"Mau apa lagi kamu?" tanya Freya, suaranya terdengar dingin.
Apartemen Freya terasa seperti penjara yang penuh dengan keputusasaan. Saat dia menjawab panggilan Marcus, ia merasa seperti sedang dikurung dalam kenangan yang menyakitkan.
Udara terasa pekat dengan kata-kata yang tak terucap, dan dia menguatkan diri untuk percakapan yang tengah berlangsung.
Marcus: "Freya, kita perlu bicara. Aku pikir tidak ada gunanya membuat masalah menjadi serumit ini."
Freya: "Rumit? Marcus, kamu telah menjalani kehidupan ganda. Jangan mencoba menutup-nutupinya."
Marcus: "Freya, please. Aku tidak pernah ingin membuatmu terluka. Kamu harus mengerti, keadaan terjadi diluar kendali."
Rahang Freya mengencang. "Di luar kendali? Kenapa bisa sampai di luar kendali, hah? Kamu udah gak mampu berpikir lagi kah sampai bisa terjebak di keadaan seperti ini?”
“Bagaimana dengan kita, Marcus? Bagaimana dengan kehidupan yang telah kita bangun bersama?" sambung Freya.
Marcus: "Aku tahu aku salah, Freya, tapi aku mau kamu coba dengarkan aku dulu. Ini tidak sesederhana yang kamu bayangkan."
Mata Freya berkaca-kaca karena marah dan terluka. "Simpanlah alasan-alasan itu, Marcus. Aku membaca screenshot pesan kamu sama perempuan itu. Kamu telah merencanakan masa depan dengan orang lain."
Marcus: "Freya, semua kata yang aku tulis dalam chat itu, nggak ada artinya bagiku. Cuma kamu orang yang aku sayang. Aku baru saja dijebak, dan aku nggak tahu bagaimana cara melepaskannya."
Freya mencemooh, dorongan dari rasa sakit hati melebur dalam kata-katanya yang keluar dari lisannya. "Dijebak? Kamu pikir itu bisa membenarkan tindakan yang sudah menghancurkan semua yang sudah kita bangun?"
Marcus: "Iya, aku salah, Freya. Tapi kita bisa mengatasi ini. Kita bisa mulai lagi dari awal. Toh, kita telah melalui banyak hal bersama. Apa kamu lupa dengan semua yang pernah kita lalui?"
Kesabarannya mulai memudar, Freya dengan tegas membalas, "Mengatasi ini? Marcus, untuk apa kamu menghianatiku dan membuang semuanya? Sekedar bercinta dengan orang baru? Beritahu aku, bagaimana caranya aku bisa mempercayaimu lagi?"
Marcus: "Dengar Freya, aku berjanji akan memperbaikinya. Kita bisa melewatinya. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu."
Freya menghela nafas panjang lalu menjawab "Seharusnya kamu memikirkan hal itu sebelum kamu mulai berjanji kepada orang lain. Aku mempercayaimu, Marcus."
Marcus: "Freya, aku mohon. Tolong beri aku kesempatan untuk menjelaskan, untuk menebus kesalahan. Kita bisa membangun kembali apa yang kita miliki. Aku mencintaimu. Tolong dengarkan aku dulu"
Tidak terima dengan apa yang baru saja ia dengar, Freya membantah "Ha! Cinta? Kalau ini adalah cinta menurut kamu, aku tidak mau terlibat di dalamnya."
Klik. Freya menutup sambungan teleponnya dengan Marcus sambil mendengus kesal.
Saat telepon itu berakhir, Freya merasakan aliran kekuatan yang bercampur dengan rasa sakit.
Taktik manipulatif yang dilakukan Marcus tidak dapat menghapus luka, dan saat ia menatap ponselnya, ia menyadari bahwa perjalanannya ke depan tidak hanya menyembuhkan diri, tetapi juga mendapatkan kembali rasa percaya diri dan kekuatannya.
Freya menghela nafas panjang dan berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air putih. Air itu terasa sangat segar mengalir di tenggorokannya yang menegang akibat menahan diri untuk tidak berteriak saat berbicara dengan Marcus lewat telepon.
“Dijebak katanya? Bagaimana bisa laki-laki berusia 30 tahun tiba-tiba kehilangan kemampuan berpikirnya dan terjebak dalam tindakan konyol seperti ini” alis Freya bertaut, ia tidak habis pikir kenapa Marcus bisa sebodoh itu.
Kakinya tanpa sadar menuntunnya ke kamar, seolah mengerti tubuhnya sudah tidak sanggup untuk berdiri lagi.
Kamar itu masih diselimuti oleh badai emosi ketika Freya berbaring di ranjangnya, pikirannya dipenuhi dengan kemarahan dan rasa sakit hati.
Di tengah-tengah rasa sedihnya, tumbuhlah benih tekad dalam dirinya. Ia menyeka air matanya, menguatkan diri melawan kepedihan yang telah menggerogoti dirinya beberapa saat sebelumnya.
Selagi pikiran Freya bergejolak dengan emosi yang saling bertentangan, secercah rasa ingin balas dendam muncul dalam benaknya.
"Apa aku terlihat bodoh di matanya? Kenapa dia tega sekali melakukan ini? Dia baru saja menghinaku! Dia menghina harga diriku" gumam Freya, tiba-tiba dadanya terasa sesak lagi.
Rasa sakit dan penghinaan itu menuntut jawaban, dan dia mendapati dirinya merenungkan bagaimana caranya agar Marcus bisa merasakan hal yang sama.
Freya mengepalkan tangannya erat-erat hingga kukunya menancap ke telapak tangannya, seolah-olah ingin menghancurkan sesuatu. Ia merasakan energi yang kuat mengalir di dalam tubuhnya.
"Aku sudah menghabiskan waktu, pikiran dan tenagaku selama 3 tahun terakhir ini. Aku percaya dengan semua yang kumiliki bersamanya" ucap Freya lirih.
Freya menatap keluar jendela dengan mata yang kosong, seolah-olah ia tidak melihat apa pun. Bibir bawahnya bergetar, dan air mata mengalir di pipinya.
"Kau harus membayar semua ini, Marcus Wilder."
Apartemen Freya adalah tempat yang nyaman dan tenang. Dindingnya berwarna putih bersih, dengan furnitur kayu yang sederhana. Di sudut ruangan, terdapat sebuah sofa berwarna biru muda yang menjadi tempat favorit Freya untuk bersantai.Malam itu, Freya duduk di sofa, menatap keluar jendela nya dengan tatapan kosong. Pakaian yang dikenakan Freya sejak ia izin pulang cepat dari kantor nampak kusut dan kotor, ia tidak peduli dengan penampilannya usai menangis selama berjam-jam.Freya masih memikirkan percakapannya dengan Marcus. Kata-kata itu masih terngiang di telinganya, seperti sebuah mantra yang menyakitkan."Aku tidak pernah ingin menyakitimu," kata Marcus.Freya juga memikirkan permintaan Marcus untuk berbaikan. Ia ingin sekali mempercayainya, tetapi ia tidak yakin bisa melakukannya."Aku tidak yakin aku bisa memaafkanmu," gumam Freya.Freya tahu bahwa Marcus menyesal atas apa yang telah terjadi. Tetapi ia juga tahu bahwa penyesalan tidak akan bisa mengembalikan apa yang telah hilan
Mata Freya terbelalak saat ia menelusuri artikel, laporan, dan investigasi yang merinci praktik-praktik yang mencurigakan dari perusahaan Marcus. "Pantas saja dia sangat ingin segera memperbaiki keadaan. Dia sedang melakukan permainan yang berbahaya." pikir Freya Perusahaan investigasi swasta tersebut telah menemukan jejak dugaan penipuan, penggelapan dan kegiatan curang yang terjalin dalam struktur kerajaan keuangan Marcus. Freya menatap layar laptopnya dengan penuh perhatian. Di hadapannya, tersaji dokumen-dokumen hasil investigasi perusahaan swasta. Dokumen-dokumen itu berisi bukti-bukti yang sangat kuat tentang dugaan penipuan, penggelapan, dan kegiatan curang yang dilakukan oleh Marcus. Freya merasa terkejut dan marah. Ia tidak menyangka bahwa Marcus, pebisnis sukses yang selama ini ia kagumi, ternyata terlibat dalam hal-hal yang ilegal. Sangat jauh berbeda dengan pebisnis sukses yang selama ini Freya kagumi. Freya menghela napas dengan berat. Ia merasa seperti dunianya te
Siang hari berubah menjadi malam saat Freya membenamkan dirinya dalam labirin dunia rahasia Marcus. Pesan-pesan berkode dan tulisan-tulisan terenkripsi menyita perhatiannya, menariknya lebih dalam ke dalam lingkaran penuh tipu daya. Dalam upayanya mencari keadilan, dia secara tidak sengaja telah menjadi seorang detektif, menyingkap lapisan-lapisan jaringan dugaan kriminal.Kenyataan menghantam kesadarannya ketika dia melirik jam dan menyadari bahwa dia telah mengurung diri di apartemennya selama berhari-hari. Pencahayaan yang redup di kamarnya dan udara yang pengap menjadi pengingat akan isolasi yang ia rasakan. Pandangan Freya tertuju pada cermin besar yang menempel pada dinding. Cermin itu memantulkan penampilannya yang acak-acakan. Ia masih mengenakan pakaian kerja yang terakhir kali ia menginjakkan kaki di kantor redaksi.Freya tertegun melihat penampilannya di cermin. Ia tampak seperti orang asing. Wajahnya pucat dan matanya merah, tanda bahwa ia telah mengalami banyak tekana
Harapan Freya untuk mengungkap kebenaran tertunda ketika sosok yang tidak asing muncul di ambang pintu kantornya. Freya mendongak dari layar komputernya dan melihat Adrian Kingsley, teman SMA-nya yang kini berubah. Sosok Adrian yang gempal berubah menjadi pria tinggi dan tegap, dengan bahu yang lebar dan otot-otot yang terbentuk. Namun sorot matanya yang teduh dan alisnya yang lebat tidak berubah. Rasa terkejut dan penasaran muncul di matanya saat ia menyapanya. "Adrian? Apa yang membawamu ke sini?" tanya Freya. Freya sontak berdiri di belakang mejanya, menatap Adrian dengan heran. Ia tidak menyangka bahwa Adrian akan datang mengunjunginya. Ekspresi Adrian adalah perpaduan antara kekhawatiran dan kehati-hatian saat dia melangkah masuk ke kantornya, menutup pintu di belakangnya. Adrian berjalan ke arah Freya, wajahnya menunjukkan keseriusan. Ia tahu bahwa ia harus menjelaskan situasinya kepada Freya, tetapi ia tidak tahu bagaimana ia harus memulainya. "Freya, boleh aku minta wa
Sandra, pemimpin redaksi Freya, memasuki ruangan dengan setumpuk kertas di tangannya. Ia tampak sibuk dan terburu-buru. "Freya, aku butuh laporan-laporan itu di meja kerja sebelum tengah hari. Para investor akan datang untuk rapat," ujar Sandra. Freya melirik Adrian, yang duduk di kursi di depannya. Ia merasa ragu-ragu untuk melanjutkan percakapan mereka, karena ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya. "Aku akan segera melakukannya, Sandra," ujar Freya. Sandra mengangguk, lalu pergi meninggalkan ruangan. Setelah Sandra pergi, Adrian menatap Freya dengan ekspresi serius. Ia tahu bahwa Freya harus fokus pada pekerjaannya, tetapi ia juga ingin melanjutkan percakapan mereka. "Aku mengerti bahwa kau harus menyelesaikan pekerjaanmu," tutur Adrian. "Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku ada di sini untukmu jika kau membutuhkanku." Freya tersenyum tipis. "Terima kasih, Adrian." Freya lalu berdiri dari kursinya dan mulai mengerjakan laporan-laporan yang diberikan Sandra. Adrian masih du
Seketika ruangan menjadi terasa hening, Freya duduk di ujung mejanya, menatap kosong ke depan. Pikirannya berkecamuk, mencoba memahami apa yang telah terjadi. Kerumitan situasinya sangat membebani dirinya, dia mondar-mandir di ruangan kantornya, keinginan untuk mendapatkan keadilan bertarung dengan bahaya yang mengancam. Freya ingin melakukan sesuatu, tapi dia takut. Dia takut akan bahaya yang mengancamnya jika dia mengekspos Marcus. Dia juga takut akan konsekuensinya jika ia membiarkan dugaan tindak kriminal Marcus berlanjut. "Adrian, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan," katanya, berhenti di depan Adrian yang berdiri di ambang pintu. "Aku ingin Marcus membayar perbuatannya, tapi aku tidak bisa mengabaikan bahayanya. Mengekspos Marcus terasa seperti berjalan di atas seutas tali."
Laboratorium biologi SMA Grapevine dipenuhi dengan suara-suara remaja yang sedang berdiskusi dan gemerincing alat uji lab. Aroma khas dari hewan mati masih tercium, bercampur dengan bau kertas dan tinta. Meja-meja yang sudah usang penuh dengan coretan, tanda-tanda dari semangat remaja yang menggebu-gebu. Di depan ruangan, papan tulis penuh dengan gambar-gambar anatomi tubuh yang menakjubkan. Miss Andrew, guru biologi yang penuh semangat, bercerita tentang sel dan gen. Gambar-gambar yang diproyeksikan di layar membuat para siswa terpana, seolah-olah mereka baru saja melihat rahasia kehidupan. Ruang kelas menjadi tempat para siswa belajar dan bereksplorasi. Bisikan dan tawa para siswa terdengar di antara percakapan serius. Mikroskop tampak seperti gerbang menuju dunia misterius yang tersembunyi dari mata telanjang manusia. Derit bangku dan gemerisik jas lab terdengar saat para siswa belajar tentang kehidupan. Di tengah-tengah keramaian itu, Freya berjalan dengan anggun. Rambut
Musik jazz yang lembut mengalun di kedai kopi, menciptakan suasana yang santai dan intim. Freya duduk di seberang Adrian, menatap lurus ke depan, tetapi pikirannya melayang. Gadis itu mengenang masa-masa SMA mereka, ketika mereka pertama kali bertemu di kelas biologi. Mereka adalah dua orang yang sangat berbeda, tetapi mereka menemukan kesamaan dalam kecintaan mereka pada sains. Mereka menjadi teman dekat, dan mereka menghabiskan banyak waktu bersama di laboratorium. Di dekatnya, mesin espresso mengeluarkan aroma kopi yang baru diseduh. Aromanya yang kuat dan manis bercampur dengan wangi kopi yang sudah lama diseduh Adrian hendak membagikan hasil investigasinya, tetapi Freya tidak bisa fokus. Pikirannya berkelana kembali ke masa lalu, ketika mereka pertama kali bertemu. Freya akhirnya menyadari bahwa Adrian sedang menatapnya. Dia melihat ekspresi penuh perhatian di wajahnya, dan jantungnya mulai berdebar kencang. "Kamu melamun sedari tadi, Freya. Apa semuanya baik-baik saja?" ta