Seperti biasanya setelah mengunjungi mamanya, Amanda akan langsung pulang, dia tidak ingin Arvan mendapati apartemen kosong tanpa dirinya. Bila hal itu terjadi bisa saja arvan akan curiga dan mulai mencari tahu kegiatannya selama arvan tidak dirumah. Akan berbahaya baginya bila Arvan sampai mengetahui keberadaan mamanya. Amanda takut arvan akan memanfaatkan kondisi mamanya untuk menekan hidupnya.Amanda berjalan di lorong apartemen sambil membongkar tasnya mencari kunci. Dia pulang terlambat karena jalanan macet. Seharusnya dia bisa tiba satu jam yang lalu. Dia sudah membuka pintu apartemennya dan bersiap untuk masuk."Dari Mana," ucap seseorang dari belakang membuat Amanda membeku di tempat. Amanda merasa kakinya membeku dan sulit digerakkan. Dia memang sudah sangat terlambat pulang tapi dia tidak menyangka Arvan akan pulang lebih cepat dari biasanya."Dari minimarket sebentar mas," ucap amanda sebelum akhirnya masuk kerumah dan melepaskan tas yang dia gunakan. Arvan mengikutinya da
Seperti biasa di sore hari Cahyadi akan duduk santai di teras rumahnya sambil menikmati angin sore yang terasa sejuk. Ditambah lagi pepohonan yang tampak rimbun di sekitar teras rumahnya memberikan kesan asri pada taman itu. Selain itu kicauan lovebird yang saling sahut menyahut membuat pikiran Cahyadi lebih santai. Dia sungguh bersyukur dapat menikmati semua itu.Cahyadi sedang memperhatikan lovebird peliharaannya saat Sinta muncul dihadapannya. Sinta tetap terlihat cantik di usianya yang sudah menginjak kepala lima. Sinta muncul menggunakan blouse hijau dipadukan A-line skirt dan menjinjing tas dari salah satu brand ternama. Sinta muncul dengan wajah menahan kesal. Cahyadi memperhatikan tingkah istrinya dalam diam. "Papa tahu, mama baru saja dari arisan dengan teman-teman mama," ucap Sinta dengan wajah cemberut."Tentu aku tahu. Kamu sudah mengatakannya tadi," ucap Cahyadi sambil kembali memperhatikan kandang lovebird."Mama sedang kesal, Pa," dari nadanya terdengar jelas bisa sesua
"Siapa wanita cantik yang kamu bawa, Nak," ucap Sinta pada Arvan sambil menatap Amanda dengan penuh senyum.Amanda tersenyum seramah mungkin. sejujurnya dia sangat gugup sekarang. Ini pertama kali Amanda bertemu orang tua Arvan. Arvan membohonginya dengan mengatakan akan makan siang berdua namun begitu sampai ditempat tujuan mama Arvan sudah menunggu disana. Amanda bahkan menatap Arvan meminta penjelasan namun pria itu hanya tersenyum. Sepertinya dia tidak dapat menutupi rasa senangnya karena kejutannya berhasil membuat Amanda salah tingkah."Saya Amanda, tante," ucap Amanda ramah."Nama yang bagus. Perkenalkan Tante mamanya Arvan," ucap Sinta sambil memegang dadanya. Amanda mengangguk tanda paham.Mereka bertiga lalu berbincang-bincang sembari menunggu pesanan makan siang mereka datang. Arvan membicarakan mengenai sebuah proyek yang dia dan timnya upayakan untuk dapat 'tembus'. "Tante sempat bertanya-tanya mengapa anak tante enggan tante kenalkan pada anak-anak teman tante, ternyata
Amanda sedang berada di dapur menyiapkan sarapan ketika seseorang menekan bel apartemennya. Amanda segera beranjak dan membuka pintu. Tidak ada siapapun disana hanya ada kotak hitam yang diletakkan di depan apartemen. Amanda menatap sekeliling untuk memastikan siapa tahu pengirimnya masih ada namun, dia tidak menemukannya. Amanda lalu mengambil kotak itu dan memeriksanya. tidak ada nama pengirim dan penerimanya. Dia yang curiga mulai membukanya. Betapa terkejutnya Amanda melihat isi kotak tersebut. dia segera membawa kotak itu masuk. Dia bahkan langsung berlari ke kamar dan menutupnya.Di dalam kamar, dengan wajah sedikit ketakutan amanda membuka kembali kotak yang tadi tergeletak di depan pintu apartemen. Amanda bersyukur bukan Arvan yang membuka pintu. Arvan masih dikamar bersiap untuk berangkat kerja. Kalau sampai dia melihat kotak itu, maka tamat sudah kebohongan amanda selama ini. Arvan akan tahu kalau dia sering keluar menemuinya mamanya saat arvan tidak di rumah.Aku tahu rahas
Arvan berada di ruang tengah apartemennya. dia sudah rapi dengan pakaian semi formalnya. Dengan santai dia duduk dan mengganti saluran televisi. Dia terlihat tampan dan berkharisma mengenakan baju kaos dengan kerah V neck berwarna abu dibalut blazer warna senada. Dia memadukan dengan celana katun dan sepatu kets berwarna putih. Dia menatap jam dinding dan berpikir waktunya masih cukup untuk sampai ke tempat yang disebut Johan dengan tepat waktu.Arvan masih mengganti chanel televisi berharap mendapatkan tayangan bagus sembari menunggu Amanda bersiap. Dia mengulanginya beberapa kali namun tetap tidak ada acara yang menarik baginya. Setelah tidak menemukan tayangan yang menarik, Arvan mengalihkan pandangannya pada ponselnya. Lebih baik dia mencari berita online saja.Arvan dengan sabar menunggu amanda bersiap untuk undangan dinner yang disampaikan johan beberapa hari lalu. Arvan bahagia untuk johan karena akhirnya sahabatnya itu akan menjadi seorang ayah. Walaupun dia masih tidak menyan
"Kita harus lebih sering keluar berempat gini deh, iya kan sayang?" Ucap Tasya yang diangguki Johan. Mereka sedang berada di rooftop sebuah cafe yang dihiasi lampu gantung berbagai warna di pembatasnya. Ada juga beberapa pot bunga yang digantung dengan tali memberikan kesan vintage pada interior cafe. selain mereka ada beberapa pengunjung lain yang tengah duduk sambil menikmati suasana malam kota Jakarta Di pojok rooftop ada sebuah band indie yang sedang memainkan sebuah lagu jazz. Membuat suasana di rooftop tersebut terasa nyaman, santai tapi berkelas. "Aku juga setuju sayang, tapi semuanya tergantung pengantin baru kita yang sepertinya lebih sering mengurung diri di rumah," ucap Johan. Sontak ucapan Johan mendapat pelototan dari Arvan dan tawa dari Tasya. "Senang akhirnya bisa mengenalmu lebih dekat amanda," ucap Tasya pada amanda yang sedang minum. "Iya mbak, saya juga senang bisa kenal mbak Tasya," ucap Amanda. Dia masih canggung dengan keakraban yang terjalin diantara mereka
Amanda dan Arvan berada di mobil yang sedang membelah kota jakarta. Mereka sedang menuju rumah orang tua Arvan. Jalanan sedikit sepi karena weekend. Mereka lebih banyak diam dan hanya berbicara bila perlu saja.Amanda merasa terbiasa dengan hal itu, karena seperti itulah Arvan memperlakukannya selama ini. Pria tiga tahun lalu yang selalu bersikap hangat dan humble padanya sudah menghilang sepenuhnya. berganti menjadi pria dingin yang bahkan enggan berbicara dengannya. Arvan hanya akan berbicara bila dia perlu untuk membuka suaranya dan membuatnya seperti tidak nampak bila Arvan tidak membutuhkannya. Amanda hanya tidak tahu bahwa Arvan hanya kebingungan memulai pembicaraan.Amanda sendiri akhirnya lebih memilih menatap layar ponselnya. Setidaknya dengan begitu dia tidak akan merasa seperti diperlakukan layaknya patung. Itu lebih baik dibandingkan hanya diam menatap jalanan ibu kota"Sebaiknya kamu simpan ponselmu, sebentar lagi kita sampai," ucap ArvanUcapan Arvan membuat Amanda menga
Amanda duduk di sofa panjang. Mereka baru saja kembali setelah berkunjung ke rumah orang tua Arvan. Amanda sedang membuka wedges yang digunakannya. Rasanya cukup melelahkan menggunakan sepatu itu sepanjang hari. Sedangkan Arvan sedang memainkan remote mencari saluran bola. Ada pertandingan yang di tunggunya. Untung saja kunjungan kerumah orang tuanya tidak sampai membuat Arvan melewatkan pertandingan klub bola kesayangannya.Amanda menatap Arvan yang masih sibuk mengutak-atik saluran televisi. Ada sebuah pertanyaan yang mengganggunya sejak di perjalanan pulang tadi. Namun dia masih ragu haruskan dia menanyakan hal itu atau tidak. "Ada apa?" Ucap Arvan yang ternyata juga menatapnya. Amanda memalingkan wajahnya. Malu karena tertangkap basah menatap suaminya."Tidak ada, mas," ucap Amanda."Aku tahu kamu berbohong. Apa yang kamu pikirkan," ucap Arvan bersikeras."Bukan hal penting," ucap Amanda."Kita akan tahu nanti setelah kamu mengatakannya, ada apa?" Ucap Arvan sambil berkacak pingg
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da