Aku turun dari atas gedung kampus melalui tangga.
Namun, saat aku berbelok mau ke ruang dosen. Seseorang mencegatku di lorong. Dengan tiba-tibanya dia berdiri di sana membuatku ingin menjerit.
"Ada apa lagi? Aku sedang sibuk. Aku tidak bisa bertemu denganmu saat ini."
Dia mengunyah permen karetnya dengan suara berisik.
"Peduli amat kamu mau kemana. Sekarang temenin aku."
Mahesa menarikku dari sana dan aku langsung menghempaskan tangannya.
"Aku nggak bisa. Kamu tau kan kata-kata itu. Butuh di perjelas? Hah!"
Mahesa memperlihatkan seringainya di sela-sela dia mengunyah permen itu. Sikapnya yang tidak sopan membuatku berang. Aku marah pada laki-laki ini. Dengan tak tau dirinya dia menarikku seakan aku dan dia masih mempunyai hubungan padahal tidak sama sekali.
"kamu makin ketus makin cantik aja ya."
"Nggak peduli kamu mau ngomong apa. Sekarang aku lagi sibuk. Aku nggak bisa lama-lama di sini
Aku berjalan keluar kelas setelah menyelesaikan kuliahku hari ini. Perutku berbunyi. Aku merasa lapar setelah seharian aku berpikir. Tapi aku merasa tidak mood untuk makan ke kantin. Semua itu karna ulah dari Mahesa.Aku keluar dari kelas baru berjalan sebentar namun terhenti karna Zia memegang tangan Lian. Ia terlihat cantik dengan menggunakan gaun selutut berwarna hitam dengan rambut berwarna coklat tergerai indah. Ia menampilkan senyumnya yang anggun mengarah padaku. "Wajah kamu kelihatan pucat dan kamu seperti ada sesuatu yang menganggu. Ayo ikut sama aku, kamu harus cerita, aku nggak mau kamu sembunyiin cerita mengerikan di belakang aku. Kamu tahu kan aku ini teman terbaik di dunia yang ngerti kamu, kamu teman baik aku. Jadi pas lihat kamu seperti mumi begitu, aku harus bertindak. Ayo kita ke kantin dan cerita apa yang terjadi."Lian mendecak. "Nggak ada apa-apa, kamu salah paham. Aku kelihatan pucat karna perutku seperti mau datang bulan."
Setibanya di rumah, Lian langsung melangkah masuk ke dalam rumah setelah berpamitan dengan Alex.Lian melihat saat di dalam mobil Alex tadi cuacanya begitu mendung dan rintik-rintik hujan masih saja mengguyur daerah itu. Pemandangan berkabut disertai dengan angin yang berhembus kencang mewarnai hujan di sekitarnya dan Lian tidak yakin Lian bisa melewati masalah ini.Lian menghela nafas ketika mengingat bagaimana keadaan yang terjadi saat ini, apakah Lian masih mau mendatangi Mahesa atau malah sebaliknya. Cuacanya tidak begitu mendukung. Apalagi mengingat perjalanan yang akan Lian tempuh menuju tempat untuk bertemu dengan laki-laki itu adalah suatu tempat yang bisa dikatakan teramat panjang. Resto itu berjarak berkilo-kilo meter dari rumahnya dan Lian tidak mungkin pergi ke sana hanya dengan berjalan kaki. Lian tak akan kuat jika menempuh jarak sepanjang itu. Mau tidak mau Lian harus memakai taksi menuju tempat yang diinginkan Mahesa. Dan masalah berikutnya adalah
Tak Lian sangka, begitu mereka masuk ke dalam mobil, Mahesa mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata di kegelapan malam. Mahesa mengendarai mobil dengan ugal-ugalan seperti orang yang sedang mabuk. Lihat saja bagaimana sebagian pengendara mobil yang berada di sekitar kami saat itu. Mereka tidak bisa mengabaikan begitu saja tindakan berbahaya yang Mahesa lakukan. Mereka memilih untuk membunyikan klakson demi keselamatan hidup mereka. Namun Mahesa tidak peduli dengan suara klakson yang terdengar di sekitarnya itu. Yang ia pedulikan hanyalah ego yang membuatnya berkuasa dan itu membuat Lian bergidik ngeri. Ada apa pada laki-laki ini?"Kamu mau aku mati, Hah! Kamu itu menyetir seakan nggak ada aku di sini. Tega ya kamu bikin aku serangan jantung. Pelankan kendaraanmu atau aku akan berteriak saat ini juga."Lian memegang semua benda yang bisa Lian pegang untuk keselamatan dirinya. Meskipun rasanya gagal. Jantungnya berdebar sangat kencang begitu juga dengan jari
Semakin lama Lian berhadapan sama Mahesa. Semakin membuat Lian terpancing ingin menghajarnya. Tangannya ingin memukul tapi ia tidak bisa. Dia kelihatannya senang banget kalau Lian kesal."Sulit dipercaya kenapa aku bisa bertemu sama laki-laki egois macam kamu."Lian berusaha mendorongnya ke samping supaya Mahesa terjatuh lalu pergi dari sana secepatnya. Lebih baik begitu. Bertahan lama-lama bersamanya bikin Lian emosi. Tapi, kelihatannya percuma saja. Ia tidak terjatuh malah ia memegang tangan Lian dan menggenggamnya. Lian benci ini. Ya sangat membenci laki-laki yang egois untuknya. Apalagi ia yang tidak bisa memahaminya sama sekali. Sudah Lian duga, usia mudanya memang begitu labil. Membuat Lian terseret dalam suatu masalah besar."Lepaskan tanganmu! Lepaskan."Lian mendesis dengan nada ketus. Kata-kata yang Lian lontarkan lebih penuh penekanan kepadanya daripada cuma percakapan biasa. Lian sudah bosan sebenarnya dengan situasi yang sama seti
Tok ... Tok ... Tok ..."Kakak ... Kak Lian ini aku Raisa, kok Kak Lian belum bangun juga sih. Udah siang nih bangun dong Kak."Raisa sudah mengetuk pintu kamarnya berkali-kali namun Lian tidak sedikit pun menjawab panggilannya. Raisa menjadi penasaran yang pada akhirnya ia membuka pintu kamar Lian dan masuk ke dalamnya. Ia melihat Lian masih saja bergelung di tempat tidur dengan deru nafas pelan. Tidak terganggu sama sekali dengan panggilan yang dikatakan Raisa.Raisa menarik hordeng yang masih tertutup itu yang membuat cahaya yang tadinya tidak begitu terang dalam kamar itu langsung menyeruak masuk dan membuat silau mata yang melihatnya.Lian yang masih ingin tidur mengeluh dalam hati karna merasa ada yang sudah mengganggu tidur nyenyaknya pagi ini.Ia tahu siapa lagi yang melakukannya kalau bukan adik tercintanya itu. Ia pasti akan memanggilnya untuk sarapan jika Lian tidak datang ke meja makan pagi itu.Sungguh, aku lel
Lian turun ke bawah setelah bergegas mandi dan memakai pakaian. Membuka lemari, tangannya mencari pakaian apa yang akan ia pakai hari ini. Memang seperti biasanya ia mengenakan kaos dan celana jeans namun keinginannya sedikit berubah. Ia ingin memakai jaket hodie yang kebesaran yang sebelumnya ia telah memakai tank top terlebih dahulu. Jadi ia memilih untuk memakai itu dan celana jeans berwarna hitam.Karna waktunya sudah terlewati banyak, ia tidak sempat untuk sarapan hanya meminum susunya yang ada di atas meja lalu berpamitan dengan kedua orangtuanya sebelum berangkat bekerja. Sampai detik ini ia belum mengatakan pada keluarganya bahwa ia bekerja di cafe Alex. Hanya Alex yang tahu akan keinginannya untuk bekerja di sana. Lagipula, meskipun ia sudah menjadi pacarnya, ia berharap masih bekerja di sana agar ia bisa menghindari Mahesa."Lian ... kenapa kamu tidak makan dahulu sebelum pergi? Axel juga tidak akan berkeberatan untuk menunggu sebentar," ujar Papa seperti kur
Baru saja selesai kuliah, ponsel Lian berbunyi ketika ia ingin mengenakan headseat. Sebuah pesan masuk ke dalamnya dan ia melihat siapa yang mengirimnya. Dan ternyata orang yang sama. Nomer yang sama dan ia sama sekali tidak menginginkannya. Siapa lagi kalau bukan Mahesa, laki-laki yang tidak ingin ia temui sekarang dan selamanya.Tapi, dengan berat hati Lian pun membukanya."Kamu udah selesai kuliah kan? Sekarang aku tunggu kamu di ruang lukis lantai 4 gedung teknik. Aku tunggu! Kalau kamu nggak datang, lihat saja apa yang akan aku lakukan pada video itu.""Kamu mengancamku lagi?""Aku tidak mengancam hanya memberitahu apa yang seharusnya kamu lakukan.""Pemberitahuanmu sangat tidak lucu.""Terserah! Tapi aku senang kalau pemberitahuan ini bisa membuat kamu selalu ada di dekat aku sampai kapan pun itu.""Tega. Hanya karna hasrat sesaat kamu telah berhasil membuat orang lain kesakitan Mahesa.""Apa peduliku. Kamu ti
Setelah menangis sepuasnya di dalam ruang lukis. Lian tidak ingin berada di dalam kampus ini lagi. Ia ingin pulang dan beristirahat. Ia butuh pengalihan diri dan tempat yang tepat adalah di rumahnya. Rasanya terlalu lelah setelah menemui Mahesa dan menangis seorang diri di dalam ruang lukis itu. Lian memang ingin sendiri tapi kesepian di tempat asing adalah sesuatu yang tidak ingin ia lakukan. Ia butuh tempat dan rasa aman. Jadi rumah adalah tempat terbaik untuk menyalurkan rasa sedihnya saat ini. Meskipun di rumah Mama selalu saja membuatnya kesal tapi tidak ada pilihan lain. Hanya rumah yang ia inginkan saat ini.Dengan terburu-buru Lian keluar dari ruang lukis dan berjalan keluar dari gedung kampus sampai keluar kampus. Untung saja hari itu tidak ada jam kuliah lagi. Jadi Lian tidak mencemaskan jam kuliahnya kalau ia pulang sekarang. Dan mengenai Zia, Lian rasa Zia akan mengerti. Ia akan mengiriminya pesan tapi nanti setelah ia