Beberapa hari sudah berlalu sejak hari Siska kembali bekerja. Semakin hari Siska semakin menyadari perubahan sikap yang ditunjukkan Arvan. Bila beberapa hari sebelumnya Siska berpikir bila perubahan sikap itu hanya perasaannya saja namun tidak kali ini. Siska sangat yakin Arvan sedang menghindarinya.Siska yang tidak mengetahui aladan Arvan mrnghindarinya menjadi geram dan kesal. Sesungguhnya dirinya dilanda kekhawatiran Arvan akan meninggalkannya ditambah rasa cemburu yang dirasakannya pada Amanda karena pernikahannya dengan Arvan.Siska menunggu dibalik meja kerjanya hingga Arvan keluar dari ruangannya. Dia berniat meminta Arvan mengantarnya pulang. Bagaimanapun insiden yang terjadi di apartemennya akan membuat Arvan berpikir bahwa dirinya membutuhkan perlindungan."Bapak akan pulang sekarang?" Tanya Siska saat Arvan melewati meja kerjanya."Iya Siska. Lagipula jam kerja kita sudah berakhir. Terima kasih untuk hari ini," ucap Arvan sambil menatap Siska."Maaf Pak,, bolehkah saya men
Arvan berjalan menyusuri lorong apartemennya dengan wajah kesal dan sedikit pengumpat. Sementara Amanda mengikutinya di belakang sambil berusaha menahan senyumnya. Arvan mengomel sepanjang jalan sambil membersihkan celananya yang nampak kotor. Rencana menonton gagal karena pakaian yang dia kenakan sedikit kotor terkena es cream."Orang tua mana yang membelikan anaknya ice cream di jam segini, kalau anak itu sampai sakit bagaimana?" Omel Arvan sambil memperhatikan celananya yang kotor."Karena cuaca agak panas hari ini, lagipula kalau hanya satu ice cream tidak akan membuatnya jatuh sakit," ucap Amanda yang dibalas dengan tatapan kesal oleh Arvan. Amanda menutup mulutnya. Sepertinya bukan waktu yang tepat menjawab Arvan. Lebih baik diam daripada membangunkan macan tidur.Arvan membuka pintu apartemennya dan segera berjalan ke kamarnya. Wajahnya masih kesal karena insiden yang dialaminya di lobby apartemen tadi. Seorang anak kecil yang sedang berlari kecil sambil memegang ice cream me
“kau bilang tidak ingin aku beritahu?” ucap Arvan sambil memandang Amanda yang tetap fokus pada layar di depannya.“benar. Aku hanya penasaran," ucap Amanda tanpa mengalihkan pandangannya.Arvan yang tadinya menonton malah fokus menatap Amanda. Dia melihat betapa cantik dan bercahayanya Amanda berkat pantulan dari layar televisi, tapi hal itu sukses membuat Arvan terpaku menatapnya.Amanda terlihat tegang, karena scene yang menunjukkan bagaimana Julie dan R berlari menyelamatkan diri dari kejaran Zombie bertulang yang melepaskan daging mereka dan memakan apa saja karena rasa lapar yang dimiliki. Wujud mereka benar-benar nampak mengerikan.Amanda sesekali menutup matanya karena takut pemeran utamanya akan celaka, tentu saja hal itu nampak menggemaskan buat Arvan. Tidak ada yang bersuara selama film diputar. Amanda yang fokus pada layar dan arvan yang dengan tenang memandangnya seakan dia adalah lukisan mahal.Amanda hampir menangis di akhir cerita. Bagaimana tidak, R benar-benar telah h
“Mungkin kau bisa menceritakan alasanmu saat aku melucuti setiap helai pakaianmu," ucap Arvan di atas Amanda. Arvan membuat jarak mereka menipis. Amanda membulatkan matanya mendengar ucapan dan tindakan suaminya. Sebisa mungkin dia berusaha melepaskan dirinya dari Arvan.Amanda terus berusaha melepaskan dirinya tapi hal itu justru membuat Arvan semakin menipiskan jarak diantara mereka. Dia bahkan dapat mencium aroma tubuh Arvan saat ini. Hal itu membuat konsentrasi Amanda pecah. Jantungnya berpacu tidak menentu. “Mas,, Lepaskan Aku," ucap Amanda yang masih berusaha melepaskan diri.Sepertinya Amanda harus memeriksakan jantungnya bila Arvan selalu menyerangnya seperti ini. Dia merasakan jantungnya berpacu berkali-kali lipat sekarang.Perlawanan Amanda seakan tidak ada Artinya bagi Arvan. Pria itu dengan mudah menepis perlawanan Amanda lalu mengunci kedua lengan Amanda keatas kepalanya setelah itu dia melumat bibir Amanda dengan gerakan penuh nafsu.Tidak berhenti sampai disitu. Arvan
Senin siang dengan cuaca kota Jakarta yang terik dan menyengat, Arvan ditemani Johan baru saja selesai bertemu dengan klien mereka. Syukurlah semuanya berjalan lancar. Mereka baru kembali ke kantor dan singgah di ruangan Johan untuk makan siang. Arvan masih kesal pada Johan karena panggilan masuknya yang tidak mengenal waktu kemarin.“Lo kenapa sih? Muka lo tegang banget hari ini,, kagak dikasih jatah lo semalam?” ucap Johan asal.“Gara-gara lo, sial," ucap Arvan sambil melempar dokumen yang dibawanya ke meja.“kok lo malah salahin gue sih," ucap Johan nggak terima.“gara-gara lo, gue harus kerja lembur di hari minggu. Gue bahkan harus begadang," ucap Arvan yang malam itu terpaksa begadang memeriksa kembali pekerjaan Johan, dibayangi lekuk tubuh Amanda yang gagal disentuhnya.“karena situasi urgent, Bro. gue juga nggak mau lo ngamuk kalau datanya sampai nggak valid”, sanggah Johan masih berusaha membela diri.“iya, tapi lo bisakan infoin ke gue, biar gue nggak nunggu lo hampir dua jam,
Siska menghabiskan waktunya di salah satu kelab malam di Jakarta dengan berpesta dan menari dengan beberapa kenalannya. Seorang pria bahkan dengan jelas mencoba mendekatinya dan Siska sama sekali tidak menolak. Untuk apa dirinya berlagak jual mahal saat Arvan sudah tidak memperdulikan dirinya. Dia sungguh merasa frustasi memikirkan sikap bosnya. Terlebih saat berada di apartemennya bayangan Arvan seringkali mengganggunya. Siska sadar, dirinya memang bodoh membiarkan bosnya masuk ke apartemennya dan mereka menjalin hubungan disana. Saat itu dirinya terlalu buta dan berpikir bisa menaklukkan Arvan setelah pria itu mengalami patah hati. Lihatlah sekarang, dirinya tidak lebih hanya seorang sekretaris. Pria itu dengan mudahnya melupakan momen kebersamaan mereka. Mengingat hal itu membuat Siska semakin meneguk habis minuman di gelasnya. Lebih baik dia mabuk mungkin dengan begitu bisa mengurangi rasa sakit hatinya.Siska mulai menebarkan pesonanya berharap ada pria kaya yang akan tertarik p
Seperti biasanya setelah mengunjungi mamanya, Amanda akan langsung pulang, dia tidak ingin Arvan mendapati apartemen kosong tanpa dirinya. Bila hal itu terjadi bisa saja arvan akan curiga dan mulai mencari tahu kegiatannya selama arvan tidak dirumah. Akan berbahaya baginya bila Arvan sampai mengetahui keberadaan mamanya. Amanda takut arvan akan memanfaatkan kondisi mamanya untuk menekan hidupnya.Amanda berjalan di lorong apartemen sambil membongkar tasnya mencari kunci. Dia pulang terlambat karena jalanan macet. Seharusnya dia bisa tiba satu jam yang lalu. Dia sudah membuka pintu apartemennya dan bersiap untuk masuk."Dari Mana," ucap seseorang dari belakang membuat Amanda membeku di tempat. Amanda merasa kakinya membeku dan sulit digerakkan. Dia memang sudah sangat terlambat pulang tapi dia tidak menyangka Arvan akan pulang lebih cepat dari biasanya."Dari minimarket sebentar mas," ucap amanda sebelum akhirnya masuk kerumah dan melepaskan tas yang dia gunakan. Arvan mengikutinya da
Seperti biasa di sore hari Cahyadi akan duduk santai di teras rumahnya sambil menikmati angin sore yang terasa sejuk. Ditambah lagi pepohonan yang tampak rimbun di sekitar teras rumahnya memberikan kesan asri pada taman itu. Selain itu kicauan lovebird yang saling sahut menyahut membuat pikiran Cahyadi lebih santai. Dia sungguh bersyukur dapat menikmati semua itu.Cahyadi sedang memperhatikan lovebird peliharaannya saat Sinta muncul dihadapannya. Sinta tetap terlihat cantik di usianya yang sudah menginjak kepala lima. Sinta muncul menggunakan blouse hijau dipadukan A-line skirt dan menjinjing tas dari salah satu brand ternama. Sinta muncul dengan wajah menahan kesal. Cahyadi memperhatikan tingkah istrinya dalam diam. "Papa tahu, mama baru saja dari arisan dengan teman-teman mama," ucap Sinta dengan wajah cemberut."Tentu aku tahu. Kamu sudah mengatakannya tadi," ucap Cahyadi sambil kembali memperhatikan kandang lovebird."Mama sedang kesal, Pa," dari nadanya terdengar jelas bisa sesua
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da