Tak Lian sangka, begitu mereka masuk ke dalam mobil, Mahesa mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata di kegelapan malam. Mahesa mengendarai mobil dengan ugal-ugalan seperti orang yang sedang mabuk. Lihat saja bagaimana sebagian pengendara mobil yang berada di sekitar kami saat itu. Mereka tidak bisa mengabaikan begitu saja tindakan berbahaya yang Mahesa lakukan. Mereka memilih untuk membunyikan klakson demi keselamatan hidup mereka. Namun Mahesa tidak peduli dengan suara klakson yang terdengar di sekitarnya itu. Yang ia pedulikan hanyalah ego yang membuatnya berkuasa dan itu membuat Lian bergidik ngeri. Ada apa pada laki-laki ini?
"Kamu mau aku mati, Hah! Kamu itu menyetir seakan nggak ada aku di sini. Tega ya kamu bikin aku serangan jantung. Pelankan kendaraanmu atau aku akan berteriak saat ini juga."
Lian memegang semua benda yang bisa Lian pegang untuk keselamatan dirinya. Meskipun rasanya gagal. Jantungnya berdebar sangat kencang begitu juga dengan jari
Semakin lama Lian berhadapan sama Mahesa. Semakin membuat Lian terpancing ingin menghajarnya. Tangannya ingin memukul tapi ia tidak bisa. Dia kelihatannya senang banget kalau Lian kesal."Sulit dipercaya kenapa aku bisa bertemu sama laki-laki egois macam kamu."Lian berusaha mendorongnya ke samping supaya Mahesa terjatuh lalu pergi dari sana secepatnya. Lebih baik begitu. Bertahan lama-lama bersamanya bikin Lian emosi. Tapi, kelihatannya percuma saja. Ia tidak terjatuh malah ia memegang tangan Lian dan menggenggamnya. Lian benci ini. Ya sangat membenci laki-laki yang egois untuknya. Apalagi ia yang tidak bisa memahaminya sama sekali. Sudah Lian duga, usia mudanya memang begitu labil. Membuat Lian terseret dalam suatu masalah besar."Lepaskan tanganmu! Lepaskan."Lian mendesis dengan nada ketus. Kata-kata yang Lian lontarkan lebih penuh penekanan kepadanya daripada cuma percakapan biasa. Lian sudah bosan sebenarnya dengan situasi yang sama seti
Tok ... Tok ... Tok ..."Kakak ... Kak Lian ini aku Raisa, kok Kak Lian belum bangun juga sih. Udah siang nih bangun dong Kak."Raisa sudah mengetuk pintu kamarnya berkali-kali namun Lian tidak sedikit pun menjawab panggilannya. Raisa menjadi penasaran yang pada akhirnya ia membuka pintu kamar Lian dan masuk ke dalamnya. Ia melihat Lian masih saja bergelung di tempat tidur dengan deru nafas pelan. Tidak terganggu sama sekali dengan panggilan yang dikatakan Raisa.Raisa menarik hordeng yang masih tertutup itu yang membuat cahaya yang tadinya tidak begitu terang dalam kamar itu langsung menyeruak masuk dan membuat silau mata yang melihatnya.Lian yang masih ingin tidur mengeluh dalam hati karna merasa ada yang sudah mengganggu tidur nyenyaknya pagi ini.Ia tahu siapa lagi yang melakukannya kalau bukan adik tercintanya itu. Ia pasti akan memanggilnya untuk sarapan jika Lian tidak datang ke meja makan pagi itu.Sungguh, aku lel
Lian turun ke bawah setelah bergegas mandi dan memakai pakaian. Membuka lemari, tangannya mencari pakaian apa yang akan ia pakai hari ini. Memang seperti biasanya ia mengenakan kaos dan celana jeans namun keinginannya sedikit berubah. Ia ingin memakai jaket hodie yang kebesaran yang sebelumnya ia telah memakai tank top terlebih dahulu. Jadi ia memilih untuk memakai itu dan celana jeans berwarna hitam.Karna waktunya sudah terlewati banyak, ia tidak sempat untuk sarapan hanya meminum susunya yang ada di atas meja lalu berpamitan dengan kedua orangtuanya sebelum berangkat bekerja. Sampai detik ini ia belum mengatakan pada keluarganya bahwa ia bekerja di cafe Alex. Hanya Alex yang tahu akan keinginannya untuk bekerja di sana. Lagipula, meskipun ia sudah menjadi pacarnya, ia berharap masih bekerja di sana agar ia bisa menghindari Mahesa."Lian ... kenapa kamu tidak makan dahulu sebelum pergi? Axel juga tidak akan berkeberatan untuk menunggu sebentar," ujar Papa seperti kur
Baru saja selesai kuliah, ponsel Lian berbunyi ketika ia ingin mengenakan headseat. Sebuah pesan masuk ke dalamnya dan ia melihat siapa yang mengirimnya. Dan ternyata orang yang sama. Nomer yang sama dan ia sama sekali tidak menginginkannya. Siapa lagi kalau bukan Mahesa, laki-laki yang tidak ingin ia temui sekarang dan selamanya.Tapi, dengan berat hati Lian pun membukanya."Kamu udah selesai kuliah kan? Sekarang aku tunggu kamu di ruang lukis lantai 4 gedung teknik. Aku tunggu! Kalau kamu nggak datang, lihat saja apa yang akan aku lakukan pada video itu.""Kamu mengancamku lagi?""Aku tidak mengancam hanya memberitahu apa yang seharusnya kamu lakukan.""Pemberitahuanmu sangat tidak lucu.""Terserah! Tapi aku senang kalau pemberitahuan ini bisa membuat kamu selalu ada di dekat aku sampai kapan pun itu.""Tega. Hanya karna hasrat sesaat kamu telah berhasil membuat orang lain kesakitan Mahesa.""Apa peduliku. Kamu ti
Setelah menangis sepuasnya di dalam ruang lukis. Lian tidak ingin berada di dalam kampus ini lagi. Ia ingin pulang dan beristirahat. Ia butuh pengalihan diri dan tempat yang tepat adalah di rumahnya. Rasanya terlalu lelah setelah menemui Mahesa dan menangis seorang diri di dalam ruang lukis itu. Lian memang ingin sendiri tapi kesepian di tempat asing adalah sesuatu yang tidak ingin ia lakukan. Ia butuh tempat dan rasa aman. Jadi rumah adalah tempat terbaik untuk menyalurkan rasa sedihnya saat ini. Meskipun di rumah Mama selalu saja membuatnya kesal tapi tidak ada pilihan lain. Hanya rumah yang ia inginkan saat ini.Dengan terburu-buru Lian keluar dari ruang lukis dan berjalan keluar dari gedung kampus sampai keluar kampus. Untung saja hari itu tidak ada jam kuliah lagi. Jadi Lian tidak mencemaskan jam kuliahnya kalau ia pulang sekarang. Dan mengenai Zia, Lian rasa Zia akan mengerti. Ia akan mengiriminya pesan tapi nanti setelah ia
Lian mengucek mata lalu membuka mata seraya menguap.Rasanya tubuh Lian terasa kaku semua setelah kemarin malam sulit tidur semalam setelah Alex pulang. Ia bisa tertidur di pangkuan Alex sebentar tapi setelah ia makan bersama Alex dan Alex pulang. Malah matanya sulit untuk terpenjam.Baru bisa tertidur itu ketika mendekati shubuh dan tak lama setelah azan shubuh berkumandang Lian pun terbangun dengan sendirinya. Akhirnya Lian memutuskan untuk beribadah. Tapi, entah kenapa setelah beribadah Lian malah mengantuk. Jadinya, Lian ketiduran sampai bangun kesiangan.Di tempat tidur Lian menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku biar otot-ototnya tidak terlalu kaku lagi. Menggerakkan ke kanan dan ke kiri dan merasa itu lebih baik.Lian berjalan ke teras kamarnya sambil menggerakkan tubuhnya yang masih terasa kaku. Sepuluh menit ia gerakkan membuat tubuhnya sedikit berkeringat.Lian tidak ingin beranjak dari sana karna ia masih ingin menghirup udar
Dengan wajah gusar dan kakinya yang menghentak di aspal kampus. Lian menelepon Zia untuk mengetahui dimanakah ia berada sekarang ini. Apa boleh buat, tidak ada orang yang bisa membantu selain dirinya. Ia butuh Zia sekarang."Zia kamu ada dimana sekarang?""Masih di jalan. Ada apa sih kayaknya horor banget suara kamu. Kamu nggak apa-apa kan Lian. Mendadak aku jadi khawatir. Kamu tenang aja, Sebentar lagi aku sampai kampus kok.""Zia aku tunggu di parkiran ya. Aku lagi butuh bantuan kamu nih hari ini. Urgent. Kita bolos aja ya dan nanti aku kasih tahu kenapa kita bolos. Oke? Kamu mau ya, lagian hari ini kuliahnya kan cuma satu mata kuliah. Pak Andre nggak terlalu penting menurut aku."Selepas Axel menurunkannya di dalam kampus, Lian langsung bergegas menelepon Zia untuk mengetahui keberadaannya. Ia perlu bantuan Zia hari ini. Meskipun sedikit memaksa, apa boleh buat. Ia tidak punya pilihan. Zia adalah orang yang akan menolongnya. Tidak menyangka Axel akan m
Lian menutup teleponnya setelah Mahesa mengabari Lian untuk menemuinya di ruang lukis seperti kemarin.Dan kini Lian mendapatkan tatapan penasaran dari Zia. Lian yakin pasti Zia penasaran tentang telepon barusan dan ia ingin menanyakan siapa yang meneleponnya karna Zia melihat kegugupan dan wajah sinis dari Lian barusan."Zia aku binggung harus bilang gimana sama kamu, kamu pasti kecewa. Baru saja kita selesai belanja tapi aku harus pergi dari sini tapi maaf, aku nggak bisa lama-lama di sini. Aku harus pergi sekarang Zia. Ada urusan yang harus aku lakuin sekarang."Zia menatapku dengan pandangan tidak percaya dan tangannya memegang lenganku. Ia tidak mau menerima alasan ini karna dari penglihatannya, barusan Lian berkata ketus dan tidak seperti biasanya."Kita belum memulai masak buat calon mertua kamu dan sekarang kamu mau pergi gitu aja. Sebenarnya ada apa sih? Kasih tahu aku. Aku lihat kamu gelisah tadi pas terima telepon. Dari siapa? Apa dari Mahesa?