"Jangan berpikir aku akan menganggapmu sebagai menantuku," ucap Sinta dengan ketus. Wajahnya sama sekali tidak bersahabat.Amanda ada di dapur sambil mengatur buah yang tadi dibawanya bersama Arvan. Sinta tiba-tiba muncul di hadapannya dan langsung memakinya. Amanda sadar diri akan hal itu, walaupun dia tidak menyangka Sinta akan mengatakannya secara terang-terangan."Aku sungguh tidak mengerti apa yang dilihat Arvan darimu, hingga dia terlalu keras kepala untuk menikahimu, kamu pasti sudah menjebak anakku," tuduh Sinta tidak beralasan.Amanda hanya terdiam mendengar makian ibu mertuanya. Seandainya ibu mertuanya tahu bila perlakuan anaknya juga tidak baik terhadapnya, Amanda yakin Sinta pasti akan menertawakannya.Disana juga ada mbok Sri yang mendengar dengan ketakutan melihat nyonya besarnya tampak marah dan tidak suka pada menantunya. Wanita paruh baya yang sudah bekerja cukup lama dengan keluarga Baskoro memang menghafal sifat nyonyanya yang sedikit keras kepala namun dia jarang
Siska berjalan mengitari ruang tengah apartemennya, sambil menyentuh dinding ruangan yang berwarna putih gading. Ditangan sebelahnya sebuah botol minuman digenggamnya dengan kuat. Perasaan kesal dan marah yang dirasakannya pada Arvan membuatnya ingin memaki siapapun. Namun apa daya hanya ada dia sendiri di tempat tinggalnya sekarang.Siska tiba-tiba berhenti dan mengambil bingkai foto yang menampakkan wajahnya yang sebelumnya dipajang di dinding. Sambil melihat wajah sendiri di dalam foto itu, dia tersenyum. Lalu tiba-tiba Siska melempar bingkai foto itu ke arah seberang hingga bingkai itu menabrak tembok di sisi lain. Lalu dia juga melakukan hal yang sama pada beberapa pajangan yang ada di dinding apartemennya.Tidak hanya itu dia bahkan menghancurkan sofa dan meja yang ada disana. Kegilaan siska tidak berhenti sampai disitu. Dia lalu masuk ke kamarnya dan memporakporandakan isi kamar tidurnya. Lalu dia kembali keluar dari kamarnya. Dan mencari sesuatu di antara ruangan yang sudah ter
Keesokan harinya seperti biasa Amanda sudah selesai menyiapkan menu sarapan untuk dirinya dan Arvan. Dia juga sudah memanggil Arvan untuk sarapan bersama. Mereka lalu sarapan dalam diam. Memilih untuk larut dalam pikiran masing-masing. Semuanya terlihat normal walaupun kenyataannya tidak. Pikiran Amanda masih melayang memikirkan sikap Arvan terhadap Siska, apa dia akan melakukan hal yang sama seandai Amanda yang menelpon. Lalu jika Siska memang berada di hati suaminya mengapa Arvan segetol itu memilih untuk menikahinya. Dia bisa saja hidup bahagia bersama siska sekarang. Apa kebencian sudah menutupi mata Arvan sampai dia tidak sadar ada Siska dihatinya.Jika Amanda memikirkan tentang wanita idaman lain suaminya, maka Arvan justru sedang memikirkan obrolannya dengan Tasya di cafe kemarin malam. 'Pajangan rumah? Aku memang jarang mengajaknya keluar, tapi aku juga tidak mengurungnya. Aku hanya memintanya untuk ada di rumah saat aku pulang, Lagipula kemanapun dia pergi itu bukan urusank
Hari ini Arvan sudah membuat janji untuk bertemu dengan Harris dan membahas tahap akhir pembangunan outlet baru miliknya. Dia harus memastikan tidak ada masalah lain yang perlu dikhawatirkan sebelum outlet resmi dibuka. Arvan sudah menunggu hampir satu jam namun batang hidung Harris belum muncul juga. Arvan merasa jengkel. Waktunya terbuang percuma satu jam hanya untuk menunggu rival masa lalunya itu. Bagaimana Harris bisa bekerja profesional bila dia membiarkan kliennya menunggu hingga satu jam. Dasar Harris brengsek. Apa dia mencoba menguji kesabaranku?Arvan yang terlihat gusar, menghela nafasnya kasar saat dilihatnya Harris memasuki restoran yang mereka sepakati dan berjalan ke arahnya sambil melambaikan tangan seolah mereka teman akrab dan tidak ada masalah dengan 'keterlambatan' yang baru saja dilakukannya."Kau membuatku menunggu cukup lama," ucap Arvan dengan nada sarkas."Tadi jalanan macet. Aku mencoba menghubungimu, namun ponselku mati, aku minta maaf," ucap Harris santai.
"Boleh aku masuk," ucap Johan sambil menyundulkan kepalanya di antara pintu ruang kerja Arvan dan hanya di balas anggukan oleh Arvan. Setelah mendapat izin Arvan, Johan kemudian melangkahkan kakinya masuk setelah sebelumnya memberikan senyuman kepada Siska.Siska memang sudah mulai kembali bekerja setelah libur tiga hari. Dia meminta Arvan menemaninya kembali ke apartemen. walaupun masih kesal karena kebohongan Siska, Arvan tetap menyempatkan diri untuk mengantarkan Siska ke Apartemennya. Di mengatakan ingin kembali kesana dan Arvan tidak melarangnya. Arvan pura-pura tidak tahu kalau kejadian waktu itu hanya kebohongan yang dibuat Siska. Namun hal itu semakin mengikis kepercayaan Arvan pada Siska dan dia juga mulai mempertanyakan etos kerja Siska hingga tanpa sadar Arvan justru semakin menjaga jarak dengan Siska.Johan datang sambil membawa berkas hasil rapat dengan timnya dan berniat menyerahkannya kepada Arvan. Johan berjalan perlahan seperti sedang mempertimbangkan sesuatu namun k
Beberapa hari sudah berlalu sejak hari Siska kembali bekerja. Semakin hari Siska semakin menyadari perubahan sikap yang ditunjukkan Arvan. Bila beberapa hari sebelumnya Siska berpikir bila perubahan sikap itu hanya perasaannya saja namun tidak kali ini. Siska sangat yakin Arvan sedang menghindarinya.Siska yang tidak mengetahui aladan Arvan mrnghindarinya menjadi geram dan kesal. Sesungguhnya dirinya dilanda kekhawatiran Arvan akan meninggalkannya ditambah rasa cemburu yang dirasakannya pada Amanda karena pernikahannya dengan Arvan.Siska menunggu dibalik meja kerjanya hingga Arvan keluar dari ruangannya. Dia berniat meminta Arvan mengantarnya pulang. Bagaimanapun insiden yang terjadi di apartemennya akan membuat Arvan berpikir bahwa dirinya membutuhkan perlindungan."Bapak akan pulang sekarang?" Tanya Siska saat Arvan melewati meja kerjanya."Iya Siska. Lagipula jam kerja kita sudah berakhir. Terima kasih untuk hari ini," ucap Arvan sambil menatap Siska."Maaf Pak,, bolehkah saya men
Arvan berjalan menyusuri lorong apartemennya dengan wajah kesal dan sedikit pengumpat. Sementara Amanda mengikutinya di belakang sambil berusaha menahan senyumnya. Arvan mengomel sepanjang jalan sambil membersihkan celananya yang nampak kotor. Rencana menonton gagal karena pakaian yang dia kenakan sedikit kotor terkena es cream."Orang tua mana yang membelikan anaknya ice cream di jam segini, kalau anak itu sampai sakit bagaimana?" Omel Arvan sambil memperhatikan celananya yang kotor."Karena cuaca agak panas hari ini, lagipula kalau hanya satu ice cream tidak akan membuatnya jatuh sakit," ucap Amanda yang dibalas dengan tatapan kesal oleh Arvan. Amanda menutup mulutnya. Sepertinya bukan waktu yang tepat menjawab Arvan. Lebih baik diam daripada membangunkan macan tidur.Arvan membuka pintu apartemennya dan segera berjalan ke kamarnya. Wajahnya masih kesal karena insiden yang dialaminya di lobby apartemen tadi. Seorang anak kecil yang sedang berlari kecil sambil memegang ice cream me
“kau bilang tidak ingin aku beritahu?” ucap Arvan sambil memandang Amanda yang tetap fokus pada layar di depannya.“benar. Aku hanya penasaran," ucap Amanda tanpa mengalihkan pandangannya.Arvan yang tadinya menonton malah fokus menatap Amanda. Dia melihat betapa cantik dan bercahayanya Amanda berkat pantulan dari layar televisi, tapi hal itu sukses membuat Arvan terpaku menatapnya.Amanda terlihat tegang, karena scene yang menunjukkan bagaimana Julie dan R berlari menyelamatkan diri dari kejaran Zombie bertulang yang melepaskan daging mereka dan memakan apa saja karena rasa lapar yang dimiliki. Wujud mereka benar-benar nampak mengerikan.Amanda sesekali menutup matanya karena takut pemeran utamanya akan celaka, tentu saja hal itu nampak menggemaskan buat Arvan. Tidak ada yang bersuara selama film diputar. Amanda yang fokus pada layar dan arvan yang dengan tenang memandangnya seakan dia adalah lukisan mahal.Amanda hampir menangis di akhir cerita. Bagaimana tidak, R benar-benar telah h