Kaira terus melangkah meski Harun mengejar dan memanggilnya. Wanita itu semakin mempercepat langkahnya saat mengetahui Harun semakin mendekatinya. Kaira membuka pintu tangga darurat dan melangkah cepat menuruni anak tangga. Harun terus mengejarnya."Kaira, berhentilah. Aku mohon," pinta Harun yang sedikit tersengal mengejar sang adik. Namun, Kaira tidak menghiraukan dan makin mempercepat langkahnya."Kaira, kita bisa bicara baik-baik. Tolong jangan seperti ini," ucap Harun yang terus mengejar Kaira.Mereka tiba pada anak tangga terakhir. Kaira membuka pintu dan keduanya sudah berada di lobi rumah sakit. Kaira terus melangkah menuju pintu keluar. Harun terus mengikutinya."Kaira, dengarkan Kakak dulu." Harun berhasil meraih sebelah tangan Kaira dan menghentikan langkahnya. Kaira berusaha memberontak. Namun, tenaganya kalah kuat dengan Harun."Lepaskan tanganku."Kaira berusaha menepis tangan Harun darinya. Namun, lelaki berparas manis itu tidak mengindahkannya."Kak, sakit tahu. Lepas
Kaira duduk di balkon rumahnya sambil menggenggam sebuah bola karet dan terkadang membuka tangannya. Wanita itu sedang melakukan terapi untuk bisa menggerakkan jari-jari tangan kirinya.Terkadang, ia harus meringis menahan sakit ketika otot pergelangan tangan dan jari-jarinya bergerak. Namun, Kaira terus berusaha melakukannya meski sulit. Napas wanita itu pun kadang tersengal ketika harus menahan kesakitan tersebut.Kaivan datang membawa segelas jus stroberi kesukaan Kaira dan kukis. Menaruh kudapan tersebut di meja samping sang istri. Kemudian, duduk disebelah Kaira. Pria tampan bermata elang itu mengambil handuk kecil di meja dan mengelap kening Kaira tang berkeringat perlahan."Sayang, istirahat dulu, ya. Kau sudah cukup lelah," ucap Kaivan lembut sambil meraih tubuh Kaira dan menghadapkan ke arahnya."Aku belum lelah," tolak Kaira sambil melirik ke arah tangan kirinya."Aku tahu, kau wanita yang kuat dan pantang menyerah. Tanganmu sudah banyak perubahan dan aku senang melihatnya.
Kaivan tampak kesal. Wajahnya memerah menahan amarah. Kedua tangannya mengepal dan meninju meja. Kedua matanya nyalang menatap ke arah dinding. Ferdinan yang berada di hadapan Kaivan tidak berani berkata-kata, ia paham betul bagaimana pria yang di hadapinya jika tengah marah. Bisa-bisa menjadi bahan amukan. Diam lebih baik dan aman menurut Ferdinan."Bagaimana mungkin ini terjadi? Aku benar-benar tidak habis pikir."Kaivan berkata geram sambil duduk dan meremas rambutnya. Dadanya sesak menahan amarah yang terbendung. Ferdinan melirik ke arah Kaivan tanpa suara. Meski pun mereka bersahabat. Namun, jika pria tampan itu sudah marah, sebaiknya di diamkan saja dahulu sampai mereda."Fer, apa semua yang kau dengar itu benar adanya?" tanya Kaivan sambil menatap tajam ke arah Ferdinan dan curiga.Ya, Kaivan emosi setelah mendengar perkataan Ferdinan tentang Tasya. Pasalnya, gadis itu meminta perlindungan maminya agar Kaivan tidak mempersalahkan kasus Kaira yang telah ia celakai beberapa waktu
Harun terus membujuk Kaira agar mau memaafkannya. Sebab, ia tidak terbiasa bertengkar selama ini dengan sang adik. "Apa kau ingin aku meminta maaf kepadamu di depan mereka? Supaya kau mau memaafkan ku? Jika itu yang kau inginkan, akan aku lakukan. Sekarang, ikut aku ke rumah sakit dan aku akan meminta maaf padamu di hadapan mereka."Harun geram karena Adzkia tidak juga memaafkan dan masih merajuk padanya. Pria berparas manis itu berdiri dan meraih sebelah tangan Kaira, hendak membawanya ke rumah sakit untuk meminta maaf.Kaira mendelik. Berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Harun. Namun, tenaga lelaki itu terlalu kuat dan sulit bagi Kaira untuk memberontak."Tidak perlu. Lepaskan aku, Kak. Sakit tahu," ucap Kaira kesal."Tidak mau, sebelum kau ....""Oke, aku maafkan Kakak. Namun, tolong lepaskan dulu tanganku.""Baiklah."Harun pun melepaskan tangan Kaira. Wanita itu memegangi tangannya yang tampak merah. Harun khawatir dan kembali merasa bersalah."Maaf. Kau sih keras kepala
Tasya terlihat mondar-mandir di ruang tamu, sembari jari telunjuk ia ketukan pada dagu. Tampak wanita seksi itu sedang memikirkan sesuatu. Kedua matanya nyalang menahan amarah."Aku harus buat perhitungan. Lihat saja, aku akan membuat hidupmu lebih menderita, Kaira. Itu adalah hukuman yang harus kamu terima karena merebut Kaivan dariku," ucap Tasya dengan tatapan menyeringai.Wanita seksi itu melangkah keluar rumah. Sepertinya, ia hendak keluar menemui seseorang. Tasya melajukan mobilnya cukup kencang. Terlihat tergesa-gesa sekali.Empat puluh lima menit kemudian, Tasya tiba di sebuah rumah tua yang bangunannya sudah tampak rapuh. Namun, cukup baik untuk di gunakan sebagai tempat persembunyian.Tasya tampak bersama beberapa orang lelaki. Postur tubuhnya cukup tinggi dan menyeramkan. Wanita itu memperhatikan mereka satu per satu."Aku ada kerjaan untuk kalian," ucap Tasya dengan wajah serius."Apa? Apa bayarannya besar?" ucap salah seorang dari mereka yang bertubuh gembul."Kalian tena
Kamran, Kayana, dan Kevin yang sejak tadi mendengarkan serta memperhatikan Kaira dan Harun, di kejutkan dengan kedatangan Hanung. Sebab, Kaira serta Harun menyebut lelaki paruh baya itu dengan sebutan 'Ayah'"Sejak kapan Ayah di sini?" tanya Kaira setengah terkejut."Baru saja. Memang mau ke sini untuk mengecek. Oh iya, bagaimana tanganmu?" jelas Hanung, sembari menanyakan pri hal Kaira."Alhamdulillah sudah membaik. Berkat dukungan Mas Kaivan, Kak Harun, Ayah, bunda, dan Kiara. Kalian telah menyemangati aku sehingga aku bisa lekas pulih," ucap Kaira, sambil menunjukkan tangan kirinya dan tersenyum."Syukurlah. Ayah senang mendengarnya. Itu semua juga karena semangatmu yang besar untuk sembuh," ucap Hanung sambil mengusap tangan Kiri Kaira."Kak Harun, Ayah, terima kasih telah mengizinkan aku bekerja kembali," ucap Kaira sambil menatap ke arah Harun dan Hanung bergantian."Tidak perlu berterima kasih. Kau memang harus kembali bekerja di rumah sakit ini. Mana mungkin Ayah dan Kak Harun
Kaira tampak lesu melangkah memasuki ruangannya. Lingkar hitam terlihat di kedua mata wanita itu. Namun, masih tetap cantik meski tanpa polesan make up.Wanita itu mendudukkan bagian bawah tubuhnya di kursi. Kemudian, menyandarkan kepala pada meja, memejamkan kedua mata yang tampak mengantuk.Belum lama ia terlelap, tampak beberapa orang memasuki ruangannya, setelah ketukan pintu tidak di dengar oleh wanita itu.Mereka memperhatikan ruangan Kaira yang tampak bersih, rapi, dan wangi. Kemudian, mengalihkan pandangan ke arah Kaira yang masih terlelap di meja kerjanya.Salah seorang dari mereka menghela napas kasar. Mengamati lamat-lamat wajah lelah Kaira yang tetap terlihat, meski posisinya miring berbantalkan lengan. Tampak orang itu ingin mendekat. Namun, di halangi oleh yang lain dengan memberi kode menggeleng.Akhirnya, mereka duduk di sofa, menunggu Kaira terbangun. Wanita berparas cantik itu menggeliat. Kemudian, membuka mata perlahan. Sedikit menguap dan kedua matanya memerah.Ked
Kaira berdiri di balkon kamarnya. Menatap ke arah langit, sambil sesekali menghirup udara pagi yang tampak segar. Teringat peristiwa kemarin di rumah sakit, ketika ia bertemu dengan kakak dan kedua orang tuanya.Lamunannya buyar, ketika ia merasakan ada sepasang tangan kekar melingkar di perutnya, memeluk Kaira dari belakang dan menyandarkan dagu pada punggung wanita itu. Wangi maskulin terhidu oleh penciumannya. Kaira sangat mengenal aroma ini."Sedang apa di sini, Sayang? Kenapa melamun pagi-pagi?" Suara berat seorang laki-laki yang sangat di kenalnya yang meski cukup mengejutkan. Namun, begitu lembut di telinga, bertanya penuh curiga tanpa melepaskan pelukannya."Mas Kaivan. Sejak kapan di sini?"Bukannya menjawab, Kaira masalah justru balik bertanya, dengan pandangan masih terarah ke langit. Kaivan menempelkan sebelah pipinya pada Kaira dan sedikit menggerakkannya, membuat wanita itu sedikit geli terkena jenggot dan kumis tipis Kaivan."Baru saja, aku mencarimu di setiap ruangan,