Apartemen Freya adalah tempat yang nyaman dan tenang. Dindingnya berwarna putih bersih, dengan furnitur kayu yang sederhana. Di sudut ruangan, terdapat sebuah sofa berwarna biru muda yang menjadi tempat favorit Freya untuk bersantai.
Malam itu, Freya duduk di sofa, menatap keluar jendela nya dengan tatapan kosong.
Pakaian yang dikenakan Freya sejak ia izin pulang cepat dari kantor nampak kusut dan kotor, ia tidak peduli dengan penampilannya usai menangis selama berjam-jam.Freya masih memikirkan percakapannya dengan Marcus. Kata-kata itu masih terngiang di telinganya, seperti sebuah mantra yang menyakitkan.
"Aku tidak pernah ingin menyakitimu," kata Marcus.
Freya juga memikirkan permintaan Marcus untuk berbaikan. Ia ingin sekali mempercayainya, tetapi ia tidak yakin bisa melakukannya.
"Aku tidak yakin aku bisa memaafkanmu," gumam Freya.
Freya tahu bahwa Marcus menyesal atas apa yang telah terjadi. Tetapi ia juga tahu bahwa penyesalan tidak akan bisa mengembalikan apa yang telah hilang.
Sebagian dari dirinya ingin sekali mempercayainya, menggenggam setiap kenangan tentang hubungan yang pernah mereka miliki.
Namun sisi rasionalnya, sebagai seorang jurnalis yang mencari kebenaran dalam setiap berita, tidak bisa mengabaikan bukti-bukti perselingkuhannya.
"Bukti-bukti perselingkuhannya tidak bisa diabaikan," kata Freya pada dirinya sendiri. "Dia ingin memperbaikinya. Dia ingin mendapat kesempatan untuk menjelaskannya. Tapi bisakah aku mempercayai semua yang dia katakan?"
Freya meregangkan punggungnya yang terasa mulai pegal. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai emosi yang saling bertentangan. Ia merasa sakit hati dan marah karena telah dikhianati oleh Marcus. Ia juga merasa kehilangan cinta dan kepercayaan yang telah ia berikan kepadanya.
Gadis berambut coklat itu menghela napas panjang dan bangkit dari sofa. Ia berjalan ke kamar tidurnya dan berbaring di tempat tidur. Ia menatap langit-langit, dan tiba-tiba, ia merasakan sebuah api berkobar di dalam dirinya.
Freya tidak akan membiarkan Marcus menghancurkannya. Ia akan melawannya dan merebut kembali harga dirinya.
Freya tahu bahwa patah hati adalah hal yang wajar. Namun, ini bukan hanya tentang patah hati. Ini juga tentang kehilangan harga dirinya. Freya merasa seperti telah direndahkan dan dipermainkan oleh Marcus.
Ia harus merebut kembali harga dirinya dan membuktikan bahwa ia lebih baik darinya.
“Marcus brengsek, dia telah menghancurkan hubungan ini, dan sekarang dia pikir kata yang keluar dari mulutnya bisa memperbaiki semuanya? Dia salah besar, dan ini waktu baginya untuk merasakan konsekuensinya." gumam Freya dengan mata memicing.
Dengan semangat ia berdiri dari tempat tidurnya, lalu berjalan ke lemari kecil berwarna putih di sampingnya, membuka lacinya dan mengambil sebuah laptop.
Freya menyalakan laptopnya dan mulai mengetik.
Cahaya lembut dari laptop menerpa wajahnya, membuat rambutnya yang berwarna cokelat kemerahan terlihat berkilau.
Jari-jarinya bergerak dengan cepat dan terampil, seolah-olah mereka memiliki kehidupannya sendiri. Ia membuka browser, dan mulai mengetikkan alamat situs web sebuah perusahaan investigasi swasta lalu mencari perusahaan yang ia ketahui milik Marcus.
Selama 3 tahun mereka berpacaran, Freya tidak pernah mencari tahu dengan detail tentang perusahaan Marcus, yang ia tahu selama ini pria itu sangat baik dan perhatian padanya sampai ia tidak pernah menaruh rasa curiga sedikitpun.
Mata Freya fokus pada layar laptopnya membaca setiap detail informasi yang muncul. Semakin ia membaca, semakin jelas baginya bahwa Marcus bukanlah pria yang ia pikir dia kenal.
"Aku tidak menyangka aku bisa sangat naif." Freya menatap layar laptopnya kecewa "Aku mempercayainya dengan sepenuh hati, dan dia menyalahgunakan kepercayaan itu. Sekarang, dia akan menghadapi konsekuensinya."
Rahang Freya mengeras "Dia ingin menyembunyikan rahasia ini dariku? Baiklah, mari kita lihat bagaimana dia senang jika semua orang tahu rahasianya." Ia akan membuat Marcus menyesal telah mengkhianati kepercayaannya.
Dengan semangat ia mulai menulis tentang temuan detail keuangan perusahaan Marcus yang mencurigakan, dengan harapan ingin membalas dendamnya. Ia menyusun rencananya dengan hati-hati.
Freya duduk di tepi tempat tidurnya, menatap layar laptop dengan penuh tekad. Layar laptop memantulkan bayangan dari wajah kusut Freya yang nampak kelelahan tapi api kemarahan yang terpancar dari kedua bola matanya.
Sebagai seorang jurnalis yang berpengalaman, ia tahu bahwa ia harus mengumpulkan bukti yang kuat sebelum mengambil tindakan apa pun.
Ia mulai menyelidiki Marcus secara detail, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya saat masih mencintai lelaki ini. Ia mencari tahu tentang wanita yang bersamanya di foto-foto yang terlampir dalam email. Tak lupa ia juga mencari tahu tentang hubungan mereka.
Semakin banyak yang ia pelajari, semakin kuat rasa marah dan kebencian di dalam dirinya. Ia merasa seperti telah dikhianati dan direndahkan.
Freya tidak hanya ingin membalas dendam karena ia merasa sakit hati. Ia juga ingin menunjukkan bahwa ia tidak akan membiarkan dirinya menjadi korban. Ia akan berjuang untuk mendapatkan keadilan, bahkan jika itu berarti harus mengambil risiko.
Balas dendam tidaklah akan mudah, Freya akan menghadapi banyak rintangan dan tantangan. Namun, ia bertekad untuk menyelesaikannya. Ia tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya lagi.
"Oh, apa ini?" gumam Freya.
Tiba-tiba, ia melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Rasa penasaran menjalari tubuhnya, ia menghentikan pencariannya dan mulai membaca tulisan yang baru ia temukan.
Freya membaca dengan cermat, matanya memindai setiap baris seolah tidak ingin kehilangan satu suku kata pun. Ia mulai menyadari bahwa tulisan itu mengandung informasi yang sangat penting.
"Astaga!" Freya dengan cepat menutup mulutnya, matanya terbelalak kaget. Ia menelan ludah dengan susah payah, mencoba untuk menahan diri untuk tidak berteriak.
Mata Freya terbelalak saat ia menelusuri artikel, laporan, dan investigasi yang merinci praktik-praktik yang mencurigakan dari perusahaan Marcus. "Pantas saja dia sangat ingin segera memperbaiki keadaan. Dia sedang melakukan permainan yang berbahaya." pikir Freya Perusahaan investigasi swasta tersebut telah menemukan jejak dugaan penipuan, penggelapan dan kegiatan curang yang terjalin dalam struktur kerajaan keuangan Marcus. Freya menatap layar laptopnya dengan penuh perhatian. Di hadapannya, tersaji dokumen-dokumen hasil investigasi perusahaan swasta. Dokumen-dokumen itu berisi bukti-bukti yang sangat kuat tentang dugaan penipuan, penggelapan, dan kegiatan curang yang dilakukan oleh Marcus. Freya merasa terkejut dan marah. Ia tidak menyangka bahwa Marcus, pebisnis sukses yang selama ini ia kagumi, ternyata terlibat dalam hal-hal yang ilegal. Sangat jauh berbeda dengan pebisnis sukses yang selama ini Freya kagumi. Freya menghela napas dengan berat. Ia merasa seperti dunianya te
Siang hari berubah menjadi malam saat Freya membenamkan dirinya dalam labirin dunia rahasia Marcus. Pesan-pesan berkode dan tulisan-tulisan terenkripsi menyita perhatiannya, menariknya lebih dalam ke dalam lingkaran penuh tipu daya. Dalam upayanya mencari keadilan, dia secara tidak sengaja telah menjadi seorang detektif, menyingkap lapisan-lapisan jaringan dugaan kriminal.Kenyataan menghantam kesadarannya ketika dia melirik jam dan menyadari bahwa dia telah mengurung diri di apartemennya selama berhari-hari. Pencahayaan yang redup di kamarnya dan udara yang pengap menjadi pengingat akan isolasi yang ia rasakan. Pandangan Freya tertuju pada cermin besar yang menempel pada dinding. Cermin itu memantulkan penampilannya yang acak-acakan. Ia masih mengenakan pakaian kerja yang terakhir kali ia menginjakkan kaki di kantor redaksi.Freya tertegun melihat penampilannya di cermin. Ia tampak seperti orang asing. Wajahnya pucat dan matanya merah, tanda bahwa ia telah mengalami banyak tekana
Harapan Freya untuk mengungkap kebenaran tertunda ketika sosok yang tidak asing muncul di ambang pintu kantornya. Freya mendongak dari layar komputernya dan melihat Adrian Kingsley, teman SMA-nya yang kini berubah. Sosok Adrian yang gempal berubah menjadi pria tinggi dan tegap, dengan bahu yang lebar dan otot-otot yang terbentuk. Namun sorot matanya yang teduh dan alisnya yang lebat tidak berubah. Rasa terkejut dan penasaran muncul di matanya saat ia menyapanya. "Adrian? Apa yang membawamu ke sini?" tanya Freya. Freya sontak berdiri di belakang mejanya, menatap Adrian dengan heran. Ia tidak menyangka bahwa Adrian akan datang mengunjunginya. Ekspresi Adrian adalah perpaduan antara kekhawatiran dan kehati-hatian saat dia melangkah masuk ke kantornya, menutup pintu di belakangnya. Adrian berjalan ke arah Freya, wajahnya menunjukkan keseriusan. Ia tahu bahwa ia harus menjelaskan situasinya kepada Freya, tetapi ia tidak tahu bagaimana ia harus memulainya. "Freya, boleh aku minta wa
Sandra, pemimpin redaksi Freya, memasuki ruangan dengan setumpuk kertas di tangannya. Ia tampak sibuk dan terburu-buru. "Freya, aku butuh laporan-laporan itu di meja kerja sebelum tengah hari. Para investor akan datang untuk rapat," ujar Sandra. Freya melirik Adrian, yang duduk di kursi di depannya. Ia merasa ragu-ragu untuk melanjutkan percakapan mereka, karena ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya. "Aku akan segera melakukannya, Sandra," ujar Freya. Sandra mengangguk, lalu pergi meninggalkan ruangan. Setelah Sandra pergi, Adrian menatap Freya dengan ekspresi serius. Ia tahu bahwa Freya harus fokus pada pekerjaannya, tetapi ia juga ingin melanjutkan percakapan mereka. "Aku mengerti bahwa kau harus menyelesaikan pekerjaanmu," tutur Adrian. "Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku ada di sini untukmu jika kau membutuhkanku." Freya tersenyum tipis. "Terima kasih, Adrian." Freya lalu berdiri dari kursinya dan mulai mengerjakan laporan-laporan yang diberikan Sandra. Adrian masih du
Seketika ruangan menjadi terasa hening, Freya duduk di ujung mejanya, menatap kosong ke depan. Pikirannya berkecamuk, mencoba memahami apa yang telah terjadi. Kerumitan situasinya sangat membebani dirinya, dia mondar-mandir di ruangan kantornya, keinginan untuk mendapatkan keadilan bertarung dengan bahaya yang mengancam. Freya ingin melakukan sesuatu, tapi dia takut. Dia takut akan bahaya yang mengancamnya jika dia mengekspos Marcus. Dia juga takut akan konsekuensinya jika ia membiarkan dugaan tindak kriminal Marcus berlanjut. "Adrian, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan," katanya, berhenti di depan Adrian yang berdiri di ambang pintu. "Aku ingin Marcus membayar perbuatannya, tapi aku tidak bisa mengabaikan bahayanya. Mengekspos Marcus terasa seperti berjalan di atas seutas tali."
Laboratorium biologi SMA Grapevine dipenuhi dengan suara-suara remaja yang sedang berdiskusi dan gemerincing alat uji lab. Aroma khas dari hewan mati masih tercium, bercampur dengan bau kertas dan tinta. Meja-meja yang sudah usang penuh dengan coretan, tanda-tanda dari semangat remaja yang menggebu-gebu. Di depan ruangan, papan tulis penuh dengan gambar-gambar anatomi tubuh yang menakjubkan. Miss Andrew, guru biologi yang penuh semangat, bercerita tentang sel dan gen. Gambar-gambar yang diproyeksikan di layar membuat para siswa terpana, seolah-olah mereka baru saja melihat rahasia kehidupan. Ruang kelas menjadi tempat para siswa belajar dan bereksplorasi. Bisikan dan tawa para siswa terdengar di antara percakapan serius. Mikroskop tampak seperti gerbang menuju dunia misterius yang tersembunyi dari mata telanjang manusia. Derit bangku dan gemerisik jas lab terdengar saat para siswa belajar tentang kehidupan. Di tengah-tengah keramaian itu, Freya berjalan dengan anggun. Rambut
Musik jazz yang lembut mengalun di kedai kopi, menciptakan suasana yang santai dan intim. Freya duduk di seberang Adrian, menatap lurus ke depan, tetapi pikirannya melayang. Gadis itu mengenang masa-masa SMA mereka, ketika mereka pertama kali bertemu di kelas biologi. Mereka adalah dua orang yang sangat berbeda, tetapi mereka menemukan kesamaan dalam kecintaan mereka pada sains. Mereka menjadi teman dekat, dan mereka menghabiskan banyak waktu bersama di laboratorium. Di dekatnya, mesin espresso mengeluarkan aroma kopi yang baru diseduh. Aromanya yang kuat dan manis bercampur dengan wangi kopi yang sudah lama diseduh Adrian hendak membagikan hasil investigasinya, tetapi Freya tidak bisa fokus. Pikirannya berkelana kembali ke masa lalu, ketika mereka pertama kali bertemu. Freya akhirnya menyadari bahwa Adrian sedang menatapnya. Dia melihat ekspresi penuh perhatian di wajahnya, dan jantungnya mulai berdebar kencang. "Kamu melamun sedari tadi, Freya. Apa semuanya baik-baik saja?" ta
Freya duduk di kursi penumpang mobil Adrian, menatap lurus ke depan. Dia berusaha untuk fokus pada jalan, tetapi pikirannya berkelana. Dia memikirkan potensi bahaya yang menanti mereka, dan dia merasakan jantungnya berdebar kencang.Adrian mengemudi dengan hati-hati, tetapi dia juga tidak bisa sepenuhnya fokus pada jalan. Dia bisa merasakan kegelisahan Freya, dan ingin menghiburnya. Pria itu sesekali melirik ke arahnya dan melemparkan senyumannya.Freya melihat senyuman Adrian, dan dia merasa sedikit lebih baik. Dia tersenyum kembali, dan mulai merasa lebih rileks.Adrian memarkir mobilnya di garasi. Mereka berjalan ke gedung apartemen menuju kamar Adrian.Freya memasuki kamar apartemen Adrian, dan langsung merasakan suasana yang hangat dan nyaman. Aroma pinus yang lembut tercium di udara.Adrian membawa Freya ke ruang tamu, yang sangat rapi dan tertata. Sofa berwarna krem dan kursi berlengan ditata dengan rapi, dan meja kopi dihiasi dengan beberapa tanaman hias.Freya menarik nafasny