Dirwan yang dari tadi merasa geram, kesal. Hatinya dilanda cemburu, ingin rasanya segera keluar dari acara ini untuk membahas kalau dia tidak suka kalau Eza tebar senyuman sana sini.
Eza dan teman-temannya! meninggalkan Dirwan dengan alasan ingin menemui mempelai untuk berpamitan. Sementara Dirwan sendiri, masih duduk di sana.
"Sinta ... aku pamit dulu ya? semoga kalian bahagia! semoga samawa ya?" ucap Eza memeluk Sinta lama ... dan tak di sadarinya meneteskan air mata, merasa haru dengan melihat sahabatnya di pelaminan.
"Iya. Neng, semoga kamu juga cepat nyusul ya? aku doakan deh semoga kamu cepat nyusul, menikah dengan pria yang seperti yang kamu inginkan." Sinta menggenggam tangan Eza.
"InsyaAllah doain saja," sahut Eza sambil senyum tipis.
"Eh. Sinta! tau gak? kalau Eza itu sudah punya calon, malah orang nya ada di sana," ucap seorang teman Eza.
"Oya? yang bener! siapa dia dan kenapa gak dikenalkan sama kita?" Sinta celingukan.
"G
Wanita itu menatap kagum pada Dirwan yang tampan rupawan itu. Dia menghampiri, "Apa kabar sayang?""Ngapain di sini?" suara Dirwan sangat pelan, tidak ingin di dengar orang."Oh ... kebetulan saja lewat jalan sini. Melihat kamu masuk, jadi saya mampir juga," sahut wanita yang berusia kira-kira 37 tahun itu."Sebaiknya kau pergi saja dari sini? kita sudah tidak ada hubungan lagi. Jadi pergilah." Dirwan menatap tidak suka."Kau mau menikah ya? tidak apa, sekalipun kamu sudah punya istri cinta saya tidak akan berubah," sambungnya.Dirwan dibuat kesal ia mengeratkan giginya seraya berkata. "Kita cuma masa lalu, persetan dengan cinta mu itu. Yang jelas saya tidak pernah mencintai mu, satu lagi. Jangan ganggu kehidupan saya lagi, faham?""Wanita itu! malah menyeringai. Jangan khawatir sayang, aku tidak akan menceritakan tentang kita sama calon istri mu, itu," sambil melirik Eza yang sedang mencoba baju pengantinnya."Bagus." Dirwan mengangg
Mendengar suara yang mengganggu telinga, brak! brak! brak! Langsung Dirwan menghampiri ke sumber suara."Mamah?" panggil Dirwan ketika mendapati ibunya sudah bersimpuh di lantai dengan kursi roda terguling."Dirwan, tolong Mama," lirih bu Hawa.Dirwan bertiriak, "Bibi? Bibi!" sambil mengangkat ibunya untuk duduk di kursi roda. " Mama mau ke mana? kenapa gak diam saja di kamar. lagian mana Bibi?""Bibi pulang dulu, Mama bosan di kamar terus Wan ..." lirihnya."Emang Mama mau ke mana? ke teras? mana yang sakit?""Ini siku saja," bu Haea menunjukkan siku yang terasa panas."Sebentar." Dirwan berlari mencari salep buat mengobati luka ibunya.Detik kemudian Dirwan kembali membawa obat yang dia cari, langsung mengoleskan pada luka sang bunda."Lain kali hati-hati Mah ... jangan terburu-buru. Pelan-pelan saja, kalau di rumah tidak ada siapa-siapa gimana coba," menghela napas dengan berat.Dirwan mendorong ibunya ke teras
Eza termangu. Bingung dan tidak mengerti harus bagaimana, ia sendiri belum memahami karakter dari calon suaminya itu.Dirwan pergi membawa motornya meninggalkan tempat tinggal Eza. Sementara Eza membalikan badan memilih masuk ke dalam rumah.Belum juga menutup pintu, motor Dirwan balik arah dangan sekejap sudah nongkrong kembali di pekarangan. Eza mematung melihat langkah Dirwan di teras dan duduk di sana dengan muka yang di tekuk.Eza membuka pintu lebar-lebar, berjalan mendekati Dirwan dan duduk di sebelahnya. Dirwan hanya melirik tanpa berkata apa pun.Eza pun hanya diam dan memandang ke depan. Sambil menautkan jemarinya satu sama lain, dalam hati berkecamuk, kata-kata yang sulit di ucapkan.Lama-lama ... akhirnya Dirwan ngomong juga. "Terus kita mau gimana? besok Akang mau berangkat ke Jakarta, jadi gak ada waktu lagi kita belanja," suara Dirwan lirih.Eza melirik, kemudian menunduk lagi. "Ya ... sudah, kalau begitu maunya Akang, pergi s
Bu Marni dan Eza saling pandang. "Wa'alaikum salam.'' jawab keduanya."Biar Umi aja yang buka pintu." Bu Marni ngoloyor menghampiri pintu depan.Eza hanya menatap punggung dari ibunya.Blak!pintu di buka bu Marna, setelah berada di depan pintu. "Oh ... Juragan Jaka?" bu Marni merasa heran akan kedatangan tamunya itu."Ah ... saya mau silaturahmi aja ke sini," jawab pria yang usianya sekitar 50 tahun itu. Namanya Juragan Jaka duda yang baru di tinggal istrinya meninggal."Tapi ... suami saya masih di kebun Juragan," sambung bu Marni."Oh, tidak apa Bu, saya mau bertemu Neng Eza, dia nya ada?" sambil celingukan melihat-lihat ke dalam.Bu Marni tambah heran, ada urusan apa sama putrinya. Sambil melihat ke dalam. "A-ada, ada. Sebentar saya panggilkan."Kemudian meninggalkan tamunya berdiri di teras, bu Marni berjalan ke kamarnya Eza."Neng," panggil bu Marni mengahampiri Eza yang sedang menyisir rambut panjangnya.
Pria tampan yang memasuki teras itu, mengucap salam. Dan disambut sama seseorang."Mencari siapa ya?" tanya seseorang itu."Saya mencari Neng Eza. Apa ada di rumah?" tanya pria tampan tersebut."Neng Eza, ada, silakan duduk?" ucap seorang wanita itu dan menyuruh pria itu duduk di teras.Pria tersebut mengangguk dan mengikuti perintah tuan rumah untuk duduk di kursi yang ada di teras itu. "Makasih, Bu.""Tunggu sebentar ya?" saya akan panggilkan dulu Neng Eza nya. Wanita itu pergi meninggalkan teras masuk ke dalam rumah.Mata pria itu terus mengitari tempat tersebut. "Ramai sekali, kaya mau ada pesta pernikahan, jangan-jangan Eza yang akan menikah!"Sambil bengong, sudut matanya mendapati sebuah undangan di meja. Perlahan tangannya mengambil kertas undangan tersebut, ia buka dan membacanya. "Eza dan Dirwan?" betapa terkejutnya pria ini.Wajahnya yang mula ceria penuh kebahagian, berubah drastis jadi bermuram durja. Sebuah
Bahtera rumah tangga yang akan mereka jalani itu akan ada kalanya penuh dengan cobaan. Dimana menyatukan dua hati, dua kepala dan dua ego yang berbeda itu tidak gampang.Eza merasa heran, semakin kesini rasanya semakin gelisah, gundah dan tidak yakin akan pilihannya ini. Biduk rumah tangga tinggal selangkah lagi, dalam menuju janji suci, tinggal menghitung menit. Dan tidak semudah itu untuk menggagalkannya, wajah yang seharusnya merona bahagia, terlihat sendu dan murung.Bu Marni mendekat. Di pandang wajah putri satu-satunya itu. "Neng, kenapa? kok murung, seharusnya, Neng itu bahagia," lirih bu Marni eembari mengusap pundak yang tertutup kerudung pengantin.Eza menatap wajah ibunya. "Umi ... gak tau nih Eza merasa gak yakin, hati Eza gelisah. ngambang hini Mi ....""Neng ... tinggal menghitung menit lagi, dan yang Eza rasakan saat ini, itu wajar! memang seperti kalau mendekati waktunya." sambung uminya."Tapi, Umi ..." Eza lesu."Sudah, jan
Baru setengah perjalanan, mobil mogok. Dirwan kebingungan, mana jauh dari bengkel, jalanan sepi. Suasana semakin larut. "Ah. Sial," tangan Dirwan memukul setir. Eza hanya menatap suaminya yang nampak kesal. Ia pun kesal dan menyalahkan Dirwan yang kekeh keluar dari rumah malam-malam. "Sukurin, orang gak mau, malah di paksa. rasain." Batin Eza bergejolak. Dirwan turun dan ngecek ban, mesin juga bensin. Bensin pull, sepertinya mesin. Ia mencoba utak-atik. Eza duduk menunggu di dalam mobil sambil berpangku tangan. Sesekali melihat ke arah Dirwan yang berkutat dengan mesin. "Menyebalkan sekali." Gerutu Eza dengan muka di tekuk kesal. Malam semakin larut, dingin pun kian menyapa kulit Eza. Mana gak bawa jaket, begitupun Dirwan ia hanya mengenakan kemeja panjang saja. Dirwan melirik ke arah Eza yang nampak kedinginan. Di balik rasa kesal dengan keadaan, kasian juga pada sang istri. Karena lama, Eza turun menghampiri Dirwan yang juga mukanya ditekuk, baju belepotan kotor dari mesin. "M
Terdengar suara tahrim dari berapa masjid yang menandakan sebentar lagi adzan subuh dan neng Eza sudah terbangun! melirik kanan dan kiri mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan tersebut.Dan di sampingnya ada Dirwan yang tidur memeluk guling memunggungi dirinya. Mengucek matanya sesaat, kembali mengumpulkan seluruh jiwanya.Lalu kemudian mengibaskan selimut mendudukkan dirinya sesaat sebelum menapakkan kedua kakinya di lantai. Kemudian mencari handuk dan meniatkan dirinya untuk membersihkan diri, walaupun di sana tidak ada pakaian ganti untuknya akan tetapi setidaknya dia bisa memakai kemeja atau kaos panjang milik Dirwan.Tidak lupa Eza pun mengunci pintu kamar mandi takut Dirwan masuk dan dia membersihkan diri menggunakan air shower yang hangat sehingga menimbulkan rasa segar."Berrrr ... Dinginnya menyegarkan ..." gumamnya Eza sembari mengusap rambutnya yang Ia pakai kan sampo."Auwwwh ..." jeritnya Eza disaat tangah asik menikmati ritual mandinya tiba-tiba ada toke nemplok d