Arvan memutuskan untuk mengunjungi kedua orang tuanya sore itu. Sudah lebih dari sebulan sejak Arvan mengunjungi mereka sebelumnya. Dia sudah berada disana sejak pagi hari. Mendengar mamanya curhat mengenai kebiasaan papanya juga mendengar pembelaan papanya terhadap hobi barunya. Arvan duduk disebuah bangku dengan meja bundar yang terbuat dari besi di tengahnya. Di atas meja sudah tersaji beberapa jenis makanan ringan hingga jajanan ringan sebagai selingan sore sebelum makan yang lebih berat. Tidak jauh dari tempat duduknya, Ayahnya sedang asik mengisi wadah untuk minum burung peliharaannya sebelum diletakkan kembali ditempat yang lebih tinggi."Kenapa bukan mang Dadang saja yang mengerjakan semua itu, Yah," ucap Arvan mengomentari apa yang baru saja dilakukan ayahnya.Cahyadi yang sedang mencuci tangannya hanya menggeleng kepalanya."kamu ini tidak mengerti. Ketika kita memelihara sesuatu, itu berarti kita harus menjaganya dengan sepenuh hati. Memperhatikan apakah mereka sehat, ruma
Amanda nampak menahan air matanya sambil memegang ponselnya. Dia sedang menelpon seseorang. Beberapa kali dia mencoba menarik nafas panjang agar airmata yang sudah membendung tidak jatuh di pipinya.“tante aku mohon pada tante, janganlah bersikap terlalu keras kepadaku dan mama," ucap Amanda dengan mata berkaca-kaca.“Kamu sih engga ada disini untuk ikut merasakan penderitaan tante. Tante dan keluarga tante harus menerima cibiran warga karena mama gila kamu," ucap Tante Ana dengan suara emosi.“Aku sedang berusaha untuk mencari biaya pengobatan untuk mama, tante, aku juga berusaha rutin memberikan uang bulanan," ucap Amanda dengan suara serak.“Uang?! Uang bulanan yang tidak seberapa itu? jumlah itu bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga tante, dan karena orang- orang menganggap tante punya keluarga gila,, tante jadi dikucilkan," ucap Tante Ana dengan nada tinggi.“aku mohon tante mengertilah keadaanku," mohon Amanda."Kurang apalagi pengertian tante Amanda, seandainya t
Siska sedang melakukan perawatan untuk kukunya di meja kerjanya. Tidak banyak pekerjaan yang harus dia lakukan. Arvan hanya meminta agar dia tidak diganggu. Saat ini, Arvan sedang melakukan pertemuan via online dengan kolega perusahaan dan memintanya untuk tidak membiarkan siapapun mengganggunya sampai pertemuan itu selesai. Pertemuan penting mengenai pendistribusian barang di beberapa cabang khususnya di luar kota yang sempat mengalami penundaan jadwal kirim dan permasalahan produk expired.Karena Arvan sedang sibuk, Siska merasa bisa mempercantik penampilannya sebentar sambil menunggu rapat Arvan selesai Rapat. Mungkin setelah itu dia bisa mengajak bossnya untuk makan siang bersama. Sudah lama mereka tidak keluar berdua tanpa harus memikirkan urusan pekerjaan."Arvan ada di dalam?" Tanya Amanda tanpa basa-basi saat Siska sedang asyik meniup kuku-kukunya yang sudah dipoles ketika Amanda muncul di depannya dengan penampilan yang sangat sederhana. Siska hampir tidak mengenali Amanda de
"Jadi semuanya masih karena uang," ucap Arvan setelah cukup lama terdiam. “Tiga tahun lalu, aku juga mengkhianatimu karena uang, semestinya kamu tidak harus terkejut ketika aku kembali juga karena uang,” ucap Amanda lantang walaupun sedetik kemudian dia kembali membenamkan wajahnya menatap lantai ruang kerja Arvan. sejak Amanda mengutarakan maksud kedatangannya, wajah Arvan seketika berubah dingin. beberapa kali Arvan mengeratkan rahangnya karena marah. “baiklah,, 500 juta," ucap Arvan enteng tanpa ekspresi. Amanda memandangnya tidak percaya. Apa itu artinya Arvan akan memberikan uang itu padanya. ‘Semudah itu?’ batin Amanda. "500 juta bukan masalah, tapi aku ingin memastikan apakah kamu masih gadis polos yang menjaga kesuciannya hanya untuk takdir hidupnya?” Tanya Arvan memastikan sambil menatap Amanda dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mendengar ucapan Arvan ingin rasanya Amanda mencolok mata Arvan dan segera kabur dari sana. Tapi dia sudah terlanjur mengungkapkan tujuannya da
Arvan sedang mengendarai mobilnya membelah jalanan kota Jakarta yang tengah macet. Jalanan sedikit macet dan cuaca cukup terik. Matahari yang bersinar tepat di ubun-ubun kepala menandakan waktu sudah hampir tiba jam makan siang. Arvan mengendarai mobilnya dalam diam dan Amanda juga duduk terdiam di kursi sebelah. “Melihat kamu tiba-tiba menghampiriku dan berubah pikiran membuatku penasaran," ucap Arvan tetap memperhatikan jalan. Amanda tidak merespon. Dia sedang berpikir kemana Arvan akan membawanya. Apa mereka akan ke tempat sebelumnya atau bahkan lebih parah lagi. "Aku baru tahu kalau kamu begitu menyukai uang," lanjut Arvan sambil sesekali menatap Amanda, dia harus tetap fokus dengan jalanan yang sedang macet. "Semua wanita menyukai uang, Arvan," jawab Amanda asal. Arvan terlihat mengeraskan rahangnya. "Setidaknya kamu bisa menceritakan pada tunanganmu ini, nilai yang kamu minta bukan sesuatu yang sedikit," ucap Arvan dengan senyum tertahan. Tidak menyangka akan mendapat jawab
"Ada apa lagi?" Tanya Amanda kesal pada Arvan yang memintanya menemani keluar makan malam."Kasar sekali kamu sekarang," balas Arvan sarkas."Seingat aku, kamu memintaku datang seminggu lagi, lalu mau apa kamu memintaku menemanimu sekarang?" Ucap Amanda sambil melipat tangannya di depan tubuhnya."Memangnya ada larangan menemui tunangan sendiri," balas Arvan kesal.Amanda membuang wajahnya menatap jauh ke luar jendela mobil yang sedang melaju. Entah Arvan akan membawanya kemana lagi."Aku hanya ingin memintamu menemaniku makan, aku harus memastikan tunanganku makan dengan teratur," lanjut Arvan karena tidak menemukan jawaban Amanda."Aku pikir kamu berubah pikiran dan bersedia memberiku uang yang aku minta," Amanda masih menerawang. Dia masih memikirkan uang yang harus dikumpulkan secepatnya.Dokter mengatakan kalau kondisi mamanya cukup baik untuk dipindahkan dan menyarankannya untul melakukann pemindahan aecepatmya larena kondisi tersebut bisa saja berubah tergantung emosi mamanya ya
"Mau kemana?" Tanya Tasya sambil berkacak pinggang melihat Johan yang mulai berpakaian rapi. Tasya melirik jam di dinding dan mendapati waktu sudah hampir jam 9 malam. Berniat kemana suaminya malam begini. "Hmmm… itu. Arvan memintaku untuk menjemputnya sayang. Aku janji hanya sebentar," ucap Johan dengan perasaan bersalah. Tasya terlihat geram mendengar nama itu. Selalu saya pria itu mengusik kehidupan suaminya tanpa kenal waktu. "Selalu Arvan. Apa dia tidak memiliki orang lain selain dirimu untuk dia hubungi saat ini," pekik Tasya kesal. Arvan sungguh sangat keterlaluan. Tasya mengerti kalau mereka sudah bersahabat sejak lama. Tapi dirinya juga butuh waktu berdua dengan suaminya. Tidakkah seorang Arvan seharusnya memahami hal itu. Johan pria beristri sekarang. "Aku janji. Sebelum tengah malam aku sudah berada di rumah," ucap Johan sambil memeluk Tasya. Tasya memilih memalingkan wajahnya karena kesal pada suaminya yang lebih memilih sahabatnya. "Maafkan aku sayang, janji sebelu
Seminggu kemudian Amanda kembali menemui Arvan di kantornya. Siska yang menemuinya di meja sekretaris hanya menatapnya dengan pandangan meremehkan tetapi Amanda tidak peduli. Dia bahkan tidak memikirkan resiko dari tindakannya jadi dia tidak memiliki waktu untuk memikirkan apa yang ada di kepala Siska "Kamu sungguh tidak tahu malu, kau sudah memutuskan untuk menghilang, apa yang membuatmu berubah pikiran,” ucap Siska dengan nada sinis. Amanda hanya diam tidak ingin menanggapi apapun. Ini adalah masalahnya dengan Arvan. Amanda rasa sekretaris Arvan tidak memiliki urusan dalam masalah ini. "Kalau kau berpikir pak Arvan masih orang yang sama seperti tiga tahun lalu , kau salah. Arvan yang sekarang hanya mencintai dirinya sendiri,” ucap Siska masih dengan nada mengejek. "Terima kasih Siska, sudah mengingatkanku. Aku akan mengingatnya dengan baik,” balas Amanda cuek. "Dasar,, wanita murahan,” ucap Siska lirih sambil beranjak dari kursinya dan membuka pintu kerja Arvan. Amanda mendenga