Siska sedang melakukan perawatan untuk kukunya di meja kerjanya. Tidak banyak pekerjaan yang harus dia lakukan. Arvan hanya meminta agar dia tidak diganggu. Saat ini, Arvan sedang melakukan pertemuan via online dengan kolega perusahaan dan memintanya untuk tidak membiarkan siapapun mengganggunya sampai pertemuan itu selesai. Pertemuan penting mengenai pendistribusian barang di beberapa cabang khususnya di luar kota yang sempat mengalami penundaan jadwal kirim dan permasalahan produk expired.Karena Arvan sedang sibuk, Siska merasa bisa mempercantik penampilannya sebentar sambil menunggu rapat Arvan selesai Rapat. Mungkin setelah itu dia bisa mengajak bossnya untuk makan siang bersama. Sudah lama mereka tidak keluar berdua tanpa harus memikirkan urusan pekerjaan."Arvan ada di dalam?" Tanya Amanda tanpa basa-basi saat Siska sedang asyik meniup kuku-kukunya yang sudah dipoles ketika Amanda muncul di depannya dengan penampilan yang sangat sederhana. Siska hampir tidak mengenali Amanda de
"Jadi semuanya masih karena uang," ucap Arvan setelah cukup lama terdiam. “Tiga tahun lalu, aku juga mengkhianatimu karena uang, semestinya kamu tidak harus terkejut ketika aku kembali juga karena uang,” ucap Amanda lantang walaupun sedetik kemudian dia kembali membenamkan wajahnya menatap lantai ruang kerja Arvan. sejak Amanda mengutarakan maksud kedatangannya, wajah Arvan seketika berubah dingin. beberapa kali Arvan mengeratkan rahangnya karena marah. “baiklah,, 500 juta," ucap Arvan enteng tanpa ekspresi. Amanda memandangnya tidak percaya. Apa itu artinya Arvan akan memberikan uang itu padanya. ‘Semudah itu?’ batin Amanda. "500 juta bukan masalah, tapi aku ingin memastikan apakah kamu masih gadis polos yang menjaga kesuciannya hanya untuk takdir hidupnya?” Tanya Arvan memastikan sambil menatap Amanda dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mendengar ucapan Arvan ingin rasanya Amanda mencolok mata Arvan dan segera kabur dari sana. Tapi dia sudah terlanjur mengungkapkan tujuannya da
Arvan sedang mengendarai mobilnya membelah jalanan kota Jakarta yang tengah macet. Jalanan sedikit macet dan cuaca cukup terik. Matahari yang bersinar tepat di ubun-ubun kepala menandakan waktu sudah hampir tiba jam makan siang. Arvan mengendarai mobilnya dalam diam dan Amanda juga duduk terdiam di kursi sebelah. “Melihat kamu tiba-tiba menghampiriku dan berubah pikiran membuatku penasaran," ucap Arvan tetap memperhatikan jalan. Amanda tidak merespon. Dia sedang berpikir kemana Arvan akan membawanya. Apa mereka akan ke tempat sebelumnya atau bahkan lebih parah lagi. "Aku baru tahu kalau kamu begitu menyukai uang," lanjut Arvan sambil sesekali menatap Amanda, dia harus tetap fokus dengan jalanan yang sedang macet. "Semua wanita menyukai uang, Arvan," jawab Amanda asal. Arvan terlihat mengeraskan rahangnya. "Setidaknya kamu bisa menceritakan pada tunanganmu ini, nilai yang kamu minta bukan sesuatu yang sedikit," ucap Arvan dengan senyum tertahan. Tidak menyangka akan mendapat jawab
"Ada apa lagi?" Tanya Amanda kesal pada Arvan yang memintanya menemani keluar makan malam."Kasar sekali kamu sekarang," balas Arvan sarkas."Seingat aku, kamu memintaku datang seminggu lagi, lalu mau apa kamu memintaku menemanimu sekarang?" Ucap Amanda sambil melipat tangannya di depan tubuhnya."Memangnya ada larangan menemui tunangan sendiri," balas Arvan kesal.Amanda membuang wajahnya menatap jauh ke luar jendela mobil yang sedang melaju. Entah Arvan akan membawanya kemana lagi."Aku hanya ingin memintamu menemaniku makan, aku harus memastikan tunanganku makan dengan teratur," lanjut Arvan karena tidak menemukan jawaban Amanda."Aku pikir kamu berubah pikiran dan bersedia memberiku uang yang aku minta," Amanda masih menerawang. Dia masih memikirkan uang yang harus dikumpulkan secepatnya.Dokter mengatakan kalau kondisi mamanya cukup baik untuk dipindahkan dan menyarankannya untul melakukann pemindahan aecepatmya larena kondisi tersebut bisa saja berubah tergantung emosi mamanya ya
"Mau kemana?" Tanya Tasya sambil berkacak pinggang melihat Johan yang mulai berpakaian rapi. Tasya melirik jam di dinding dan mendapati waktu sudah hampir jam 9 malam. Berniat kemana suaminya malam begini. "Hmmm… itu. Arvan memintaku untuk menjemputnya sayang. Aku janji hanya sebentar," ucap Johan dengan perasaan bersalah. Tasya terlihat geram mendengar nama itu. Selalu saya pria itu mengusik kehidupan suaminya tanpa kenal waktu. "Selalu Arvan. Apa dia tidak memiliki orang lain selain dirimu untuk dia hubungi saat ini," pekik Tasya kesal. Arvan sungguh sangat keterlaluan. Tasya mengerti kalau mereka sudah bersahabat sejak lama. Tapi dirinya juga butuh waktu berdua dengan suaminya. Tidakkah seorang Arvan seharusnya memahami hal itu. Johan pria beristri sekarang. "Aku janji. Sebelum tengah malam aku sudah berada di rumah," ucap Johan sambil memeluk Tasya. Tasya memilih memalingkan wajahnya karena kesal pada suaminya yang lebih memilih sahabatnya. "Maafkan aku sayang, janji sebelu
Seminggu kemudian Amanda kembali menemui Arvan di kantornya. Siska yang menemuinya di meja sekretaris hanya menatapnya dengan pandangan meremehkan tetapi Amanda tidak peduli. Dia bahkan tidak memikirkan resiko dari tindakannya jadi dia tidak memiliki waktu untuk memikirkan apa yang ada di kepala Siska "Kamu sungguh tidak tahu malu, kau sudah memutuskan untuk menghilang, apa yang membuatmu berubah pikiran,” ucap Siska dengan nada sinis. Amanda hanya diam tidak ingin menanggapi apapun. Ini adalah masalahnya dengan Arvan. Amanda rasa sekretaris Arvan tidak memiliki urusan dalam masalah ini. "Kalau kau berpikir pak Arvan masih orang yang sama seperti tiga tahun lalu , kau salah. Arvan yang sekarang hanya mencintai dirinya sendiri,” ucap Siska masih dengan nada mengejek. "Terima kasih Siska, sudah mengingatkanku. Aku akan mengingatnya dengan baik,” balas Amanda cuek. "Dasar,, wanita murahan,” ucap Siska lirih sambil beranjak dari kursinya dan membuka pintu kerja Arvan. Amanda mendenga
Malam ini suasana di sebuah kelab malam sedang riuh. Lampu warna-warni berkelap-kelip diiringi music menghentak dari disk jockey membuat siapapun yang berada di dalam ruangan akan menggerakkan badannya mengikuti alunan musik.Suasana disana penuh dengan kesenangan. Semua orang terlihat santai menikmati alunan musik, tapi hal itu tidak berlaku bagi Arvan. Dia hanya duduk di meja di depan bartender sambil menikmati minumannya dalam diam. Entah sudah berapa lama dan berapa banyak dia minum, Arvan tidak peduli. Yang dia tahu dia hanya ingin mabuk dan melupakan kejadian hari ini.Seorang wanita berpakaian merah dengan tampilan sedikit glamour yang duduk tidak jauh dari Arvan tampak sedang memperhatikan Arvan dan mulai mendekatinya dengan duduk di kursi di sebelah Arvan."Sendiri aja?" Tanya wanita itu tepat di telinga Arvan dengan nada dibuat manja.Arvan menoleh dan memperhatikan gadis itu. Tapi sedetik kemudian dia kembali menegak minumannya sampai habis."Gue perhatiin,, loe agak suntuk.
Siang itu di rumah kontrakannya, Amanda terlihat mondar mandir sambil menelpon seseorang. Dia terlihat sedang terlibat dalam pembicaraan yang penting.“butuh berapa hari untuk proses pemindahannya?” Tanya Amanda kepada seseorang ditelpon."Karena kita melakukan perjalanan darat. Mungkin memerlukan sekitar 2 sampai 3 hari bu," jawab seseorang di seberang."Apakah proses ini aman untuk perkembangan jiwa mama saya," ucapnya lagi.“Psikiater harus melakukan observasi terlebih dahulu kepada pasien, Bu. Memastikan bila ibu anda siap melakukan perjalanan jauh. Setelah observasi dilakukan, baru bisa diputuskan oleh psikiater apakah ibu anda siap untuk dipindahkan atau tidak,” Terang seorang ditelpon yang sepertinya dari pihak Rumah Sakit Jiwa tempat mama Amanda menjalani perawatan.“baiklah suster,, tolong kabari saya perkembangan mama saya yah. saya tunggu informasinya secepatnya," ucap Amanda kemudian panggilan itu terputus. Amanda hanya bisa menggigit kuku jarinya. Kebiasaan yang sering di
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da