Clek. (Suara pintu terbuka)
Kaina membuka pintu kamar Rangga dengan membawa nampan yang berisi sarapan serta susu cokelat hangat dan kotak obat. Dia berjalan dengan sangat berhati hati ke arah Rangga yang duduk di atas ranjang dengan pandangan yang menatap ke arah luar jendela.
Ketika mendengar pintu kamarnya terbuka Rangga langsung menoleh ke arah pintu sebentar lalu dia memandang ke arah luar jendela lagi.
"Ngapain lo kesini?" tanya Rangga dengan pandangan yang masih tidak ingin beralih.
"Eee...ini kakak bawa sarapan untuk kamu, kamu pasti belum makan dari tadi malem! Kakak juga bawain kamu kotak obat buat ngobatin luka kamu," jawabnya.
Rangga tersenyum. Dia nampak tidak percaya dengan itu.
[Hati ini orang terbuat dari apa sih? Heran gue, udah gue cuekin eh malah tetep aja baik ke gue,] batin Rangga di dalam hatinya bingung.
"Gue gak mau makan! Bawa semua itu keluar!"
Kaina menaruh nampan tersebut di dekat Rangga. Ia duduk di sebelah Rangga yang masih tetap memandang ke arah luar jendela.
"Rangga," panggil Kaina sambil memegang bahu kanan Rangga.
Rangga menoleh ke arah Kaina lalu ia menyingkirkan tangan Kaina di bahu kanannya.
"Gue gak suka di sentuh oleh orang yang enggak gue kenal, mengerti!" bentak nya.
Kaina hanya bisa tersenyum.
"Ngapain lo senyum begitu! Jijik tau gak!"
"Kamu itu sudah aku anggap adik jadi mau secuek apa pun, sedingin apa pun sikap kamu ke aku tidak akan pernah merubah kasih sayang aku ke kamu."
Rangga mengerutkan alisnya bingung.
"Ini makan, kakak sudah buatin kamu susu cokelat kesukaan kamu."
Kaina menjulurkan nampan tersebut di pangkuan Rangga namun Rangga hanya terdiam menatap Kaina, ia tidak menerima nampan tersebut.
Kaina menaruh kembali nampan tersebut di atas ranjang.
"Boleh gak Kakak suapin kamu?"
Rangga menghembuskan nafas pasrah. "Terserah." jawab nya.
"Yaudah kakak suapin ya." ucap Kaina dengan raut wajah senang lalu menyuapi Rangga dengan penuh kasih sayang.
"Buka mulutnya."
Rangga pun menurut lalu mengunyah makanan tersebut dengan sangat terpaksa.
"Nanti kakak obatin ya lukanya."
Rangga mengangguk dengan sangat malas meskipun begitu Kaina bahagia melihat sedikit perubahan sikap Rangga terhadap dirinya.
"Kakak harap kamu bisa seperti ini kepada kakak setiap hari sebab itu akan membuat kakak sangat bahagia! Kakak juga kasihan sama kamu, kamu itu selalu salah di mata Mas Brian. Tapi kakak paham kamu ngelakuin itu karena kurang kasih sayang, kurang seseorang yang perhatian sama kamu maka dari itu kakak akan membuat kamu berubah, membuat semua ucapan mas Brian itu salah. Kalau sebenarnya Rangga itu Adalah anak baik dan gak ngerepotin." tutur Kaina kemudian ia tersenyum.
Rangga yang tadinya mengunyah sesendok nasih di mulutnya seketika terhenti mendengar tuturan Kaina tadi. Ia menatap bola mata Kaina.
"Lo kenapa baik sama gue? Padahal gue sangat cuek sama lo bukan itu saja gue bahkan pernah berperilaku kasar. Terbuat dari apa sih hati lo?"
"Kakak boleh meluk kamu?"
Rangga memperlihatkan ekspresi terkejut.
"Boleh?" Tanya Kaina ulang.
Rangga mengangguk pelan dengan cepat Kaina menaruh piring yang berisi sarapan pagi Rangga lalu ia memeluk tubuh Rangga erat.
"Kakak pernah berada di posisi kamu, kakak dulu selalu salah di mata ibu tiri kakak. Jadi kakak tau bagaimana rasanya di posisi kamu saat ini, jika kamu tidak kuat menjalaninya kamu tidak akan akan bisa. Tapi aku yakin sekali kamu itu anak laki-laki yang hebat."
Kaina mengusap lembut punggung Rangga membuat Rangga nyaman dengan pelukan tersebut. Rangga mencoba untuk berbalik memeluk tubuh Kaina namun Kaina sudah lebih dulu menyudahi pelukan itu.
"Aku yakin kamu pasti bisa. Kakak yakin itu, jadi kamu harus kuat."
Kaina tidak ada hentinya memberikan semangat sebagai dorongan untuk Rangga agar bisa berubah.
"Makan lagi ya? Setelah itu kakak obatin luka kamu biar cepat sembuh dan besok bisa sekolah."
Seperti ada magnet di tubuh Rangga saat ini, ia hanya bisa mengangguk patuh dengan ucapan Kaina.
"Maaf." Sekilas kata itu keluar dari mulut Rangga tanpa di sadari.
"Maaf? Maaf buat apa?" tanya Kaina balik.
"Maaf karena...."
Suara tepukan tangan dari arah pintu masuk kamar Rangga berhasil menghentikan ucapan Rangga tadi. Mereka berdua menoleh ke arah sumber suara membuat keduanya sama sama terkejut melihat kedatangan seorang pria di tempat itu.
"Bagus, bagus! Ternyata perempuan tolol ini sudah mau menjadi pahlawan kesiangan, hm?"
Kaina menundukkan kepalanya, ia diam membisu karena kesalahannya hari ini. Kaina akui dia salah namun dia hanya kasihan saja terhadap Rangga karena itulah dia menjadi nekat.
"Kenapa diam nona Kaina?"
Rangga langsung merubah ekspresi wajahnya dengan ekspresi lesu melihat pria jahat yang tidak lain adalah kakak kandungya sendiri.
Brian melangkah mendekati mereka berdua. Dia berhenti tepat di hadapan Kaina yang masih setia menunduk karena takut.
"Sudah ada pahlawan di sini rupanya." Brian melihat wajah mereka berdua dengan bergantian. Senyuman sinis terlihat jelas di bibir indahnya. Rasa marah ia pendam terlebih dahulu.
"BERDIRI!" teriak Brian berhasil membuat Kaina sangat terkejut mendengarnya.
Kaina berdiri namun pandangnya masih tetap menunduk, disusul oleh Rangga yang merasa geram dengan perilaku kakaknya itu.
"Lo kenapa sih selalu seenaknya? Selalu sok berkuasa? Gue tau lo itu hebat bisa cari uang sendiri bahkan selalu di puji di mata orang lain. Tapi kenapa lo gak ngaca dengan sikap bedebah lo ini?" tutur Rangga dengan sangat kesal.
"Kamu diam! Gak ada urusannya ini dengan kamu."
Brian menarik lengan Kaina dengan sangat kasar, ia menarik paksa Kaina agar bisa keluar dari dalam kamar Rangga namun lengan Kaina yang satunya masih bisa di tarik oleh Rangga.
"Lo bisa gak sih gak kasar sama cewek?" kata Rangga.
"Diem! Berapa kali aku bilang jangan ikut campur urusan aku! Lepas!!" Brian menarik kasar lengan Kaina hingga meringis kesakitan.
"Enggak, gue gak mau lepasin."
"Oh sudah mulai berani ya sekarang kamu! Baiklah tunggu saja hukuman yang jauh lebih parah lagi dari ini."
"Sudah, sudah Rangga aku gapapa kok, lepaskan aku," pinta Kaina karena dia takut ucapan Brian itu benar akan terjadi.
"Gue gak mau."
Brian mencoba melepas tangan Rangga dari lengan Kaina setelah itu dia menarik Kaina keluar kamar.
"BRIAN LEPASIN KAK KAINA....!" teriak Rangga.
BRAK!
Brian membanting pintu kamar tersebut dengan sangat kasar hingga menimbulkan bunyi yang lumayan keras.
"Brengsek sekali lo Brian!" umpat Rangga kesal.
Brian menarik kasar tangan Kaina tampa merasa kasihan sedikitpun terhadap Kaina yang sudah meringis kesakitan.
"Lepasin aku mas," pintanya.
Brian tidak menjawab dan terus menarik lengan Kaina tanpa ampun.
"Bik..bibik...bik...bibik..." teriaknya.
Keluar para pembantu di rumah tersebut. Mereka keluar dengan sangat terburu-buru, sementara bik Aya sudah panik melihat Brian.
Mereka sama sama menundukkan pandangannya. Mereka berdua sudah tau kalau Brian benar-benar tidak dalam kondisi baik baik saja.
[Ya ampun, ada Aden Brian lagi! Tamat sudah kerjaan aku di rumah ini, aku yakin aku akan di pecat bersama Ima,] batin bik Aya.
"Siapa yang sudah berani melanggar perintah aku? Apa kalian berdua sudah mulai bosan bekerja di rumah ini? Dan juga kenapa kalian nurut untuk memberikan kunci itu kepada gadis bodoh ini?!" tanya Brian dengan nada kesal.
"Maaf Aden! Mn, tapi saya tidak tau sebab yang pegang kunci kamar itu adalah bik Aya," Sahut bik Ima.
"Tolong jangan salahkan mereka berdua jangan kamu pecat mereka mas, ini salah aku. Aku yang salah mas," ucap Kaina dengan berlinang air mata.
"Maaf Aden, saya mengaku salah, saya minta maaf Den Brian. Saya salah telah memberikan kunci itu kepada Non Kaina." Bik Aya memohon mohon kepada Brian agar bisa di maafkan dan tidak di pecat dari pekerjaannya itu.
"Hem, tidak ada pembelaan lagi. Kalian aku pecat! Beresin semua barang kalian, setengah jam lagi kalian harus segera pergi." ujarnya lalu menarik lengan Kaina untuk pergi entah kemana.
"Tapi Aden Brian kami masih ingin bekerja disini." sahut bik Ima.
"Waktu kalian di rumah aku hanya setengah jam lagi! Jika kalian tidak cepat pergi jangan harap kalian pulang dengan nyawa." ancam Brian dengan sangat marah.
"Mas Brian lepasin! Lengan aku sakit!" pinta Kaina berusaha untuk melepaskan genggaman keras tangan Brian di lengan mungilnya. Brian langsung menghentikan langkahnya. Sekarang mereka berdua sudah berada di depan gudang."Sakit? Sudah tau sakit kenapa kau malah ikut campur urusan aku, Hn? Apa kamu sudah siap mati di hadapan aku sekarang?" tanya Brian.Kaina menunduk mendengar ancaman itu keluar dari mulut Brian dengan sangat jelasnya."Maaf mas tapi aku kasian sama Rangga dia____""APA HUBUNGANNYA RANGGA DENGAN KAMU GADIS TOLOL?"Teriakan itu berhasil menghentikan ucapan Kaina. Sekarang Brian sudah benar-benar murka, ia tidak suka orang lain ikut campur dalam urusan pribadinya."I-iya mas, a-aku aku mengaku salah." Kaina gemetar."Aku sebenarnya capek sekali untuk selalu berurusan dengan perempuan bodoh tolol bahkan goblok seperti kamu. Tapi
Brian berdiri di dekat jendela, ia menyibak korden lalu melihat ke arah luar dari kamarnya yang berada di lantai tiga. Brian terus memandangi hujan yang turun begitu deras malam ini, sudah beberapa hari hujan turun di malam hari.Brian memandangi hujan itu lumayan lama tiba-tiba dia teringat dengan anak perempuan bertubuh mungil. Anak perempuan baik hati yang mau berteman dengan dirinya di waktu kecil meskipun semua teman Brian yang lain sangat enggan untuk berteman dengan Brian."Aku merindukan kamu anak perempuan baik hati! Aku yakin kamu sudah besar sekali namun aku meninggalkan kamu tampa pamit terlebih dahulu maaf, maafkan aku yang tidak bisa menepati semua kata kata aku. Jujur, aku sangat merindukan kamu jika ada waktu aku akan pergi ke Surabaya untuk menemui mu lagi, bahkan meminta maaf kepada kamu," ujarnya.Brian memejamkan mata, berusaha untuk mengontrol dirinya agar tidak terlarut dalam suasana.Brian melihat
"Dia aku kurung!"Tita semakin geram dengan kelakuan Brian."Biadap! Laki laki gak ada akal sehat! Rendah sekali harga dirimu menjadi seorang laki laki! Bisa bisanya berbuat jahat pada perempuan. Kamu itu Eeeeeeeh.... BRENGSEK SEKALI! Cepat kasih tau di mana Kaina sekarang."Brian tetap diam dan tenang tanpa merasa bersalah sedikit pun."JAWAB BRIAN!" Teriak Tita.Brian diam beberapa detik. "Lebih baik kamu pulang saja. Gak ada gunanya juga kamu disini, lebih baik pergi." Brian menunjuk ke arah pintu."Sungguh menyesal aku pernah mencintai kamu Brian! Laki laki biadap paling gila yang pernah aku temukan di dunia ini adalah kamu. Brian Wilson." Tita menekan suaranya ketika menyebutkan nama panjang Brian dengan sangat kesalnya."Silahkan pergi Nona, aku sudah meminta mu dengan sangat lembut bukan? Jadi pergilah sebelum aku berperilaku kasar terhadap dirimu." ucap Brian
"Bos, gue mau lo bunuh kakak kandung gue! Gue capek liat dia yang selalu berlagak hebat dan selalu berperilaku benar, gue mau lo hajar kakak kandung gue hingga mati pun gapapa. Gue sudah ikhlas banget malahan terima kasih banget." Nyerosos Rangga tanpa rem di hadapan Kai.Pria yang bernama Kai hanya bisa menganga melihat salah satu anak buahnya tiba tiba aneh mendadak."Mau kan boss?" tanya Rangga memaksa."Gue mau tanya sama lo? Lo waras nyuruh gue habisin nyawa kakak kandung lo, ah?""Gue masih waras boss, gue mau ngelakuin ini karena gue udah gak kuat dengan semua kelakuannya yang semenah menah ke gue! Gue capek di larang dan selalu salah di mata nya."Kai menggaruk garuk kepala nya bingung. Dia masih belum tau persis seperti apa masalah Rangga tersebut namun Rangga sudah mendesak dirinya untuk menghabisi langsung kakak kandungnya sendiri."Masalahnya itu gue gak bisa hajar o
Kaina duduk di lantai sebelah kanan ranjang kamar tidur, memeluk erat kedua lututnya. Diam merenungi jalan hidupnya yang tidak sesuai dengan keinginan nya.Tangisan itu tidak pernah berhenti di pipi Kaina. Setiap hari dia akan selalu menangis bahkan di perlakukan kasar oleh Brian dengan seenaknya."Kapan aku mati? Aku sudah sabar dengan semuanya, aku sudah berusaha ikhlas dengan semuanya, tapi apa? Apa yang aku dapat? AKU MENANGIS SETIAP HARI DI DALAM KAMAR INI TUHAN!" teriak Kaina meluapkan kekesalannya.Nafas Kaina ngos ngosan, jantung nya berdetak kencang bahkan tangisan itu semakin deras. Setiap hari Kaina berteriak di dalam kamar nya meluapkan amarah nya tanpa seorang pun yang tau.Setiap ruangan di rumah Brian memang di buat kedap suara bahkan di gudang pun juga sama seperti itu, jadi semua orang bebas berteriak dan membicarakan sesuatu yang rahasia di dalam ruangan nya masing-masing. Ti
Rangga keluar dari dalam kamar mandi, di pinggangnya sudah terlilit handuk berwarna biru. Sekarang dia sedang mengeringkan rambut nya dengan handuk kecil.Rangga menatap tubuh nya di depan cermin. Tato di dada nya terlihat jelas bahkan dia masih mempunyai niatan untuk menato tubuh nya lagi di bagian punggung."Mama bakalan marah gak ya liat gue bertato seperti ini?" ucap nya berbicara sendiri di depan cermin.Rangga menatap tubuh nya di dalam cermin dengan sangat teliti."Bodoamat! Emang mereka mau marah ke gue? Memangnya mereka ngurusin gue tiap hari, enggak kan? Udahlah Rangga jangan hiraukan mereka cukup lakukanlah apa yang bisa buat lo senang oke." tutur nya sambil lalu menaik turunkan kedua alis nya.Tiba-tiba Brian membuka pintu kamar Rangga tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia langsung masuk seenaknya hingga membuat Rangga kaget dengan kehadiran Brian dari arah cermin di hadapan nya
Kaina bingung melihat Rangga tiba tiba membawa koper dan juga tas yang di gendongnya pada malam ini."Loh, loh loh mau kemana kamu Rangga?" tanya Kaina cepat, tadinya Kaina sedang merapikan meja makan untuk bersiap makan malam.Rangga tidak menjawab pertanyaan Kaina, ia terus berjalan ke arah pintu luar. Matanya sudah terlihat sembab akibat menangis tadi bahkan bajunya saja tidak begitu rapi, terlihat acak acakan namun ketampanan nya bisa menutupi kekurangan itu."Rangga kamu mau kemana?"Kaina masih tetap penasaran sedangkan Rangga tetap diam dan terus berjalan tanpa memperdulikan pertanyaan Kaina tadi. Kaina menyusul Rangga yang terus berjalan hingga sampai di ruang tamu."Rangga berhenti." pinta Kaina setengah berteriak.Rangga menghentikan langkah nya namun dia tidak menoleh. Dia berdiri membelakangi Kaina dengan pandangan kosong ke arah luar."Kamu mau kemana? Kenapa
Kaina merasakan ada sesuatu di dekat nya, sesuatu yang membuat dia merasa tidak nyaman.Kaina membuka matanya lalu mengusap usap mata tersebut. Dia melihat sesuatu yang membuat nya tidak nyaman itu, berapa terkejut nya dia ketika tau Brian sedang tidur di sebelahnya dan memeluk erat tubuh Kaina dari samping.Wajah angkuh dingin dan kasar tidak berlaku pada saat ini. Wajah yang sebelumnya terkenal jahat tiba tiba menjadi lembut saat tertidur, polos dan terlihat mengemaskan.Kaina bingung harus bagiamana sementara dia merasa tidak nyaman dengan posisinya itu. Jika Kaina bergerak sedikit saja sudah pasti Brian akan terbangun."Aku harus bagaimana ini? Jika aku bergerak aku yakin mas Brian akan terbangun, jadi harus bagiamana aku? Masak iya diam hingga Mas Brian bangun? Yang ada aku gak masak dan gak bisa bersihkan rumah ini," ucap Kaina bingung.Kaina mencoba menyingkirkan tangan Brian dari atas perutnya de
Rangga keluar dari dalam kamarnya. Dia sekarang menggunakan seragam sekolah dengan amburadul bahkan baju seragamnya saja ada di luar. Rangga melangkah menuju meja makan untuk sarapan pagi sementara Brian sudah duduk di sana dan menyantap sarapan paginya.Brian langsung mengerutkan kedua alisnya. Pemandangan di pagi ini membuat kedua matanya sakit untuk melihat, apalagi ulah sang adik kandung yang tidak mau akur dengan dirinya."Pagi," Sapa Rangga lalu dia duduk di kursi dan menyantap makanan di hadapannya langsung."Menjijikkan." Kata Brian sinis."Maksudnya Lo apa? Jangan seenaknya ini hidup gue bukan hidup lo yang penuh dengan drama dan pamer!" Cibir Rangga langsung."Kamu itu bukan orang susah! Jadi ubah cara makan kamu dengan cara yang baik dan sopan bukan seperti itu! Langsung makan tanpa berdo'a, bukankah itu sangat menjijikkan!" Sahut Brian kesal.Rangga mengangkat sendok nya yang berisi nasi dan la
Kaina mendengar ada ketukan pintu dari arah luar malam ini. Dia melangkah ke arah ruang tamu lalu mendekat ke jendela dan menyibak sedikit korden tersebut.Senang sekaligus bahagia melihat sosok Rangga yang kini telah balik ke rumah itu. Senyuman mereka di bibir mungilnya."Rangga sudah balik, aku kira Mas Brian sudah tidur jadi aku kunci pintunya tadi dan ternyata dia pergi ke bandara untuk menjemput Rangga," ucapnya dengan senang."Dengar orang ketuk pintu enggak sih! Ini capek berdiri terus woy!" Teriak Brian kesal.Rangga melirik Brian yang berada di sebelahnya. Dia langsung tersenyum sinis."Orang gila!" Gumamnya.Brian langsung menoleh ke arah sebelahnya. "Maksud kamu apa? Kamu bilang aku orang gila?!"Pintu tersenyum terbuka membuat semuanya melihat ke arah Kaina yang berdiri di hadapan mereka berdua dengan senyuman bahagia."Kuping lo salah dengar kambyang!!" Bantahnya.
Asap dari wajan memberikan aroma yang enak untuk hidung. Makanan lezat itu kini masih di masak di dalam wajan. Hari ini Kaina memasak nasi goreng untuk sarapan pagi Brian di tambah telur ceplok dan susu hangat kesukaan Brian.Setelah Kaina merasa masakan itu sudah matang, dia mematikan kompor dan menyajikan nasi goreng itu ke piring.Brian turun dari kamarnya di lantai atas. Dia memakai pakai santai dengan kondisi wajah yang terlihat begitu malas sekali. Kaina yang hendak ingin menaruh makanan itu di meja makan sontak terkejut melihat Brian yang sudah melangkah ke arah meja makan."Mas Brian kok tidak pakai baju kantor? Bukannya hari ini hari kerja?" tanya Kaina.Brian menatap wajah Kaina sekilas lalu dia menarik kursi dan duduk di sana tanpa menjawab pertanyaan yang tidak penting itu."Em, baiklah." Kaina menaruh makanan itu di hadapan Brian.Tanpa banyak bicara lagi Brian langsung menyantap sarapan pagin
Brian menatap ke arah luar jendela, sekarang dia berada di dalam kamar nya. Dia benar benar hancur karena kejadian kemarin siang. Rasa cintanya yang dulu kini telah terbakar menjadi abu."Mungkin aku sudah gila jika aku masih tetap mencintai dia padahal dia sudah tidak cinta lagi kepadaku, secepat itu kah dia berpaling dari aku," ucap Brian lirih.Brian mencoba untuk memejamkan mata nya. Dia ingin merasakan ketenangan untuk saat ini meskipun itu hanya sebentar saja.Tok.. Tok.. Tok..Kaina mengetuk pintu kamar Brian. Dia berharap Brian tidak marah jika Kaina menganggu jam istirahatnya sebentar."Maaf Mas menganggu tapi aku ingin menaruh baju milik kamu yang sudah selesai di cuci dan di setrika," ujar Kaina.Brian tidak menjawab, dia terus diam dengan mata terpejam. Dia tidak memperdulikan apapun yang akan mengganggu dirinya saat ini.Kaina lang
Brian menghadang Tita yang terus memaksa masuk ke dalam dengan seenaknya."Jangan halangi jalan aku!" Bentak Tita."Gak akan pernah aku biarin kamu masuk seenaknya begini! Kamu bukan siapa siapa dan ingat ini rumah aku jadi pergilah dari sini." Usir Brian dengan sangat kesal."Aku gak peduli!" Tita terus berusaha untuk masuk ke dalam namun dengan cepat Brian menghadangnya lagi."Harus berapa kali aku bilang jangan halangi jalan aku!" Bentak Tita marah."Pergi, AKU BILANG PERGI!!" Teriak Brian."Berapa kali pun kamu mencoba untuk mengusir aku dari sini. Aku gak akan pernah mau pergi sebelum aku bertemu dengan Kaina, titik!""Sampai kapan pun itu aku gak akan pernah memberikan kesempatan kamu untuk bisa bertemu dengan gadis tolol itu lagi."Tita sudah benar benar murka dia mencoba untuk mendorong tubuh kekar Brian agar tidak menghalanginya untuk masuk."KAMU BIADAP SEKALI BRIAN! HA
"Hallo...hallo! lo budek ya?!" Suara ngegas Rangga terdengar di balik telepon.Brian hanya memutar malas bola matanya. Dia sudah merasa malas sekali mendengar suara adiknya yang selalu menguji kesabarannya itu."Jawab bangsat! Gue doain tuli beneran kuping lo!""Hn, apa sih? Berisik banget dari tadi!!" Bentak Brian."Widih udah mulai ngegas juga ya lo Brian, wih cakep. Sudah bebas kan lo di rumah menyiksa Kak Kaina? Ngaku lo?!""Apa sih? Berisik sekali seperti burung beo!""Ngajak berantem lo, ah? Mau mati lo?!" tanya Rangga dengan mengancam Brian.Lagi lagi Brian hanya bisa bersabar, ia juga bingung dengan adik satu satunya itu, bisa bisanya Rangga menelfon Brian hanya untuk beradu mulut saja."Takut kan lo! Hah sok sok an bentak bentak gue, gue hajar jadi peyek wajah lo!!""Ampun bang jago." ucap Brian mengejek.
Kaina menata makanan yang sudah dia masak di atas meja makan. Di meja makan tersebut sudah ada Brian dan juga Lamela yang bersiap untuk makan.Mata Kaina terlihat sudah bengkak akibat menangis tadi. Cacian dan pukulan kasar telah ia rasakan hari ini. Jika di kata sakit mungkin Kaina tidak bisa menggambarkan rasanya."Sayang setelah makan aku mau ke rumah teman sebentar boleh?" tanya Lamela.Brian yang tadinya ingin menaruh nasi di atas piring sontak terhenti."Ngapain ke rumah teman kamu sayang?" taanya Brian balik."Aku sangat merindukannya! Sudah hampir sebulan aku tidak menemuinya. Boleh ya sayang?"Lamela memperlihatkan wajah melasnya di hadapan Brian sedangkan Kaina masih tetap berdiri di sana, ia hanya diam dan menuangkan air minum ke gelas Brian dan Lamela."Teman kamu cewek atau cowok?" Brian mulai posesif."Cewek sayang," ja
Jam sudah menunjukkan pukul 10:34 namun Kaina tidak juga bangun. Dia kelelahan karena tadi malam membersihkan kamar Brian dan mencuci semua baju kotor milik Brian.Sekarang dia masih tetap tertidur pulas di balik selimut. Biasanya jam seperti ini dia sudah selesai memasak sarapan pagi untuk Brian namun untuk pagi ini Kaina tidak bangun karena kecapean tadi malam. Sementara kedua sejoli sudah merasakan kelaparan di ruang tengah. Mereka menunggu Kaina keluar dari dalam kamar nya namun yang di tunggu tunggu masih tetap tertidur."Sayang aku lapar banget!" Rengek Lamela bergelanyut manja di lengan kanan Brian."Tunggu sebentar lagi palingan gadis tolol itu masih mandi, jadi tunggu saja ya sayang," ucap Brian fokus membalas pesan dari salah satu teman kerjanya.Lamela mendengus kesal. Dia berhenti bergelanyut di tangan Brian dan melipat kedua tangan nya di depan dada."Aku kesal kepadamu sayang!" uc
Malam ini Brian dan Lamela tidak keluar dari dalam kamar atas padahal sekarang jam makan malam. Masakan Kaina pun sudah matang dan tertata rapi di atas meja makan."Apa mereka masih sedang bersiap siap? Sudahlah aku pergi ke kamar dulu nanti aku balik lagi kesini," ujarnya lalu berjalan menuju kamar milik nya dengan sangat berhati hati.Brian yang tadinya ingin menuruni para anak tangga sontak terhenti. Dia memandangi Kaina dari lantai atas. Langkah demi langkah Kaina terus di pandang oleh Brian."Tunggu!" ucap Brian.Langka kaki Kaina sontak terhenti, ia langsung melihat ke arah lantai atas melihat Brian yang sudah berjalan menuruni para anak tangga."Ada apa Mas?" tanya Kaina setelah Brian tiba di bawah."Aku mau makan." Brian langsung berjalan menuju meja makan lalu di ikuti oleh Kaina di belakang.Sampai di meja makan Brian langsung duduk. Kaina ingin menaruh