Share

Bagian 5

Penulis: Adriana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-29 13:05:11

Seribu tahun yang lalu, lebih tepatnya pada abad ke-11 pertengahn (1024-1025)

Di sebuah Hutan para bangsa derigala hidup dengan damai.

Pepohonan menjulang tinggi, membentuk kanopi yang melindungi tanah di bawahnya dari sinar matahari yang terik.

Di tengah hutan ini berdiri megah Kerajaan Serigala, sebuah benteng yang menjadi rumah bagi manusia serigala yang dihormati dan ditakuti.

Kaelan yang saat itu merupakan putra mahkota yang berusia dua puluh tahunan, duduk di tepi jendela istana.

Dia mengamati kehidupan di luar, di mana anggota bangsanya berlatih bertarung, berlari dengan lincah dan berburu.

Hari itu Wolfric, ayah dari Kaelan memimpin latihan para prajurit. Raja Serigala yang Agung itu dikenal dengan keberanian dan kebijaksanaannya.

Dalam beberapa bulan terakhir, bisikan angin membawa kabar yang kurang baik. Ada rumor bahwa manusia mulai mengetahui keberadaan mereka. Hal itu membuat Wolfric memerintahkan para prajutit istana untuk berlatih dengan keras.

Kaelan turun dari jendela dan berjalan menuju halaman latihan. "Ayah," serunya ketika mendekati Wolfric, "apakah kita tidak perlu melakukan sesuatu? Ada desas-desus bahwa mereka mendekat."

Wolfric berhenti dan menatap putranya dengan tatapan serius. "Kita tidak bisa bertindak sembarangan, Kaelan. Kita harus mempertahankan perdamaian, setidaknya untuk saat ini. Namun, kita juga harus bersiap. Jika mereka datang untuk kita, kita tidak akan ragu untuk melawan."

Sinar matahari mulai meredup, sebuah kabar mengerikan datang dari tepi hutan. Beberapa pengintai manusia serigala yang bertugas memantau pergerakan manusia kembali dengan wajah pucat.

"Yang mulia! Mereka datang! Pasukan manusia menuju ke sini dengan senjata lengkap!"

Kaelan merasakan hatinya berdegup kencang. Dia melihat ayahnya, yang tidak menunjukkan tanda-tanda panik, mengumpulkan para prajuritnya. “Siapkan pertahanan!” teriak Wolfric. “Kita akan melindungi kerajaan ini hingga titik darah penghabisan!”

Beberapa jam kemudian, suara teriakan dan dentingan logam terdengar di kejauhan. Ketika Kaelan berdiri di samping ayahnya, mereka bisa melihat bayangan pasukan manusia berbaris dengan kuda mereka.

“Ayah, mereka banyak sekali. Apakah kita benar-benar harus melawannya?” Tanya Kaelan.

“Hmm, kita akan melawannya. Jangan biaran para manusia membantai bangsa kita.” Jawabnya.

Pertempuran dimulai. Kaelan berjuang berdampingan dengan ayahnya, menggunakan semua keterampilan yang dia pelajari selama ini. Namun, meskipun mereka bertarung dengan keberanian, pasukan manusia jauh lebih banyak. Dalam kepanikan, banyak prajurit yang jatuh, sementara yang lain berjuang keras untuk melindungi tanah mereka.

Kaelan merubah wujudnya menjadi serigala dan menyerang mereka, tetapi sayang jumlah mereka sangat banyak membuatnya hampir mati. Beruntung Fors keburu datang dan membantunya.

“Kau baik-baik saja?” Tanyanya membuat Kaelan mengangguk.

Dia melihat sahabtnya kembali berubah menjadi serigala dan menyerang para manusia yang mencoba membantainya.

Tidak berapa lama, Kaelan melihat ayahnya terdesak oleh dua manusia. Wolfric berjuang melawan mereka dengan seluruh kekuatannya, tetapi Kaelan tidak bisa hanya berdiri diam. Dengan keberanian yang membara, ia melompat untuk membantu ayahnya, namun saat itu salah satu prajurit menusukkan pedangnya tepat di perut Wolfric.

"AYAH!" teriak Kaelan saat dia berlari, tetapi sudah terlambat. Raja Serigala yang Agung terjatuh ke tanah dan sekarat.

Kaelan melihat darah mengalir dari luka ayahnya, matanya dipenuhi amarah yang membara. Dengan raungan keras yang menggetarkan hutan, tubuhnya bergetar hebat, berubah menjadi serigala besar berwarna abu tua.

Gigi taringnya yang tajam berkilat di bawah cahaya bulan yang samar. Dia menerkam kedua prajurit manusia yang telah melukai Wolfric, ayahnya. Taringnya menancap dalam di tubuh mereka, mencabik-cabik daging mereka dengan brutal.

"KAELAN!" Fors berteriak dari belakangnya. Dalam wujud serigalanya yang gagah, Fors berlari cepat, menerkam prajurit-prajurit lain yang mencoba mendekat.

Kaelan tidak berhenti. Nafsu untuk membalas dendam atas luka ayahnya membuatnya melupakan sejenak bahaya yang mengancam. Kaelan mencabik satu demi satu manusia yang berdiri di hadapannya.

Setelah tubuh terakhir jatuh tak bernyawa di tanah yang kini tergenang darah, Kaelan berdiri terengah-engah, tubuh serigalanya dilumuri darah musuh.

Fors yang juga telah kembali ke wujud manusia, menghampirinya. "Kaelan, kita harus pergi! Mereka datang dengan lebih banyak pasukan. Kita tidak bisa menang!" Suaranya penuh desakan.

Kaelan menoleh, matanya merah penuh kebencian, namun dia tahu Fors benar. Dengan gemetar, dia kembali ke wujud manusianya. Tanpa berkata apa-apa, dia berjalan menuju tubuh ayahnya yang tergeletak di tanah.

Wolfric masih hidup, tetapi napasnya sangat lemah. Dengan air mata yang hampir tak terbendung, Kaelan berlutut di sampingnya. “Ayah...,” bisiknya dengan suara parau.

Wolfric membuka matanya perlahan, menatap putranya dengan penuh kasih. "Kaelan... lindungi mereka... lindungi bangsamu...," suaranya lemah, hampir tidak terdengar.

“Aku tidak akan membiarkan mereka mati, Ayah. Aku berjanji,” jawab Kaelan, meski dalam hati dia tahu ancaman itu terlalu besar.

Fors menepuk bahu Kaelan dengan cemas. "Kita harus pergi sekarang!"

Tanpa ragu, Kaelan mengangkat tubuh ayahnya, membopongnya dengan kekuatan penuh kasih sayang meski tubuh Wolfric terasa semakin berat.

Fors terus berjaga di sisinya, memeriksa setiap gerakan dan suara dari arah musuh.

Mereka bertiga, dengan Kaelan yang membawa ayahnya yang sekarat, mulai berlari menembus hutan yang gelap. Asap dari pertempuran dan aroma kematian masih pekat di udara. Dari kejauhan, terdengar teriakan prajurit manusia yang masih memburu sisa-sisa kaum serigala.

“Hutan ini bukan lagi tempat yang aman,” kata Fors sambil berlari. "Mereka akan membantai habis kita jika terus di sini."

Kaelan mengangguk dengan berat hati. Ia tahu bahwa kali ini, mereka harus meninggalkan rumah yang telah menjadi perlindungan bangsanya selama berabad-abad.

Sebuah perang yang mereka tidak minta telah datang, dan kerajaannya kini runtuh. Kaelan berjanji pada dirinya sendiri bahwa hari ini bukanlah akhir dari segalanya.

Akan datang waktunya bagi bangsa serigala untuk bangkit kembali dan dia akan menjadi pelindung mereka. Tapi untuk sekarang, yang penting adalah bertahan hidup.

Mereka bertiga terus berlari di bawah bayang-bayang malam, meninggalkan benteng yang terbakar dan suara pertempuran yang kini mereda di kejauhan. Di antara pepohonan hutan yang gelap, nasib bangsa serigala kini tergantung pada sang pewaris, Kaelan.

Sesampainya di tempat yang aman, Kaelan segera membaringkan ayahnya dan mencoba mengobatinya.

Sang Raja Serigala, yang selama ini menjadi pilar kekuatan bangsa mereka, kini terbaring di ambang kematian.

Wolfric menggenggam tangan Kaelan dengan sisa-sisa tenaganya. Matanya yang memudar masih penuh kebijaksanaan dan kasih sayang, meskipun tubuhnya sudah tidak sanggup lagi bertarung.

"Kaelan...," suara Wolfric terdengar serak, hampir seperti bisikan. "Bangsa ini kini berada di tanganmu."

Kaelan mengangguk, air mata menggenang di matanya, namun dia tetap teguh. "Aku akan melindungi mereka, Ayah. Aku bersumpah, tak satu pun dari kita akan dibantai lagi."

Wolfric mengangkat tangannya yang lemah, melepaskan mahkota yang terbuat dari emas dan perak yang selama ini dia pakai sebagai lambang kekuasaan dan tanggung jawab.

Mahkota itu kemudian diserahkan kepada Kaelan. "Mulai sekarang, engkaulah Wolfric. Engkau pewaris terakhir dan tanggung jawab ini kini menjadi bebanmu."

Kaelan merasakan berat dari mahkota itu, tidak hanya secara fisik, tetapi juga tanggung jawab yang datang bersamanya. Dia memegang mahkota itu dengan tangan yang gemetar, menyadari bahwa kerajaan ini dan nasib bangsanya bergantung padanya.

"Ayah, aku akan membuat bangsa kita kembali berjaya. Aku akan membangun kembali kerajaan kita dan aku berjanji akan membalas perbuatan manusia itu!"

Wolfric tersenyum tipis, meskipun rasa sakit menguasai tubuhnya. "Jangan lakukan itu, Kaelan. Dendam tidak akan membuatmu lebih baik. Ayah hanya minta hasilkanlah keturunan yang banyak, pastikan keturunanmu akan terus hidup... terus bertahan. Jangan pernah menyerah pada manusia... atau takdir."

Napas terakhir Wolfric terhembus pelan, dan tubuhnya yang besar serta gagah kini terkulai lemah.

“AYAH!” Kaelan merasa kehilangan yang begitu dalam, namun dia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk berduka. Dia harus bangkit.

Fors mendekat, meletakkan tangan di bahu Kaelan. "Kita harus bergerak. Mereka bisa menemukan kita kapan saja."

Kaelan berdiri, mengusap air matanya dengan cepat. Dia mengenakan mahkota yang telah diserahkan ayahnya, lalu menatap Fors. "Mulai sekarang, kita tidak akan berlari lagi. Kita akan bertarung. Dan aku akan memastikan mereka membayar untuk setiap darah serigala yang mereka tumpahkan."

Fors menggelengkan kepalanya, dia tampak tidak setuju dengan keputusan Kaelan. "Kita tidak akan mampu melawan mereka yang mulia. Mereka terlalu banyak, tidak akan sebanding dengan kekuatan kita berdua."

Kaelan terdiam beberapa saat, apa yang dikatakan Fors memang benar. Dia hanya mampu meratapi jasad sang ayah yang kini telah berubah menjadi serigala.

Bab terkait

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 6

    "Aku ingat, Fors," jawab Kaelan dengan tenang setelah membayangkapan apa yang jadi seribu tahun yang lalu. "Bahkan aku ingat jelas bagaimana Ayahku mati di tangan para manusia laknat itu. Aku akan menghasilkan banyak ketirunan dari bangsa manusia. Selama gadis ini ada di bawah kendaliku, semuanya akan berjalan sesuai rencana."Fors menghela napas dalam-dalam, jelas merasakan beratnya situasi. "Kau harus mempertimbangkan dengan matang, Kaelan. Gadis itu... dia bukan sekadar manusia. Jika sesuatu terjadi padanya dan keluarganya mengetahui, itu bisa memicu konflik yang lebih besar. Kita harus berhati-hati."Kaelan menatap sahabatnya dengan mata penuh keyakinan. "Aku tahu risikonya, Fors. Tapi aku sudah memutuskan. Dia akan menjadi bagian dari hidupku, bagian dari rencana kita." “Terserah padamu saja. Aku hanya takut para manusia akan mengetahui keberadaan kita dan membantai bangsa kita lagi.” Ujarnya sebelum pergi meninggalkan Kaelan. Keesokan harinya Ayu mengerjapkan matanya, mencob

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 7

    Ayu menatap Kaelan dengan pandangan serius, napasnya masih tersengal setelah mendengar tuntutan aneh itu. Dia tahu tak ada gunanya berdebat terlalu lama, dan dia harus memikirkan cara untuk pulang secepat mungkin. Dengan suara lembut namun penuh ketegasan, dia akhirnya berkata, “Jika kau benar-benar ingin menikahiku, kau harus melakukan sesuatu untukku.”Kaelan mengangkat alis, tampak tertarik. “Apa itu?”Ayu menelan ludah, berusaha keras menahan kegugupannya. “Kau harus mengantarkanku pulang ke keluargaku dulu. Aku tidak bisa mengambil keputusan sebesar itu tanpa berbicara dengan orangtuaku. Kau harus mendapatkan restu mereka dan memintanya dengan baik-baik.”Kaelan diam sejenak, menatap Ayu dengan sorot mata penuh perhitungan. “Restu orangtua?” gumamnya pelan. “Kau serius?”Ayu mengangguk tegas, meskipun hatinya berdebar keras. “Ya, aku serius. Bagaimanapun juga, mereka adalah keluargaku. Jika kau benar-benar ingin menikahiku, kau harus melakukannya dengan cara yang benar.”Kaelan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 8

    Ayu berlari tersengal-sengal menuju rumahnya, napasnya tersendat-sendat, keringat bercucuran di dahinya. Kakinya yang lelah nyaris tersandung bebatuan di jalan setapak, namun ia terus memaksakan diri untuk berlari. Rumah Ayu terlihat samakin dekat dengan dinding kayunya yang mulai usang berdiri kokoh di ujung jalan kecil.Di teras, Ratna yang sedang menatap ke kejauhan, terkejut saat melihat sosok putrinya muncul dari balik pepohonan. "Ayu?" suaranya hampir bergetar. Rasa tak percaya menguasai dirinya.Sudah dua hari penuh Ratna diliputi kecemasan, tak tahu harus berbuat apa ketika Ayu hilang begitu saja. Meskipun warga desa sudah berbondong-bondong mencari Ayu ke segala penjuru, termasuk hutan Halimun yang gelap dan penuh misteri, jejak gadis itu tetap tak ditemukan. Namun kini, Ayu berdiri di hadapannya, tubuhnya penuh debu dan luka kecil, namun matanya tampak hidup meski lelah.“Ibu…ibu!” Teriaknya.Ratna segera berlari ke arah putrinya, memeluknya erat-erat, seolah memastikan A

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 9

    "Auuuuu... auuuuuu!" Suara lolongan serigala yang panjang dan mencekam terdengar dari dalam hutan, memecah keheningan malam.Ayu terperenjat dari tidurnya, duduk tegak dengan napas tersengal-sengal. Jantungnya berdegup kencang. Dari seberang meja belajar, Darma menoleh dengan ekspresi khawatir. Ia berhenti menulis dan menatap kakaknya.“Kak, kenapa?” tanyanya.Ayu menggeleng pelan, masih terpaku pada jendela yang tertutup rapat. "Serigala itu... suaranya... sangat dekat," ucapnya berbisik, seolah takut mengundang sesuatu yang lebih mengerikan dari balik kegelapan.Darma menatap Ayu dengan tenang, meskipun sedikit heran melihat kakaknya begitu terguncang. Setelah beberapa detik keheningan, ia mendesah pelan, meletakkan pensilnya di meja.“Sudah biasa, Kak,” ucap Darma, suaranya tenang tapi penuh keyakinan. “Kita kan tinggal di tepian hutan jadi itu hal wajar. Serigala-serigala itu sering terdengar, apalagi kalau bulan penuh.”Ayu menoleh perlahan, masih dengan napas yang belum sepenu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 10

    Selepas shalat Isya berjamaah di Masjid Al-Hidayah, Darto merapikan sajadah dan menggulung sarungnya. Suasana masjid mulai lengang, hanya beberapa orang masih berdzikir di pojok masjid. Dia yang hendak melangkah keluar tidak sengaja berpapasan dengan Pak Karta selaku kepala desa,Beliau berjalan menghampirinya dari saf depan."Assalamualaikum, kang Darto," sapa Pak Karta dengan suara lembut."Waalaikumussalam, Pak Karta," jawabnya sambil tersenyum.Pak Karta menepuk bahu Darto pelan. "Saya dengar Ayu sudah ketemu? Alhamdulillah," ujarnya, nadanya penuh rasa syukur."Iya, Pak. Alhamdulillah." jawab Darma, suaranya agak pelan.Pak Karta tersenyum lebar, lalu melangkah ke pintu masjid. "Saya pamit dulu. Hati-hati di jalan kang, akhir-akhir ini saya sering dengar suara lolongan serigala.""Iya, Pak. Assalamualaikum," jawab Darto sambil membungkuk hormat."Waalaikumussalam," sahut Pak Karta sebelum keluar dari masjid, meninggalkan Darto.Pria berusia 50 tahunan itu pun ikut bergegas menin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 11

    Ayu melepaskan pelukannya, lalu berjalan menjauh dari Kaelan. “Dasar pria gila!” Umpatnya. Kaelan tersenyum sinis melihat ayu yang pergi begitu saja. “Kau tak akan pernah lolos dariku!” Dengan kecepatan kilat dia melesat layaknya angin. Dalam beberapa detik dia sudah berada di hadapan Ayu, hal itu membuat sang gadis terkejut. “Apa? K-kenapa kau bisa tiba-tiba ada disini?” Tanya Ayu sedikit gemetar. “Sudah ku katakan, kau tidak akan pernah lepas dariku! Kau harus ikut aku, Ayu.” Tangan kekar Kaelan menyentuh pipi mulusnya. Ayu menyingkirkan tangan Kaelan dari pipinya dengan kasar, menatap pria itu dengan penuh kemarahan. "Jangan sentuh aku lagi! Aku tidak peduli apa yang kau inginkan, aku tidak akan ikut denganmu!" Bentak Ayu. Kaelan menatap Ayu dengan tatapan dingin, tapi ada kilatan keras kepala di matanya. Saat Ayu berbalik untuk pergi, Kaelan dengan cepat meraih lengannya. "Kau pikir bisa kabur? Aku sudah bilang, kau tidak akan pernah bisa lepas dariku!" Ujar Kae

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 12

    Kaelan tersenyum senang menatap Ayu, dia menggenggam tangan gadis itu lalu kembali membawanya melesat meninggalkan hutan.Sesaat kemudian, mereka tiba di depan pagar bambu rumah Ayu. Nafas Ayu tersengal, matanya menatap lurus ke depan, di mana ia melihat sosok Danu berdiri di depan pintu rumahnya. Dia tampak ragu, tangannya terangkat setengah, seolah ingin mengetuk pintu namun tidak yakin.“Kang Danu?” Gumam Ayu pelan, bahkan hampir berbisik.Kaelan mengerutkan kening. “Siapa dia?”Ayu berusaha melepas genggaman Kaelan dan melangkah maju, namun Kaelan menahannya.“Apa yang akan kau lakukan?” Tanya Kaelan.“Bukan urusanmu.” Jawabnya sambil melepaskan genggamannya.Kaelan membiarkan Ayu mendekati kekasihnya itu, “sedang apa kang Danu disini?” Tanya Ayu pada Danu.Danu tersentak mendengar suara Ayu, lalu berbalik. Wajahnya yang semula tegang seketika berubah lega saat melihat sang kekasih. "Ayu, kau baik-baik saja?" tanyanya cemas.Danu menghampirinya, tetapi Ayu tampak menjaga jarak.“

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 13

    Di ruang tamu yang sederhana, Darto duduk dengan wajah yang serius. Di depannya Kaelan duduk dengan santai tanpa ekspresi. Darto memandang Kaelan sejenak sebelum menghela napas dalam-dalam. "Aku senang jika kau benar-benar serius dengan putriku. Tapi keputusan ini bukan hanya di tanganku," ucapnya sambil melirik ke arah putrinya yang duduk di sudut ruangan. "Aku menyerahkan sepenuhnya kepada Ayu. Jika dia setuju, maka aku juga akan menyetujuinya." Kaelan mengangguk dan menoleh ke arah Ayu, matanya menyiratkan sesuatu yang sulit diartikan. Ayu merasakan detak jantungnya semakin cepat, seolah mengerti tatapan Kaelan yang tajam seolah menuntut jawaban dari dirinya. Meski dia ingin menolak, itu hanya akan berakhir sia-sia. Kaelan tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang diinginkannya. "Ayu..." suara Kaelan pelan namun tegas. "Bagaimana?" “Hmm, aku…aku menerima lamaranmu.” Jawab Ayu membuat Kaelan tersenyum senang. “Baiklah, kita akan menikah besok lusa. Apa saja yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11

Bab terbaru

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 27

    Malam itu Kaelan melangkah perlahan di bawah cahaya rembulan yang samar, mencoba menghindari setiap bunyi ranting atau dedaunan kering yang bisa membongkar keberadaannya. Di balik jendela kamar, istrinya tampak sedang berbicara dengan ibunya. “Huh, untung saja aku bergerak cepat.” Gumamnya pelan. Dia melesat mengitari rumah mertuanya hingga berhenti tepat di depan pintu. Dengan perlahan dia mengetuk pintu tersebut. Tok, tok, tok! Sementara itu di dalam Ayu dan ibunya menoleh saat mendengar ketukan pintu. “Bu, sepertinya itu Mas Kaelan.” Ucap Ayu. “Kamu sudah berbaikan dengan suamimu yu?” Tanya sang ibu. “Hmm, iya bu. Sebenarnya itu hanya kesalahpahaman.” Ujar Ayu beralasan. “Ya sudah, cepat bukakan pintu yu. Kasian suamimu.” Ucap sang ibu dengan lembut. Ayu bergegas menuju ruang tamu untuk membukakan pintu. Sesampainya di depan pintu, Ayu menarik napas panjang sebelum akhirnya memutar gagang pintu. Begitu pintu terbuka, Kaelan langsung menerobos masuk tanpa berkata sepatah k

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 26

    Malam itu langit tampak gelap gulita, tidak ada bintang satupun menghiasi langit Jakarta. Kawlan tampak berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke arah kota besar. Setelah pertengkaran dengan Ayu di memutuskan menenangkan diri di Markas bangsa serigala. Di sisi lain Leo tampak sibuk dengan benda pipih yang baru di belikan Fors. “Kae, ini bagaimana menggunkannya?” Tanyanya. Pria tampan itu menghiraukan seruan sahabatnya, tatapannya kosong. “Kae…tolong lah! Aku tidak mengerti menggunakan benda canggih ini.” Gerutunya sambil mengangkat ponsel yang ada di tangannya. Kaelan berbalik, tatapannya tajam seolah Leo telah mengganggunya. “Kau sangat berisik! Aku pergi,” katanya yang langsung nyelonong begitu saja. “Kau mau kemana kae?” Teriaknya lalu kembali fokus pada benda yang di pegangnya. Dia terus menggerutu sambil menatap layar ponselnya. Matanya terpaku pada beberapa ikon warna-warni yang bergerak di layar, merasa sedikit kebingungan dan frustrasi. Dengan ragu-ragu, ia me

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 25

    "Jadi, maksudmu aku harus meninggalkan hutan dan hidup di antara manusia seperti yang kau lakukan?" Leo menatap Kaelan dengan sorot penuh keraguan. "Aku tidak sekuat itu, Kaelan. Menyaksikan bangsa kita dibantai, lalu hidup berdampingan dengan para pembunuh itu... bukan hal yang mudah." Kaelan mengangguk pelan, memahami keraguan sahabatnya. "Aku tahu, Leo. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Dunia ini telah berubah, dan kita harus menyesuaikan diri atau punah. Aku tidak bisa membiarkan kenangan masa lalu menjadi penghalang. Kita butuh keturunan yang kuat untuk melanjutkan garis keturunan bangsa serigala." Leo terdiam tampak berpikir dejenak sebelum kembali berargumen. "Bagaimana jika mereka tahu kita masih hidup, Kaelan? Jika manusia tahu keberadaan kita… apa yang akan terjadi?" Kaelan menarik napas dalam-dalam, lalu menatap sahabatnya dengan tegas. "Itu risiko yang harus kita ambil. Kita tidak bisa bersembunyi selamanya. Selama kita bisa beradaptasi, tidak ada yang perlu kita

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 24

    Malam itu Kaelan duduk di ruang keluarga sambil membaca laporan pekerjaan di laptopnya. Sedangkan Ayu di sebelahnya sambil mengelus perutnya yang masih rata. “Mas…” panggil Ayu pelan. Kaelan menoleh, memasang senyum lembut. "Ada apa, Sayang?" Ayu menatapnya dengan wajah polos tapi penuh harap. "Aku kayaknya lagi pengen sesuatu." Kaelan mengangkat alis, lalu menyimpan laptopnya. “Pengen apa? Bilang saja, biar aku carikan.” Ayu menggigit bibirnya menunduk sedikit malu. "Aku pengen makan mangga muda, Mas... yang asam, terus dicocol sama sambal rujak yang pedesnya." Kaelan menahan tawa kecil mengingat kejadian saat ia mencoba sambal ijo untuk pertama kalinya.“Mangga muda ya? Hmm, sebentar aku coba lihat dulu di kulkas. Kalau nggak ada aku akan cari di luar.” Ayu tersenyum lebar, matanya berbinar penuh harapan. “Serius, Mas? Terima kasih ya!” Kaelan mengangguk lalu beranjak menuju dapur untuk memeriksa kulkas. Namun, setelah membuka pintu kulkas dan memeriksa isinya, ia hanya mend

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 23

    Kaelan kembali membawa piring dengan sepotong roti panggang berisi telur ceplok dan sayuran segar, memang terlihat biasa, tapi setidaknya bisa mengenyangkan istrinya. Ia tersenyum kecil, sedikit merasa bersalah."Maaf ya, sayang. Mungkin ini lebih cocok untukmu," katanya sambil meletakkan piring itu di depan Ayu.Ayu tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti kok."“Ya sudah cepat di makan.” Kata Kaelan.Kaelan melirik jam di tangannya, lalu dengan perlahan melepas celemek yang ia kenakan. Dia menghela napas sejenak sebelum menatap Ayu yang mulai menikmati roti panggang buatannya."Setelah makan, kamu istirahat saja ya, Sayang," ucap Kaelan sambil meletakkan celemeknya di meja. "Aku akan kembali tengah malam."Ayu menghentikan gerakannya, mengernyitkan alis. "Memangnha kamu mau ke mana?"Kaelan tersenyum paksa. "Aku ada rapat penting di kantor."“Rapat? Memangnya serigala punya kantor ya?” Tanya Ayu polos.Kaelan tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.“Bukan, aku rapat bers

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 22

    Pagi itu suasana rumah terasa berbeda. Ayu sibuk berkemas, memeriksa satu per satu barang yang akan dibawanya ke Jakarta. Hari ini ia akan ikut bersama suaminya, meninggalkan rumah orang tuanya untuk beberapa waktu.Ratna berdiri di ambang pintu kamar Ayu, memperhatikan putrinya dengan tatapan sedih. Sementara Darto duduk di ruang tamu sambil menunduk, mencoba menahan perasaan yang berkecamuk di dadanya. Darma adik laki-laki Ayu, mondar-mandir di depan kamar, tampak gelisah."Yakin nggak ada yang ketinggalan, Yu?" tanya Ratna, suaranya terdengar serak.Ayu berhenti sejenak, menatap ibunya dengan senyuman lembut. "Insya Allah nggak ada, Bu. Semua udah aku cek berkali-kali."Ratna menghela napas panjang. "Kamu bakal sering pulang, kan?"Ayu mendekat, menggenggam tangan ibunya. "Pasti, Bu. Lagian, Jakarta nggak jauh kok. Cuma beberapa jam aja."Darto yang sedari tadi diam, tiba-tiba angkat bicara. "Tetap aja, Ayu. Rumah ini bakal sepi tanpa kamu. Kita nggak terbiasa kalau kamu nggak di

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 21

    “Aaaaaaa!” Ayu terbangun dari tidurnya dengan napas tersengal-sengal. Keringat dingin membasahi dahinya, sementara jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetar saat ia mencoba mengatur napas. Kamar yang gelap terasa mencekam setelah mimpi buruk yang baru saja menghantuinya."Ayu, ada apa?" Kaelan langsung terbangun mendengar teriakan Ayu. Matanya menyipit karena baru saja terjaga, tapi kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya.Ayu tidak langsung menjawab. Ia hanya bisa menatap lurus ke depan, berusaha menenangkan dirinya. Kaelan semakin cemas dan duduk lebih dekat, meraih tangan Ayu."Kamu mimpi buruk, ya?" tanyanya lembut.Ayu mengangguk pelan, lalu menoleh ke arah Kaelan dengan mata masih dipenuhi rasa takut. "Iya, mimpi aneh dan menyeramkan...""Memangnya kamu mimpi apa? Ceritakan padaku," Kaelan mencoba menenangkan dengan suara pelan.Ayu menghela napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih kencang. "Aku... aku mimpi melahirkan 3 bayi setigala sekaligus.”

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 20

    Ayu menatap Kaelan dengan pandangan kosong, kata-kata yang baru saja diucapkan lelaki itu berputar-putar dalam pikirannya. Dia terdiam, tak tahu harus merespons apa. Di balik sinar matahari sore yang menerobos masuk melalui jendela, wajah Kaelan tampak tegang, penuh dengan beban yang tak terlihat sebelumnya. “Kau tak perlu bertanya. Aku akan menjelaskannya,” ujar Kaelan, suaranya rendah namun penuh keyakinan. Dia melangkah ke arah jendela, menatap ke luar seolah mencari kekuatan dari dunia yang terbentang di depannya. Ayu hanya bisa diam, menunggu penjelasan lebih lanjut yang terasa seperti pisau yang sebentar lagi akan menghujam ke dalam hidupnya. “Bangsaku... kami dalam bahaya besar,” lanjut Kaelan, suaranya terdengar berat. Dia menoleh, matanya yang gelap bertemu dengan Ayu. “Aku harus melakukan sesuatu. Kita….Harus segera memiliki keturunan sebanyak mungkin agar keturunan Wolfric tetap ada di dunia ini.” Ayu merasa dadanya sesak, dia masih mencoba memahami apa yang baru

  • Cinta Untuk Keturunan Terakhir Wolfric   Bagian 19

    Ayu terdiam, terpaku dengan kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Kaelan. Sebelum sempat menjawab, Kaelan sudah melangkah mendekat. Tanpa bicara lagi, dia menarik Ayu ke dalam dekapannya. “Apa yang kau lakukan?” Tanya Ayu. “Sttt…diamlah!” Jawabnya. Wush! Dalam sekejap, Ayu merasakan tubuh mereka bergerak dengan kecepatan luar biasa, seolah terangkat oleh angin. Dunia di sekeliling mereka berubah menjadi bayangan yang kabur. Detik demi detik berlalu, kini mereka sudah berdiri di depan rumahnya. Ayu mengerjapkan mata, jantungnya masih berdetak kencang. “Kau…bagaimana jika ada yabg melihatnya.” Gerutu Ayu membuat Karlan tersenyum tipis. “Kau tenang saja tidak akan ada yang melihatnya!” Kaelan berjalan masuk lebih dulu, meninggalkan Ayu yang masih menggerutu di belakangnya. "Dasar makhluk jadi-jadian!" seru Ayu, meskipun suaranya sedikit pelan. Kaelan hanya menoleh sebentar dengan senyum tipis, tak menghiraukan keluhan Ayu. "Aku mau mandi," katanya santai, lalu melangk

DMCA.com Protection Status