Arvan berada di ruang tengah apartemennya. dia sudah rapi dengan pakaian semi formalnya. Dengan santai dia duduk dan mengganti saluran televisi. Dia terlihat tampan dan berkharisma mengenakan baju kaos dengan kerah V neck berwarna abu dibalut blazer warna senada. Dia memadukan dengan celana katun dan sepatu kets berwarna putih. Dia menatap jam dinding dan berpikir waktunya masih cukup untuk sampai ke tempat yang disebut Johan dengan tepat waktu.Arvan masih mengganti chanel televisi berharap mendapatkan tayangan bagus sembari menunggu Amanda bersiap. Dia mengulanginya beberapa kali namun tetap tidak ada acara yang menarik baginya. Setelah tidak menemukan tayangan yang menarik, Arvan mengalihkan pandangannya pada ponselnya. Lebih baik dia mencari berita online saja.Arvan dengan sabar menunggu amanda bersiap untuk undangan dinner yang disampaikan johan beberapa hari lalu. Arvan bahagia untuk johan karena akhirnya sahabatnya itu akan menjadi seorang ayah. Walaupun dia masih tidak menyan
"Kita harus lebih sering keluar berempat gini deh, iya kan sayang?" Ucap Tasya yang diangguki Johan. Mereka sedang berada di rooftop sebuah cafe yang dihiasi lampu gantung berbagai warna di pembatasnya. Ada juga beberapa pot bunga yang digantung dengan tali memberikan kesan vintage pada interior cafe. selain mereka ada beberapa pengunjung lain yang tengah duduk sambil menikmati suasana malam kota Jakarta Di pojok rooftop ada sebuah band indie yang sedang memainkan sebuah lagu jazz. Membuat suasana di rooftop tersebut terasa nyaman, santai tapi berkelas. "Aku juga setuju sayang, tapi semuanya tergantung pengantin baru kita yang sepertinya lebih sering mengurung diri di rumah," ucap Johan. Sontak ucapan Johan mendapat pelototan dari Arvan dan tawa dari Tasya. "Senang akhirnya bisa mengenalmu lebih dekat amanda," ucap Tasya pada amanda yang sedang minum. "Iya mbak, saya juga senang bisa kenal mbak Tasya," ucap Amanda. Dia masih canggung dengan keakraban yang terjalin diantara mereka
Amanda dan Arvan berada di mobil yang sedang membelah kota jakarta. Mereka sedang menuju rumah orang tua Arvan. Jalanan sedikit sepi karena weekend. Mereka lebih banyak diam dan hanya berbicara bila perlu saja.Amanda merasa terbiasa dengan hal itu, karena seperti itulah Arvan memperlakukannya selama ini. Pria tiga tahun lalu yang selalu bersikap hangat dan humble padanya sudah menghilang sepenuhnya. berganti menjadi pria dingin yang bahkan enggan berbicara dengannya. Arvan hanya akan berbicara bila dia perlu untuk membuka suaranya dan membuatnya seperti tidak nampak bila Arvan tidak membutuhkannya. Amanda hanya tidak tahu bahwa Arvan hanya kebingungan memulai pembicaraan.Amanda sendiri akhirnya lebih memilih menatap layar ponselnya. Setidaknya dengan begitu dia tidak akan merasa seperti diperlakukan layaknya patung. Itu lebih baik dibandingkan hanya diam menatap jalanan ibu kota"Sebaiknya kamu simpan ponselmu, sebentar lagi kita sampai," ucap ArvanUcapan Arvan membuat Amanda menga
Amanda duduk di sofa panjang. Mereka baru saja kembali setelah berkunjung ke rumah orang tua Arvan. Amanda sedang membuka wedges yang digunakannya. Rasanya cukup melelahkan menggunakan sepatu itu sepanjang hari. Sedangkan Arvan sedang memainkan remote mencari saluran bola. Ada pertandingan yang di tunggunya. Untung saja kunjungan kerumah orang tuanya tidak sampai membuat Arvan melewatkan pertandingan klub bola kesayangannya.Amanda menatap Arvan yang masih sibuk mengutak-atik saluran televisi. Ada sebuah pertanyaan yang mengganggunya sejak di perjalanan pulang tadi. Namun dia masih ragu haruskan dia menanyakan hal itu atau tidak. "Ada apa?" Ucap Arvan yang ternyata juga menatapnya. Amanda memalingkan wajahnya. Malu karena tertangkap basah menatap suaminya."Tidak ada, mas," ucap Amanda."Aku tahu kamu berbohong. Apa yang kamu pikirkan," ucap Arvan bersikeras."Bukan hal penting," ucap Amanda."Kita akan tahu nanti setelah kamu mengatakannya, ada apa?" Ucap Arvan sambil berkacak pingg
"apa kabar calon keponakanku?" Tanya Arvan saat dia dan Johan tengah istirahat makan siang."Dia semakin aktif, aku dan Tasya baru menemuinya semalam," ucap Johan dengan mata berbinar."Syukurlah. Sepertinya kamu akan semakin sibuk nantinya," ucap Arvan."Tidak masalah. Aku senang melakukannya untuk putriku," ucap Johan masih dengan wajah bahagianyaPembicaraan mengenai calon anaknya selalu bisa membuat mata sahabatnya itu berbinar. Setiap membicarakan kehamilan Tasya maka Johan akan menanggapinya dengan semangat seakan momen itu adalah sesuatu yang berharga bagi Johan. Bahkan beberapa permintaan Tasya yang menurut Arvan sedikit tidak masuk akal tidak membuat binar di mata Johan menghilang. Hal itu membuat Arvan penasaran sekaligus iri. Apa menjadi ayah akan semenyenangkan itu?Arvan yang merupakan anak tunggal tidak terlalu mengerti apa itu berbagi kasih sayang. Dia juga tidak terlalu suka berkumpul dengan sepupunya yang sudah memiliki anak. Menurutnya anak kecil sangat merepotkan. Ti
Malam itu cuaca cukup dingin. Amanda sendirian di dalam rumah. Sambil menunggu kepulangan Arvan dia memilih berada di depan televisi. Sesuatu yang sudah menjadi rutinitasnya saat menunggu suaminya pulang. Amanda memperhatikan jam sudah lewat pukul sebelas malam, tetapi Arvan belum juga pulang. Amanda khawatir terjadi sesuatu. Arvan bahkan tidak mengabarinya akan pulang terlambat. Bel apartemen berbunyi dan Amanda segera beranjak untuk membukakan pintu. Dia dibuat terkejut melihat Arvan berdiri dengan wajah memerah dan terlihat sempoyongan. Amanda mendekat dan segera menutup hidungnya. dari tubuh suaminya tercium bau alkohol yang cukup menyengat. Amanda segera membopong dan membawa Arvan ke dalam apartemen. dengan susah payah dia berhasil menyeret Arvan untuk duduk di sofa panjang di depan televisi. penampilan Arvan sungguh kacau saat ini. Amanda yang melihatnya mulai memungut jas dan dasi yang dilempar Arvan dengan asal. “Oohh,,, Istriku sayang,” ucap Arvan sambil meraih wajah Amanda
"Kamu terasa nyata malam ini"? Ucap arvan sambil mengelus lembut pipi amanda. Amanda menatap arvan yang terlihat berbeda. Entahlah. tidak ada tatapan kebencian yang biasa dilihat amanda setiap hari.Arvan mendekatkan wajahnya dengan wajah amanda dan menyatukan kening mereka. "Aku mencintaimu, Amanda", ucap arvan lalu mencium bibir amanda dengan lembut.Awalnya ciuman Arvan terasa halus dan lembut. Saat Amanda berusaha melepaskan diri ciuman itu perlahan berubah sedikit menggebu. Amanda masih berusaha melepaskan diri dari tubuh besar Arvan tapi sulit karena Arvan sudah menindihnya. Selain itu, Arvan juga menahan kedua tangan Amanda dan meletakkannya di atas kepala Amanda tanpa melepaskan ciumannya dari bibir Amanda.Tidak bisa dipungkiri oleh Amanda, walaupun bau Alkohol tercium sangat kental saat Arvan menciumnya namun ciuman itu terasa begitu mendamba dan membiuskan. Bagaimana Arvan mencumbunya dengan lembut seolah dirinya sesuatu yang berharga. Sesuatu yang tidak akan dilakukan pria
Arvan berdiri dibawah guyuran air yang berasal dari shower kamar mandinya. Dia menghadap tembok dengan kepala tertunduk. Dia sedang berusaha mengingat kejadian semalam namun otaknya terasa buntu.Arvan tentu saja terkejut saat bangun dan melihat Amanda di sebelahnya. Dia berpikir bahwa semalam dia tidur di kamar Amanda namun saat melihat sekeliling dia berada di dalam kamarnya sendiri yang berarti Amanda yang masuk ke kamarnya.Arvan berusaha mengumpulkan kepingan memori dari kejadian semalam. Namun percuma otaknya benar-benar tidak mengingat apapun. Brengsek. Apa semalam dia melakukan hal yang menyakitkan. Apa semalam dia mengatakan sesuatu. Apa semalam dia tanpa sadar memperlihatkan diri dalam kondisi kacau di depan Amanda. Gadis itu pasti bahagia melihatnya terlihat menyedihkan.Saat Arvan berkutat dengan pikirannya sendiri Amanda baru terbangun dengan tubuh terasa sedikit remuk. Dia sempat kebingungan karena merasa asing di tempatnya saat ini. perlahan dia beranjak bangun. Ingatan