"Rara, malam ini kamu akan melayani seorang CEO Muda. Dia sudah membayarmu mahal, jadi Mami harap kamu memberikan service terbaik untuknya."
"Baik, Mami."Namanya Amira Evelyn berumur 21 tahun, kerap dipanggil Rara saat sedang melakukan pekerjaannya sebagai pelacur.Satu tangannya menenteng sebuah tas berisikan pakaian ganti untuk digunakan setelah pekerjaannya selesai.Ia dibawa seorang pria berpakaian jas menuju hotel berbintang. Pria itu mengantarnya sampai ke dalam kamar President Suite."Tunggu disini." Perintah pria itu, meminta Amira menunggu di ruang tamu dalam kamar ini.Sementara pria tadi melangkah menuju arah ranjang. Sepertinya ia akan melapor kepada seseorang yang berada disana yang merupakan client Amira malam ini."Tuan, wanita kiriman Lidya sudah datang." Jelas Marco, selaku asisten pribadi dari pria yang tengah duduk di kursi, samping ranjang."Suruh dia kesini." Balas Aidan sebelum menyeduh kopinya. Suaranya serak dan terdengar tegas.Namanya, Aidan Salvador berumur 29 tahun. CEO muda yang menjabat sebuah perusahaan raksasa di Indonesia. Ia sudah memiliki istri, tapi belum dikarunia anak.Marco menundukan kepala sebagai tanda hormat sebelum ia memanggil Amira."Mari ikut saya, Tuan Aidan sudah menunggu." Ujar Marco seraya menggiring Amira menemui bosnya.Sesampainya mereka, Amira bisa melihat seorang pria muda mengenakan kimono menatapnya tajam.Pria itu tampan, memiliki rahang tegas tapi terlihat sangat dingin. Aura yang dipancarkan pria itu cukup menjelaskan bahwa ia kaya dan terhormat."Namanya Rara, malam ini dia yang akan melayani Anda, Tuan." Secara singkat Marco memperkenalkan Amira kepada Tuan Aidan.Amira mengulas senyum, sebelum nyalinya menciut mendapati tatapan dingin dan tidak bersahabat dari pria itu.Marco kemudian pergi meninggalkan Amira bersama Aidan di kamar itu.Aidan bangkit menuju ranjang seraya membuka kimono yang ia kenakan. Tubuhnya tak berbenang, memamerkan roti sobek dan beberapa otot kekar.Sebagai wanita normal Amira terpaku melihat tubuh sixpack itu. Saliva tertelan begitu saja saat netranya menatap kepemilikan pria itu di depannya."Apa kau hanya akan menonton saja?" Sindir Aidan membuat lamunan Amira buyar. Gadis itu kaget menatapnya."Ma-maaf." Sontak jawab Amira.Amira mencoba meyakinkan diri untuk mampu melayani pria itu. Ia mendekati ranjang lalu menatap Aidan. "Boleh saya langsung memulainya?"Masih dengan wajah datar dan mempesona Aidan mengiyakan pertanyaan Amira.Amira memulai tugasnya disana. Hal pertama yang ia lakukan adalah menanggalkan seluruh kain yang ada ditubuhnya.Bukan karena ia ingin cepat-cepat bersetubuh dengan Aidan, tapi niatnya supaya semua cepat berakhir.Aidan menatap tubuh polos itu. Wajahnya tidak berekpresi selain datar dan dingin.Amira kemudian naik ke ranjang. Menjamah tubuh pria yang sudah berbaring dibawahnya. Ia memasang wajah menggoda, demi membawa pria itu melayang ke surga dunia.Tangannya bermain di bagian inti Aidan. Memijat dan merasakan otot-otot yang mengeras. Ia bingung, padahal mereka baru saja akan mulai tapi milik pria itu sudah kaku duluan."Lakukan yang benar! Aku telah membayarmu mahal!" Tampik Aidan kesal, membuat Amira tersentak, pria itu sungguh tak sabaran.Tiba-tiba tangan kekar Aidan mencengkram pinggang Amira. Sekejap memutar posisi mereka, menjadi Amira yang berada di bawah.Dengan kasar ia melebarkan paha Amira. Dan bersiap masuk menghujam tubuh pelacur yang ia bayar."Akhh!!" Mata Amira membulat dengan mulut menutup rapat. Ia menahan rasa sakit yang ia rasakan setelah kepemilikannya dimasuki begitu saja.Aidan menghujam Amira dengan buas. Ia seperti kelaparan parah dan ingin segera dipuaskan.Amira menutup rapat mulutnya. Ia tidak mengerti, kenapa laki-laki diatasnya bergerak sangat cepat sampai-sampai ia kesulitan menyeimbangi."Tu-tuan, tolong pelan-pelan." Sangking tak tahan Amira memohon."Diam dan terima saja. Aku sudah membayarmu full malam ini."Kegiatan panas mereka berlangsung 2 jam. Herannya, Aidan masih berstamina dan masih ingin lagi, tapi sayangnya Amira sudah tumbang duluan.Gadis itu terlelap karena kelelahan. Padahal tidak banyak yang ia lakukan, selain menerima hujaman Aidan.Aidan benar-benar kurang puas dengan pelayanan Amira, meski ia sudah beberapa kali mendapatkan klimaks, tapi entah kenapa, ia masih ingin lagi dan lagi.Tekadnya sudah bulat, besok ia harus mengulang kegiatan panas ini dengan wanita itu.Bola matanya menoleh ke arah Amira yang sedang terbaring. Tatapannya masih sama, datar dan dingin. Tidak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkannya.Pagi hari. Aidan terbangun setelah cukup tidur. Pandangannya melihat ke sisi lain ranjang. Ia tidak menemukan Amira di sana. Apa gadis itu pergi tanpa berpamitan?Pertanyaan Aidan terpatahkan setelah seorang gadis berpakaian casual keluar dari arah kamar mandi.Amira terlihat berbeda. Wajahnya hanya berpoles make up tipis. Ia terlihat, seperti gadis biasa pada umumnya. Sesuai dengan umurnya yang masih 21 tahun."Saya akan pergi sekarang, terima kasih Tuan sudah membayar jasa saya." Amira menaikan tas jinjing ke bahu. Hendak pergi dari sana."Kau tidak akan kemana-mana sebelum memberikan pelayanan kedua." Suara bariton itu menghentikan langkah Amira.Wanita itu terpaku tanpa menoleh. Apa maksud pria itu? Bukankah semuanya sudah selesai? Amira berbalik dengan wajah bertanya."Aku akan menelepon Lidya untuk transaksi kedua. Aku masih butuh pelacur untuk memuaskan hasratku pagi ini." Ujar Aidan sambil mengenakan kimono."Tidak perlu repot-repot, Tuan. Biar saya saja yang menghubungi Mami Lidya dan meminta wanita lain yang akan datang untuk melayani Anda."Aidan menatap Amira tajam. Ia mendekatinya dengan sorot mata mengintimidasi."Kenapa harus meminta wanita lain yang datang? Kau sudah disini." Aidan memberikan ketegasan. Jelas tidak ingin dibantah.Tapi, Amira memiliki prinsip tidak melayani client yang sama karena ia takut bakal kecanduan. Prinsip itu sudah ia pegang lama, sampai hari ini prinsipnya masih ia pertahankan."Saya mohon maaf, Tuan. Saya tidak bisa melakukannya. Saya akan meminta teman saya datang kesini dan melayani Anda." Amira tak berani menyampaikan kalimatnya sambil menatap wajah dingin pria itu. Ia menundukkan kepala."Berani kau membantahku? Kau tidak tahu aku siapa? Aku bisa saja menghancurkanmu detik ini juga." Hardik Aidan penuh penegasan.Amira tersentak. Ia tidak menyangka pria itu akan langsung emosi. Ia tidak mengerti, kenapa hal sepele ini dibesar-besarkan? Jika saja pria itu mengiyakan perkataannya, pasti wanita penggantinya sudah tiba.Sekarang apa yang harus ia lakukan? Ia tidak bisa melayani pria itu untuk kedua kalinya. Bagaimana caranya ia bisa pergi dari sana?Jika tahu akan begini akhirnya, mendingan sejak awal Amira tidak menerima job ini. Nasi sudah jadi bubur, mau tidak mau Amira juga harus bersikap tegas terhadap pria itu."Maaf, Tuan. Mungkin ini tidak penting bagi Anda, tapi ini sangat penting bagi saya. Selama saya menjalani pekerjaan ini, saya memiliki prinsip tidak akan melayani client yang sama. Saya harap Anda bisa menghargainya."Aidan terkekeh kecil mendengar itu. Ia tersenyum sinis."Namanya pelacur ya pelacur, bukankah yang kalian cari adalah uang? Aku bisa memberikannya, bahkan dua kali lipat dari yang kemarin."Amira menyeringai mendengar itu. Tangannya terkepal, menahan emosi. Ia sangat tersinggung.Dadanya bergemuruh ingin melawan, tapi ia tak punya kuasa. Seperti yang dikatakan pria itu tadi, dia bisa menghancurkan Amira kapan saja.Amira memilih diam. Lalu beranjak begitu saja dari hadapan pria itu.Aidan mengeluarkan handphone, lalu menghubungi asisten pribadinya, Marco."Hubungi Lidya, aku akan bayar 1 milyar untuk wanita itu (Amira) malam ini." Aidan memutuskan panggilannya setelah ia selesai mengutarakan kalimatnya.Matanya terpaku pada notifikasi panggilan tak terjawab dari kontak bernama 'istri'. Maka ia menghubungi balik istrinya."Kenapa kamu susah sekali dihubungi? Dari semalam aku sudah menelponmu, tapi kamu malah hilang ditelan bumi. Sebenarnya apa yang kamu lakukan sampai tidak menjawab panggilanku?" Ngomel wanita di seberang telepon.Wanita itu bernama Calista Salvador berumur 21 tahun. Usia pernikahan mereka bisa dibilang seumur jagung karena dua minggu mendatang pernikahan
Amira langsung menandatangani surat perjanjian kontrak itu tanpa berpikir dua kali. Ia tidak memiliki waktu untuk membacanya.Sampai saat ini, ia masih belum bisa berpikir jernih karena ibunya sedang di operasi."Semoga operasinya berjalan lancar.""Terima kasih." Lirih gadis itu.Marco satu-satunya orang yang menemani Amira disana. Namun, ia duduk di kursi tunggu bukan karena tanpa alasan, tapi karena setelah operasi itu ia akan membawah Amira, sebagaimana yang tercantum dalam kontrak mereka.Tak berselang lama pintu operasi terbuka. Muncul dari dalam sana dokter yang menangani ibunya Amira."Keluarga pasien?"Amira lekas menghampiri dokter itu. Tubuhnya gemetar. Kakinya lemas. Semoga ia mendapat kabar baik."Maaf harus menyampaikan ini, tapi nyawa pasien tidak tertolong." Dokter itu mengutarakan kalimatnya tanpa bertele-tele.Membuat Amira seketika terjatuh. Ia menangis sambil berteriak histeris, menolak kenyataan yang ada. Kenyataan cukup memukulnya.Marco turut merasakan apa yang
Besok hari.Amira mengerjap. Ia pingsan setelah kegiatan panasnya bersama Aidan berlanjut lebih panas, hingga memakan waktu hampir dua jam.Ia terisak mengingat kembali perlakuan kasar Aidan saat mereka berhubungan intim.Pria itu melakukannya dengan tidak berperasaan. Amira sudah beberapa kali meminta berhenti tapi pria itu seolah tuli.Amira mengira hidupnya akan lebih baik, karena tidak perlu melayani laki-laki berbeda setiap harinya. Belum lagi, Aidan memberikannya sejumlah fasilitas yang lebih dari cukup.Tapi, nyatanya apa? Hidupnya lebih sengsara dari sebelumnya. Laki-laki bernama, Aidan Salvador itu seperti iblis dari neraka.Amira menggunakan sisa tenaganya untuk membersihkan diri. Siang ini, ia ada mata kuliah maka ia perlu bersiap-siap.Beberapa waktu kemudian ia melaju ke kampus menggunakan motor matic yang terparkir di garasi tempat ia tinggal."Amira!" Dua orang wanita mendekati gadis itu. Mereka adalah teman dekat Amira di kampus."Elsa, Calista." Sebut Amira seraya men
Aidan menatap sinis Amira. Ia jengkel karena gadis itu bersuara tadi."Tidak, Sayang. Itu hanya suara dari ponsel Marco saja.""Masa sih?? Tapi suaranya mirip dengan teman kampusku."Aidan mencoba menenangkan istrinya. Ia ngotot memberitahu Calista bahwa dirinya sedang di jalan. Dan sebentar lagi sampai rumah.Panggilan telepon itu kemudian berakhir. Aidan menyimpan kembali ponselnya dalam saku lalu menatap Amira."Kau! Sini!" Panggilnya dengan tangan menunjuk pada pahanya yang mengangkang.Amira membawa langkahnya mendekat. Ia tahu maksud pria itu menyuruhnya berada disana."Cepat buka, dan puaskan aku." Perintah Aidan. Suaranya dingin dan wajahnya datar.Amira melakukan seperti yang pria itu katakan. Ia menurunkan resleting pada celana kain yang dikenakan Aidan, lalu meloloskan sebuah pedang dari dalam boxer.Pedang itu menjulur kokoh di wajah Amira. Besar dan panjang, Amira sering melihatnya beberapa hari terakhir ini.Amira masih menatap diam. Mulutnya mendadak susah mangap. Ia ti
Tangan Aidan berpindah ke rahang tirus Amira. Ia menekannya lalu menatap gadis itu dengan tajam dan dingin."Aku ingin kau merahasiakan apapun yang terjadi antara kita. Jangan sampai Calista tahu, paham?" Peringan Aidan dengan sorot mata tajam dan dingin.Amira mengangguk. Membuat Aidan melonggarkan tangannya. Ia mengambil langkah mundur, lalu memperhatikan Amira secara seksama."Angkat gaunmu." Perintah pria itu dengan suara kecil sehingga siapa saja yang berada di toilet wanita itu tidak dapat mendengarnya.Dua bola mata Amira melebar. Apa mungkin Aidan akan melakukan hubungan intim bersamanya disana. Setega itukah dia pada istrinya sendiri? Bukankah hari ini hari spesial mereka?"Sudah ku bilang angkat." Aidan berucap dengan dua tangan memegang gaun Amira, ia memaksanya mengangkat gaun itu ke atas.Tidak ada yang bisa Amira lakukan, ia tidak berdaya. Sudah tertulis jelas dalam kontrak mereka, bahwa dia akan melayani nafsu Aidan selama satu tahun.Ahh!Amira mendesah dengan suara ke
"Siapa yang datang, Amira?" Andre bertanya dengan dahi berkerut. Menganggap siapapun yang berada di balik pintu berhasil merusak niatnya ingin PDKT."A-aku juga tidak tahu." Amira gugup. Ia memandang takut pintu yang diketuk itu.Lanjutnya, "Aku akan membukanya dulu." Ia membawa langkahnya menuju pintu. Jantungnya dag dig dig, seperti sedang olahraga jantung.Tangannya gemetar memegang handle. Firasatnya mengatakan, bahwa orang yang berada di balik pintu itu adalah Aidan.Ceklek …Pintu terbuka, Amira seketika membelalak. Dugaannya benar, itu adalah Aidan Salvador. Amira terdiam mematung, menatap takut pria itu.Andre penasaran, siapa yang datang. Ia berjalan mengikuti Amira hingga ia mendapati seorang laki-laki rupawan yang tidak asing berdiri di sana."Aidan?" Sebut Andre kaget. Ia tidak mengerti kenapa suami dari sepupunya bisa berada disana. Apa hubungan laki-laki itu dengan Amira?Aidan sendiri juga tidak kalah terkejut melihat Andre berada di rumah pelacurnya."Sedang apa kau di
Kini gadis itu terkapar lemah di atas ranjang. Ia pingsan karena kelelahan dan kesakitan."Itu adalah hukumanmu!" Ucap Aidan menatapnya. Sorot matanya sama sekali tidak menampilkan belas kasihan, ia tidak menyesal dengan apa yang telah ia lakukan.Borgol dan tali di tangan dan kaki Amira sudah ia lepas. Ia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelahnya, ia keluar dengan rambut basah dan handuk melingkar di pinggang. Ia meraih ponselnya lalu mendapati beberapa panggilan tak terjawab dari istrinya.Ia duduk di sofa sambil mengelap rambutnya dengan handuk mini. Kemudian ia menghubungi istrinya, menunggu panggilan itu tersambung, pandangannya menatap Amira di ranjang.Ia tidak akan membiarkan rumah tangganya hancur hanya karena wanita pelacur itu.Panggilannya tak tersambung. Ia menyimpan kembali ponselnya, lalu mengenakan pakaiannya yang tergeletak di lantai.Hufftt..Ia menghembus nafas panjang, masih memperhatikan Amira dari tempatnya berada.Tatapannya kembali datar dan d
Marco baru saja akan datang ke tempat tinggal Amira untuk memberikan rekening yang telah ditransferkan uang sebesar 100 juta rupiah sebagai bulanan Amira.Namun, sepertinya ia tidak akan melakukan itu, karena Aidan menyuruhnya mengakhiri kontrak mereka.Jujur, Marco bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi sampai bosnya mengambil keputusan itu secara mendadak?Ia menduga, besar kemungkinan Nyonya Calista berhasil mencium kenakalan suaminya. Ya, itu pasti, karena kejadian seperti ini bukan baru pertama kali terjadi.Marco mendatangi tempat tinggal Amira. Ia akan menjelaskan apa yang telah menjadi keputusan Aidan."Benarkah???" Amira seperti tidak percaya mendengarnya. Ia menganga, dua bola matanya terbuka lebar. Apakah ini mimpi? Jika ini nyata, maka ia seperti terlahir kembali."Tuan Aidan menyuruhku menarik semua fasilitas yang dia berikan."Amira mengangguk bahagia. Ia sama sekali tidak keberatan. Lagi pula, ia tidak pernah menganggap semua yang diberikan Aidan menjadi miliknya.
'Jangan, jangan itu adalah anakku.' Aidan berucap dalam hati.Namun, detik selanjutnya ia mengibaskan tangannya di depan wajah. Sambil tersenyum tipis.Ada-ada saja. Hal itu tidak mungkin terjadi. Buat apa memiliki anak dari wanita kupu-kupu malam. Aidan kembali bergumam dalam hati.Ia sebenarnya antusias dan ingin memiliki anak, tapi tidak dari rahim Amira."Mohon maaf, apa Anda Tuan Aidan Salvador?" Tanya seorang perawat yang baru saja datang."Hmp." Aidan berdehem menjawab itu. Seperti biasa wajahnya datar dan dingin seperti bongkahan es."Mari ikut saya, Tuan. Dokter sudah menunggu Anda di ruangannya." Perawat itu menggiring Aidan menuju ruangan dokter, yang juga merupakan dokter pribadi keluarga Salvador.Sesampainya dalam ruangan dokter, Aidan menjalani beberapa pemeriksaan."Tidak ada masalah serius. Sakit kepala dan lelah yang Tuan alami kemungkinan hanya terlalu capek dan banyak pikiran. Saya sarankan untuk istirahat dan jangan sampai stress." Jelas sang dokter begitu ramah.
Pandangan sendu Amira menatap jam kecil yang berada di ruang utama di kontrakan kecil itu.Pukul 7 pagi.Sonia menyuruhnya masuk kerja jam 10 pagi, itu artinya ia masih memiliki 3 jam sebelum pergi bekerja.Tiga jam Amira gunakan untuk berpikir tentang nasib janin yang berada dalam rahimnya.Digugurkan atau dipertahankan? Amira wajib memilih salah satu. Yang pertama, ia merasa tidak tega harus menggugurkan janinnya, bagaimanapun juga itu bakal jadi anaknya.Pilihan yang kedua, dipertahankan. Bagaimana ia akan mempertahankan janin itu? Apa yang akan orang-orang katakan padanya? Ia hamil diluar nikah, orang-orang pasti akan menanyakan siapa ayah dari anak dalam kandungannya.Lantas, bagaimana jika Aidan tahu ia hamil? Apakah pria itu akan membunuh calon anaknya, atau mengambil anaknya ketika telah lahir.Amira sangat bingung. Langkah pertama yang ia lakukan adalah bersiap-siap berangkat kerja. Beruntung, hari ini ia tidak memiliki mata kuliah, maka ia tidak perlu ke kampus.**Restoran
Marco baru saja akan datang ke tempat tinggal Amira untuk memberikan rekening yang telah ditransferkan uang sebesar 100 juta rupiah sebagai bulanan Amira.Namun, sepertinya ia tidak akan melakukan itu, karena Aidan menyuruhnya mengakhiri kontrak mereka.Jujur, Marco bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi sampai bosnya mengambil keputusan itu secara mendadak?Ia menduga, besar kemungkinan Nyonya Calista berhasil mencium kenakalan suaminya. Ya, itu pasti, karena kejadian seperti ini bukan baru pertama kali terjadi.Marco mendatangi tempat tinggal Amira. Ia akan menjelaskan apa yang telah menjadi keputusan Aidan."Benarkah???" Amira seperti tidak percaya mendengarnya. Ia menganga, dua bola matanya terbuka lebar. Apakah ini mimpi? Jika ini nyata, maka ia seperti terlahir kembali."Tuan Aidan menyuruhku menarik semua fasilitas yang dia berikan."Amira mengangguk bahagia. Ia sama sekali tidak keberatan. Lagi pula, ia tidak pernah menganggap semua yang diberikan Aidan menjadi miliknya.
Kini gadis itu terkapar lemah di atas ranjang. Ia pingsan karena kelelahan dan kesakitan."Itu adalah hukumanmu!" Ucap Aidan menatapnya. Sorot matanya sama sekali tidak menampilkan belas kasihan, ia tidak menyesal dengan apa yang telah ia lakukan.Borgol dan tali di tangan dan kaki Amira sudah ia lepas. Ia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelahnya, ia keluar dengan rambut basah dan handuk melingkar di pinggang. Ia meraih ponselnya lalu mendapati beberapa panggilan tak terjawab dari istrinya.Ia duduk di sofa sambil mengelap rambutnya dengan handuk mini. Kemudian ia menghubungi istrinya, menunggu panggilan itu tersambung, pandangannya menatap Amira di ranjang.Ia tidak akan membiarkan rumah tangganya hancur hanya karena wanita pelacur itu.Panggilannya tak tersambung. Ia menyimpan kembali ponselnya, lalu mengenakan pakaiannya yang tergeletak di lantai.Hufftt..Ia menghembus nafas panjang, masih memperhatikan Amira dari tempatnya berada.Tatapannya kembali datar dan d
"Siapa yang datang, Amira?" Andre bertanya dengan dahi berkerut. Menganggap siapapun yang berada di balik pintu berhasil merusak niatnya ingin PDKT."A-aku juga tidak tahu." Amira gugup. Ia memandang takut pintu yang diketuk itu.Lanjutnya, "Aku akan membukanya dulu." Ia membawa langkahnya menuju pintu. Jantungnya dag dig dig, seperti sedang olahraga jantung.Tangannya gemetar memegang handle. Firasatnya mengatakan, bahwa orang yang berada di balik pintu itu adalah Aidan.Ceklek …Pintu terbuka, Amira seketika membelalak. Dugaannya benar, itu adalah Aidan Salvador. Amira terdiam mematung, menatap takut pria itu.Andre penasaran, siapa yang datang. Ia berjalan mengikuti Amira hingga ia mendapati seorang laki-laki rupawan yang tidak asing berdiri di sana."Aidan?" Sebut Andre kaget. Ia tidak mengerti kenapa suami dari sepupunya bisa berada disana. Apa hubungan laki-laki itu dengan Amira?Aidan sendiri juga tidak kalah terkejut melihat Andre berada di rumah pelacurnya."Sedang apa kau di
Tangan Aidan berpindah ke rahang tirus Amira. Ia menekannya lalu menatap gadis itu dengan tajam dan dingin."Aku ingin kau merahasiakan apapun yang terjadi antara kita. Jangan sampai Calista tahu, paham?" Peringan Aidan dengan sorot mata tajam dan dingin.Amira mengangguk. Membuat Aidan melonggarkan tangannya. Ia mengambil langkah mundur, lalu memperhatikan Amira secara seksama."Angkat gaunmu." Perintah pria itu dengan suara kecil sehingga siapa saja yang berada di toilet wanita itu tidak dapat mendengarnya.Dua bola mata Amira melebar. Apa mungkin Aidan akan melakukan hubungan intim bersamanya disana. Setega itukah dia pada istrinya sendiri? Bukankah hari ini hari spesial mereka?"Sudah ku bilang angkat." Aidan berucap dengan dua tangan memegang gaun Amira, ia memaksanya mengangkat gaun itu ke atas.Tidak ada yang bisa Amira lakukan, ia tidak berdaya. Sudah tertulis jelas dalam kontrak mereka, bahwa dia akan melayani nafsu Aidan selama satu tahun.Ahh!Amira mendesah dengan suara ke
Aidan menatap sinis Amira. Ia jengkel karena gadis itu bersuara tadi."Tidak, Sayang. Itu hanya suara dari ponsel Marco saja.""Masa sih?? Tapi suaranya mirip dengan teman kampusku."Aidan mencoba menenangkan istrinya. Ia ngotot memberitahu Calista bahwa dirinya sedang di jalan. Dan sebentar lagi sampai rumah.Panggilan telepon itu kemudian berakhir. Aidan menyimpan kembali ponselnya dalam saku lalu menatap Amira."Kau! Sini!" Panggilnya dengan tangan menunjuk pada pahanya yang mengangkang.Amira membawa langkahnya mendekat. Ia tahu maksud pria itu menyuruhnya berada disana."Cepat buka, dan puaskan aku." Perintah Aidan. Suaranya dingin dan wajahnya datar.Amira melakukan seperti yang pria itu katakan. Ia menurunkan resleting pada celana kain yang dikenakan Aidan, lalu meloloskan sebuah pedang dari dalam boxer.Pedang itu menjulur kokoh di wajah Amira. Besar dan panjang, Amira sering melihatnya beberapa hari terakhir ini.Amira masih menatap diam. Mulutnya mendadak susah mangap. Ia ti
Besok hari.Amira mengerjap. Ia pingsan setelah kegiatan panasnya bersama Aidan berlanjut lebih panas, hingga memakan waktu hampir dua jam.Ia terisak mengingat kembali perlakuan kasar Aidan saat mereka berhubungan intim.Pria itu melakukannya dengan tidak berperasaan. Amira sudah beberapa kali meminta berhenti tapi pria itu seolah tuli.Amira mengira hidupnya akan lebih baik, karena tidak perlu melayani laki-laki berbeda setiap harinya. Belum lagi, Aidan memberikannya sejumlah fasilitas yang lebih dari cukup.Tapi, nyatanya apa? Hidupnya lebih sengsara dari sebelumnya. Laki-laki bernama, Aidan Salvador itu seperti iblis dari neraka.Amira menggunakan sisa tenaganya untuk membersihkan diri. Siang ini, ia ada mata kuliah maka ia perlu bersiap-siap.Beberapa waktu kemudian ia melaju ke kampus menggunakan motor matic yang terparkir di garasi tempat ia tinggal."Amira!" Dua orang wanita mendekati gadis itu. Mereka adalah teman dekat Amira di kampus."Elsa, Calista." Sebut Amira seraya men
Amira langsung menandatangani surat perjanjian kontrak itu tanpa berpikir dua kali. Ia tidak memiliki waktu untuk membacanya.Sampai saat ini, ia masih belum bisa berpikir jernih karena ibunya sedang di operasi."Semoga operasinya berjalan lancar.""Terima kasih." Lirih gadis itu.Marco satu-satunya orang yang menemani Amira disana. Namun, ia duduk di kursi tunggu bukan karena tanpa alasan, tapi karena setelah operasi itu ia akan membawah Amira, sebagaimana yang tercantum dalam kontrak mereka.Tak berselang lama pintu operasi terbuka. Muncul dari dalam sana dokter yang menangani ibunya Amira."Keluarga pasien?"Amira lekas menghampiri dokter itu. Tubuhnya gemetar. Kakinya lemas. Semoga ia mendapat kabar baik."Maaf harus menyampaikan ini, tapi nyawa pasien tidak tertolong." Dokter itu mengutarakan kalimatnya tanpa bertele-tele.Membuat Amira seketika terjatuh. Ia menangis sambil berteriak histeris, menolak kenyataan yang ada. Kenyataan cukup memukulnya.Marco turut merasakan apa yang