sadar aku dimana. Kini aku mendapati aku berada di dalam kosong dan tak berpenghuni.Aku beranjak ke kamar mandi untuk membasuh mukaku lalu keluar untuk mengganti pakaianku yang terasa lembab dan sudah berbau keringat. Pendingin ruangan yang menyala tidak membuat suhu tubuhku menjadi dingin malah membuatku berkeringat. Mungkin efek dari aku meminum obat itu yang membuat aku merasakan sedikit lebih berkeringat.Kakiku melangkah keluar dan mencari dimana keberadaan Lian. Dia berjanji menungguku dan ku pastikan dia masih berada di rumah ini.Ternyata Lian sedang memasak sesuatu di dapur. Baunya harum dan sepertinya dia lumayan jago memasak. Mahesa berdeham dan Lian pun menoleh untuk melihat. Mahesa berdiri di depan pintu su
"Aku tahu kamu semalam sama siapa Mahesa."Lian pagi itu datang ke rumah Mahesa dengan sengaja karna dia tahu harus melakukan sesuatu. Lian butuh penjelasan dan Mahesa harus memberitahunya kalau tidak dia harus melakukan sesuatu menekannya agar menjauh dari hidup mereka."Masuk!" Mahesa berucap tegas dan memerintah. Mahesa menyingkir memberi jalan untuk Lian masuk ke dalamnya."Aku tidak mau berlama-lama di sini Mahesa. Aku harus kerja dan aku butuh penjelasanmu sekarang. Aku tidak mau berbohong jawablah jujur dan aku segera pergi.""Aku salah apalagi?""Kamu yang mengantar Raisa tadi malam? Mama khawatir saat tahu Raisa tidak ada di rumah tadi malam. Dia meneleponku dan menanyakan apakah Raisa ada di tempatku atau tidak dan jawabannya siapa lagi kalau bukan ada di rumahmu. Kamu menyuruhnya untuk ke rumahmu? Malam-malam begitu?""Duduk lah aku sedang pusing terlalu banyak alkohol yang ku minum semalam."Lian tetap berdiri di san
Aku merasa sedang bermimpi saat ini. Sesuatu yang mustahil aku lakukan dan itu demi satu nama Mahesa. Ya karna dia aku berada di sini. Di suatu club yang tidak pernah aku injak dimana pun itu.Suara alunan musik terdengar begitu keras dari luar dan itu membuat telinga yang tidak terbiasa mendengar suara musik ini ingin menutup telinga namun rasanya sangat bodoh, orang lain terbiasa lalu mengapa aku harus menutup telinga demi semua itu. Aku biarkan semua itu dan bersikap sewajarnya.Seperti dugaanku tidak hanya musik yang mengalun begitu keras aroma pekat dari alkohol bercampur dengan nikotin tercium ke dalam indera penciumanku."Oh yang benar saja, aku tak menyukai bau ini, mengapa dia membiarkanku masuk dan mencium aroma ini," gerutuku dalam hati.Mahesa meneleponku dan aku terpaksa menemuinya karna ku tahu dari suaranya dia terdengar sangat membutuhkanku. Nekat aku pun datang ke sini untuk mencarinya.Begitu berada di dalam aku
Bugg ...Satu pukulan mengenai mata Mahesa, Alex ingin memukulnya kembali namun langsung di tangkis oleh Mahesa. Mahesa waspada dan tak lupa menahan diri agar tak tersulut emosi. Tadinya dia tidak tahu kalau Alex akan memukulnya. Setelah pukulan menyentuh wajahnya baru dia sadar kalau dia dalam bahaya.Mahesa menyeringai, memandang satu arah dimana lawannya saat ini sedang berdiri tegak memandang sengit ke arahnya.Mahesa memang tak belajar beladiri tapi dia tahu harus bertindak bagaimana saat ini. Mengalah tak akan pernah membuat lawannya tahu kalau yang sebenarnya dari satu pukulan itu tidak akan baik untuk ke depannya. Memukul memang tidak sulit tapi tak kan bisa menyelesaikan masalah. Itu yang sebenarnya dia inginkan untuk Alex sendiri. Kalau dia suka memukul pasti ke depannya juga sikapnya tak jauh berbeda. Bagaimana dengan Lian nantinya kalau mereka bersama?Mahesa mengusap hidungnya dengan cepat lalu memasang kuda-kuda dan segera