Share

Bagian 3

Ayu terus berjalan, berusaha mengabaikan rasa takut yang semakin membebani langkahnya. Lolongan serigala yang tadi dibuat oleh Kaelan masih terngiang di telinganya, membuat bulu kuduknya meremang. Namun, di tengah kesunyian malam, lolongan lain terdengar, lebih keras dan nyata.

“Aauuuu! Auuuuu!”

Matanya melebar dan tubuhnya gemetar hebat. Ia berhenti sejenak, berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah halusinasinya, tetapi suara langkah kaki yang berderak di antara pepohonan membuktikan sebaliknya. Seekor serigala hitam muncul di tepi hutan, matanya berkilauan dalam kegelapan.

"Serigala..." gumam Ayu dengan suara bergetar, napasnya tersengal. "Tidak mungkin..."

Serigala itu mengeluarkan geraman rendah, memperlihatkan taring-taring tajamnya. Jantung Ayu berdegup kencang. Dia ingin lari, tetapi kakinya seakan terpaku ke tanah. Panik melanda pikirannya dan akhirnya Ayu berteriak sekeras-kerasnya.

"TOLONG! Tolong aku!"

Dari dalam mobil, Kaelan mendengar teriakan itu dan menyeringai lebih lebar. Dia tahu saat-saat ini akan tiba. Dengan gerakan tenang dia membuka pintu mobil dan keluar, menghampiri Ayu yang tampak terperangkap di antara ketakutan dan keputusasaan.

"Serigala-serigala itu merespons lolonganku tadi," katanya dingin ketika sudah berada cukup dekat dengan Ayu.

Ayu menoleh, matanya penuh ketakutan saat melihat Kaelan mendekatinya. "Tolong... tolong aku. Aku tidak bisa menghadapi mereka..."

Kaelan melangkah lebih dekat, menatap serigala yang kini mulai bergerak lebih agresif ke arah mereka. "Kau seharusnya mendengarkanku sejak awal," ucapnya, suaranya rendah dan menggema. "Tapi jangan khawatir, aku di sini untuk menolongmu."

Sebelum Ayu bisa merespons, Kaelan melangkah di antara Ayu dan serigala yang mendekat. Tiba-tiba dari mata Kaelan ada pancaran cahaya merah pekat menyala. Serigala yang tadinya agresif mendadak berhenti, geramannya berubah menjadi tangisan kecil, seakan takut pada kekuatan yang tersembunyi di balik sosok pria misterius itu.

Ayu yang berdiri di belakang Kaelan, tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya. Pria itu mengendalikan makhluk-makhluk liar ini hanya dengan tatapannya.

"Ayo, masuk ke mobil," Kaelan berkata, suaranya kini lebih tenang namun penuh otoritas. "Kita harus segera pergi sebelum mereka berubah pikiran."

Meskipun masih diliputi kebingungan dan ketakutan, Ayu tidak punya pilihan lain selain mengikuti perintahnya. Kaelan menunggu sampai Ayu kembali masuk ke dalam mobil sebelum dia sendiri kembali duduk di kursi pengemudi.

"Kenapa... kenapa mereka terlihat ketakutan melihatmu?" tanya Ayu pelan, suaranya masih bergetar.

Kaelan tidak langsung menjawab. Dia menyalakan mesin mobil dan mulai melaju kembali di jalanan yang sunyi, meninggalkan kegelapan hutan di belakang mereka.

"Kau akan segera tahu, Ayu."

Gadis itu terkejut pria itu tahu namanya, padahal mereka belum sempat berkenalan.

“Kau tahu namaku?” Tanyanya lagi.

“Hmm,” Kaelan menjawabnya hanya dengan deheman kecil yang hampir tak terdengar.

“Aneh…sungguh aneh! Kenapa dia bisa tahu namuaku.” Pikirnya.

“Tolong antarkan aku pulang. Kasian kesua orang tuaku, aku tidak mau membuat mereka khawatir.” Ayu kembali bersuara.

Kaelan mengabaikan permintaan Ayu untuk beberapa saat, fokusnya tertuju pada jalan yang gelap dan lengang di depan mereka. Suara mesin mobil dan getaran di bawah roda menjadi satu-satunya suara yang memecah keheningan di antara mereka.

“Tolong, antarkan aku pulang sekarang,” ulang Ayu, suaranya terdengar lebih memohon. “Aku benar-benar tidak ingin orang tuaku khawatir.”

Kaelan hanya mendengus pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. “Aku tidak bisa mengantarmu pulang sekarang.”

Ayu terkejut dan langsung menatapnya dengan penuh kebingungan. "Kenapa tidak? Apa yang kau inginkan dariku?"

Pria itu menoleh sedikit ke arahnya dan mata merahnya berkilauan samar dalam kegelapan. "Ada sesuatu yang berbeda tentangmu," gumamnya, nadanya terdengar seperti lebih berbicara kepada dirinya sendiri daripada kepada Ayu. "Aroma tubuhmu... itu tidak seperti manusia pada umumnya."

Ayu tertegun. “Apa maksudmu? Ini tidak masuk akal!”

Kaelan menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. “Dengar, ada sesuatu yang menarik yang belum pernah aku temui sebelumnya. Aku penasaran akan hal itu, jadi ikutlah denganku.”

Ayu menelan ludah dengan susah payah. “Aku hanya ingin pulang. Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Tolong, cukup hentikan mobil ini dan biarkan aku pergi!”

“Aku berjanji akan mengantarkanmu pulang, tapi tidak sekarang.” Ujar Kaelan.

Sementara itu di desa suasana semakin mencekam. Warga desa berkumpul, membawa obor dan senjata seadanya. Mereka bergerak dalam kelompok, menyusuri jalan setapak yang biasa dilalui Ayu menuju perkebunan pinus.

Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya, seolah-olah kegelapan menyelimuti seluruh desa dengan misteri yang menakutkan. Darto ayah Ayu memimpin di depan, wajahnya penuh kecemasan.

"Ayu! Ayu, di mana kau nak!" teriak Darto dengan suara yang penuh harap namun mulai dipenuhi rasa putus asa. Ia memutar kepalanya, menatap setiap sudut hutan dengan khawatir.

Warga terus bergerak, menyisir setiap jengkal tanah. Di dekat tumpukan ranting yang berserakan, salah satu warga berhenti mendadak dan memanggil yang lain.

"Pak Darto! Pak, Kemari!" teriak seorang pria yang sedang memegang obornya tinggi-tinggi.

Darto segera berlari ke arah suara itu. Sesampainya di sana, ia melihat sesuatu yang membuat jantungnya berdegup lebih cepat.

Di tanah tergeletak sebuah syal merah yang dikenali Darto sebagai milik Ayu. Di sekitarnya terlihat ranting-ranting patah.

"Ini… ini syal milik putriku!" kata Darto dengan suara bergetar, ia berlutut dan meraih syal itu dengan tangan gemetar.

Tak jauh dari syal tersebut, seorang warga lain menemukan sesuatu yang membuat suasana semakin tegang.

"Lihat ini, disini banyak bulu!" seru pria itu, mengangkat sehelai bulu besar dengan ujung yang sedikit tajam. "Sepertinya ini bulu serigala."

Para warga mulai bergumam di antara mereka, menyuarakan ketakutan mereka sendiri. Seorang pria tua yang sudah lama tinggal di desa itu bernama Pak Mangun angkat bicara, suaranya serak dan penuh peringatan.

"Beberapa minggu terakhir, ada laporan serigala-serigala liar di sekitar hutan Halimun. Mereka makin berani mendekati desa. Bisa jadi Ayu dibawa hewan buas itu."

Darto tersentak, wajahnya seketika pucat. "Tidak... Ayu tidak mungkin..."

Salah satu warga lain mengangguk, wajahnya penuh kekhawatiran. "Jika serigala yang melakukannya, sudah di pastikan putri pak Darto di terkam."

“Ssst…ngawur kamu!” Warga lain menyangkal.

Pak Mangun melanjutkan perbicaraannya, "Masalahnya serigala-serigala itu tidak seperti yang biasa kita lihat. Mereka lebih besar, lebih ganas... dan beberapa orang yang pergi berburu pernah mendengar lolongan aneh di malam hari. Mungkin ada yang mengendalikan mereka."

"Jangan bicara yang tidak-tidak, Mangun!" seru Darto, menolak untuk mempercayai hal-hal mistis yang tidak masuk akal.

Warga desa lainnya semakin waspada, membentuk barisan lebih rapat. Cahaya obor mereka menyinari jalan setapak, sementara beberapa orang mulai mempersenjatai diri dengan tongkat dan parang.

"Kita lanjutkan pencarian. Jangan berhenti sampai kita menemukan Ayu!" Darto berseru dengan tegas, meskipun ada getaran di suaranya. "Ayu akan ditemukan, apapun yang terjadi."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status