Kaina membuka korden kamarnya, ia melihat ke arah luar jendela, air hujan yang deras menghalangi pandangan Kaina. Di malam ini hujan turun dengan sangat derasnya membuat Kaina semakin cemas terhadap Rangga sang adik ipar.
"Rangga sudah pulang apa enggak ya? Hujan sangat deras malam ini," ujar Kaina berbicara sendiri.
Kaina menutup kembali korden lalu dia berjalan menuju keluar kamar.
"Bik...bibik...bik," teriak Kaina di ruang tengah.
Tidak lama salah satu pembantu keluar dengan sangat terburu-buru, dia bernama bik Ima.
"Iya non, ada apa?"
"Rangga sudah pulang bik?"
"Belum Non, Aden Rangga dari tadi pagi waktu berangkat ke sekolah belum datang Non."
"Dari tadi pagi?" Kaina terkejut. Dia semakin cemas terhadap Rangga.
"Iya Non."
"Yasudah bibik makasih, bibik boleh istirahat ke belakang lagi."
"Iya Non sama sama, yasudah saya balik ke belakang dulu Non," pamitnya lalu kembali lagi ke belakang.
Kaina memegangi kepalanya bingung. Dia mondar mandir menunggu Rangga datang.
"Ya ampun itu anak kemana saja? Jam segini gak pulang hujannya deras lagi! Kalau di telfon pasti gak akan di angkat, bagaimana ini?"
"Apa aku nanya ke Mas Brian ya? Mungkin dia tau dimana Rangga sekarang, iya aku harus bertanya ke dia," sambungnya.
Kaina pergi menuju lantai atas namun belum sempat dia ingin menaiki anak tangga pertama tiba tiba Brian sudah turun dari kamarnya dengan baju santai dan raut wajah yang tidak berubah, dia tetap dingin. Kaina sontak terkejut lalu dia menunduk.
"Mn, maaf aku tadi mau bertanya tentang Rangga soalnya dia tidak pulang dari tadi pagi."
Brian terus fokus menuruni anak tangga tersebut hingga sampai pada hadapan Kaina.
"Ngapain kamu nanya Rangga memangnya kamu siapa? Jangan mentang mentang kamu menikah sama aku kamu akan menjadi istri aku! Tidak semudah itu, aku membeli kamu dengan uang juta-an hanya untuk membuat kamu sengsara dan balas dendam kepada kakak sepupu kamu yang tega itu, inget itu baik baik," ujar Brian dengan penuh kebencian terhadap Kaina.
Kaina hanya bisa pasrah sudah setiap hari dia mendapatkan penuturan seperti itu dari Brian. Pernikahan mereka baru berjalan dua bulan bagi Kaina pernikahan tersebut bukan kebahagiaan namun siksaan, sudah banyak air mata tumpah di dua bulan tersebut.
Kaina mengangguk takut dengan pandangan yang masih tetap menunduk karena tidak berani menatap wajah Brian.
"Maaf! Aku hanya khawatir saja terhadap Rangga soalnya dia belum pulang dari tadi pagi aku takut dia di apa apain sama orang," ucap Kaina dengan nada pelan.
"Rangga itu cowok bukan perempuan tolol seperti kamu," cibir Brian lalu dia berjalan menuju sofa ruang tamu.
Kaina terdiam. Dia hanya bisa menatap tubuh Brian dari belakang, air matanya sengaja dia bendung agar tidak tumpah di malam ini. Saat seperti itu Kaina hanya bisa tersenyum, senyuman setiap harinya senyuman menahan kesedihannya.
Tidak lama dari itu tiba tiba pintu masuk di luar terbuka memperlihatkan Rangga yang baru datang dengan kondisi basah kuyup serta beberapa luka memar di bagian wajahnya.
Kaina langsung menghembuskan nafas lega lalu dia mendekat ke arah pintu masuk.
Rangga yang melihat Brian duduk di sofa ruang tamu, langsung membuang muka setelah itu dia terburu-buru untuk masuk ke dalam kamar miliknya.
"Berhenti."
Rangga tetap berjalan dengan santai menuju kamarnya. Dia berlagak tuli tidak mendengarkan ucapan Brian.
Brian yang merasa ucapannya tidak di patuhi oleh Rangga, ia pun berdiri dengan sangat marahnya.
"RANGGA BERHENTI! AKU BILANG BERHENTI YA BERHENTI!!" teriak Brian.
Langkah kaki Rangga terhenti begitu juga dengan langkah kaki Kaina yang sedikit lagi hampir sampai ke arah Rangga.
"Baru pulang kamu? Tawuran lagi atau balapan, JAWAB!!" bentak Brian.
Rangga tidak berbalik, dia membelakangi Brian. Tersenyum sendiri, sudah biasa dia di bentak oleh kakak kandungnya sendiri.
"Apa urusannya dengan lo? Hidup hidup gue, gue capek mau tidur," ujarnya santai.
Rangga sempat ingin melangkahkan kakinya lagi namun ancaman Brian berhasil menghentikannya.
"Berani pergi akan aku pastikan semua fasilitas milik kamu akan aku ambil dan akan aku kirim kamu ke panti asuhan."
Rangga mengepal kedua tangannya. Dia sudah sangat marah sekarang, ia langsung membalikkan tubuhnya menghadap Brian. Rangga menatap wajah Brian dengan sangat tajam.
"Bener kan gue itu bukan anak dari keluarga ini? Gue anak pungut gak seperti lo yang sukses dan selalu di bangga banggakan, ambil semua fasilitas itu makan jika perlu."
Kaina yang melihat mata Rangga yang sendu merasa kasihan. Dia teringat dengan kisahnya dulu yang selalu tidak dianggap oleh ibu tirinya.
Brian melipat kedua tangannya dengan sangat angkuhnya, ia tersenyum sinis ke arah Rangga.
"Kamu itu manusia tidak tau di untung ya? Kamu itu tolol buat apa kamu sekolah ngeluarin biaya banyak demi kamu, etika saja gak punya bahkan susah sekali di atur, bisanya tawuran balapan dasar sampah masyarakat!" sindir Brian.
Rangga langsung murka. Dia membuang tas sekolah yang berada di punggungnya dengan sembarangan. Rangga berlari ke arah Brian dan menghajarnya dengan sangat keras di bagian pipinya hingga tubuh Brian oleng dan jatuh terduduk di lantai. Pipi Brian memerah juga bibir indahnya mengeluarkan darah. Kaina yang melihat itu pun sontak terkejut.
"RANGGA STOP, SUDAH JANGAN BERKELAHI!" teriak Kaina.
Rangga mengatur nafasnya setelah itu dia menatap Brian yang sedang memegangi ujung bibirnya yang terus mengeluarkan darah.
"Dengerkan baik baik tuan Brian Wilson! Gue emang sampah di mata kalian tapi ingat gue bukan kucing hitam yang hanya bisa membuat wanita menangis dan bahkan lebih tepatnya Kucing hitam hidung belang, Gue harap lo ngerti ucapan gue itu oke."
Setelah itu Rangga menunjuk ke arah Kaina dengan tatapan sinis.
"Dan untuk lo, wanita lugu yang mau maunya di bodohi oleh laki laki bangsat ini, gue harap lo bisa sadar dan lo bisa pergi biarin laki laki brengsek ini hidup dengan wanita wanita nya sendiri."
Brian semakin marah. Dia mengepal kedua tangannya setelah itu dia bangun dan berbalik menghajar Rangga tanpa ampun.
"BRIAN STOP, BRIAN BERHENTI!" teriak Kaina.
Kaina mendekat ke arah mereka. Ia mencoba untuk memisahkan Rangga dan Brian namun tubuh mungilnya terhempas oleh dorongan kasar Brian.
"Minggir," bentak Brian.
BUK,
Dahi Kaina terbentur ke tembok, kaina memeganginya dan tanpa sadar mengeluarkan darah.
"Udah berhenti! Brian berhenti kasihan Rangga dia adik kamu," teriak Kaina sambil mencoba memisahkan mereka lagi.
Kaina mencoba mendorong tubuh Besar Brian untuk pergi.
"Brian berhenti," ucap Kaina lirih hingga membuat Brian berhenti lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.
Kaina menangis melihat Rangga yang sudah babak belur.
"Kamu gapapa kan?" tanya Kaina cemas lalu membantu Rangga untuk duduk setelah itu dia memeluknya erat.
Brian hanya melirik ke arah mereka berdua.
"Gue gak bisa nafas," ujar Rangga cepat.
Kaina langsung melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya.
"Kenapa lo nangis?" tanya Rangga kesal.
"Aku hanya kasian sama kamu."
"Gue gak mau di kasihani," cetus nya.
Rangga berdiri dan mengambil tasnya yang tergeletak dengan sembarangan di lantai kemudian dia berjalan menuju kamarnya lagi.
Setelah selesai membersihkan tubuhnya dan juga selesai membereskan kamar miliknya Kaina langsung keluar dari dalam kamar, ia pergi ke dapur untuk memasak.Luka di dahi nya juga sudah di obati semalam. Hari ini adalah hari minggu, biasanya hari ini adalah jadwal Kaina untuk memasak di satu hari full dari sarapan pagi siang dan malam.Kaina juga sudah meminta kepada para pembantu untuk menuruti kemauannya memasak satu hari full di hari minggu meskipun pembantu sudah menolaknya namun ia masih tetap kekeh untuk memasak.Kaina terlahir dari keluarga yang sederhana, patut saja dia tidak bisa berdiam diri dan tidak melakukan apapun. Setiap hari Kaina selalu membantu pekerjaan para pembantu meskipun pembantu tidak mengizinkan nya.Saat Kaina ingin menutup pintu kamar tanpa sadar Brian sudah berada di ruang tengah, dia menatap Kaina sekilas."Bik...bibik."Bri
Clek. (Suara pintu terbuka)Kaina membuka pintu kamar Rangga dengan membawa nampan yang berisi sarapan serta susu cokelat hangat dan kotak obat. Dia berjalan dengan sangat berhati hati ke arah Rangga yang duduk di atas ranjang dengan pandangan yang menatap ke arah luar jendela.Ketika mendengar pintu kamarnya terbuka Rangga langsung menoleh ke arah pintu sebentar lalu dia memandang ke arah luar jendela lagi."Ngapain lo kesini?" tanya Rangga dengan pandangan yang masih tidak ingin beralih."Eee...ini kakak bawa sarapan untuk kamu, kamu pasti belum makan dari tadi malem! Kakak juga bawain kamu kotak obat buat ngobatin luka kamu," jawabnya.Rangga tersenyum. Dia nampak tidak percaya dengan itu.[Hati ini orang terbuat dari apa sih? Heran gue, udah gue cuekin eh malah tetep aja baik ke gue,] batin Rangga di dalam hatinya bingung.
"Mas Brian lepasin! Lengan aku sakit!" pinta Kaina berusaha untuk melepaskan genggaman keras tangan Brian di lengan mungilnya. Brian langsung menghentikan langkahnya. Sekarang mereka berdua sudah berada di depan gudang."Sakit? Sudah tau sakit kenapa kau malah ikut campur urusan aku, Hn? Apa kamu sudah siap mati di hadapan aku sekarang?" tanya Brian.Kaina menunduk mendengar ancaman itu keluar dari mulut Brian dengan sangat jelasnya."Maaf mas tapi aku kasian sama Rangga dia____""APA HUBUNGANNYA RANGGA DENGAN KAMU GADIS TOLOL?"Teriakan itu berhasil menghentikan ucapan Kaina. Sekarang Brian sudah benar-benar murka, ia tidak suka orang lain ikut campur dalam urusan pribadinya."I-iya mas, a-aku aku mengaku salah." Kaina gemetar."Aku sebenarnya capek sekali untuk selalu berurusan dengan perempuan bodoh tolol bahkan goblok seperti kamu. Tapi
Brian berdiri di dekat jendela, ia menyibak korden lalu melihat ke arah luar dari kamarnya yang berada di lantai tiga. Brian terus memandangi hujan yang turun begitu deras malam ini, sudah beberapa hari hujan turun di malam hari.Brian memandangi hujan itu lumayan lama tiba-tiba dia teringat dengan anak perempuan bertubuh mungil. Anak perempuan baik hati yang mau berteman dengan dirinya di waktu kecil meskipun semua teman Brian yang lain sangat enggan untuk berteman dengan Brian."Aku merindukan kamu anak perempuan baik hati! Aku yakin kamu sudah besar sekali namun aku meninggalkan kamu tampa pamit terlebih dahulu maaf, maafkan aku yang tidak bisa menepati semua kata kata aku. Jujur, aku sangat merindukan kamu jika ada waktu aku akan pergi ke Surabaya untuk menemui mu lagi, bahkan meminta maaf kepada kamu," ujarnya.Brian memejamkan mata, berusaha untuk mengontrol dirinya agar tidak terlarut dalam suasana.Brian melihat
"Dia aku kurung!"Tita semakin geram dengan kelakuan Brian."Biadap! Laki laki gak ada akal sehat! Rendah sekali harga dirimu menjadi seorang laki laki! Bisa bisanya berbuat jahat pada perempuan. Kamu itu Eeeeeeeh.... BRENGSEK SEKALI! Cepat kasih tau di mana Kaina sekarang."Brian tetap diam dan tenang tanpa merasa bersalah sedikit pun."JAWAB BRIAN!" Teriak Tita.Brian diam beberapa detik. "Lebih baik kamu pulang saja. Gak ada gunanya juga kamu disini, lebih baik pergi." Brian menunjuk ke arah pintu."Sungguh menyesal aku pernah mencintai kamu Brian! Laki laki biadap paling gila yang pernah aku temukan di dunia ini adalah kamu. Brian Wilson." Tita menekan suaranya ketika menyebutkan nama panjang Brian dengan sangat kesalnya."Silahkan pergi Nona, aku sudah meminta mu dengan sangat lembut bukan? Jadi pergilah sebelum aku berperilaku kasar terhadap dirimu." ucap Brian
"Bos, gue mau lo bunuh kakak kandung gue! Gue capek liat dia yang selalu berlagak hebat dan selalu berperilaku benar, gue mau lo hajar kakak kandung gue hingga mati pun gapapa. Gue sudah ikhlas banget malahan terima kasih banget." Nyerosos Rangga tanpa rem di hadapan Kai.Pria yang bernama Kai hanya bisa menganga melihat salah satu anak buahnya tiba tiba aneh mendadak."Mau kan boss?" tanya Rangga memaksa."Gue mau tanya sama lo? Lo waras nyuruh gue habisin nyawa kakak kandung lo, ah?""Gue masih waras boss, gue mau ngelakuin ini karena gue udah gak kuat dengan semua kelakuannya yang semenah menah ke gue! Gue capek di larang dan selalu salah di mata nya."Kai menggaruk garuk kepala nya bingung. Dia masih belum tau persis seperti apa masalah Rangga tersebut namun Rangga sudah mendesak dirinya untuk menghabisi langsung kakak kandungnya sendiri."Masalahnya itu gue gak bisa hajar o
Kaina duduk di lantai sebelah kanan ranjang kamar tidur, memeluk erat kedua lututnya. Diam merenungi jalan hidupnya yang tidak sesuai dengan keinginan nya.Tangisan itu tidak pernah berhenti di pipi Kaina. Setiap hari dia akan selalu menangis bahkan di perlakukan kasar oleh Brian dengan seenaknya."Kapan aku mati? Aku sudah sabar dengan semuanya, aku sudah berusaha ikhlas dengan semuanya, tapi apa? Apa yang aku dapat? AKU MENANGIS SETIAP HARI DI DALAM KAMAR INI TUHAN!" teriak Kaina meluapkan kekesalannya.Nafas Kaina ngos ngosan, jantung nya berdetak kencang bahkan tangisan itu semakin deras. Setiap hari Kaina berteriak di dalam kamar nya meluapkan amarah nya tanpa seorang pun yang tau.Setiap ruangan di rumah Brian memang di buat kedap suara bahkan di gudang pun juga sama seperti itu, jadi semua orang bebas berteriak dan membicarakan sesuatu yang rahasia di dalam ruangan nya masing-masing. Ti
Rangga keluar dari dalam kamar mandi, di pinggangnya sudah terlilit handuk berwarna biru. Sekarang dia sedang mengeringkan rambut nya dengan handuk kecil.Rangga menatap tubuh nya di depan cermin. Tato di dada nya terlihat jelas bahkan dia masih mempunyai niatan untuk menato tubuh nya lagi di bagian punggung."Mama bakalan marah gak ya liat gue bertato seperti ini?" ucap nya berbicara sendiri di depan cermin.Rangga menatap tubuh nya di dalam cermin dengan sangat teliti."Bodoamat! Emang mereka mau marah ke gue? Memangnya mereka ngurusin gue tiap hari, enggak kan? Udahlah Rangga jangan hiraukan mereka cukup lakukanlah apa yang bisa buat lo senang oke." tutur nya sambil lalu menaik turunkan kedua alis nya.Tiba-tiba Brian membuka pintu kamar Rangga tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia langsung masuk seenaknya hingga membuat Rangga kaget dengan kehadiran Brian dari arah cermin di hadapan nya
Rangga keluar dari dalam kamarnya. Dia sekarang menggunakan seragam sekolah dengan amburadul bahkan baju seragamnya saja ada di luar. Rangga melangkah menuju meja makan untuk sarapan pagi sementara Brian sudah duduk di sana dan menyantap sarapan paginya.Brian langsung mengerutkan kedua alisnya. Pemandangan di pagi ini membuat kedua matanya sakit untuk melihat, apalagi ulah sang adik kandung yang tidak mau akur dengan dirinya."Pagi," Sapa Rangga lalu dia duduk di kursi dan menyantap makanan di hadapannya langsung."Menjijikkan." Kata Brian sinis."Maksudnya Lo apa? Jangan seenaknya ini hidup gue bukan hidup lo yang penuh dengan drama dan pamer!" Cibir Rangga langsung."Kamu itu bukan orang susah! Jadi ubah cara makan kamu dengan cara yang baik dan sopan bukan seperti itu! Langsung makan tanpa berdo'a, bukankah itu sangat menjijikkan!" Sahut Brian kesal.Rangga mengangkat sendok nya yang berisi nasi dan la
Kaina mendengar ada ketukan pintu dari arah luar malam ini. Dia melangkah ke arah ruang tamu lalu mendekat ke jendela dan menyibak sedikit korden tersebut.Senang sekaligus bahagia melihat sosok Rangga yang kini telah balik ke rumah itu. Senyuman mereka di bibir mungilnya."Rangga sudah balik, aku kira Mas Brian sudah tidur jadi aku kunci pintunya tadi dan ternyata dia pergi ke bandara untuk menjemput Rangga," ucapnya dengan senang."Dengar orang ketuk pintu enggak sih! Ini capek berdiri terus woy!" Teriak Brian kesal.Rangga melirik Brian yang berada di sebelahnya. Dia langsung tersenyum sinis."Orang gila!" Gumamnya.Brian langsung menoleh ke arah sebelahnya. "Maksud kamu apa? Kamu bilang aku orang gila?!"Pintu tersenyum terbuka membuat semuanya melihat ke arah Kaina yang berdiri di hadapan mereka berdua dengan senyuman bahagia."Kuping lo salah dengar kambyang!!" Bantahnya.
Asap dari wajan memberikan aroma yang enak untuk hidung. Makanan lezat itu kini masih di masak di dalam wajan. Hari ini Kaina memasak nasi goreng untuk sarapan pagi Brian di tambah telur ceplok dan susu hangat kesukaan Brian.Setelah Kaina merasa masakan itu sudah matang, dia mematikan kompor dan menyajikan nasi goreng itu ke piring.Brian turun dari kamarnya di lantai atas. Dia memakai pakai santai dengan kondisi wajah yang terlihat begitu malas sekali. Kaina yang hendak ingin menaruh makanan itu di meja makan sontak terkejut melihat Brian yang sudah melangkah ke arah meja makan."Mas Brian kok tidak pakai baju kantor? Bukannya hari ini hari kerja?" tanya Kaina.Brian menatap wajah Kaina sekilas lalu dia menarik kursi dan duduk di sana tanpa menjawab pertanyaan yang tidak penting itu."Em, baiklah." Kaina menaruh makanan itu di hadapan Brian.Tanpa banyak bicara lagi Brian langsung menyantap sarapan pagin
Brian menatap ke arah luar jendela, sekarang dia berada di dalam kamar nya. Dia benar benar hancur karena kejadian kemarin siang. Rasa cintanya yang dulu kini telah terbakar menjadi abu."Mungkin aku sudah gila jika aku masih tetap mencintai dia padahal dia sudah tidak cinta lagi kepadaku, secepat itu kah dia berpaling dari aku," ucap Brian lirih.Brian mencoba untuk memejamkan mata nya. Dia ingin merasakan ketenangan untuk saat ini meskipun itu hanya sebentar saja.Tok.. Tok.. Tok..Kaina mengetuk pintu kamar Brian. Dia berharap Brian tidak marah jika Kaina menganggu jam istirahatnya sebentar."Maaf Mas menganggu tapi aku ingin menaruh baju milik kamu yang sudah selesai di cuci dan di setrika," ujar Kaina.Brian tidak menjawab, dia terus diam dengan mata terpejam. Dia tidak memperdulikan apapun yang akan mengganggu dirinya saat ini.Kaina lang
Brian menghadang Tita yang terus memaksa masuk ke dalam dengan seenaknya."Jangan halangi jalan aku!" Bentak Tita."Gak akan pernah aku biarin kamu masuk seenaknya begini! Kamu bukan siapa siapa dan ingat ini rumah aku jadi pergilah dari sini." Usir Brian dengan sangat kesal."Aku gak peduli!" Tita terus berusaha untuk masuk ke dalam namun dengan cepat Brian menghadangnya lagi."Harus berapa kali aku bilang jangan halangi jalan aku!" Bentak Tita marah."Pergi, AKU BILANG PERGI!!" Teriak Brian."Berapa kali pun kamu mencoba untuk mengusir aku dari sini. Aku gak akan pernah mau pergi sebelum aku bertemu dengan Kaina, titik!""Sampai kapan pun itu aku gak akan pernah memberikan kesempatan kamu untuk bisa bertemu dengan gadis tolol itu lagi."Tita sudah benar benar murka dia mencoba untuk mendorong tubuh kekar Brian agar tidak menghalanginya untuk masuk."KAMU BIADAP SEKALI BRIAN! HA
"Hallo...hallo! lo budek ya?!" Suara ngegas Rangga terdengar di balik telepon.Brian hanya memutar malas bola matanya. Dia sudah merasa malas sekali mendengar suara adiknya yang selalu menguji kesabarannya itu."Jawab bangsat! Gue doain tuli beneran kuping lo!""Hn, apa sih? Berisik banget dari tadi!!" Bentak Brian."Widih udah mulai ngegas juga ya lo Brian, wih cakep. Sudah bebas kan lo di rumah menyiksa Kak Kaina? Ngaku lo?!""Apa sih? Berisik sekali seperti burung beo!""Ngajak berantem lo, ah? Mau mati lo?!" tanya Rangga dengan mengancam Brian.Lagi lagi Brian hanya bisa bersabar, ia juga bingung dengan adik satu satunya itu, bisa bisanya Rangga menelfon Brian hanya untuk beradu mulut saja."Takut kan lo! Hah sok sok an bentak bentak gue, gue hajar jadi peyek wajah lo!!""Ampun bang jago." ucap Brian mengejek.
Kaina menata makanan yang sudah dia masak di atas meja makan. Di meja makan tersebut sudah ada Brian dan juga Lamela yang bersiap untuk makan.Mata Kaina terlihat sudah bengkak akibat menangis tadi. Cacian dan pukulan kasar telah ia rasakan hari ini. Jika di kata sakit mungkin Kaina tidak bisa menggambarkan rasanya."Sayang setelah makan aku mau ke rumah teman sebentar boleh?" tanya Lamela.Brian yang tadinya ingin menaruh nasi di atas piring sontak terhenti."Ngapain ke rumah teman kamu sayang?" taanya Brian balik."Aku sangat merindukannya! Sudah hampir sebulan aku tidak menemuinya. Boleh ya sayang?"Lamela memperlihatkan wajah melasnya di hadapan Brian sedangkan Kaina masih tetap berdiri di sana, ia hanya diam dan menuangkan air minum ke gelas Brian dan Lamela."Teman kamu cewek atau cowok?" Brian mulai posesif."Cewek sayang," ja
Jam sudah menunjukkan pukul 10:34 namun Kaina tidak juga bangun. Dia kelelahan karena tadi malam membersihkan kamar Brian dan mencuci semua baju kotor milik Brian.Sekarang dia masih tetap tertidur pulas di balik selimut. Biasanya jam seperti ini dia sudah selesai memasak sarapan pagi untuk Brian namun untuk pagi ini Kaina tidak bangun karena kecapean tadi malam. Sementara kedua sejoli sudah merasakan kelaparan di ruang tengah. Mereka menunggu Kaina keluar dari dalam kamar nya namun yang di tunggu tunggu masih tetap tertidur."Sayang aku lapar banget!" Rengek Lamela bergelanyut manja di lengan kanan Brian."Tunggu sebentar lagi palingan gadis tolol itu masih mandi, jadi tunggu saja ya sayang," ucap Brian fokus membalas pesan dari salah satu teman kerjanya.Lamela mendengus kesal. Dia berhenti bergelanyut di tangan Brian dan melipat kedua tangan nya di depan dada."Aku kesal kepadamu sayang!" uc
Malam ini Brian dan Lamela tidak keluar dari dalam kamar atas padahal sekarang jam makan malam. Masakan Kaina pun sudah matang dan tertata rapi di atas meja makan."Apa mereka masih sedang bersiap siap? Sudahlah aku pergi ke kamar dulu nanti aku balik lagi kesini," ujarnya lalu berjalan menuju kamar milik nya dengan sangat berhati hati.Brian yang tadinya ingin menuruni para anak tangga sontak terhenti. Dia memandangi Kaina dari lantai atas. Langkah demi langkah Kaina terus di pandang oleh Brian."Tunggu!" ucap Brian.Langka kaki Kaina sontak terhenti, ia langsung melihat ke arah lantai atas melihat Brian yang sudah berjalan menuruni para anak tangga."Ada apa Mas?" tanya Kaina setelah Brian tiba di bawah."Aku mau makan." Brian langsung berjalan menuju meja makan lalu di ikuti oleh Kaina di belakang.Sampai di meja makan Brian langsung duduk. Kaina ingin menaruh