Harun yang tengah bertugas di ruang IGD terkejut melihat Kaira digendong oleh Kaivan. Pria berparas manis itu mendekati Kaivan."Apa yang terjadi? Kenapa wajah Kaira lebam dan bibirnya berdarah?" Harun mengulangi pertanyaannya dengan panik sambil menatap ke arah Kaivan penuh kecemasan. "Nanti aku ceritakan. Sekarang, cepat tolong Kaira. Lengan kirinya juga sakit. Aku takut hal buruk terjadi padanya," jelas Kaivan yang masih menggendong Kaira."Ba--baik. Suster, tolong bantu saya ambilkan brankar," ucap Harun dengan gugup sambil memanggil salah satu perawat di ruangan itu."Baik, Dok."Kondisi Kaira memburuk. Wanita itu tak sadarkan diri. Seketika tubuhnya melemas. Kaivan semakin panik, begitu pun Harun."Kaira, bangun, Sayang. Kaira!" ucap Kaivan sambil meletakkan tubuh Kaira pada brankar dan menggoyang-goyangkan sedikit tubuhnya."Tenanglah. Aku akan melakukan pemeriksaan. Kau tunggu di sini," ucap Harun sambil mendorong brankar ke ruang pemeriksaan di bantu beberapa perawat.Harun
Kaira berusaha keras mengangkat tangan kirinya dan menggerakkan perlahan. Namun, terasa berdenyut dan sakit. "Ini, ini bekas luka yang dulu. Sekarang terluka lagi. Itu artinya ... aww!" Kaira sedikit memekik karena tangannya terasa sakit saat di gerakkan. Dengan cepat Kaivan meraih tangan kiri Kaira dan mengusapnya lembut sambil sesekali meniupnya. "Tenanglah, Sayang. Kau baru saja siuman dan tanganmu baru di operasi. Pelan-pelan, ya," ucap Kaivan sambil terus meniup dan mengusap-usap tangan Kaira yang terluka. "Apa aku tidak akan bisa menggunakan tangan kiriku lagi? Apa aku tidak akan bisa melakukan operasi lagi? Apa aku ...." "Kaira, bersabarlah. Aku yakin kau masih bisa menggunakan tanganmu kembali. Kau harus bersabar. Kau ...." "Jangan menghiburku! Kau pasti sudah tahu, jika tanganku tidak akan bisa berfungsi dengan baik kembali, bukan?" "Itu hanya sementara. Setelah kau sembuh dan menjalani terapi, tanganmu akan kembali pulih." "Aku tahu kau sedang berbohong. Dulu
Kaira terus melangkah meski Harun mengejar dan memanggilnya. Wanita itu semakin mempercepat langkahnya saat mengetahui Harun semakin mendekatinya. Kaira membuka pintu tangga darurat dan melangkah cepat menuruni anak tangga. Harun terus mengejarnya."Kaira, berhentilah. Aku mohon," pinta Harun yang sedikit tersengal mengejar sang adik. Namun, Kaira tidak menghiraukan dan makin mempercepat langkahnya."Kaira, kita bisa bicara baik-baik. Tolong jangan seperti ini," ucap Harun yang terus mengejar Kaira.Mereka tiba pada anak tangga terakhir. Kaira membuka pintu dan keduanya sudah berada di lobi rumah sakit. Kaira terus melangkah menuju pintu keluar. Harun terus mengikutinya."Kaira, dengarkan Kakak dulu." Harun berhasil meraih sebelah tangan Kaira dan menghentikan langkahnya. Kaira berusaha memberontak. Namun, tenaganya kalah kuat dengan Harun."Lepaskan tanganku."Kaira berusaha menepis tangan Harun darinya. Namun, lelaki berparas manis itu tidak mengindahkannya."Kak, sakit tahu. Lepas
Kaira duduk di balkon rumahnya sambil menggenggam sebuah bola karet dan terkadang membuka tangannya. Wanita itu sedang melakukan terapi untuk bisa menggerakkan jari-jari tangan kirinya.Terkadang, ia harus meringis menahan sakit ketika otot pergelangan tangan dan jari-jarinya bergerak. Namun, Kaira terus berusaha melakukannya meski sulit. Napas wanita itu pun kadang tersengal ketika harus menahan kesakitan tersebut.Kaivan datang membawa segelas jus stroberi kesukaan Kaira dan kukis. Menaruh kudapan tersebut di meja samping sang istri. Kemudian, duduk disebelah Kaira. Pria tampan bermata elang itu mengambil handuk kecil di meja dan mengelap kening Kaira tang berkeringat perlahan."Sayang, istirahat dulu, ya. Kau sudah cukup lelah," ucap Kaivan lembut sambil meraih tubuh Kaira dan menghadapkan ke arahnya."Aku belum lelah," tolak Kaira sambil melirik ke arah tangan kirinya."Aku tahu, kau wanita yang kuat dan pantang menyerah. Tanganmu sudah banyak perubahan dan aku senang melihatnya.
Kaivan tampak kesal. Wajahnya memerah menahan amarah. Kedua tangannya mengepal dan meninju meja. Kedua matanya nyalang menatap ke arah dinding. Ferdinan yang berada di hadapan Kaivan tidak berani berkata-kata, ia paham betul bagaimana pria yang di hadapinya jika tengah marah. Bisa-bisa menjadi bahan amukan. Diam lebih baik dan aman menurut Ferdinan."Bagaimana mungkin ini terjadi? Aku benar-benar tidak habis pikir."Kaivan berkata geram sambil duduk dan meremas rambutnya. Dadanya sesak menahan amarah yang terbendung. Ferdinan melirik ke arah Kaivan tanpa suara. Meski pun mereka bersahabat. Namun, jika pria tampan itu sudah marah, sebaiknya di diamkan saja dahulu sampai mereda."Fer, apa semua yang kau dengar itu benar adanya?" tanya Kaivan sambil menatap tajam ke arah Ferdinan dan curiga.Ya, Kaivan emosi setelah mendengar perkataan Ferdinan tentang Tasya. Pasalnya, gadis itu meminta perlindungan maminya agar Kaivan tidak mempersalahkan kasus Kaira yang telah ia celakai beberapa waktu
Harun terus membujuk Kaira agar mau memaafkannya. Sebab, ia tidak terbiasa bertengkar selama ini dengan sang adik. "Apa kau ingin aku meminta maaf kepadamu di depan mereka? Supaya kau mau memaafkan ku? Jika itu yang kau inginkan, akan aku lakukan. Sekarang, ikut aku ke rumah sakit dan aku akan meminta maaf padamu di hadapan mereka."Harun geram karena Adzkia tidak juga memaafkan dan masih merajuk padanya. Pria berparas manis itu berdiri dan meraih sebelah tangan Kaira, hendak membawanya ke rumah sakit untuk meminta maaf.Kaira mendelik. Berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Harun. Namun, tenaga lelaki itu terlalu kuat dan sulit bagi Kaira untuk memberontak."Tidak perlu. Lepaskan aku, Kak. Sakit tahu," ucap Kaira kesal."Tidak mau, sebelum kau ....""Oke, aku maafkan Kakak. Namun, tolong lepaskan dulu tanganku.""Baiklah."Harun pun melepaskan tangan Kaira. Wanita itu memegangi tangannya yang tampak merah. Harun khawatir dan kembali merasa bersalah."Maaf. Kau sih keras kepala
Tasya terlihat mondar-mandir di ruang tamu, sembari jari telunjuk ia ketukan pada dagu. Tampak wanita seksi itu sedang memikirkan sesuatu. Kedua matanya nyalang menahan amarah."Aku harus buat perhitungan. Lihat saja, aku akan membuat hidupmu lebih menderita, Kaira. Itu adalah hukuman yang harus kamu terima karena merebut Kaivan dariku," ucap Tasya dengan tatapan menyeringai.Wanita seksi itu melangkah keluar rumah. Sepertinya, ia hendak keluar menemui seseorang. Tasya melajukan mobilnya cukup kencang. Terlihat tergesa-gesa sekali.Empat puluh lima menit kemudian, Tasya tiba di sebuah rumah tua yang bangunannya sudah tampak rapuh. Namun, cukup baik untuk di gunakan sebagai tempat persembunyian.Tasya tampak bersama beberapa orang lelaki. Postur tubuhnya cukup tinggi dan menyeramkan. Wanita itu memperhatikan mereka satu per satu."Aku ada kerjaan untuk kalian," ucap Tasya dengan wajah serius."Apa? Apa bayarannya besar?" ucap salah seorang dari mereka yang bertubuh gembul."Kalian tena
Kamran, Kayana, dan Kevin yang sejak tadi mendengarkan serta memperhatikan Kaira dan Harun, di kejutkan dengan kedatangan Hanung. Sebab, Kaira serta Harun menyebut lelaki paruh baya itu dengan sebutan 'Ayah'"Sejak kapan Ayah di sini?" tanya Kaira setengah terkejut."Baru saja. Memang mau ke sini untuk mengecek. Oh iya, bagaimana tanganmu?" jelas Hanung, sembari menanyakan pri hal Kaira."Alhamdulillah sudah membaik. Berkat dukungan Mas Kaivan, Kak Harun, Ayah, bunda, dan Kiara. Kalian telah menyemangati aku sehingga aku bisa lekas pulih," ucap Kaira, sambil menunjukkan tangan kirinya dan tersenyum."Syukurlah. Ayah senang mendengarnya. Itu semua juga karena semangatmu yang besar untuk sembuh," ucap Hanung sambil mengusap tangan Kiri Kaira."Kak Harun, Ayah, terima kasih telah mengizinkan aku bekerja kembali," ucap Kaira sambil menatap ke arah Harun dan Hanung bergantian."Tidak perlu berterima kasih. Kau memang harus kembali bekerja di rumah sakit ini. Mana mungkin Ayah dan Kak Harun
Kaira mulai melakukan aktivitas seperti biasa, setelah hampir empat bulan beristirahat di rumah pasca melahirkan. Wanita berparas cantik itu melangkah dengan anggun di lorong Rumah Sakit Kusuma Pratama Hospital. Mengenakan dress berwarna biru langit, dipadukan dengan jas putih, seragam rumah sakit.Rambut sepinggangnya ia sanggul dan hells berwarna senada dengan pakaiannya, di tambah anting kecil menghiasi kedua telinga Kaira, menambah pesona perempuan tersebut. Meski sudah memiliki dua anak. Akan tetapi, Kaira masih terlihat cantik dan menawan. Wanita itu merawat tubuhnya dengan sangat baik. Mengatur pola makan yang baik pula demi kesehatan dirinya.Wanita berparas cantik itu memasuki ruang IGD. Semua mata tertuju padanya. Mereka tetap mengagumi Kaira yang memiliki postur tubuh bak model internasional. Senyum terukir di bibirnya. Membalas sapaan dari petugas yang berada di ruangan tersebut.Kaira terus melangkah ke dalam. Memasuki sebuah ruangan yang menjadi tempatnya untuk mengecek
Setelah mendapatkan perawatan selama satu Minggu, Kaira sudah diizinkan pulang ke rumah. Kaivan tampak sedang menimang-nimang putranya, sementara Kaira berbaring di ranjang karena merasakan nyeri pada perutnya.Harun tampak memeriksa obat-obatan Kaira dan memberikan beberapa butir pada adiknya tersebut agar di minum, untuk meredakan nyeri pada perutnya.Usai minum obat, Kaira tertidur di samping putranya. Kaivan dan Harun keluar kamar dan berbincang di ruang tamu sambil menikmati teh dan kudapan buatan Bi Inah."Kenapa Kaira tampak kesakitan sekali?" tanya Kaivan dengan penasaran.Harun menghela napas. "Itu biasa terjadi pasca operasi. Penyebabnya bisa karena terlalu banyak melakukan pergerakan sehingga ada bagian otot yang terluka ikut tertarik. Oleh karena itulah, rasa nyeri itu datang," jelas pemuda berkumis tipis itu dengan wajah serius."Sampai kapan itu terjadi?" tanya Kaivan kembali semakin penasaran."Sampai luka bekas operasi itu mengering. Bahkan terkadang sudah kering dan b
Kaira sedang merapikan mainan milik Kiara, tiba-tiba, perutnya terasa sakit. Wanita itu menghentikan aktivitasnya dan meringis sambil memegangi perutnya. Bi Inah yang baru saja hendak membantu Kaira terkejut melihat majikannya tampak kesakitan."Nyonya, Nyonya kenapa?" ucap Bi Inah dengan raut wajah panik."Pe--perut aku sakit, Bi. Aww!" ucap Senja sambil terus memegangi perutnya."Sebentar, Nyonya. Bibi telepon Tuan Kaivan dulu," ucap Bi Inah sambil merogoh saku bajunya dan mengambil benda pipih di dalamnya."Halo, Bi. Ada apa?""Tu--Tuan. Ny--Nyonya ....""Kaira kenapa, Bi? Pelan-pelan saja bicaranya.""Nyonya, Tuan. Nyonya kesakitan. Sepertinya mau melahirkan." "Apa? Ya sudah, Bibi jaga Kaira, saya telepon ambulans.""Baik, Tuan."Sambungan telepon pun terputus. Kaivan segera menelepon rumah sakit dan meminta mengirimkan ambulans untuk membawa istrinya. Pemuda itu langsung gegas menyusul sang istri bersama dengan Ferdinan yang menemani karena khawatir terjadi sesuatu pada Kaivan.
Karin dan Tasya tampak melangkah menuju gagang pintu ruang tamu setelah mendengar deru mobil dan mengintip siapa yang datang. Begitu pintu terbuka, seorang pria mengenakan jaket hitam, celana panjang hitam, masker, serta topi, dan kacamata berwarna sama langsung masuk ke dalam."Kenapa lama sekali? Kita sudah hampir mati kelaparan di sini," omel Karin sambil mengambil kardus yang dibawa orang itu dan meletakkannya di meja."Kau pikir mudah untuk bisa sampai ke sini? Aku harus memastikan situasi aman. Lagipula, askes ke sini juga sulit, butuh waktu lama untuk bisa sampai," jelas orang itu sambil mengambil lagi kardus yang lain."Kau sudah pastikan aman selama perjalanan ke sini? Tidak ada yang mengikutimu?" tanya Tasya curiga."Aku pastikan aman. Sepertinya, Kaivan dan anak buahnya belum mencium keberadaan kalian di sini," jelas orang yang ternyata lelaki tersebut kembali."Syukurlah. Kapan kami bisa keluar dari sini? Kami sudah tidak betah tinggal di hutan belantara ini. Tidak ada sin
Kaivan kembali memegang kedua pundak Kaira dan memijitnya lembut. Kaira menghela napas sambil sesekali memejamkan kedua matanya. Menikmati setiap pijitan Kaivan."Kasihan sekali istriku. Pasti kelelahan bekerja sampai seperti ini," ucap Kaivan sambil terus memijit."Tadi banyak pasien. Ruang IGD pun ramai. Jadi, memang agak sibuk hingga kurang beristirahat," jelas Kaira sambil menenglengkan kepalanya."Jangan terlalu capai, kau sedang hamil. Apalagi, kandunganmu sudah besar. Apa tidak sebaiknya mengambil cuti dan beristirahat saja di rumah," saran Kaivan."Waktu melahirkan masih lama. Kalau aku ambil cuti sekarang, akan lama di rumah. Aku pasti akan bosan," tolak Kaira."Sayang, kalau kau bosan kan bisa jalan-jalan. Ke mall, atau ke mana saja. Aku akan mengantarmu. Kalau terlalu lelah seperti ini, calon bayi kita pasti akan semakin aktif dan itu akan membahayakan kalian," jelas Kaivan yang masih berusaha membujuk Kaira."Tapi, Mas ....""Kau bisa sibuk mengantar jemput Kiara. Bisa ber
Seorang wanita paruh baya yang meski tidak muda lagi. Namun, masih tetap terlihat cantik tampak sedang mondar-mandir di dalam kamarnya. Kekhawatiran tampak di balik wajah setengah keriputnya. Sesekali, ia melirik ke arah ponsel yang di genggamnya. Sudah hampir satu jam perempuan tersebut seperti itu. Karan, sang suami tampak memasuki kamar tersebut. Pria tua itu mengerutkan kedua alisnya. Merasa heran dengan apa yang telah istrinya lakukan. Lelaki itu mendekati dan menepuk pelan pundak Kanza, nama wanita tersebut. "Mam, ada apa? Kau tampak gelisah sekali?" tanya Karan dengan curiga. Wanita itu terperanjat. Kemudian, menghela napas dan mengeluarkannya kasar. Menelan ludah dan menatap ke arah suaminya dengan raut wajah panik. "Pa--Papi, mengejutkan Mami saja," ucap Kanza dengan gugup. "Maaf, Mam. Dari tadi, Papi perhatikan Mami mondar-mandir sambil melirik ponsel. Ada apa? Siapa yang sedang Mami tunggu teleponnya?" tanya Karan semakin penasaran. "Tidak ada, Pap," bohong Kanza
Kaira tampak termenung di kamar. Wanita berparas cantik itu duduk di balkon sambil menatap ke arah langit. Napasnya terdengar berat. Terlintas dalam pikirannya akan bayangan masa lalunya. Ketika pertama kali ia mengenal Kaivan hingga kejadian malam itu terjadi yang membuat dirinya kehilangan keluarga kandungnya.Napas Kaira semakin bergemuruh, kedua tangannya mencengkeram kuat pinggiran kursi. Keringat dingin mengucur membasahi wajah cantiknya. Kaivan yang baru saja datang, terkejut dengan ekspresi dari istrinya dan langsung mendekatinya."Sayang, kau kenapa?" tanya pemuda itu sambil berjongkok di hadapan Kaira.Wanita itu memejamkan kedua mata dan menggeleng ketakutan. Napas Kaira semakin sesak. Ketakutan itu semakin menyiksanya. Kaivan langsung memeluknya."Tenanglah, Sayang. Ini aku, Kaivan, suamimu. Aku mohon tenanglah," ucap Kaivan sambil mengusap-usap punggung Kaira. Berusaha menenangkannya.Kaira berusaha melepaskan pelukan Kaivan. Namun, pria itu mempererat pelukannya, ia tahu
Kaira dan Kaivan terdiam. Keduanya masih syok dengan apa yang menimpa Kiara. Harun yang masih penasaran pun kembali bertanya."Kaira, jawab!" seru Harun semakin penasaran.Kembali Kaira dan Kaivan saling beradu tatap, kemudian menatap ke arah Harun. Menatap pemuda berkumis tipis berparas manis tersebut."ki--Kiara yang ada di dalam," jawab Kaivan dengan gugup."Apa? Ki--Kiara? A--apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Harun dengan terkejut dan penasaran."Kiara tadi diculik saat pulang sekolah oleh Karin dan Tasya. Kami berhasil menggagalkannya, tetapi Kiara terluka karena terkena pecahan beling yang ditodongkan ke arah leher Kiara oleh Tasya," jelas Kaivan, menceritakan kronologi kejadiannya."Apa? Ini semua ulah Tasya dan Karin?" tanya Harun kembali yang tidak menyangka."Iya.""Lalu, ke mana mereka? Apa berhasil ditangkap?""Mereka berhasil meloloskan diirketika kami fokus pada Kiara.""kurang ajar! Berani sekali mereka menyakiti keponakanku! Aku akan menca
Kaivan menelan ludah. Menghela napas, mencoba menahan amarahnya. Bukan tidak berani mendekat ke arah Tasya dan Karin. Namun, ia tidak ingin gegabah dan membuat putrinya terluka. Karin tampak tersenyum melihat wajah menyedihkan Kaira."Lihatlah, Kaira. Kau akan kehilangan putrimu. Itu semua hukuman yang setimpal dari semua yang sudah kau lakukan padaku dan Tasya. Terutama, Kau, Kaivan! Kau sudah buat hidup kami menderita cukup lama di pulau terpencil. Kalian harus membayar mahal untuk itu," ucap Karin dengan tatapan menyeringai."Apa yang kalian inginkan? Lepaskan putriku! Jangan sakiti dia. Urusan kalian denganku, bukan dengannya," ucap Kaira berusaha untuk berbicara baik-baik."Aku ingin kau hancur, Kaira. Tanda tangani surat ini," ucap Karin sambil melemparkan map cokelat ke arah Kaira.'Rupanya mereka sudah menyiapkan dan merencanakan semuanya. Aku harus cari cara membuat Karin dan Tasya lengah hingga bisa menyelamatkan Kiara,' monolog Kaivan dalam hati.Kaivan mengambil map cokela