Tasya terlihat mondar-mandir di ruang tamu, sembari jari telunjuk ia ketukan pada dagu. Tampak wanita seksi itu sedang memikirkan sesuatu. Kedua matanya nyalang menahan amarah."Aku harus buat perhitungan. Lihat saja, aku akan membuat hidupmu lebih menderita, Kaira. Itu adalah hukuman yang harus kamu terima karena merebut Kaivan dariku," ucap Tasya dengan tatapan menyeringai.Wanita seksi itu melangkah keluar rumah. Sepertinya, ia hendak keluar menemui seseorang. Tasya melajukan mobilnya cukup kencang. Terlihat tergesa-gesa sekali.Empat puluh lima menit kemudian, Tasya tiba di sebuah rumah tua yang bangunannya sudah tampak rapuh. Namun, cukup baik untuk di gunakan sebagai tempat persembunyian.Tasya tampak bersama beberapa orang lelaki. Postur tubuhnya cukup tinggi dan menyeramkan. Wanita itu memperhatikan mereka satu per satu."Aku ada kerjaan untuk kalian," ucap Tasya dengan wajah serius."Apa? Apa bayarannya besar?" ucap salah seorang dari mereka yang bertubuh gembul."Kalian tena
Kamran, Kayana, dan Kevin yang sejak tadi mendengarkan serta memperhatikan Kaira dan Harun, di kejutkan dengan kedatangan Hanung. Sebab, Kaira serta Harun menyebut lelaki paruh baya itu dengan sebutan 'Ayah'"Sejak kapan Ayah di sini?" tanya Kaira setengah terkejut."Baru saja. Memang mau ke sini untuk mengecek. Oh iya, bagaimana tanganmu?" jelas Hanung, sembari menanyakan pri hal Kaira."Alhamdulillah sudah membaik. Berkat dukungan Mas Kaivan, Kak Harun, Ayah, bunda, dan Kiara. Kalian telah menyemangati aku sehingga aku bisa lekas pulih," ucap Kaira, sambil menunjukkan tangan kirinya dan tersenyum."Syukurlah. Ayah senang mendengarnya. Itu semua juga karena semangatmu yang besar untuk sembuh," ucap Hanung sambil mengusap tangan Kiri Kaira."Kak Harun, Ayah, terima kasih telah mengizinkan aku bekerja kembali," ucap Kaira sambil menatap ke arah Harun dan Hanung bergantian."Tidak perlu berterima kasih. Kau memang harus kembali bekerja di rumah sakit ini. Mana mungkin Ayah dan Kak Harun
Kaira tampak lesu melangkah memasuki ruangannya. Lingkar hitam terlihat di kedua mata wanita itu. Namun, masih tetap cantik meski tanpa polesan make up.Wanita itu mendudukkan bagian bawah tubuhnya di kursi. Kemudian, menyandarkan kepala pada meja, memejamkan kedua mata yang tampak mengantuk.Belum lama ia terlelap, tampak beberapa orang memasuki ruangannya, setelah ketukan pintu tidak di dengar oleh wanita itu.Mereka memperhatikan ruangan Kaira yang tampak bersih, rapi, dan wangi. Kemudian, mengalihkan pandangan ke arah Kaira yang masih terlelap di meja kerjanya.Salah seorang dari mereka menghela napas kasar. Mengamati lamat-lamat wajah lelah Kaira yang tetap terlihat, meski posisinya miring berbantalkan lengan. Tampak orang itu ingin mendekat. Namun, di halangi oleh yang lain dengan memberi kode menggeleng.Akhirnya, mereka duduk di sofa, menunggu Kaira terbangun. Wanita berparas cantik itu menggeliat. Kemudian, membuka mata perlahan. Sedikit menguap dan kedua matanya memerah.Ked
Kaira berdiri di balkon kamarnya. Menatap ke arah langit, sambil sesekali menghirup udara pagi yang tampak segar. Teringat peristiwa kemarin di rumah sakit, ketika ia bertemu dengan kakak dan kedua orang tuanya.Lamunannya buyar, ketika ia merasakan ada sepasang tangan kekar melingkar di perutnya, memeluk Kaira dari belakang dan menyandarkan dagu pada punggung wanita itu. Wangi maskulin terhidu oleh penciumannya. Kaira sangat mengenal aroma ini."Sedang apa di sini, Sayang? Kenapa melamun pagi-pagi?" Suara berat seorang laki-laki yang sangat di kenalnya yang meski cukup mengejutkan. Namun, begitu lembut di telinga, bertanya penuh curiga tanpa melepaskan pelukannya."Mas Kaivan. Sejak kapan di sini?"Bukannya menjawab, Kaira masalah justru balik bertanya, dengan pandangan masih terarah ke langit. Kaivan menempelkan sebelah pipinya pada Kaira dan sedikit menggerakkannya, membuat wanita itu sedikit geli terkena jenggot dan kumis tipis Kaivan."Baru saja, aku mencarimu di setiap ruangan,
Kaira menghela napas kasar sambil mengangguk. Mengulas senyum paksa agar Hanung, Hani, dan Harun tidak khawatir."Aku baik-baik saja. Ya, memang cukup melelahkan dan sedikit syok juga. Sebab, aku kan baru saja sembuh dan bergabung kembali. Jadi, seperti pertama kali, saat aku baru masuk ke rumah sakit itu," jelas Kaira lembut."Syukurlah kalau kau baik-baik saja. Ayah dan Kak Harun juga sempat khawatir denganmu. Apalagi, kau masih baru bergabung. Untunglah kau punya suami yang selalu siaga. Ayah salut denganmu, Kaivan," ucap Hanung sembari melirik ke arah Kaivan.Kaivan tersenyum. "Terima kasih, Yah. Tapi menurutku, Kaira memang luar biasa. Semangat kerjanya tinggi. Begitu perhatian dan peduli pada pasiennya. Pantaslah jika dia di juluki dokter terbaik dan profesional," puji Kaivan sambil menggenggam sebelah tangan Kaira.Harun dan Hanung mengiyakan.ereka setuju dengan perkataan Kaivan yang memang ada benarnya. Hani dan Kiara tengah sibuk bermain usai makan.Mereka melanjutkan perbinc
Kedua mata Kaira membulat sempurna, ketika melihat foto-foto yang di tulis tunjukkan Kaivan padanya. Menelan ludah dengan susah payah sambil berusaha bernapas dengan baik."Kenapa diam? Jawab aku."Kaivan kembali berkata sambil menatap Kaira tajam. Napasnya bergemuruh, menahan emosi dan cemburu. Kaira masih terdiam dan syok dengan apa yang dilihatnya."Jawab aku, Kaira!" Kaivan meninggikan sedikit nada bicaranya. Menandakan dirinya tengah terbakar amarah yang terpendam sejak tadi.Kaira mendongak dan menatap dalam Kaivan. Membuang napas kasar dan memejamkan mata sejenak. Kemudian, mencoba untuk tetap tenang menghadapi Kaivan yang tengah menahan amarah."Aku akan jelaskan semuanya, tapi tolong, kau tenang dulu, ya," ucap Kaira sembari meraih kedua tangan Kaivan dan menggenggamnya.Kaivan berusaha tetap tenang dan memberi Kaira kesempatan untuk menjelaskan. Pria itu kembali menatap tajam ke arah Kaira."Dia Erlan, mantan suami Kak Karin. Aku tidak sengaja bertemu dengannya tadi pagi di
Ferdinan terkejut dengan perkataan Kaivan. Tidak biasanya ia kesal dengan sang istri sampai kondisinya begitu kusut sekali. Pria berkulit sawo matang itu semakin menatap Kaivan, menelisik lebih dalam apa yang terjadi dengan sahabat sekaligus bosnya itu."Tumben sekali Dokter Kaira buatmu kesal, biasanya kau yang selalu buat kesal," selidik Ferdinan penasaran sambil meledek Kaivan."Aish, kau ini. Bukannya menghibur dan membantuku malah mengejekku," ucap Kaivan kesal."Maaf, aku hanya terkejut dengan pengakuanmu. Kenapa Kaira bisa begitu membuatmu kesal?" cecar Ferdinan."Semalam, ia pulang larut. Namun, sebelumnya, aku melihat Kaira di kafe bersama pria. Lalu, aku memfotonya. Kemudian, aku serahkan saat Kaira pulang bekerja. Kami sempat bertengkar. Namun, Kaira menjelaskan jika lelaki itu mantan kekasihnya dulu sebelum mengenalku. Meskipun demikian, aku masih kesal dengannya," jelas Kaivan menceritakan yang terjadi sebenarnya."Jadi kau cemburu dengan mantan kekasih istrimu?" selidik
Kaira dan Harun tengah melakukan pemeriksaan di ruang IGD. Mereka merawat pasien keracunan makanan sejak kemarin. Meskipun tidak ada yang meninggal dunia. Namun, pasien yang membutuhkan perawatan insentif cukup banyak, sekitar dua puluh orang.Mereka keracunan makanan setelah pulang menghadiri resepsi pernikahan. Beruntung, nyawa mereka bisa di selamatkan karena cepat di bawa ke rumah sakit dan segera mendapatkan pertolongan pertama.Ketika keduanya sudah mulai santai dan sedang mengecek data pasien, ruang IGD kembali disibukkan dengan kedatangan pasien korban tanah longsor. Sekitar tiga puluh orang di bawa ke rumah sakit Kusuma Pratama Hospital. "Pasien harus segera di operasi untuk menyelamatkan nyawanya dan mengangkat kayu yang menancap di perutnya. Kita butuh persetujuan dari pihak keluarga. Perawat Rifki, apa kau sudah menghubungi keluarga korban?"Kaira memberikan penjelasan kepada Rifki, kepala perawat di rumah sakit itu. Pemuda berparas manis itu mendongak."Tadi pihak keluar
Kaira mulai melakukan aktivitas seperti biasa, setelah hampir empat bulan beristirahat di rumah pasca melahirkan. Wanita berparas cantik itu melangkah dengan anggun di lorong Rumah Sakit Kusuma Pratama Hospital. Mengenakan dress berwarna biru langit, dipadukan dengan jas putih, seragam rumah sakit.Rambut sepinggangnya ia sanggul dan hells berwarna senada dengan pakaiannya, di tambah anting kecil menghiasi kedua telinga Kaira, menambah pesona perempuan tersebut. Meski sudah memiliki dua anak. Akan tetapi, Kaira masih terlihat cantik dan menawan. Wanita itu merawat tubuhnya dengan sangat baik. Mengatur pola makan yang baik pula demi kesehatan dirinya.Wanita berparas cantik itu memasuki ruang IGD. Semua mata tertuju padanya. Mereka tetap mengagumi Kaira yang memiliki postur tubuh bak model internasional. Senyum terukir di bibirnya. Membalas sapaan dari petugas yang berada di ruangan tersebut.Kaira terus melangkah ke dalam. Memasuki sebuah ruangan yang menjadi tempatnya untuk mengecek
Setelah mendapatkan perawatan selama satu Minggu, Kaira sudah diizinkan pulang ke rumah. Kaivan tampak sedang menimang-nimang putranya, sementara Kaira berbaring di ranjang karena merasakan nyeri pada perutnya.Harun tampak memeriksa obat-obatan Kaira dan memberikan beberapa butir pada adiknya tersebut agar di minum, untuk meredakan nyeri pada perutnya.Usai minum obat, Kaira tertidur di samping putranya. Kaivan dan Harun keluar kamar dan berbincang di ruang tamu sambil menikmati teh dan kudapan buatan Bi Inah."Kenapa Kaira tampak kesakitan sekali?" tanya Kaivan dengan penasaran.Harun menghela napas. "Itu biasa terjadi pasca operasi. Penyebabnya bisa karena terlalu banyak melakukan pergerakan sehingga ada bagian otot yang terluka ikut tertarik. Oleh karena itulah, rasa nyeri itu datang," jelas pemuda berkumis tipis itu dengan wajah serius."Sampai kapan itu terjadi?" tanya Kaivan kembali semakin penasaran."Sampai luka bekas operasi itu mengering. Bahkan terkadang sudah kering dan b
Kaira sedang merapikan mainan milik Kiara, tiba-tiba, perutnya terasa sakit. Wanita itu menghentikan aktivitasnya dan meringis sambil memegangi perutnya. Bi Inah yang baru saja hendak membantu Kaira terkejut melihat majikannya tampak kesakitan."Nyonya, Nyonya kenapa?" ucap Bi Inah dengan raut wajah panik."Pe--perut aku sakit, Bi. Aww!" ucap Senja sambil terus memegangi perutnya."Sebentar, Nyonya. Bibi telepon Tuan Kaivan dulu," ucap Bi Inah sambil merogoh saku bajunya dan mengambil benda pipih di dalamnya."Halo, Bi. Ada apa?""Tu--Tuan. Ny--Nyonya ....""Kaira kenapa, Bi? Pelan-pelan saja bicaranya.""Nyonya, Tuan. Nyonya kesakitan. Sepertinya mau melahirkan." "Apa? Ya sudah, Bibi jaga Kaira, saya telepon ambulans.""Baik, Tuan."Sambungan telepon pun terputus. Kaivan segera menelepon rumah sakit dan meminta mengirimkan ambulans untuk membawa istrinya. Pemuda itu langsung gegas menyusul sang istri bersama dengan Ferdinan yang menemani karena khawatir terjadi sesuatu pada Kaivan.
Karin dan Tasya tampak melangkah menuju gagang pintu ruang tamu setelah mendengar deru mobil dan mengintip siapa yang datang. Begitu pintu terbuka, seorang pria mengenakan jaket hitam, celana panjang hitam, masker, serta topi, dan kacamata berwarna sama langsung masuk ke dalam."Kenapa lama sekali? Kita sudah hampir mati kelaparan di sini," omel Karin sambil mengambil kardus yang dibawa orang itu dan meletakkannya di meja."Kau pikir mudah untuk bisa sampai ke sini? Aku harus memastikan situasi aman. Lagipula, askes ke sini juga sulit, butuh waktu lama untuk bisa sampai," jelas orang itu sambil mengambil lagi kardus yang lain."Kau sudah pastikan aman selama perjalanan ke sini? Tidak ada yang mengikutimu?" tanya Tasya curiga."Aku pastikan aman. Sepertinya, Kaivan dan anak buahnya belum mencium keberadaan kalian di sini," jelas orang yang ternyata lelaki tersebut kembali."Syukurlah. Kapan kami bisa keluar dari sini? Kami sudah tidak betah tinggal di hutan belantara ini. Tidak ada sin
Kaivan kembali memegang kedua pundak Kaira dan memijitnya lembut. Kaira menghela napas sambil sesekali memejamkan kedua matanya. Menikmati setiap pijitan Kaivan."Kasihan sekali istriku. Pasti kelelahan bekerja sampai seperti ini," ucap Kaivan sambil terus memijit."Tadi banyak pasien. Ruang IGD pun ramai. Jadi, memang agak sibuk hingga kurang beristirahat," jelas Kaira sambil menenglengkan kepalanya."Jangan terlalu capai, kau sedang hamil. Apalagi, kandunganmu sudah besar. Apa tidak sebaiknya mengambil cuti dan beristirahat saja di rumah," saran Kaivan."Waktu melahirkan masih lama. Kalau aku ambil cuti sekarang, akan lama di rumah. Aku pasti akan bosan," tolak Kaira."Sayang, kalau kau bosan kan bisa jalan-jalan. Ke mall, atau ke mana saja. Aku akan mengantarmu. Kalau terlalu lelah seperti ini, calon bayi kita pasti akan semakin aktif dan itu akan membahayakan kalian," jelas Kaivan yang masih berusaha membujuk Kaira."Tapi, Mas ....""Kau bisa sibuk mengantar jemput Kiara. Bisa ber
Seorang wanita paruh baya yang meski tidak muda lagi. Namun, masih tetap terlihat cantik tampak sedang mondar-mandir di dalam kamarnya. Kekhawatiran tampak di balik wajah setengah keriputnya. Sesekali, ia melirik ke arah ponsel yang di genggamnya. Sudah hampir satu jam perempuan tersebut seperti itu. Karan, sang suami tampak memasuki kamar tersebut. Pria tua itu mengerutkan kedua alisnya. Merasa heran dengan apa yang telah istrinya lakukan. Lelaki itu mendekati dan menepuk pelan pundak Kanza, nama wanita tersebut. "Mam, ada apa? Kau tampak gelisah sekali?" tanya Karan dengan curiga. Wanita itu terperanjat. Kemudian, menghela napas dan mengeluarkannya kasar. Menelan ludah dan menatap ke arah suaminya dengan raut wajah panik. "Pa--Papi, mengejutkan Mami saja," ucap Kanza dengan gugup. "Maaf, Mam. Dari tadi, Papi perhatikan Mami mondar-mandir sambil melirik ponsel. Ada apa? Siapa yang sedang Mami tunggu teleponnya?" tanya Karan semakin penasaran. "Tidak ada, Pap," bohong Kanza
Kaira tampak termenung di kamar. Wanita berparas cantik itu duduk di balkon sambil menatap ke arah langit. Napasnya terdengar berat. Terlintas dalam pikirannya akan bayangan masa lalunya. Ketika pertama kali ia mengenal Kaivan hingga kejadian malam itu terjadi yang membuat dirinya kehilangan keluarga kandungnya.Napas Kaira semakin bergemuruh, kedua tangannya mencengkeram kuat pinggiran kursi. Keringat dingin mengucur membasahi wajah cantiknya. Kaivan yang baru saja datang, terkejut dengan ekspresi dari istrinya dan langsung mendekatinya."Sayang, kau kenapa?" tanya pemuda itu sambil berjongkok di hadapan Kaira.Wanita itu memejamkan kedua mata dan menggeleng ketakutan. Napas Kaira semakin sesak. Ketakutan itu semakin menyiksanya. Kaivan langsung memeluknya."Tenanglah, Sayang. Ini aku, Kaivan, suamimu. Aku mohon tenanglah," ucap Kaivan sambil mengusap-usap punggung Kaira. Berusaha menenangkannya.Kaira berusaha melepaskan pelukan Kaivan. Namun, pria itu mempererat pelukannya, ia tahu
Kaira dan Kaivan terdiam. Keduanya masih syok dengan apa yang menimpa Kiara. Harun yang masih penasaran pun kembali bertanya."Kaira, jawab!" seru Harun semakin penasaran.Kembali Kaira dan Kaivan saling beradu tatap, kemudian menatap ke arah Harun. Menatap pemuda berkumis tipis berparas manis tersebut."ki--Kiara yang ada di dalam," jawab Kaivan dengan gugup."Apa? Ki--Kiara? A--apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia bisa ada di sini?" tanya Harun dengan terkejut dan penasaran."Kiara tadi diculik saat pulang sekolah oleh Karin dan Tasya. Kami berhasil menggagalkannya, tetapi Kiara terluka karena terkena pecahan beling yang ditodongkan ke arah leher Kiara oleh Tasya," jelas Kaivan, menceritakan kronologi kejadiannya."Apa? Ini semua ulah Tasya dan Karin?" tanya Harun kembali yang tidak menyangka."Iya.""Lalu, ke mana mereka? Apa berhasil ditangkap?""Mereka berhasil meloloskan diirketika kami fokus pada Kiara.""kurang ajar! Berani sekali mereka menyakiti keponakanku! Aku akan menca
Kaivan menelan ludah. Menghela napas, mencoba menahan amarahnya. Bukan tidak berani mendekat ke arah Tasya dan Karin. Namun, ia tidak ingin gegabah dan membuat putrinya terluka. Karin tampak tersenyum melihat wajah menyedihkan Kaira."Lihatlah, Kaira. Kau akan kehilangan putrimu. Itu semua hukuman yang setimpal dari semua yang sudah kau lakukan padaku dan Tasya. Terutama, Kau, Kaivan! Kau sudah buat hidup kami menderita cukup lama di pulau terpencil. Kalian harus membayar mahal untuk itu," ucap Karin dengan tatapan menyeringai."Apa yang kalian inginkan? Lepaskan putriku! Jangan sakiti dia. Urusan kalian denganku, bukan dengannya," ucap Kaira berusaha untuk berbicara baik-baik."Aku ingin kau hancur, Kaira. Tanda tangani surat ini," ucap Karin sambil melemparkan map cokelat ke arah Kaira.'Rupanya mereka sudah menyiapkan dan merencanakan semuanya. Aku harus cari cara membuat Karin dan Tasya lengah hingga bisa menyelamatkan Kiara,' monolog Kaivan dalam hati.Kaivan mengambil map cokela