Para tamu yang menghadiri pesta hari ini berasal dari kalangan sosialita.Karena Luna akan hadir bersama Gavin, Gavin tidak akan membiarkannya mempermalukan diri sendiri.Jadi, selain membelikan pakaian untuk Luna, dia juga menyewa penata rias untuk Luna.Satu jam kemudian, Luna muncul di hadapan Gavin dengan mengenakan gaun panjang berwarna sampanye.Wajahnya yang dirias dengan rapi tampak sangat menawan.Luna berjalan ke hadapan Gavin sambil tersenyum cerah. Senyuman ini menyebar di seluruh wajahnya, bahkan sudut matanya pun sedikit terangkat.Ketika melihatnya, jantung Gavin berdebar kencang. Dia termenung dan hampir tidak bisa mengendalikan diri."Pak Gavin, bagaimana menurutmu?" tanya Luna sambil tersenyum tipis."Sangat cantik. Gavin berdiri, lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Seberkas cahaya lembut melintas di matanya. "Ayo.""Ya." Luna mengangguk, lalu berjalan mengikuti Gavin.Setelah masuk ke dalam mobil dan mobil sudah melaju di jalan raya, Luna bertanya, "Pak Ga
Hotel Empero.Setelah menghadiri reuni, Luna Sonara kembali ke kamar hotelnya. Ketika dia hendak mandi, terdengar suara ketukan pintu.Luna pergi membuka pintu.Seorang pria yang mengenakan jas dan sepatu kulit berdiri di depan pintu. Dia tampak sangat berwibawa dan arogan.Melihat pria itu, hati Luna tersentak. "Pak Gavin, kenapa kamu datang ke sini?"Saat ini, Gavin Harris seharusnya berada di hotel lain. Kenapa malah muncul di hotel yang dia tempati?Gavin tidak menanggapi Luna, dia menatap Luna dengan ekspresi dingin. Matanya dipenuhi dengan suatu amarah.Sebelum Luna bereaksi, Gavin sudah mendorong Luna ke dinding dan mengangkat kaki kanannya untuk menutup pintu.Matanya memerah dan tubuhnya dipenuhi dengan bau alkohol.Matanya yang sipit dan tajam tertuju pada Luna, seperti seekor binatang buas yang sedang mengincar mangsa. Tatapannya ini sontak membuat Luna ketakutan."Pak Gavin, kamu ... kamu kenapa?"Gavin memegang dagu Luna dengan telapak tangannya yang besar, lalu mengusap b
Rapat ini berlangsung selama dua jam.Luna mengikuti Gavin meninggalkan ruang rapat.Sesampai di lantai sepuluh, Gavin pergi ke kantor presdir dan Luna pun kembali ke kantor sekretaris.Tak lama kemudian, Timo yang merupakan manajer Departemen Administrasi menghampirinya. Dia menyerahkan sebuah dokumen kepada Luna sambil berkata, "Ini informasi cip Grup Lingga yang diminta Pak Gavin. Serahkan pada Pak Gavin.""..."Bukannya ketika rapat Gavin menyuruh Timo menyerahkan dokumen itu padanya?Kenapa Timo malah menugaskan hal ini padanya?Jangan-jangan, Timo takut pada Gavin dan tidak berani menemuinya?Luna berkata dengan tenang, "Pak Timo, bukannya Pak Gavin suruh kamu antarkan dokumen ini?"Timo tersenyum licik sambil menjawab, "Sekarang, aku harus pergi ke Grup Nara. Bu Luna, jangan lupa berikan pada Pak Gavin, aku pergi dulu."Sebelum Luna menanggapi, Timo sudah meletakkan dokumen di mejanya dan pergi.Winnie Wijaya yang sedang bekerja melirik Luna dengan tatapan sinis sambil berkata,
Luna mengambil dokumen uji tuntas, lalu pergi ke kantor presdir.Sesampai di depan meja, Luna menyerahkan dokumen uji tuntas kepada Gavin sambil berkata, "Pak Gavin, ini hasil uji tuntas Grup Awana, silakan dilihat."Gavin melirik Luna, ekspresinya sangat datar.Dia mengambil dokumen yang diserahkan Luna, tetapi dia tidak menyuruh Luna pergi.Setelah membaca laporan uji tuntas Grup Awana, dia bertanya pada Luna, "Kamu sudah baca laporan uji tuntas ini?"Luna menggelengkan kepalanya. "Belum, Departemen Akuntansi yang antarkan laporan ini."Gavin menutup map, lalu menyerahkan map itu pada Luna. Tatapannya berubah dingin. "Jelas-jelas, Grup Awana masih punya utang luar negeri sebesar 400 miliar. Kalau aku langsung akuisisi perusahaan ini, menurutmu siapa yang harus membayar utang luar negeri sebesar 400 miliar ini?"Luna mengerutkan keningnya, dia memiliki firasat buruk.Dia menjawab, "Grup Harris yang akan membayar utang tersebut."Ekspresi Gavin berubah dingin. Aura mencekam terpancar d
Gavin belum pulang. Melihat Luna datang, tatapannya tidak sedingin sebelumnya dan aura mencekam di sekujur tubuhnya pun mereda. Hanya saja, dia tampak sangat serius dan tegas.Luna berdiri di depan meja, lalu menyapa Gavin dengan penuh hormat, "Pak Gavin.""Katakan." Dia mengangkat kelopak matanya untuk menatap Luna. Ekspresinya yang dingin dibaluti dengan suatu emosi."Pak Irvan dari Departemen Legal yang mengurus uji tuntas Grup Awana sudah periksa dua kali. Katanya dia nggak melihat pernyataan soal utang luar negeri. Supervisor Departemen Akuntansi pun katakan hal yang sama.""Tapi, tertera bahwa Grup Awana punya utang luar negeri. Selain itu, asisten Pak Sony dari Departemen Akuntansi yang antarkan hasil laporan ini. Jadi, aku curiga ada yang menambahkan pernyataan tersebut."Luna berbicara dengan waspada, dia takut Gavin akan marah.Melihat ekspresi Gavin masih sedingin sebelumnya, dia meletakkan dokumen di tangannya ke meja, lalu mendorong dokumen itu ke arah Gavin dengan gugup.
Meskipun hanya melihat dari belakang, Gavin tahu bahwa dia adalah Luna.Mengapa dia datang ke rumah sakit? Dia sakit atau datang untuk menjenguk orang?Gavin tidak lanjut memikirkan hal ini. Dia memasuki lift lainnya dan pergi ke lantai enam.Begitu keluar dari lift, dia melihat sosok Luna.Dia mengikuti Luna pergi ke bangsal nomor tujuh.Dia tidak masuk, hanya berdiri di luar sejenak.Luna yang berada di dalam bangsal sudah menenangkan diri. Dia menatap Moris yang sedang duduk di ranjang pasien sambil tersenyum.Dia bertanya, "Moris, bagaimana keadaanmu hari ini?"Moris menjawab sambil tersenyum, "Kak Luna, hari ini aku merasa jauh lebih baik. Aku baik-baik saja, nggak usah khawatirkan aku.""Ya, baguslah kalau begitu." Luna duduk di ujung ranjang sambil memegang tangan Moris. "Moris, jalani pengobatan baik-baik. Kakak pasti akan kumpulkan biaya operasi buat kamu. Jangan menyerah, percayalah padaku. Mengerti?"Biaya transplantasi jantung lebih dari dua miliar. Moris mengetahui situasi
Keesokan harinya, di kantor presdir Grup Harris.Luna berdiri di depan kantor. Setelah menenangkan diri, dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu."Masuk." Terdengar suara berat dan serak dari dalam ruangan. Suara ini dibaluti dengan aura yang dingin.Luna mendorong pintu dan memasuki ruangan. Setelah menutup pintu, dia berjalan ke depan meja.Gavin duduk di kursi presdir.Dia mengenakan setelan berwarna hitam yang dirancang secara khusus. Garis rahangnya yang tegas menonjolkan ketampanannya. Selain itu, tubuhnya memancarkan karisma yang tak terkalahkan.Dia mengangkat kelopak matanya untuk menatap Luna.Tidak terlihat emosi apa pun di balik matanya, tetapi keningnya dibaluti dengan aura dingin."Ada apa?""Pak Gavin, ada laporan yang perlu Anda lihat."Luna menyerahkan laporan di tangannya kepada Gavin.Semalam, dia sudah berpikir untuk cukup lama. Dia tidak berencana untuk melahirkan anak ini.Dia ingin menggugurkan kandungannya.Namun, sekarang dia kekurangan uang. Jadi, dia terpa
Jantung Gavin berdebar kencang, suatu cahaya keterkejutan melintas di matanya.Akhirnya, dia tahu mengapa Luna tidak datang menemuinya. Ternyata karena Luna mengalami kecelakaan di hari itu.Selain itu, kalau adiknya tidak mendorongnya tepat waktu, dia pasti sudah ....Dia tidak menyangka Luna akan mengalami hal seperti itu."Bagaimana keadaan adikmu waktu itu?""Dia tertabrak. Kedua tulang rusuknya patah dan kaki kirinya patah. Setelah menjalani operasi tiga kali, dia berhasil bertahan hidup. Pak Gavin, aku boleh berutang pada siapa pun, tapi aku nggak boleh kecewakan dia."Sebelumnya, Gavin merasa Luna adalah wanita yang kejam.Namun, ketika mendengar penjelasan Luna, pandangannya pun berubah.Gavin berdiri dan berjalan ke hadapan Luna. Dia menatap Luna sambil berkata, "Menikahlah denganku. Aku akan undang dokter terbaik di dunia ini untuk operasi adikmu, aku juga akan tanggung biaya operasinya. Kalau kamu nggak percaya, kita bisa buat perjanjian pranikah. Bagaimana?"Karena mereka s
Para tamu yang menghadiri pesta hari ini berasal dari kalangan sosialita.Karena Luna akan hadir bersama Gavin, Gavin tidak akan membiarkannya mempermalukan diri sendiri.Jadi, selain membelikan pakaian untuk Luna, dia juga menyewa penata rias untuk Luna.Satu jam kemudian, Luna muncul di hadapan Gavin dengan mengenakan gaun panjang berwarna sampanye.Wajahnya yang dirias dengan rapi tampak sangat menawan.Luna berjalan ke hadapan Gavin sambil tersenyum cerah. Senyuman ini menyebar di seluruh wajahnya, bahkan sudut matanya pun sedikit terangkat.Ketika melihatnya, jantung Gavin berdebar kencang. Dia termenung dan hampir tidak bisa mengendalikan diri."Pak Gavin, bagaimana menurutmu?" tanya Luna sambil tersenyum tipis."Sangat cantik. Gavin berdiri, lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Seberkas cahaya lembut melintas di matanya. "Ayo.""Ya." Luna mengangguk, lalu berjalan mengikuti Gavin.Setelah masuk ke dalam mobil dan mobil sudah melaju di jalan raya, Luna bertanya, "Pak Ga
Pesta ulang tahun berlangsung pada malam hari. Sore hari, Luna masih perlu kembali ke kantor. Jadi, dia memakai kembali pakaiannya.Setelah membayar tagihan dan membawa barang belanjaan Luna, Gavin mengajaknya kembali ke mobil.Riko langsung berkendara menuju Grup Harris.Luna kembali ke kantor sekretaris. Ketika dia baru selesai bekerja, Mila meneleponnya.Mila meneleponnya di saat seperti ini, jangan-jangan karena James memberi tahu Mila soal pernikahan dan kehamilannya?Luna menjawab panggilan itu dengan gugup.Sebelum dia berbicara, terdengar suara nyaring Mila dari ujung lain telepon."Luna! James bilang kamu sudah hamil? Sudah menikah? Kapan?"Hati Luna tersentak, amarahnya pun meluap.James sungguh berengsek, bisa-bisanya memberitahukan hal ini pada ibunya.Menyebalkan."Nggak, aku bohongi dia.""Kenapa kamu bohongi dia? Luna, sekalipun kamu berdoa setiap hari, kamu nggak akan bisa temukan pria sebaik dia. Selain itu, kamu menolaknya dengan alasan seperti ini, apa Ibu masih bisa
"Apa ukuran Anda? Biar saya ambilkan ukuran Anda," tanya pelayan toko itu dengan sopan.Luna berkata, "Nggak usah, aku sedang hamil, nggak bisa pakai gaun seperti ini."Pelayan toko itu tersenyum cerah. "Ternyata Anda istri bapak itu. Maaf, Anda terlalu cantik. Saya kira Anda adalah pacarnya."Pelayan toko ini sungguh pandai berbicara.Gavin kembali. Dia melirik gaun di tangan pelayan toko, lalu menatap Luna sambil bertanya, "Nggak cocok?"Luna mengangguk, "Ya, agak ketat."Gavin menatap pelayan toko itu dengan tenang. "Pilihkan baju yang lebih longgar, dia sedang hamil."Pelayan itu menjawab sambil tersenyum, "Baik, Pak."Pelayan toko itu mengangguk, lalu pergi memilihkan gaun untuk Luna.Sebenarnya, ukuran gaun itu sudah pas. Apalagi dia baru hamil, perutnya belum membesar, gaun itu cocok di badannya.Luna tidak ingin membelinya karena harganya terlalu marah.Luna tidak berani memakai gaun semahal itu.Luna mengerutkan kening sambil berkata pada Gavin dengan heran, "Pak Gavin, nggak
"Pak Gavin, aku ingat." Luna mengerutkan keningnya dengan waspada."Ayo pergi." Gavin bangkit dan meninggalkan ruangan.Luna mengikutinya dari belakang.Mobil diparkir di luar restoran, Gavin membuka pintu. Setelah Luna masuk ke dalam mobil, dia pun masuk.Ketika Riko sedang berkendara menuju perusahaan, terdengar suara Gavin dari belakang."Pergi ke Harbor Plaza.""Baik, Pak Gavin," jawab Riko. Kemudian, dia melaju menuju pusat perbelanjaan Harbor Plaza.Awalnya, Luna ingin menanyakan tujuan mereka pergi ke Harbor Plaza. Namun, mengingat betapa marahnya Gavin tadi, dia tidak berani bertanya.Di tengah perjalanan, Gavin tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ekspresinya sangat serius, alisnya berkerut hebat dan sorot matanya sangat dingin.Melihat sikapnya ini, Luna makin tidak berani bertanya.Mobil segera tiba di Harbor Plaza.Riko membuka pintu mobil. Setelah Luna keluar, Gavin pun keluar dari sisi lain."Ikut aku," kata Gavin dengan nada dingin."Baik." Luna mengikutinya.Aneh sekali.
Mila pernah tersakiti dalam hubungan percintaan. Kalau dia tahu mereka akan bercerai, dia pasti tidak bisa menerima hal ini.Cepat atau lambat, mereka akan bercerai. Jadi, kenapa dia harus memberi tahu Mila?Melihat ekspresi Luna, Gavin menarik napas dalam-dalam dan mengusap keningnya. Sepertinya dia tidak bisa memaksa Luna."Ini adalah terakhir kalinya, jangan sampai terulang."Luna seolah-olah mendapatkan pengampunan, sarafnya yang tegang pun kembali rileks."Jangan khawatir, Pak Gavin. Kujamin nggak akan terjadi lagi.""Sudah makan?" Tatapan Gavin padanya menjadi lebih rileks dan tidak semenakutkan sebelumnya lagi."Sudah makan," jawab Luna dengan jujur."Ayo pergi." Gavin bangkit dan keluar. Namun, dia tidak meninggalkan restoran, melainkan pergi ke ruangan tempat Nathan dan yang lainnya berada.Luna berdiri di depan pintu. Ketika melihat Timo, Nathan dan yang lainnya, dia pun tercengang.Dia mengira Gavin datang dengan keluarga atau bos perusahaan lain. Tak disangka, Gavin datang
Luna bersandar ke dinding dan menundukkan kepalanya. Dia menggigit kukunya sambil berkata dengan pelan, "Ibuku memaksaku datang, aku nggak punya pilihan. Selain itu, sekalipun aku datang, aku juga menolaknya. Aku nggak berencana menjalin hubungan dengannya."Gavin menatapnya dengan tatapan dingin, dia menyipitkan matanya sambil bertanya, "Kalau aku nggak muncul, kamu akan bertukar kontak dengannya?""..."Bagaimana mungkin?Dia sudah menolak.Lagi pula, sekalipun Gavin tidak datang, dia tidak akan bertukar kontak dengan James."Kalau kamu nggak datang, aku akan memberitahunya aku sudah menikah. Dengan begitu, dia nggak akan meminta nomorku lagi.""Hebat kamu!" Mata Gavin dipenuhi dengan amarah.Luna kembali membenamkan kepalanya.Dia tidak pernah melihat Gavin begitu marah, ini adalah pertama kalinya.Gavin marah karena dia menyembunyikan pernikahan mereka dan pergi berkencan buta.Dia agak kebingungan.Gavin tidak menyukainya, mereka menikah hanya karena anak hasil kecelakaan satu mal
Tidak terlihat sedikit pun emosi di garis wajahnya yang tegas. Seketika, Luna pun gelisah.Luna mengepalkan tangannya sambil menjawab, "Benar, Pak Gavin."Gavin melirik Luna, tatapannya sangat tajam, seolah-olah menembus isi hati Luna dan membuat Luna tidak berani menyembunyikan apa pun.Tatapan itu membuat Luna gugup.Dia menundukkan kepalanya sambil berkata, "Ibuku memaksaku datang berkencan buta."James mengerutkan keningnya sambil berkata dengan lantang, "Pak Gavin, dia cuma sekretarismu. Aktivitasnya di luar nggak ada hubungannya denganmu, bukan?""Diam!" Gavin menatap James. Dia mengangkat kelopak matanya dengan acuh tak acuh. Sikapnya yang arogan membuat James merasa tertekan.Begitu dibentak Gavin, hati James bergetar.Dia mengetahui nama Gavin dan sering melihat Gavin di televisi, tetapi dia tidak pernah bertemu dengan Gavin secara langsung.Sejujurnya, aura Gavin sangat kuat. Ini adalah pertama kalinya dia takut pada seseorang.Gavin bertanya dengan suara berat, "Kamu pasanga
James tidak menyangka Luna akan memberikan jawaban seperti ini.Dia mengira dengan kondisinya yang unggul dan dapat menerima situasi keluarga Luna, Luna akan memilih untuk bersamanya. Tak disangka, Luna malah menolaknya!James mengerutkan kening. Dia menatap Luna dengan kaget. "Nona Luna, bolehkah aku tahu alasannya?"Luna menjawab, "Tadi, aku sudah katakan alasannya."Alis James berkerut hebat. "Aku bersedia menerima keluargamu dan berjanji akan membiayai pengobatan adikmu, aku bisa mengatasi masalahmu, kamu nggak usah khawatirkan hal ini.""Kamu memang bisa mengatasi masalahku, tapi aku masih harus merawatnya. Kalau kita bersama, aku pasti nggak bisa fokus. Jadi, Pak James, harap maklum.""Merawatnya bukan masalah. Aku bisa mempekerjakan tenaga profesional untuk merawatnya. Dengan begitu, Nona Luna bisa bekerja dengan tenang."James ini ....Sulit ditangani.Apa pun tanggapannya, James selalu memberinya solusi.Luna mengusap keningnya. Ketika dia menurunkan tangannya dan menatap Jame
"Ya." Gavin mengiakan dengan pelan.Timo berkata, "Pak Gavin, kudengar Sindy akan kembali?"Selain adalah manajer Grup Harris, Timo juga adalah teman sekelas Gavin yang menuntun ilmu bersama di luar negeri.Alasan mengapa dia tidak berkarier di luar negeri adalah karena dia ingin berkarier di Negara Targa.Kebetulan, dia bekerja di Grup Harris.Ketika perusahaan perhiasan yang didirikan Gavin menghasilkan banyak uang di luar negeri, Timo sudah dipromosikan menjadi manajer Grup Harris dengan mengandalkan kemampuannya sendiri.Perlu diakui dia sangat unggul.Sedangkan Sindy yang dibicarakan Timo, mereka mengenalnya ketika kuliah di luar negeri. Meskipun dia mempelajari hukum, karena dia berasal dari Negara Targa, mereka pun berteman.Gavin menggelengkan kepalanya sambil berkata dengan nada dingin, "Nggak tahu."Sejak kembali ke Negara Targa, Gavin tidak pernah berinteraksi dengan Sindy. Dia tidak mengetahui kabar Sindy."Kupikir kamu tahu," kata Timo."Sindy?" Nathan mengerutkan kening.