Home / Romansa / Cinta Seroja / Untuk melamar

Share

Untuk melamar

Author: Mentari
last update Last Updated: 2021-09-14 23:18:07

Bah Bani dan istri berdiri menyambut kedatangan tamunya yang ada sepuluh orang, laki-laki dan perempuan, semuanya berwajah sumringah penuh kebahagiaan.

Begitupun sang em punya rumah begitu ramah dan rona bahagia terpancar jelas dari wajahnya. Semua tamu di giring ke dalam rumah yang vukup sederhana itu.

"Assalamu'alaikum. Bah Bani apa kabar?" sapa juragan Anwar dengan ramahnya.

"Wa'alaikum salam ... warahmatullahi wabarokatuh! Alhamdulillah dalam keadaan baik. Sehat, gimana sebaliknya?"

"Alhamdulillah juga, seperti yang dilihat. Makanya bisa bersilaturahmi ke sini pada saat yang mungkin mengganggu istirahat kalian," ujar juragan Anwar.

"Ah. Tidak mengganggu justru saya merasa sangat bahagia, kedatangan tamu agung dari kampung sebrang. Ayok silahkan masuk, maaf rumahnya sempit. Maklum begini adanya," ucap bah Bani sangat merendah, dan mempersilahkan tamunya untuk duduk.

Umi marni duduk berdampingan dengan suaminya bah Bani menghadapi para tamu, sementara Neng Eza di dapur menyiapkan minun dan cemilannya.

Jantung Eza semakin tak menentu saja. Semakin berdegup kencang, tangannya bergetar. Badannya jadi panas dingin, menuang air saja beberapa kali tumpah saking gugup nya. Kali ini gak mungkin dia menolak lagi dengan alasan apapun.

Karena seperti yang abah Bani bilang kemarin, keputusan ada di Abah, jadi Eza tinggal menjalani saja, Eza berdiri menautkan jari jemarinya, dia belum bisa menenangkan dirinya itu. Membuang segala ke gugupan yang tengah menyelimuti. Dengan cara terus menarik napas dalam-dalam.

Dia merapikan kerudung yang ia kenakan.nTangannya mulai memegangi nampan yang berisi gelas minum. "Bismillah. Aku harus membawa dan menyuguhkannya," gumam Eza sembari menarik pelan napasnya lalu ia buang dengan panjang.

Langkah Eza pelan tapi pasti menuju ruang tengah, di mana para tamu sudah berkumpul di sana. Eza berlutut menyuguhkan air minum di meja "Silahkan diminum?" dengan senyum ramahnya.

Kemudian berdiri membalikan badannya! untuk ke dapur mengambil cemilan yang barusan tidak ke bawa.

"Ayok diminum? maaf cuma ada air putih," ucap bah Bani dan istri.

"Aduh, tidak apa-apa makasih, dan jangan merepotkan lah," sahut juragan Anwar menatap air minum di meja.

Sesaat kemudian Eza kembali membawa cemilan. Ia simpan di tengah-tengah meja, lalu Eza mundur beberapa langkah dan kembali ke dapur.

"Itu bukan gadisnya?" tanya seorang Ibu penasaran.

"Iya dia anaknya," sahut seseorang.

"Wah ... cantik. Sopan santun anaknya."

"Iya bener, geulis pisan. Ramah! shalehah, pastinya," gumaman mereka seakan berbisik namun terdengar dengan jelas.

Eza berdiri di dapur perasaannya semakin tidak menentu. Supaya tidak sia-sia. Eza mengisi waktu dengan mencuci peralatan bekas tadi memasak.

"Ehem ... maksud dari kedatangan kami kemari ini, iyalah tidak lain dan tidak bukan untuk melamar Neng Eza untuk putra saya Dirwan! dan semoga berkenan menerimanya. Ini data-data putra saya Dirwan," juragan Anwar memberikan sebuah berkas data putranya. Dirwan.

Bah Bani menerima dan membukanya, di baca dengan sangat teliti, umi Marni juga ikut meliriknya sesaat kemudian tersenyum pada para tamu seraya berkata. "Ayok silahkan diminum dan dicicipi kue nya, kuenya kebetulan buatan anak saya," menunjuk air minum dan cemulannya.

"Oh, iya makasih. Saya terima suguhannya," timpal seorang Ibu-ibu dan diikuti oleh yang lainya.

'Iya silahkan-silahkan," umi Marni mengembangkan senyumnya.

Sayup-sayup terdengar suara adzan magrib bersahutan, yang memerintahkan seluruh umat muslim untuk menunaikan kewajibanya. Bersujud dan berserah diri kepada sang pencipta.

"Sudah magrib. Gimana kalau kita berjamaah dulu, setelah itu kita lanjutkan lagi obrolan ini. Gimana?" ujar bah Bani menatap tamunya.

"Tentu! saya setuju, kita berjamaah dulu. Biar nanti obrolan ini dilanjut lagi," jawab juragan Anwar menyetujui saran bah Bani.

"Kalau begitu, kita bubar dulu. Untuk melaksanakan sholat magrib dulu Mi," bah Bani melirik sang istri.

"Iya Bah," umi Marni pergi ke dalam untuk menyiapkan keperluan sholat.

Eza sudah berada di kamarnya sedang melamun, umi Marni menghampiri Neng Eza yang duduk memeluk mukena. "Sudah sholat belum Neng?" tegur Uminya dengan suara lirih.

"Belum Umi, baru mau Mi."

"Sholat sama Umi ya?" bu Marni mengajak sholat bareng putrinya.

"Iya. Umi," Eza langsung mengenakan mukenanya dan sholat bareng uminya.

Selepas sholat, tidak lupa membaca doa, meminta segala kemudahan, usia yang panjang. Kesehatan, di cukupkan rejeki, tidak terasa mengalir air bening di pipi Eza. Entah apa yang dia rasakan saat ini.

Seusai berdoa. Eza mencium tangan sang Ibu, lalu Eza menatap wajah wanita paruh baya itu. "Umi ... apa benar abah akan menerima lamaran juragan Anwar?"

Umi Marni diam sesaat lalu tersenyum seraya berkata. "Yakinlah Neng, kalau itu jodong Neng Eza insyaAllh. Berdoalah yang terbaik ya Neng?" ucapan uminya sedikit menenangkan.

"Iya Umi." Eza meletakkan kepala di dada Uminya merasakan kehangatan kasihnya.

"Umi yakin. Allah akan memberikan sesuatu yang baik untuk putri Umi ini. Jodoh yang baik, rejeki yang baik. Kebahagiaan yang terbaik juga," ungkap imi Marni dengan lembut.

"Iya Umi, makasih atas doanya Umi dan abah, terimakasih juga Umi dan abah selalu menyayangi Eza sepenuh hati."

"Itu mah sudah kewajiban kami sebagai orang tua Neng. Nanti juga Neng akan menjadi orang tua dan akan merasakan gimana sayang nya terhadap anak yang kita lahirkan dan kita besarkan," sambung bu Marni kembali.

"Gitu Ya Mi?" Eza duduk tegak dan membuka mukenanya.

"Umi mau keluar lagi, nanti Neng Eza keluar juga ya kalau Umi panggil?" ucap uminya sambil mengelus kepala Eza dengan sangat lembut.

Bu Marni keluar dari kamar Eza dan berbaur dengan tamunya yang sudah menunaikan sholat magrib juga.

Inilah masa-masa menegangkan untuk para tamu, sebab di situ berharap-harap cemas apakah lamaran ini akan diterima. Apa justru sebaliknya? Begitupun perasaan Dirwan saat ini begitu tegang, jantung nya berdegup kencang, keringat di pelipisnya keluar. Sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban, diterima atau di tolak.

"Gimana Bah! apa sudah ada keputusan? rasanya kami semua sudah tidak sabar gitu. Ingin segera mendengar sebuah jawaban, kabar baik dan buruknya," ujar juragan Anwar.

Bah Bani masih berpikir, baik dan buruknya. Karena ini menyangkut nasib anak gadisnya. "Kalau saya harus menjawab saat ini juga, tentunya saya akan menerima lamaran ini, tapi walau bagai manapun yang akan menjalani, kan anak gadis saya, jadi alangkah baiknya kita menanyakan ini pada yang bersangkutan, Mi ... panggil anak kita."

Umi Marni mengaguk setelah suaminya menoleh. Ia bergegas berjalan ke kamar Eza, beberapa detik kemudian sampailah depan kamar Eza. Seraya membuka daun pintu umi memanggil Eza. "Neng, baiknya Neng keluar sekarang, abah memanggil Neng tuh."

Eza mendongak, perasaannya tak menentu, sangat gugup.Tangan pun bergetar, jantung terus berdegup kencang Dag dig dug seperti bedug yang ditabuh. Keringat dingin pun keluar, suhu tangan begitu dingin. Apa lagi setelah duduk berhadapan dengan para tamu. Eza menunduk tak berani mengangkat kepala sama sekali.

Bah Bani, menatap putrinya "Nah ... Neng Eza sudah berada di tengah-tengah kita, gimana Neng jawaban Neng Eza, tentang lamaran Dirwan ke Neng Eza diterima nggak? kalau Abah mah sudah menerima. Sebab semua kriteria yang di cari ada pada Dirwan. Gimana Neng sok jawab geulis?"

Bersambung....

Related chapters

  • Cinta Seroja   Lamaran diterima

    "Abah ini aneh, di sisi lain memberi kebebasan. Tapi dia sendiri sudah menerima, gimana sih?" batin Eza dengan hati tak karuan. Semua mata memandangi dirinya. Seakan penasaran akan jawaban yang akan terucap dari bibir Eza, dalam hitungan detik Eza menatap semua orang yang berada di sana. Kemudian menunduk kembali, dengan hati yang dag deg degan. "Gimana Neng! di terima atau nggak? jangan bikin kami penasaran," ujar juragan Anwar. Ia sudah tidak sabar akan jawaban Eza. Akhirnya Eza mengangkat kepalanya. "Em ... Eza terserah Abah saja," melirik kepada orang tuanya kemudian menunduk kembali Seakan ingin menyembunyikan wajah cantiknya. Bah Bani menatap putrinya. "Beneran Eza menyerahkan keputusan sama Abah?" Eza mengangguk pelan. Ia pasrah bila harus menikahi anak juragan Anwar. Ia tolak pun percuma kalau Abahnya menerima. Berarti mau tidak mau ya harus mau. "Ya sudah dengan bismillah, aku ikhlas bila itu jodoh ku," batin Eza. "Kalau begitu ..." bah Bani menghela napas panjang sebelu

    Last Updated : 2021-09-17
  • Cinta Seroja   Sakit lumpuh

    "Akang apa-apaan sih? sambil mundur beberapa langkah, memegangi tangan yang tadi di sentuh Dirwan. "Maaf Neng, akang hanya ingin ditemani Neng saja," lagi- lagi Dirwan mengulang kata-katanya. Sikap Dirwan menjadi kikuk. Eza menjatuhkan tubuhnya di kursi yang tadi. Dengan hati masih kesal Eza berusaha bersika ramah. "Akang belum makan? apa mau makan bersama mereka atau mau di sini? Eza ambilkan." "Em ... boleh ambilkan saja. Akang malas ke sana, ramai," tambah Dirwan hatinya senang sepertinya Eza calon istri yang akan patuh dan akan selalu melayaninya. "Baik lah Eza ambilkan dulu. Permisi?" Eza berdiri membawa langkahnya menuju dapur. Kepala Dirwan memutar seiring kepergian Eza ke belakang. Senyumnya mengembang, terpesona pada sosok Eza yang cantik, ramah, baik. Badannya juga tinggi semampai, Dirwan berkali-kali menelan saliva nya. Melihat tubuh Eza dari belakang. "Neng ayok makan?" suara Uminya setelah melihat putrinya, Eza. "Mana nak Dirwan?" tanya bah Bani melirik Eza. "Ada,

    Last Updated : 2021-09-20
  • Cinta Seroja   Menengok

    "Tidak apa Neng. Akang tunggu saja abah pulang," sahut Dirwan. "Oh, ya udah! mau minum apa teh hangat apa dingin?" menawarkan minuman pada Dirwan. "Apa saja boleh! asal Neng yang buatkan, Akang mah mau," jawab Derwan kembali. "Bisa saja." Eza berlalu ke belakang mengambil minum. Dirwan menatap Eza dari belakang sampai tak berkedip. Kemudian melihat-lihat tempat sekitar. Eza menuangkan air ke dalam gelas. "Ikut gak ya! seandainya di ijinkan? aku malu juga," gumamnya Eza, Lalu kembali membawa segelas minuman dingin buat Dirwan. "Silakan Kang diminum." Eza menyodorkannya pada Dirwan yang sepertinya sedang bengong. "Oh, iya Neng terima kasih?" sambil mengangguk. "Eza tinggal dulu ya Kang? mau membereskan kerjaan!" ucap Eza yang ingin membiarkan Dirwan duduk sendiri. "Oh, boleh. Akang tidak apa-apa kok! bereskan aja dulu," lagi-lagi mengangguk. Setelah itu Eza beranjak meninggalkan Dirwan sendirian. T

    Last Updated : 2021-10-08
  • Cinta Seroja   Bertemu calon mertua

    Eza mendadak panas dingin, tangannya bertaut satu sama lain dan mengeluarkan keringat. Dirwan menatap lekat kearah Eza. "Wan ... bisa antar Mama ke depan? Mama bosan di dalam terus." "Oh, Iya Mah." Dirwan menoleh lanjut mendorong kursi roda sang bunda. Eza menatap Kondisi bu Hawa yang menyedihkan. perlahan Eza berdiri mengikuti langkah Dirwan yang mendorong Mamanya. "Kang, Mama mau ke mana? tanya seorang gadis yang masih mengenakan seragam sekolah menengah keatas itu. "Mau ke depan cari angin," sahut Dirwan sambil terus mendorong ibunya. Eza mengangguk dan mengulas senyuman pada gadis itu. Namun ekspresinya datar begitu saja. "Oh, aku kira mau cari masalah!" Langkah Dirwan terhenti. Menoleh adiknya. "Maksud kamu apa Rheka? dia wanita yang mengandung dan melahirkan mu, ingat itu. Seharusnya kamu mengurus dia, mendampinginya," ujar Dirwan begitu tajam. Membuat Eza kaget mendengarnya. Dia pun tidak mengerti apa mak

    Last Updated : 2021-10-08
  • Cinta Seroja   Berpamitan

    Suara riuh terdengar dari rumah bu Hawa. Membuat Dirwan bergegas keluar, melihat ke tempat yang sedang terjadi kericuhan. "Ada apa nih? Ribut-ribut gak malu apa! apa sih yang kalian ributkan," ucap Dirwan Sebelumnya dia kira yang membuat keributan itu Adiknya. Tapi ternyata bukan. "Pak Anwar nya mana. Wan? bapak mu janji-janji namun tidak juga ditepati! saya teh butuh buat modal lagi," ujar seseorang yang berdiri bertolak pinggang. "Iya, saya juga butuh untuk sehari-hari, buat makan, jajan anak. bayaran sekolah dll," timpal yang lainnya. Di sana ada empat orang bapak-bapak, mereka adalah para petani yang menagih uang sayuran yang juragan Anwar bawa ke pasar. "Sebentar! tenang dulu Bapak-Bapak sekalian, silakan duduk dulu. Kita bicarakan sama-sama dengan tenang jangan bikin ribut, malu!" Dirwan mempersilakan tamunya duduk. "Bi?" pekik Dirwan memanggil bibi. "Iya, Den, ada apa?" tanya Bibi yang dengan cepat mendatangi anak majikannya.

    Last Updated : 2021-10-10
  • Cinta Seroja   Tunangan Eza

    Ketika berjalan. Eza tak melihat batu, sehingga kakinya tersandung. "Aw ..." Dirwan terkejut langsung loncat dari motor. Menghampiri Eza yang tersungkur dan nyengir! sehingga motor pun terguling, ketika Dirwan meninggalkan motornya. "Neng! tidak apa-apa?" tanya Dirwan berjongkok dekat Eza. Eza nyengir, telapak tangannya membiru. lutut pun sepertinya lecet. "Eh ... nggak pa-pa kang." "Kenapa bisa jatuh?" tanya dirwan lagi. "Em, tadi agak tergesa-gesa! jadinya gak lihat jalan," sahut Eza sambil nyengir malu dan sakit. "Ya, sudah! bisa bangun gak?" Eza mendongak! Dirwan mengulurkan tangannya. Namun Eza berusaha berdiri sendiri. "Bisa." Dirwan mengangkat motornya. Kemudian mereka berdua berboncengan. Motor melaju cepat takut ke magriban. Selang beberapa waktu motor sudah sampai di halaman bah Bani. Dirwan memarkirkan motornya, sementara Eza langsung masuk ke teras rumah dan mengucap salam sebelum membuka pintu.

    Last Updated : 2021-10-14
  • Cinta Seroja   Nikahan teman

    Dirwan yang dari tadi merasa geram, kesal. Hatinya dilanda cemburu, ingin rasanya segera keluar dari acara ini untuk membahas kalau dia tidak suka kalau Eza tebar senyuman sana sini.Eza dan teman-temannya! meninggalkan Dirwan dengan alasan ingin menemui mempelai untuk berpamitan. Sementara Dirwan sendiri, masih duduk di sana."Sinta ... aku pamit dulu ya? semoga kalian bahagia! semoga samawa ya?" ucap Eza memeluk Sinta lama ... dan tak di sadarinya meneteskan air mata, merasa haru dengan melihat sahabatnya di pelaminan."Iya. Neng, semoga kamu juga cepat nyusul ya? aku doakan deh semoga kamu cepat nyusul, menikah dengan pria yang seperti yang kamu inginkan." Sinta menggenggam tangan Eza."InsyaAllah doain saja," sahut Eza sambil senyum tipis."Eh. Sinta! tau gak? kalau Eza itu sudah punya calon, malah orang nya ada di sana," ucap seorang teman Eza."Oya? yang bener! siapa dia dan kenapa gak dikenalkan sama kita?" Sinta celingukan."G

    Last Updated : 2021-10-19
  • Cinta Seroja   Mengenang masa lalu

    Wanita itu menatap kagum pada Dirwan yang tampan rupawan itu. Dia menghampiri, "Apa kabar sayang?""Ngapain di sini?" suara Dirwan sangat pelan, tidak ingin di dengar orang."Oh ... kebetulan saja lewat jalan sini. Melihat kamu masuk, jadi saya mampir juga," sahut wanita yang berusia kira-kira 37 tahun itu."Sebaiknya kau pergi saja dari sini? kita sudah tidak ada hubungan lagi. Jadi pergilah." Dirwan menatap tidak suka."Kau mau menikah ya? tidak apa, sekalipun kamu sudah punya istri cinta saya tidak akan berubah," sambungnya.Dirwan dibuat kesal ia mengeratkan giginya seraya berkata. "Kita cuma masa lalu, persetan dengan cinta mu itu. Yang jelas saya tidak pernah mencintai mu, satu lagi. Jangan ganggu kehidupan saya lagi, faham?""Wanita itu! malah menyeringai. Jangan khawatir sayang, aku tidak akan menceritakan tentang kita sama calon istri mu, itu," sambil melirik Eza yang sedang mencoba baju pengantinnya."Bagus." Dirwan mengangg

    Last Updated : 2021-10-19

Latest chapter

  • Cinta Seroja   Keputusan

    Sesudah beberapa bulan, berumah tangga dengan Dirwan. Eza berusaha untuk menjadi istri yang baik sekalipun dia belum mencintai sepenuhnya. Dan memang mencintai itu butuh waktu, beda bila cinta itu datang dengan tiba-tiba.Suatu hari. Dia mendapati chat whatsapp yang menyakitkan hati, di mana kata-kata yang menguliti keburukan Dirwan di masa lalu bersama seorang wanita yang notabenenya sudah bersuami.Dan itu bukan masa lalu saja, karena dia mengatakan kalau baru-baru ini mereka bertemu dan melakukan layaknya hubungan yang sudah sah. Wanita itu pun mengakui kalau dia sangat mencintai Dirwan dan tidak mau kehilangan. Bahkan foto nya pun yang sedang tidur berdua di kirimkannya. Membuat mata Eza terbelalak dengan sangat sempurna.Tentunya membuat Eza murka sama Dirwan, se'marah-marahnya biarpun dia nggak cinta sama Dirwan! tetap saja dia nggak suka kalau suaminya berbuat sesuatu yang aneh-aneh di luar."Neng Akang akui itu, tapi itu cuman masa Lalu! setelah kita menikah Akang nggak pernah

  • Cinta Seroja   Ingat gak

    "Sebaiknya Dirwan istirahat saja di kamar. Biarpun kamarnya kecil ... lumayanlah buat istirahat." Kata Abah sambil menuding ke arah kamar Eza.Penglihatan Dirwan mengikuti tudingan Abah pada kamar Eza dengan bibir tersenyum senang. "Iya, Bah. Aku masuk dulu. Umi," ucap Dirwan sambil berdiri lalu berjalan mendatangi peraduan istri nya.Detik kemudian, Dirwan sudah berdiri di depan pintu setelah menutupnya dengan rapat, dan mendapati istrinya yang sudah berganti baju dengan dasteran. Berbaring memunggungi arah pintu. Bibir Dirwan menyungging lalu mendekat.Eza yang baru saja mau tidur, mendengar pergerakan dari arah belakang membuat ia membuka mata lantas menoleh ke belakang terkejut melihat Dirwan berada di kamarnya. Bukannya tadi sudah dia suruh pulang saja. Lagian kamar ini juga kecil."Ngapain Akang di sini? kan tadi sudah Neng suruh pulang, biarkan Neng menginap di sini sendiri." Eza bangun mendudukan dirinya.Dirwan menarik kedua sudut bibirnya duduk di tepi tempat tidur. "Akang j

  • Cinta Seroja   Ijin suami

    Begitu tiba di rumah kedua orang tuanya, Eza di sambut dengan bahagia oleh umi dan abah. Eza pun memeluk umi dengan sangat erat. “Umi ... Eza kangen sekali sama Umi.”“Umi juga kangen sama, Neng. Umi mau ke sana tapi belum ada waktu dan tadinya mau ke sana itu lusa. Sama abah.” Balas uminya sambil membalas pelukan neng Eza.“Tapi Neng sudah rindu sama umi ... jadinya Neng ke sini sekarang.” kata neng Eza sambil memudarkan pelukannya dan menyalami Abah nya yang memandangi dengan penuh haru pada Eza yang setelah menikah dengan Dirwan, baru ketemu sekarang.“Abah. Sehat ... aku kangen sama Abah, gak bisa bikinkan kopi lagi buat Abah.” Eza memeluk abah 0enuh rasa rindu.“Abah juga sama Neng ... kangen, tapi ... sekarang Neng itu sudah punya kewajiban yaitu pada suami. Dan mana suami mu sekarang? kenapa tidak ikut, seharusnya dia mengantar mu ke sini.” kata abah sambil melihat ke arah jalan tetapi tidak ada sosok Dirwan.“Dia baru datang dari Jakarta Abah ... capek katanya. Jadi Neng ke si

  • Cinta Seroja   Ogah-ogahan.

    Sekitar pukul empat sore, Eza sudah tampak segar dan keluar dari kamar mandi dengan memakai jubah handuk putih serta bergelung handuk menutup rambut yang basah. Kedua menik matanya mendapati Dirwan yang masih tampak lelap di atas tempat tidur berselimut tebal yang hanya menutupi sampai perutnya saja, sehingga dadanya mengekspos yang sedikit berbulu.Eza mendekat dan duduk di tepi tempat tidur, tepat menghadap ke arah Dirwan. "Aang bangun? udah jam 04.00 katanya mau mengantar aku ke tempat umi."Namun Dirwan yang tampak sangat capek, tetap bergeming Tak bergerak sedikit pun malah terdengar suara dengkuran yang halus."Ih ... katanya mau nganterin aku, tapi malah tidur! Akang. Bangun ..." suara Eza kembali sedikit agak keras.Terlihat pergerakan dari tubuh Dirwan sambil memicingkan matanya sebelah melihat ke arah sang istri. "Apa sih Neng ... Akang ngantuk banget, nggak kuat nih!""Bangun, mandi sana? terus salat ashar, katanya mau nganterin aku ke tempat Umi, nanti di sana tidur lagi,"

  • Cinta Seroja   Sedikit melunak

    Sudah seminggu Eza berada di rumahnya bu Hawa. Mau pindah ke rumah sebelah tapi ... Eza mau di rumah bu Hawa saja biar bisa menemani bu Hawa.“Ma ... Eza mau ke tempat umi dulu ya, Eza kangen sama umi dan abah.” Eza duduk di dekat bu Hawa.“Boleh ... tapi Neng sudah minta ijin sama suami belum?” ucap bu Hawa dengan lirih.“Belum, Ma. Kemarin sih sudah bilang ... tapi tidak bilang kapan-kapannya.” Sambung Eza sambil mengambil minum buat mama mertuanya itu.“Sebaiknya Eza bilang dulu sama akang, biar dia gak khawatir dan istri itu ... kalau keluar rumah harus ada ijin suami, gak boleh pergi tanpa ijin darinya.” Kata bu Hawa sembari tersenyum dan mengusap tangannya Eza.“Iya. Ma ... nanti Eza minta ijin sama akang,” Eza mengangguk pelan. Lalu dia mengambil ponsel dari dalam sakunya dan dengan pelan mengetik sebuah chat yang akan dia kirimkan pada kontaknya Dirwan yang kini belum pulang dari Jakarta.“Akang, aku mau minta ijin ya ... mau ke tempat umi, Eza kangen sama mereka semua.” Kirim

  • Cinta Seroja   Tanya-tanya

    Brok-brek, barak.Kepala Eza langsung menoleh ke arah Dirwan, dengan tatapan yang merasa heran dan penasaran suara apa itu yang terdengar jelas datangnya dari luar bagian depan rumah.Namun Dirwan seolah tidak peduli. Terus aja berbaring dan memeluk Eza semakin erat. Eza menggerakkan tangan dan menyingkirkan tangan Dirwan dari tubuhnya. Perlahan dia bangun dan duduk dengan selimut yang ia himpit di antara kedua ketiaknya.Tubuh Dirwan pun bergerak, dia mengikuti Neng Eza dan duduk di sampingnya. Cuph mengecup bahu Eza yang terbuka. "Neng mau ke mana mendingan kita lanjut lagi yuk Abang masih kangen!" Bisiknya tepat di dekat telinganya neng Eza membuat."Emangnya Akang nggak dengar, suara yang barusan di luar rumah?""Emangnya kenapa? Biarkan saja kan ada bang Udin yang melihatnya, ngapain Akang keluar ninggalin istri Akang yang cantik ini, nanggung lagi pengen bermanja kembali." Suara Dirwan lirih dengan masih tersenggal.Tangan Dirwan kembali mendorong sebelah bahunya neng Eza agar b

  • Cinta Seroja   Senyum-senyum sendiri

    Kemudian Dirwan meminta di ambilkan pakaiannya. Yang langsung neng Eza ambilkan."Ini bajunya ..." Eza memberikan pada Dirwan yang terus mengembangkan senyumnya. "Apa sih senyum-senyum?"Lantas Dirwan pun mengenakan pakaiannya sambil melihat ke arah neng Eza yang membalikan tubuh memunggungi dirinya."Neng ini kenapa masih malu-malu? orang kita udah suami istri, malah sebentar lagi ... kita akan membelah duren!" ucap Dirwan diiringi dengan senyum-senyum nakal. Membuat Neng Eza bergidik geli."Nggak, apaan sih ... belah duren. Belah duren." Eza membawa langkah ke kamar mandi.Dirwan menyunggingkan senyuman sembari menyemprotkan minyak wangi ke seluruh tubuhnya. "Heum ... wangi, Neng Eza pasti suka!" Memberikan minyak ke rambutnya.Tidak lama kemudian. Eza keluar dari kamar mandi dan sudah menggunakan baju tidur yang panjang. Menatap sekilas ke arah Dirwan yang sedang menatap intens, lalu mengalihkan pandangan ke arah samping.Lantas Eza mendekati ke kaca cermin rias, detik kemudian ke

  • Cinta Seroja   Nyawa cadangan

    Neng Eza menundukkan kepalanya, tidak berani menatap ke arah Dirwan yang pastinya marah padanya.Dirwan berusaha untuk sabar menahan hasrat nya yang sebenarnya ingin ia salurkan dari semalam. Tapi Eza seolah tidak mengerti keinginannya sebagai suami. Ia terduduk dengan perasaan yang nano-nano, marah. kesal, jengkel dan senang setidaknya dia sudah mendapat hal kecil dari Eza.Neng Eza diam seribu kata sambil mengusap bibirnya yang berasa masih menempel bekas barusan. Lalu menggigitnya dengan perlahan ia meneruskan kembali niatnya untuk mengambil pakaian dan memasukkannya ke dalam tas.Rasanya Ia pun ingin marah, ingin memaki Dirwan yang sudah lancang menyentuhnya, sesuatu yang belum ingin dia berikan sudah diambil duluan. Tapi apakah pantas jika dirinya marah-marah apalagi memaki Dirwan selaku suami yang jelas punya hak sepenuhnya tentang diri Eza.Sedari tadi kejadian itu Dirwan tidak banyak bicara, wajahnya masam dan ditekuk sama abah juga umi pun dia bicara seperlunya dan hanya pami

  • Cinta Seroja   Menolak

    Selesai sarapan, Eza di ajak ke kamar oleh Dirwan. Sementara Bu Hawa bersama bibi Sien di ruang tengah dan bibi lainnya.Eza menepiskan tangan Dirwan yang menarik tangannya ke dalam kamar. "Lepas, mau apa sih? aku mau ngobrol sama mamah.""Terserah Akang dong mau ngapain, Neng istirahat jadi apa salahnya dan salahnya di mana? jika akan mengajak Eneng ke dalam kamar! Akang mau minta dimandiin kek, mau minta dilayani kek 'kan itu hak Akang. Eneng istri Akang. Lupa?" Dirwan mendekat.Neng Eza mundur menabrak dinding. Punggungnya menempel di dinding. Dirwan menempelkan kedua tangannya di dinding yang ada Eza berdiri, tampak pucat menatap ke arah Dirwan yang menyeringai."A-Akang mau apa?" Eza tampak gugup dan ketakutan."Akang mau, Eneng. Kita kan sudah halal. Masa Akang tidak boleh menyentuh istri sendiri 'kan aneh." Dirwan perlahan menyentuh pipinya Neng Eza.Meja sendiri memejamkan matanya, dalam hatinya berontak dia tidak ingin disentuh Dirwan. Entah kenapa hatinya tidak mengizinkan b

DMCA.com Protection Status